Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Gizi Buruk

1. Definisi
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan
indikator yang digunakan.
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat
akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam
waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus ( menurut BB terhadap
TB ) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor
atau marasmik kwashiorkor (Supriyatno Edi, 2012)
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah
World Health Organization – National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS).
Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi dibagi menjadi empat :
a. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
b. Gizi baik untuk well nourished.
c. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM
(Protein Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM )
atau (MEP) Malnutrisi Energi dan Protein.
d. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan
kwashiorkor :
1) Marasmus yaitu keadaan kurang kalori.
2) Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien
lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah
(balita).
3) Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan
kwashiorkor.

Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat badan terhadap
umur anak sebagai berikut:

Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).

Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).

Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).


Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat).

2. Etiologi

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk.


Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
a. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya
jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak
memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu
kemiskinan.
b. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan
oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-
zat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada


3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu:
1. Keluarga miskin
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare.

3. Tanda dan Gejala


a. Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah terangsang.
Pada tahap lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.
b. Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi badan
lebih rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini tidak
mencolok atau mungkin tersamar bila dijumpai edema anasarka.
c. Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan maupun
berat. Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam, kemudian
muka, lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium lanjut mungkin edema
anasarka.
d. Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan tipis
dan lembek.
e. Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare. Diare
terdapat pada sebagian besar penderita, yang selain infeksipenyebabnya
mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas, atau usus (atrofi). Intoleransi
laktosa juga bisa terjadi.
f. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut. Pada
taho lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna pucat atau
putih, juga dikenal signo de bandero.

4. Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet,
akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino
dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan
otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan
kurangnya produksi albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan
hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport
lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di
hati.

5. Komplikasi
a. Hipotermi
Penyebab Hipotermi : tidak/kurang/jarang diberi makan
b. Hipoglikemi
Penyebab Hipoglikemi : tidak dapat/kurang/jarang dapat makan
c. Infeksi
d. Diare dan Dehidrasi
e. Syok

F. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses lengkap,
elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin. Pada pemeriksaan
laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom
karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum
tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan,
kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar
albumin serum yang menurun.
b. Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk
menemukan adanya kelainan pada paru.
c. Tes mantoux
d. EKG

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus,
atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau
makan, sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada
kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh
b. Pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan
dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi
keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
c. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi:
keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah,
dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria. Fokus pengkajian pada anak
dengan Kwashiorkor adalah :
1) Keadaan Umum
Pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta
asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema.
Penampilan anak kwashiorkor seperti anak gemuk (sugar baby).
2) Tumbuh Kembang
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan,
tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
3) Keadaan Psikologis
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel.
4) Status cairan dan elektrolit
5) Rambut
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah
tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan
tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
6) Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan
kulit karena habisnya cadangan energi maupun protein.
7) Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis,
dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi
penderita.
8) Hepar
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati
yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar.
9) Sirkulasi
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor.
10) Pankreas
Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga menurunkan produksi enzim
pankreas terutama lipase.
11) Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-
kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan
makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung.
12) Otot
Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar untuk
dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.
13) Ginjal
Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus
sehingga GFR menurun.
d. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
(a) Mata : agak menonjol
(b) Wajah : membulat dan sembab
(c) Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan
(d) Abdomen : perut terlihat buncit
(e) Kulit : adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor kulit,
odema
2) Palpasi
Pembesaran hsti ± 1 inchi
3) Auskultasi
Peristaltic usus abnormal

B. Diagnosa Keperawatan

a. Nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak
adekuat
b. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori
dan protein yang tidak adekuat
c.
Daftar Pustaka

Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Republika Online.


Depkes. 2002. Kurang Gizi . Jakarta: EGC
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/
November 2005: Inovasi Online
Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2.
Jakarta: Rineka Cipta

Ngastiyah. 2000. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC


Supriyatno, Edi. 2003. Gizi Balita. Bandung: Pustaka Ilmu
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Keluarga
1. Definisi
Friedman (1998) dalam Suprajitno (2004) mendefinisikan bahwa keluarga
adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan
aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga. Pakar konseling keluarga dari Yogyakarta,
Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup
atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup
bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian
dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam
sebuah rumah tangga.
Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan kependudukan dan
pembanguan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya,
Ketiga pengertian tersebut mempunyai persamaan bahwa dalam keluarga
terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam
satu atap (serumah) dengan peran masing-masing serta keterikatan emosional
(Suprajitno, 2004).
2. Tipe Keluarga
Menurut Suprajitno (2004), secra tradisional keluarga dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
1. Keluarga inti (nuclear family)adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu,
dan anak yangdiperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek,
paman-bibi).
3. Fungsi Keluarga
Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (2010) dan UU No 10
tahun (1992) dalam Suprajitno (2004).
adalah sebagai berikut:
1. Fungsi afektif (the affective function) berhubungan dengan fungsi-fungsi
internal keluarga, yaitu berupa pelindungan dan psikososial bagi para
anggota keluarganya, keluarga harus dapat melakukan tugas-tugas yang
dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang sehat bagi para
anggota keluarganya, dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosio
emosinal keluarganya.
2. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social
placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih
anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
3. Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function),
yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga
agar tetap memiliki produktifitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi
peran keluarga dibidang kesehatan.
4. Tugas Keluarga Dalam Kesehatan
Friedman (2010) dalam Suprajitno (2004), yang perlu dipahami dan dilakukan
meliputi:
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan
keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu
tidak akan berarti. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan
perubahan yang dialami anggota keluarga. Apabila menyadari adanya
perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang
terjadi, dan seberapa besar perubahannya (Suprajitno, 2004: 17).
2. Memutuskan tindakkan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini
merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan
tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga
diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan
teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan
kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan
(Suprajitno, 2004: 17).
3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Sering kali
keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga
memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika
demikian anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu
memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah
tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau
di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan
untuk pertolongan pertama (Suprajitno, 2004: 18).
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
(Suprajitno, 2004: 18).
5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga
(Suprajitno, 2004: 18).
5. Tugas Dan Tahap Perkembangan Keluarga
Menurut Suprajitno (2004), tugas perkembangan keluarga sesuai tahap
perkembangan, antara lain:
1. Keluarga baru menikah
a. Membina hubungan inti yang memuaskan
b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok sosial
c. Mendiskusikan rencana memiliki anak
2. Keluarga dengan anak baru lahir
a. Mempersiapkan menjadi orang tua
b. Adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi
keluarga, hubungan seksual dan kegiatan
c. Mempertahankan hbungan dalam rangka memuaskan pasangan.
3. Keluarga dengan anak usia pra-sekolah
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misalnya kebutuhan tempat
tinggal, privasi dan rasa aman.
b. Membantu anak untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak
yang lain(tua) juga hrus dipenuhi.
d. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam atau luar
keluarga.
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g. Merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumbuhan
dan perkembangan anak.
4. Keluarga dengan anak usia sekolah
a. Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah,
dan lingkungan lebih luas (yang tidak/kurang diperoleh dari sekolah
atau masyarakat)
b. Mempertahankan keintiman pasangan.
c. Memenuhi kebutuhan yang meningkat, termasuk biaya kehidupan dan
kesehatan anggota keluarga
5. Keluarga dengan anak remaja
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab
mengingat remaja adalah seorang dewasa muda dan mulai memiliki
otonomi.
b. Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga.
c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua.
Hindarkan terjadi perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan.
d. Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota)
keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuhkembang anggota
keluarga.
6. Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa
a. Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat
d. Penataan kembali peran orang tua dan kegiatan dirumah.
7. Keluarga usia pertengahan
a. Mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan
b. Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-
anaknya dan sebaya.
c. Meningkatkan keakraban pasangan.
8. Keluarga usia tua
a. Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling
menyenangkan pasangannya.
b. Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi: kehilangan pasangan,
kekuatan fisisk, dan penghasilan keluarga
c. Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat
d. Melakukan life reviem masa lalu.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan keluarga asalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan
melalui praktik keperawatan dengan sasaran keluarg. Asuhan ini bertujuan untuk
menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami keluarga dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan. Sasaran asuhan keperawatan keluarga adalah
keluarga-keluarga yang rawan kesehatan, yaitu keluarga yang mempunyai masalah
kesehatan atau yang beresiko terhadap timbulnya masalah kesehatan (Suprajitno,
2004).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan
informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya (Suprajitno, 2004).
Pada kegiatan pengkajian ada beberapa tahap yang perlu dilakukan, yaitu:
1. Membina hubungan yang baik. Hubungan tersebut dapat dibentuk dengan
menerapkan komunikasi terapeutik yang merupakan strategi perawat untuk
memberikan bantuan kepada klien untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya
(Suprajitno, 2004). Beberapa hal yang perlu diperhatikan (Suprajitno, 2004):
a. Diawali dengan perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah.
b. Menjelaskan tuuan kunjungan
c. Meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah untuk membantu
keluarga menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di keluarga.
d. Menjelaskan luas kesanggupan bantuan perawat yang dapat dilakukan.
e. Menjelaskan kepada keluarga siapa tim kesehatan lain yang menjadi jaringan
perawat (Suprajitno, 2004).
2. Pengkajian awal. Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit
pelayanan kesehatan (Suprajitno, 2004).
3. Pengkajian lanjutan (tahap kedua). Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian
untuk memperoleh data yang lebih lengkapsesuai masalah kesehatan keluarga yang
berorientasi pada pengkajian awal (Suprajitno, 2004).
Dalam pengumpulan data yang perlu dikaji adalah:
a. Data umum
Data ini mencakup kepala keluarga (KK), alamat dan telepon, pekerjaan KK, pendidikan
KK, dan komposisi keluarga. Selanjutnya komposisi keluarga dibuat genogramnya
(Suprajitno, 2004).

Status Imunisasi
Jenis Hub.
No Nama Umur Pendidikan Polio DPT Hepatitis Cam Ket
Kelamin Kel. KK BCG
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 pak

Aturan yang harus dipenuhi dalam pembuatan genogram

1) Anggota keluarga yang lebih tua berada disebelah kiri


2) Umur anggota keluarga ditulis pada simbol laki-laki atau perempuan.
3) Tahun dan penyebab kematian ditulis disebelah simbol laki-laki atau
perempuan
4) Penggunaan simbol dalam genogram

//

Laki-laki Perempuan Menikah Cerai

Pisah Anak Kandung Anak Kembar Anak Angkat

Aborsi Klien Meninggal Tinggal dalam satu rumah

Pada data umum perlu dikaji mengenai tipe keluarga, menjelaskan mengenai
jenis/tipe keluarga. Suku bangsa agama, status sosial, ekonomi keluarga, dan
aktivitas rekreasi keluarga.

4. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga


Pengkajian ini meliputi, tahap perkembangan keluarga saat ini (dilihat dari anak
tertua di keluarga inti), tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
(menjelaskan mengenai tugas keluuarga yang belum terpenuhi dan kendala yang
dihadapi), riwayat kesetan keluarga inti, dan riwayat kesehatan sebelumnya
(Suprajitno, 2004).
5. Data lingkungan
Karakteristik rumah, yang menjelaskan tentang hasil identifikasi rumah yang dihuni
keluarga meliputi lias, tipe, jumlah ruangan, pemanfaatan ruangan, jumlah
ventilasi, pelekatan perabot rumah tangga, sarana pembuangan air limbah dan
kebutuhan mck (mandi, cuci dan kakus), sarana air bersih dan minum yang
digunakan, dijelaskan pula karakteristik tetangga dan komunitasnya, mobilitas
geodrafis keluarga, perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat dan
sistem pendukung keluarga (Suprajitno, 2004).
6. Struktur keluarga
Meliputi struktur peran yang menjelaskan mengenai peran masing-masing anggota
keluarga. Nilai atau norma yang dianut keluarga, pola komunikasi keluarga yang
menjelaskan bagaimana cara keluarga berkomunikasi, dan struktur kekuatan
keluarga (Suprajitno, 2004).
7. Fungsi keluarga
Fungsi ekonomi menjelaskan bagaimana upaya keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan sandang, pangan, dan papan serta pemanfaatan lingkungan rumah untuk
meningkatkan penghasilan keluarga. Fungsi mendapatkan status sosial menjelaskan
tentang upaya keluarga untuk memperoleh status sosial di masyarakat tempat
tinggal keluarga. Fundi pendidikan menjelaskan upaya yang dilakukan oleh
keluarga dalam pendidikan selain upaya yang diperoleh dari sekolah atau
masyarakay sekitar. Fungsi sosialisasi menjelaskan tentang hubungan anggota
keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar tentang disiplin, nilai, norma,
budaya, dan perilaku yang berlaku di keluarga dan masyarakat. Fungsi pemenuhan
(perawatan/pemeliharaan) kesehatan yang berkaitan tetang tugas keluarga dibidang
kesehatan. Selain itu ada fungsi yang lain antara lain fungsi religius, rekreasi,
reproduksi, dan fungsi afeksi (Suprajitno, 2004).
8. Stress dan kopong keluarga
a. Stressor jangka pendek dan panjang
Stressor jangka pendek adalah stressor yang dialami keluarga dan memerlukan
waktu penyelesaian kurang lebih 6 bulan. Stressor jangka panjang adalah
stressoryang dialami keluarga dan memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 6
bulan (Suprajitno, 2004).
b. Pemeriksaan kesehatan
Pemeriksaan pada individu anggota keluarga yang dilakukan tidak berbeda jauh
dengn pemeriksaan pada klien diklinik (rumah sakit) meliputi pengkajian
kebutuhan dasar individu, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
perlu (Suprajitno, 2004).
c. Harapan keluarga
Perlu dikaji bagaimana harapan keluarga terhadap perawat (petugas kesehatan)
untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi (Suprajitno,
2004).
9. Pengkajian fokus pada keluarga dengan anggota keluarga lansia
a. Bagaimana perasaan setelah tidak bekerja atau ditinggal pasangannya?
b. Bagaimana kegiatan dirumah dan di luar rumah?
c. Bagaimana kunjungan anak ke orang tua, bagaimana frekuensi, dan berapa
frekuensi kunjungan anak?
d. Adakah orang yang menemani setiap hari?
e. Bagaimana pemenuhan kebutuhan individu setelah dikategorikan usia tua?
f. Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga?
2. Diagnosis Keperawatan
Pada tahap ini ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan perawat sebagai
beriku (Suprajitno, 2004):
1. Pengelompokan data
Kegiatan ini tidak berbeda dengan analisis pada asuhan keperawatan klinik.
Perawat mengelompokkan data hasil pengkajian dalam data subyektif dan
obyektif, beserta dengan masalah dan penyebabnya dalam bentuk tabel
(Suprajitno, 2004).
2. Perumusan diagnosis keperawatan
Perumusan ini dapat mengarah pada sasaran individu maupun keluarga.
Komponen diagnosis keperawatan menggunakan aturan yang telah
disepakati meliputi (Suprajitno, 2004):
a. Masalah (problem), tidak terpenuhinya kebutuhan individu maupun
keluarga.
b. Penyebab (Etiologi), penyebab masalah yang mengacu pada lima tugas
keluarga.
c. Tanda (Sign), sekumpulan data subyektif dan obyektif yang diperoleh
perawat dari keluarga.

Tipologi diagnosis keperawatan dibedakan menjadi tiga, yaitu diagnosis


aktual, diagnosis risiko, dan diagnosis potensial (Suprajitno, 2004).

3. Penilaian (Skoring). Diagnosis Keperawatan


Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosis keperawatan lebih
dari satu. Proses ini menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon
dan Maglaya (1978). Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
skoring, yaitu menentukan skor sesuai dengan kriteria yang dibuat pearawat.
Berikut adalah scoring diagnosis keperawatan menurut Bailon dan Maglaya (1978)
dalam Suprajitno ( 2004).
No Kriteria Skor Bobot
1 Sifat masalah 1
Skala:
- Tidak/ kurang sehat 3
- Ancaman kesehatan 2
- Keadaan sejahtera 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Skala:
- Mudah 2
- Sebagian 1
- Tidak dapat 0
3 Potensial masalah untuk dicegah 1
Skala:
- Tinggi 3
- Cukup 2
- Rendah 1
4 Menonjolnya masalah 1
Skala:
- Masalah berat, harus segera ditangani 2
- Ada masakah, tetapi tidak perlu 1
0
ditangani
- Masalah tidak dirasakan
Setelah menentukan skor sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat
selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot

Jumlah skor untuk semua kriteria, skor maksimum sama dengan jumlah
bobot yaitu 5.
Penentuan prioritas sesuai dengan kriteria skala (Suprajitno, 2004):
a. Kriteria pertama, prioritas utama diberikan pada tidak atau kurang sehat
karena perlu tindakan segera dan biasanya disadari keluarga.
b. Kriteria kedua, perlu diperhatikan:
1) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi, dan tindakan untuk
menangani masalah.
2) Sumber daya keluarga: fisik, keuangan, tenaga.
3) Sumber daya perawat: pengetahuan, ketrampilan, waktu.
4) Sumber daya lingkungan: fasilias, organisasi, dukungan.
c. Kriteria ketiga, perlu diperhatikan:
1) Kepemilikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit atau
masalah
2) Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu
3) Tindakan yang sedang dijalankan atau yang tepat untuk memperbaiki
masalah
4) Adanya kelompok yang beresiko untuk dicegah agar tidak aktual dan
menjadi parah.
d. Kriteria keempat, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana
keluarga menilai masalah keperawatan tersebut
4. Penyusunan prioritas diagnosa keperawatan
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai skor
tertinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor terendah.
Namun perawat perlu mempertimbangkan juga persepsi keluarga terhadap
masalah keperawatan mana yang perlu diatasi segera.
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan mencangkup tujuan umum dan khusus yang
didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang
mengacu pada penyebab. Selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan yang
berorientasi pada kriteria dan standar (Suprajitno, 2004):
Menurut Suprajitno (2004), hal penting dalam penyusunan rencana asuhan
keperawatan:
1. Tujuan hendaknya logis, sesuai masalah, dan mempunyai jangka waktu
yang sesuai dengan kondisi klien.
2. Kriteria hasil hendaknya dapat diukur dengan alat ukur dan di observasi
dengan panca indra perawat yang objektif.
3. Rencana tindakan disesuaikan dengan sumber daya dan dana yang
dimiliki oleh keluarga dan mengarah ke mandirian klien sehingga
tingkat ketergantungan dapat diminimalisasi.
DAFTAR RUJUKAN

Dewi, S. R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.

Nina, S. K. 2012. Penyakit Yang Sering Terjadi Pada Lansia.(


https://elsabernitatatubeketsite.wordpress.com/2012/11/17/penyakit-yang-sering-
terjadi-pada-lansia/ ) diakses 21 November 2018.

Sunaryo, Dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV.ANDI OFFSET.

Suprajitno, 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Tamher, S. & Noorkasiani, 2009. Kesehatan Uaia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai