PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan sains dan teknologi sekarang ini khususnya
teknologi informasi sangat pesat. Perkembangan teknologi yang
menggabungkan komputasi dengan jalur komunikasi
berkecepatan tinggi yang membawa data, suara dan video ini
berdampak terhadap perubahan dalam masyarakat dan
perkembangan berbagai bidang pendidikan. Bidang pendidikan
perlu merespon perkembangan teknologi informasi ini, terutama
dalam kaitannya dengan penyiapan sumber daya manusia yang
mampu berdaya saing dalam iklim global.
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan
teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan pesat di
bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di
bidang fisika material melalui penemuan piranti mikroelektronika yang mampu
memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Sebagai ilmu yang
mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada
manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan
secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika (Permendiknas No. 24
Tahun 2006).
Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai
mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain
memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika dimaksudkan
sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk
memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran
1
Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta
didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan
untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu
dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup (Permendiknas
No. 24 Tahun 2006).
Teknologi informasi dapat melahirkan fitur-fitur baru dalam dunia
pendidikan. Sistem pengajaran berbasis multimedia dapat menyajikan materi
pelajaran yang lebih menarik tidak monoton dan memudahkan penyampaian.
Siswa dapat mempelajari materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan
komputer yang dilengkapi dengan program berbasis multimedia (Kadir dan
Triwahyuni, 2003).
Teknologi informasi dalam pendidikan diaplikasikan dalam bentuk
multimedia yang bentuk sebagai perangkat lunak (software), yang memberikan
fasilitas kepada siswa untuk mempelajari suatu materi. Penggunaan aplikasi
muitimedia dalam pembelajaran akan meningkatkan efisiensi, motivasi, serta
memfasilitasi belajar aktif belajar eksperimental, konsisten dengan belajar yang
berpusat pada siswa, dan memandu pebelajar untuk belajar lebih baik (Crowther
dan Davies dalam Suyanto, 2003).
Pembelajaran yang berpusat pada siswa sejalan dengan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) yang merupakan kurikulum berbasis kompetensi
dimana dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa dengan guru bertindak
sebagai fasilitator. Proses pembelajaran sendiri merupakan interaksi komunikasi
aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan yang didalamnya
teradapat kegiatan belajar siswa dan kegiatan mengajar guru yang berlangsung
bersamaan dalam kurun waktu yang sama (Arifin et al. 2003).
Proses pembelajaran suatu topik dapat dikemas dalam suatu bentuk model
pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil (1996) model pembelajaran
dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu model interaksi sosial, model
pemrosesan informasi, model pengembangan kepribadian, dan model modifikasi
2
perilaku. Model pemrosesan informasi menekankan pada peningkatan
kemampuan siswa dalam memproses informasi, dalam arti bagaimana siswa
menangkap stimulus yang ada dan menyimpannya sebagai informasi yang
bermakna bagi dirinya dalam memori jangka pendek dan jangka panjang, serta
kemampuan menggunakan kembali informasi tersebut untuk kepentingan
penyelesaian masalah. (Arifin et al. 2003)
Pada proses pembelajaran perlu dikembangkan keterampilan berpikir yang
merupakan suatu aktivitas mental untuk memperoleh pengetahuan. Berdasarkan
prosesnya berpikir dapat dikelompokkan dalam berpikir dasar dan berpikir
kompleks. Proses berpikir kompleks yang disebut proses berpikir tingkat tinggi
ada empat macam, yaitu pemecahan masalah. pengambilan keputusan, berpikir
kritis dan berpikir kreatif (Costa, 1985).
Menurut Ennis dalam Costa (1985) berpikir kritis adalah kemampuan berpikir
reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk
dilakukan. Indikator keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi 5 kelompok yaitu:
1. memberikan penjelasan sederhana:
2. membangun keterampilan dasar
3. membuat inferensi
4. membuat penjelasan lebih lanjut
5. mengatur strategi dan taktik.
Dalam belajar sains keterampi1an berpikir dapat dikembangkan melalui
penguasaan 9 macam indikator keterampilan generik sains (Brotosiswoyo, 2001
yaitu:
1. pengamatan langsung
2. pengamatan tak langsung
3. kesadaran lentang skala hesaran:
4. hahasa simbolik:
5. kerangka logika taat asas;
6. inferensia logika;
7. hukum sebab akibat;
8. pemodelan matematik dan
3
9. membangun konsep.
Topik Relativitas mempelajari konsep abstrak yang sulit dijelaskan kepada siswa,
dalam penjelasannya memerlukan bantuan media lain. Salah satu media yang
dapat digunakan adalah multimedia komputer.
Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu dilakukan suatu
penelitian mengenai pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi untuk
mengembangkan keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis
siswa pada topik relativitas.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Sejauh mana model
pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik relativitas dapat
meningkatkan pemahaman konsep, mengembangkan keterampilan generik sains,
dan keterampilan berpikir kritis siswa?”
Berdasarkan permasalahan di atas, pertanyaan penelitian terfokus pada:
1. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep siswa setelah penerapan
model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik relativitas?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan generik sains siswa setelah
penerapan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik
relativitas?
3. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kiritis siswa setelah
penerapan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik
Relativitas?
4. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terahadap pembelajaran fisika
berbasis teknologi informasi yang dikembangkan untuk melatih keterampilan
generik sains dan keterampilan berpikir kritis siswa pada topik relativitas ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
4
1. Mengembangkan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi
untuk meningkatkan pemahaman konsep, meningkatkan keterampilan generik
sains, dan keterampilan berpikir kritis siswa pada topik relativitas.
2. Mendapatkan gambaran tentang model pembelajaran fisika berbasis
teknologi informasi untuk meningkatkan pemahaman konsep, meningkatkan
keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis siswa pada topik
relativitas.
D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris tentang model
pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi untuk meningkatkan pemahaman
konsep, meningkatkan keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir
kritis siswa pada topik relativitas yang berguna bagi siapa saja yang
berkepentingan.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi didefinisika
sebagai model pembelajaran dimana penyampaian materi, diskusi dan
kegiatan pembelajaran lainnya dilakukan melalui media komputer yang
dikembangkan dalam bentuk multimedia interaktif. Materi pembelajaran yang
disampaikan dalam bentuk teks, grafik, audio, animasi dan simulasi yang
interaktif (Darmadi, 2007).
2. Penguasaan konsep didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam
memahami konsep-konsep relativitas secara ilmiah, baik secara teori maupun
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat dari tes awal
dan tes akhir (Dahar, 1996).
3. Keterampilan generik sains adalah kemampuan dasar (generik) yang dapat
ditumbuhkan ketika peserta didik menjalani proses belajar ilmu fisika yang
bermanfaat sebagai bekal meniti karir dalam bidang yang lebih luas. Dalam
penelitian ini ada 5 indikator yang digunakan yaitu: (1) pengamatan tak
5
langsung; (2) bahasa simbolik; (3) inferensi logika taat azas; (4) pemodelan
matematika, 5) membangun konsep Brotosiswoyo (2001)
4. Berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang
diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan
(Ennis dalam Costa, 1985). Indikator keterampilan berpikir kritis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) menemukan persamaan dan
perbedaan; (2) kemampuan memberikan alasan (3) membuat kesimpulan (4)
menerapkan prinsip yang dapat diterima.
6
PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SMA PADA TOPIK RELATIVITAS
1. Media pembelajaran
Kata media berasal dan bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’,
‘perantara’ atau ‘pengantar. Heinich dkk (1982) dalam Arsyad (2006)
mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi
antara sumber dan penerima. Jadi televisi, film, foto, radio, rekaman audio,
gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan sejenisnya adalah media
komunikasi.
7
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan
instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu
disebut media pembelajaran. Secara umum media mempunyai kegunaan:
a. memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b. mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra.
c. menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan
sumber belajar.
d. memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori dan kinestetiknya.
e. memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan
menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton (1985)
dalam Arsyad (2006) adalah:
a. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar
b. Pembelajaran dapat lebih menarik
c. pembelajaran dapat ditingkatkan
d. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun
diperlukan
e. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses
pembelajaran dapat ditingkatkan
f. Peran guru berubahan kearah yang positif
Dua sisi penting dan fungsi media dalam proses pembelajaran di kelas yaitu: 1)
membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat
keberlangsungan PBM. Penyajian informasi atau keterampilan secara utuh dan
lengkap, serta merancang lingkup informasi dan keterampilan secara sistematis
sesuai dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu; 2) membantu siswa dalam
mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara lain dalam pemusatan
perhatian dan mempertahankan perhatian, memelihara keseimbangan mental,
serta mendorong belajar mandiri (Arifin et al. 2003).
8
2. Multimedia Interaktif
Menurut Arsyad, 2006 dalam Darmadi, 2007 multimedia diartikan sebagai lebih
dari satu media. Ini bisa berupa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara, dan
video, yang mana perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan
pada kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media itu.
Sedangkan Haffos (Fieldmen, 2001) mengartikan multimedia sebagai suatu sistem
komputer yang terdiri dan hardware dan software yang memberikan kemudahan
untuk menggabungkan berbagai komponen seperti gambar, video, grafik, animasi,
suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan program komputer (Munir, 2001).
9
Gambar dalam multimedia dapat berupa foto, gambar ilustrasi, dan gambar
hasil sketsa tangan. Gambar-gambar tersebut mempunyai peran dalam
menyampaikan informasi.
c. Grafik
Grafik dalam multimedia juga berfungsi sebagai penyampai informasi yang
berhubungan dengan fakta, data statistik, dan gagasan-gagasan dalam
matematika
d. Suara
Dengan menggunakan suara aplikasi lebih terintegrasi, pemakai dapat
merasakan kenyamanan terhadap suara yang mewakili aplikasi tersebut
sehingga suatu informasi dapat disampaikan lebih cepat.
e. Video
Video dapat diambil dan kejadian sebenarnya yang direkam, yang berguna
untuk menambah daya tarik dan memperjelas informasi yang akan
disampaikan.
f. Animasi
Animasi dapat diartikan sebagai subyek yang bergerak, animasi berguna untuk
mensimulasikan konsep tentang hal-hal yang melihatkan gerakan. Misalnya
pergerakan kerangka acuan dalam gerak.
g. Interaktif
lnteraktif adalah adanya komunikasi antara pengguna dengan komponen yang
terdapat di dalam komputer. Komunikasi dapat melalui keyboard, mouse, atau
alat input lainnya. Dalam hal ini pengguna dapat memilih apa yang akan
dikerjakan selanjutnya, bertanya dan mendapatkan jawaban yang
mempengaruhi komputer untuk mengerjakan fungsi selanjutnya.
10
Fungsi multimedia sebagai suplemen artinya peserta didik mempunyai
kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran
elektronik atau tidak.
b. Komplemen (pelengkap)
Fungsi multimedia sebagai komplemen materi pembelajaran elektronik
diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di
dalam kelas.
c. Substitusi (pengganti)
Fungsi multimedia sebagai substitusi, artinya multimedia menggantikan
sebagian besar peranan guru ini dapat menjadi alternatif model kegiatan
pembelajaran.
11
5. tercipta iklim belajar yang efektif bagi siswa yang lambat (slow learner),
tetapi juga dapat memacu efektivitas belajar bagi siswa yang lebih cepat (Fast
learner);
6. pemberian umpan balik (feed back) dan pengukuhan (reinforcement)
terhadap hasil belajar dapat diprogram;
7. pemeriksaan dan pemberian skor hasil belajar secara otomatis dapat
diprogram;
8. memberikan sarana bagi siswa untuk melakukan kegiatan tertentu dapat
dirancang:
9. informasi dan pengetahuan dengan tingkat realisme yang tinggi dapat
disampaikan karena kemampuannya mengintegrasikan komponen warna,
musik, animasi, dan grafik.
12
2. pengamatan tak langsung
3. kesadaran tentang skala
4. bahasa simbolik
5. kerangka logika taat asas
6. inferensi logika
7. hukum sebab akibat
8. pemodelan matematika
9. membangun konsep
Makna dan seta; keterampilan generik sains tersebut adalah (Liliasari,2005)
1. Pengamatan Langsung
Sains merupakan ilmu tentang fenomena dan perilaku dalam sepanjang masih
dapat diamati oleh manusia. Hal ini menuntut adanya kemampuan manusia
untuk melakukan pengamatan langsung dan mencari keterkaitan-keterkaitan
sebab akibat dan pengamatan tersebut.
2. Pengamatan Tak Langsung
Dalam melakukan pengamatan langsung, alat indera yang digunakan manusia
memiliki keterbatasan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut manusia
melengkapi diri dengan berbagai peralatan. Beberapa gejala alam lain juga
terlalu berbahaya jika kontak langsung dengan tubuh manusia, seperti arus
listrik, zat-zat kimia beracun, untuk mengenalnya diperlukan alat bantu seperti
ampermeter, indikator, dan lain-lain. Cara mi dikenal sehagai pengamatan tak
langsung
3. Kesadaran Akan Skala Besaran
Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka seseorang yang belajar sains akan
memiliki kesadaran akan skala besaran dan berbagai obyek yang
dipelajarinya. Dengan demikian ia dapat membayangkan bahwa yang
dipelajarinya itu tentang dan ukuran yang sangat besar seperti jagad raya
sampai yang sangat kecil seperti keberadaan pasangan elektron. Ukuran
jumlah juga sangat mencengangkan, misalnya peduduk dunia lebih dan 5
milyar maka jumlah molekul dalam 1 mol zat mencapai 6,02 x 1023 buah.
13
4. Bahasa Simbolik
Untuk memperjelas gejala alam yang dipelajari oleh setiap rumpun ilmu
diperlukan bahasa simbolik. agar terjadi komunikasi dalam bidang ilmu
tersebut. Dalam sains misalnya bidang kimia mengenal adanya lambang
unsur, persamaan reaksi, simbol-simbol untuk reaksi, reaksi kesetimbangan,
resonansi dan banyak lagi bahasa simbolik yang telah disepakati dalam bidang
ilmu tersebut.
5. Kerangka Logika Taat Asas
Pada pengamatan panjang tentang gejala alam yang dijelaskan melalui banyak
hukum-hukum, orang akan menyadari keganjilan dan sifat taat asasnya secara
logika. Untuk membuat hubungan hukum-hukum itu agar taat asas, maka
perlu ditemukan teori baru yang menunjukkan kerangka logika taat asas.
Misalnya keganjilan antara hukum mekanika Newton dan Elektrodinamika
Maxwell. yang akhirnya dibuat taat asas dengan lahirnya teori relativitas
Enstein.
6. Inferensia Logika
Logika sangat berperan dalam melahirkan hukum-hukum sains. Banyak fakta
yang tak dapat diamati langsung dapat ditemukan melalui inferensia logika
dan konsekuensi-konsekuensi logis basil pemikiran dalam belajar sains.
Misalnya titik nol derajat Kelvin sampai saat ini belum dapat direalisasikan
keberadaannya, tetapi orang yakin bahwa itu benar.
7. Hukum Sebab Akibat
Rangkaian hubungan antara berhagai faktor dan gejala yang diamati diyikini
sains selalu membantu hubungan yang dikenal sebagai hukum sebab akibat.
8. Pemodelan Matematik
Untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang diamati di perlukan bantuan
pemodelan matematika agar dapat diprediksikan dengan tepat bagaimana
kecenderungan hubungan atau perubahan suatu fenomena alam.
14
9. Membangun Konsep
Tidak semua fenomena alam dapat dipahami dengan bahasa sehari-hari,
karena itu diperlukan bahasa khusus ini yang dapat disebut konsep. Jadi
belajar sains memerlukan kemampuan untuk membangun konsep, agar bisa
ditelaah lebih lanjut untuk memerlukan pemahaman yang lebih lanjut, konsep-
konsep inilah diuji keterterapannya.
15
Keterampilan Berfikir Sub Keterampilan Penjelasan
Kritis Berfikir Kritis
Memberikan penjelasan Menganalisis argument Menemukan persamaan
sederhana (Elementery dan perbedaan
clarification)
Membangun Mempertimbangkan Kemampuan memberikan
keterampilan dasar kredibilitas (kriteria) alasan
(Basic support) suatu sumber
Menyimpulkan Membuat induksi dan Membuat kesimpulan
(Interference) mempertimbangkan
induksi
Membuat dan Menerapkan prinsip-
mempertimbangkan nilai prinsip yang dapat
keputusan diterima
16
Konsep adalah dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk
meruuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Namun secara umum
konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok
objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff (Amin, 1987) mendifinisikan
konsep sebagi berikut :
1. suatu gagasan yang relatif sempurna dan bermakna
2. suatu pengertian tentang suatu obyek
3. produk subyektif yang berasal dari cara seseorang membuat
pengertian terhadap obyek-obyek atau benda-benda melalui pengalamannya.
Ehrenberg (Liliasari, 2002) mengemukakan konsep adalah sekeumpulan atribut
atau karakteristik umum terhadap semua contoh (orang, obyek, kejadian, ide) dari
kelompok tertentu (bentuk, jenis, kategori) atau karakteristik yang menjadikan
bagian tertentu sebagai contoh dari sesuatu yang membedakannya dari non
contoh. Konsep terdiri atas label konsep yang merupakansatu atau lebih istilah
yang digunakan untuk menggambarkan seluruh contoh dari konsep tersebut dan
karakteristik konsep yang merupakan penjelasan dari label yang bersangkutan.
Menurut Flavel (Liliasari, 2002) konsep-konsep dapat dibedakan dalam
tujuh dimensi yang meliputi :
1. atribut, yang berupa fisik ataupun fungsional
2. struktur, yang menunjukkan keterkaitan antara atribut-atribut
konsep, keterkaitan ini dapat konjungtif, disjungtif dan relasional
3. keabstrakan, yang membedakan atas konkrit dan abstrak
4. keinklusifan, yanng menggambarkan luas atau sempitnya ruang
lingkup suatu konsep
5. keumuman, yang menggambarkan banyak (superordinat) atau
sedikitnya (subordinat) hubungan suatu konsep dengan konsep lain
6. ketepatan, yang menggambarkan kejelasan definisi suatu
konsep sehingga mudah membedakan dari non-contoh
7. kekuatan, menggambarkan pentingnya konsep berdasarkan
pendapat umum
17
Ausubel (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa konsep diperoleh dengan dua cara
yaitu melalui formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept
assimilation). Formasi konsep erat kaitannya dengan perolehan ilmu melalui
proses induktif. Dalam proses induktif anak dilibatkan belajar penemuan
(discovery learning). Dengan melalui belajar penemuan, peserta didik akan
merasakan suatu yang dipelajarinya akan bertahan lebih lama dibandingkan
dengan cara belajar klasik (hafalan). Sementara perolehan konsep melalui
asimilasi erat kaitannya dengan proses deduktif. Dalam proses ini peserta didik
memperoleh konsep dengan cara menghubungkan atribut konsep yang sudah
dikenalnya dengan gagasan yang relevan yang sudah dalam struktur kognitifnya.
Berdasarkan atribut-atribut, konsep dapat dibagi menjadi delapan
kelompok (Heron dalam Liliasari, 2002) yaitu :
1. konsep konkrit, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat
2. konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tak dapat dilihat
3. konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat
4. konsep yang berdasarkan suatu prinsip
5. konsep yang melibatkan penggambaran simbol
6. konsep yang menyatakan proses
7. konsep yang menyatakan sifat
8. konsep-konsep yang menunjukkan atribut ukuran
Pada umumnya konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu fisika sering
dinyatakan dalam bahasa simbolik. Simbol-simbol ini merupakan maipulasi dari
suatu atau beberapa penalaran proses IPA yang tidak dapat diungkapkan dengan
bahasa komunikasi sehari-hari.
Dalam belajar fisika, peserta didik dituntut memahami konsep-konsep yang
ada, karena dengan menguasai dan memahami konsep akan memudahkan peserta
didik dalam menyelesaikan soal, memecahkan masalah dan mengenal gejala alam
yang ada disekitarnya. Untuk memecahkan masalah, peserta didik harus
mengetahui atauran-aturan yang relevan dan aturan ini didasarkan pada konsep-
konsep yang diperolehnya. Dahar (1989) mengemukakan bahwa manusia perlu
18
mengetahui dan memahami sejumlah konsep, sebab konsep merupakan ide yang
paling tinggi atau batu-batu pembengunan (building block) berpikir manusia.
Keberhasilan proses pembelajara fisika dipengaruhi motivasi, keterkaitan
konsep baru dengan konsep yang telah dimiliki sebelumnya, hadirnya konsep baru
dalam konteks yang relevan serta lingkungan belajar yang menyenangkan serta
penuh antusiasme. Adanya multimedia interaktif membantu keberhasilan proses
tersebut dalam hal membantu siswa menyimpan informasi baru dengan lebih
mudah. Pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan,
menghasilkan ingatan lebih baik terhadap konsep-konsep fisika yang dipelajari
sehingga proses recall lebih efisien.
Multimedia interaktif yang terdiri dari presentasi dalam bentuk teks, audio,
grafik, animasi dan simulasi interaktif mampu mengadaptasi perbedaan cara
belajar siswa sehingga mereka belajar dalam lingkungan yang menyenangkan.
Visualisasi disajikan memungkinkan siswa melakukan navigasi, berinteraksi,
berkreasi dan berkomunikasi dengan menghubungkan panca indera mereka
dengan antusias sehingga informasi yang masuk ke bank memorinya lebih tahan
lama dan mudah untuk di recall pada saat informasi tersebut digunakan.
Pemrosesan informasi dalam pembentukan konsep akan mudah di recall apabila
tersmpan dalam memori jangka panjang terutama dalam bentuk gambar (Matlin,
1994).
19
interaktif sebagai media pembelajaran yang mampu memvisualisasikan meteri-
materi relativitas yang bersifat abstrak.
Topik relativitas dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diberikan di kelas
XII semester 2.
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
3. Menganalisis berbagai 3.3.Memformulasikan teori
besaran fisis pada gejala relativitas khusus untuk
kuantum dan batas-batas waktu, panjang, dan
berlakunya relativitas massa, serta kesetaraan
Einstein dalam paradigma massa dengan energi
fisika modern yang diterapkan dalam
teknologi.
Adapun materi yang termuat dalam topik relativitas adalah sebagai berikut :
Kejadian, Pengamatan dan Kerangka Acuan.
Kejadian adalah suatu peristiwa fisika yang terjadi dalam suatu ruang pada
suatu waktu sesaat yang tertentu. Sebagai contoh kejadian adalah: kilat di langit,
tumbukan antara dua mobil, jatuhnya buah dan pohonnya, dan sebagainya.
Seseorang yang mengamati suatu kejadian dan melakukan pengukuran, misalnya
pengukuran koordinat dan waktu, disebut pengamat. Alat ukur apa saja yang
melakukan pengukuran terhadap suatu kejadian juga disebut pengamat.
Untuk menentukan letak sebuah titik dalam ruang kita memerlukan suatu
sistem koordinat atau kerangka acuan. Misalnya, untuk menyatakan buah
sebelum jatuh dari pohonnya, seorang pengamat memerlukan suatu
kerangka acuan dengan sistem koordinat (x, y, z). Jadi, kerangka acuan
adalah suatu sistem koordinat, misalnya sistem koordinat (x, y, z) di mana
seorang pengamat melakukan pengamatan terhadap suatu kejadian.
Kerangka acuan yang kita maksud dalam keseluruhan bab ini adalah
kerangka acuan inersial, yaitu kerangka acuan yang berada dalam keadaan diam
atau jika bergerak akan bergerak dengan kecepatan konstan (kelajuan konstan
pada suatu garis lurus, misalnya pada arah x). Prinsip relativitas Newton
menyatakan bahwa semua hukum mekanika Newton berlaku sama untuk semua
kerangka acuan inersial.
20
Transformasi Galileo.
Terdapat kerangka acuan S dengan sistem koordinat (x, y, z) dan kerangka
acuan S’ dengan sistem koordinat (x’, y’, z’). Pada t =0 kedua kerangka acuan ini
berimpit. Kemudian kerangka acuan S’ bergerak dengan kelajuan tetap v dalam
arah x terhadap kerangka acuan S. Setelah t sekon kedudukan kedua kerangka
acuan terpisah sejauh vt, seperti tampak pada Gambar dibawah. Ambil suatu
kejadian di titik P dalam kerangka acuan S’, maka transformasi Galileo untuk
koordinat dan waktu adalah sebagai berikut :
x ' = x − vt x = x ' + vt
y' = y y = y'
atau dapat ditulis
z' = z z = z'
t ' =t t =t'
u z' = u z u z = u z'
Hipotesa Eter.
21
Setelah Maxwell menyatakan bahwa cahaya tidak lain adalah gelombang
elektromagnetik, para pakar fisika abad ke- 19 segera melakukan berbagai usaha
untuk mempelajari sifat zat perantara (medium) yang berperan bagi perambatan
gelombang elektromagnetik. Zat perantara ini disebut eter, dan para pakar
menyatakan hipotesa eter sebagai berikut :
Alam semesta mi dipenuhi eter yang tidak bermassa dan tidak tampak, dan fungsi
satu-satunya adalah untuk menghantarkan gelombang elektromagnetik.
Percobaan Michelson-Morley.
Michelson dan Morley ingin membuktikan keberadaan eter. Percobaan
mereka pada dasarnya menggunakan interferometer yang skema diagramnya
ditunjukkan pada Gambar. Cahaya dan sumber S ketika sampai di A dibagi
menjadi dua berkas. Berkas pertama (diberi tanda (1)) diteruskan oleh A menuju
ke cermin C kemudian dipantulkan kembali ke A dan akhirnya menuju pengamat.
Perhatikan, gerak herkas cahaya (1) bolak-balik AC adalah sejajar dengan arah
angin eter. Berkas cahaya kedua (diberi tanda (2)) dipantulkan oleh cermin A
menuju ke cermin B kemudian dipantulkan balik oleh cermin B menuju ke A, dan
akhirnya menuju pengamat. Perhatikan, gerak berkas cahaya 2 bolak-balik AB
adalah tegak lurus terhadap arah angin eter. Dalam analisis, angin eter kita
analogikan dengan arus air.
22
Berkas cahaya dianalogikan dengan perenang. Dengan demikian beda waktu
kedua berkas cahaya untuk sampai ke pengamat, Δt, maka akan diperoleh
persamaan :
2L 1 1
∆t = −1
c v2 v2
1− 1− 2
c2 c
Kelajuan angin eter dianggap sama dengan kelajuan bumi pada orbitnya mengitari
matahari, yaitu v = 3 x 104 m/s. Karena v jauh lebih, kecil daripada c (c = 3 x 10 8
m/s), maka kita dapat melakukan pendekatan sebagai berikut :
1 v2
=1+
v2 2c 2
1−
c2
Dengan demikian beda waktu Δt adalah :
2L v2 v2
∆t = 1 + 2 1 + 2 − 1
c 2c 2c
2L v 2 v 2
2
∆t = +
c 2c 2 2c 2
2L v 2
∆t =
c 2c 2
2
Lv
∆t =
c c
v
Dalam percobaan Michelson-Morley, L = 11 m, = 1,0 x 104 dan c = 3,0 x 108
c
m/s, sehingga Δt = t1 – t2 = 3,7 x 10-16 s
Hasil percobaan Michelson-Morley gagal mengukur beda waktu ini, dan mereka
mendapatkan Δt = 0. Hasil Δt = 0 menjelaskan ketidakteramatan eter. Dengan kata
lain, kegagalan untuk menyingkap kerangka acuan mutlak yang berlaku untuk
seluruh alam semesta.
23
Permasalahan yang dimunculkan oleh percobaan Michelson-Morley baru
berhasil dipecahkan dengan teori relativitas khusus yang membentuk landasan
bagi konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu. Dalam teori relativitas khusus,
Einstein menyatakan dua postulatnya, yang dikenal sebagai prinsip relativitas
Einstein.
1. Postulat pertama menyatakan bahwa semua hukum fisika memiliki bentuk
yang sama pada semua kerangka acuan inersial.Postulat pertama ini
menyatakan bahwa tidak ada satupun percobaan yang dapat kita gunakan
untuk mengukur kecepatan terhadap suatu kerangka acuan mutlak. Yang dapat
kita lakukan hanyalah mengukur kecepatan relatif suatu kerangka acuan
terhadap kerangka acuan lainnya. Jadi, pertanyaan tentang keberadaan suatu
kerangka acuan mutlak tidak lagi bermanfaat. Mungkin saja terdapat suatu
kerangka acuan mutlak tetapi tak satupun percobaan yang dapat kita lakukan
untuk menyingkap keberadaanya. Oleh karena ini kita dapat meniadakan
kerangka acuan mutlak sebab kerangka acuan mutlak hanya menambah
kerumitan yang tidak ada manfaatnya.
2. Postulat kedua menyatakan bahwa cepat rambat cahaya dalam vakum
memiliki nilai yang sama dalam semua kerangka acuan, yaitu c = 2,99792458
x 108 m/s (dibulatkan 3,0 x 108 m/s). Jadi, tidak akan pernah dijumpai suatu
lajupun yang melebihi cepat rambät cahaya c. Dengan demikian c, disebut
kelajuan mutlak. Postulat kedua ini sesuai dengan hasil percobaan Michelson-
Morley yaitu bahwa kelajuan cahaya dalam arah sejajar maupun tegak lurus
adalah sama. Oleh karena itu selang waktu cahaya yang bergerak dalam arah
sejajar maupun tegak lurus untuk sampai ke pengamat adalah sama (t1 = t2).
Dengan demikian beda waktu Δt = t1 — t2 = 0, dan ini sesuai dengan hasil
percobaan.
Transformasi Lorentz.
Untuk kecepatan-kecepatan partikel yang mendekati c, transformasi
Galileo yang berdasarkan penjumlahan kecepatan kiasik memungkinkan hasil
penjumlahan kecepatan yang melebihi c. Jelaslah transformasi Galileo tidak taat
24
terhadap postulat kedua Einstein. Dengan demikian, untuk kecepatan-kecepatan
yang mendekati c, transformasi Galileo harus digantikan dengan transformasi
baru. Transformasi baru ini harus selalu memberikan kelajuan paling besar c
untuk setiap kerangka acuan dan juga harus memberikan basil yang sama dengan
transformasi Galileo untuk kelajuan-kelajuan partikel yang jauh lebih kecil
daripada c.
Satu-satunya kesalahan dalam transformasi Galileo adalah anggapannya bahwa
untuk kejadian sama yang diamati oleh pengamat O yang diam dalam kerangka
acuan S, dan pengamat O’ yang ada dalam kerangka acuan S’ yang sedang
bergerak terhadap S, selang waktu keduanya sama, waktu dianggap sebagai
besaran mutlak. Dalam konsep relativitas Einstein waktu bukanlah besaran
mutlak, sehingga kedua selang waktu ini tidak sama (t ≠ t’). Transformasi yang
memenuhi kedua postulat Einstein diturunkan pertama kali oleh H.A. Lorentz
(1853-1928) pada tahun 1890, disebut Transformasi Lorentz.
Misalkan suatu kejadian seperti kilatan cahaya terjadi di sekitar P,
dilaporkan oleh dua pengamat, pengamat yang satu diam pada kerangka acuan S
dan pengamat lainnya dalam kerangka acuan S’ yang sedang bergerak ke kanan
dengan kelajuan v, seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah. Pengamat di S
melaporkan kejadian tersebut dengan koordinat ruang-waktu (x, y, z, t), sedang
pengamat dalam S’ melaporkan kejadian yang sama dengan menggunakan
koordinat (x’, y’, z’, t’).
25
Transformasi Lorentz yang berlaku untuk semua kelajuan v mulai dan v = 0
sampai dengan v c, untuk transformasi koordinat-waktu adalah sebagai berikut.
Dan S ke S’ :
x ' = γ ( x − vt ) x = γ ( x ' − vt ' )
y' = y y = y'
z' = z atau dapat ditulis z = z '
v v
t ' = γ t − 2 x t = γ t ' + 2 x '
c c
ux − v u x' + v
u = '
u =
x
u x v atau dapat ditulis x u' v
1− 2 1 + x2
c c
uy u 'y
u 'y = uy =
u v atau dapat ditulis u x' v
γ 1 − x2 γ 1 + 2
c c
'
uz uz
u z' = uz =
u x v atau dapat ditulis u x' v
γ 1 − 2 γ 1 + 2
c c
26
Di sini kita hanya membatasi penjumlahan kecepatan daam satu arah saja,
misalnya arah x. Jika ux,’ adalah kecepatan suatu kejadian (partikel) dalam arah x
menurut pengamat O’ dalam kerangka acuan S’ yang sedang bergerak ke kanan
dengan kelajuan v terhadap kerangka acuan S, dan adalah kecepatan kejadian
yang sama yang diamati oleh pengamat O yang diam dalam kerangka acuan S,
maka penjumlahan kecepatan relativistik ditunjukkan oleh Persamaan dibawah
ini :
u x' + v u −v
ux = u x' = x
'
u v atau dapat ditulis u v
1 + x2 1 − x2
c c
Kecepatan relatif berdasarkan relativitas Einstein.
Jika dua buah partikel bergerak sejajar, masing-masing dengan kecepatan
vA dan vB, maka kecepatan relatif A terhadap B sebagai acuan, ditulis vAB,
dinyatakan sebagai
Penjumlahan klasik v AB = v A − v B
v A − vB
v AB =
Penjumlahan relativistik v .v
1− A 2 B
c
Relativitas panjang.
Hasil pengukuran panjang (atau jarak antara dua titik) bergantung pada kerangka
acuan karena panjang merupakan besaran relatif. Panjang benda bila diukur
dalam kerangka acuan di mana benda diam terhadap kerangka acuan tersebut
disebut panjang sejati (proper length), diberi lambang L0. Panjang benda yang
sama jika diukur dalam kerangka acuan yang sedang bergerak sejajar terhadap
benda dengan kelajuan v disebut panjang relativistik, diberi lambang L. Akan
selalu kita dapatkan bahwa panjang relativistik lebih kecil daripada panjang sejati,
ditulis L < L0, dan kedua besaran mi dihubungkan dengan tetapan transformasi γ
> 1. Karena L<L0, maka haruslah :
2
1 v
L= L0 = L0 1 −
γ c
27
Efek berkurangnya panjang benda jika diukur oleh pengamat yang bergerak
terhadap benda disebut penyusutan panjang atau kontraksi panjang (length
constraction). Perhatikan, penyusutan panjang hanya terjadi sepanjang arah
gerak, sedangkan semua komponen panjang lainnya (tegak lurus arah gerak) tidak
mengalami penyusutan panjang, seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah ini :
Relativitas waktu.
Misalkan dua kejadian A dan B terjadi pada kedudukan yang sama dalam
suatu kerangka acuan. Selang waktu antara dna kejadian tersebut, Δt = tB — tA,
diukur oleh sebuah jam O yang diam terhadap kejadian. Selang waktu, Δt 0 yang
diukur oleh jam yang diam terhadap kejadian (jam dan kejadian berada dalam
kerangka acuan yang sama) di sebut selang waktu sejati (proper time). Jika selang
waktu kejadian A dan B mi diukur oleh jam O’ yang bergerak dengan kecepatan v
terhadap kejadian (kerangka acuan jam tidak sama dengan kerangka acuan
kejadian), maka selang waktu mi disebut selang waktu relativistik (diberi
lambang Δt).
Akan selalu diperoleh bahwa selang waktu relativistik lebih lama daripada
selang waktu sejati, ditulis Δt> Δt0, dan karen γ > 1, maka persamaannya adalah
∆t 0
∆t = γ∆t 0 = 2
v
1−
c
Peristiwa mulurnya waktu yang diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap
kejadian disebut pemuluran waktu atau dilatasi waktu (time dilation). Suatu
28
bukti yang tegas tentang pemuluran waktu diterima pada tahun 1971 melalui suatu
eksperimen yang dilakukan oleh J.C. Hafele dan R.E. Keating. Mereka
membawa jam atom sangat teliti mengelilingi dunia dalam pesawat jet. Karena
kelajuan pesawat jet jauh lebih kecil daripada c, efek pemuluran waktu sangatlah
kecil. Tetapi jam atom memiliki ketelitian kira-kira ± 10-9 s, sehingga efek ini
dapat diukur. Jam atom berada di angkasa selama 45 jam, dan selang waktu yang
diukurnya dibandingkan dengan jam atom standar yang disimpan di bumi. Hasil
eksperimen menunjukkan adanya perbedaan selang waktu antara jam atom dalam
pesawat dan jam atom di bumi. Besar perbedaan selang waktu sesuai dengan
prakiraan relativitas.
Massa relativistik.
Seperti halnya panjang dan waktu, massa juga termasuk besaran relatif.
Massa suatu benda yang diamati oleh pengamat (kerangka acuan) diam terhadap
benda disebut massa diam atau massa sejati (diberi lambang m0). Massa benda
sama yang diamati oleh pengamat (kerangka acuan) yang sedang bergerak
terhadap benda dengan kelajuan v disebut massa relativistik (diberi lambang m).
Selalu diperoleh bahwa massa relativistik lebih besar daripada massa diamnya
(m> m0). Karena kedua besaran dihubungkan oleh γ > 1, maka haruslah :
m0
m = γ m0 =
2
v
1−
c
Momentum relativistik.
Definisi momentum relativistik p harus memenuhi dua syarat berikut.
1. Momentum relativistik sistem harus kekal untuk semua jenis tumbukan
2. Momentum relativistik harus mendekati momentum kiasik m0.v untuk
kelajuan v mendekati nol
Persamaan momentum ralativistik yang memenuhi kedua syarat tersebut
dinyatakan oleh :
29
m0 v
p = m v = γ m0 v =
2
v
1−
c
dengan m0 = massa diam, m = massa relativistik dan v = kecepatan partikel.
Energi relativistik.
Dan teorema usaha-energi yang menyatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh
sebuah gaya yang bekerja pada sebuah partikel sama dengan perubahan energi
kinetik partikel, Einstein berhasil menurunkan persamaan energi kinetik
relativistik, yaitu :
Ek = mc 2 − m0 c 2
30
unggul sebesar 4,73 terhadap rata-rata gain kelas kontrol sebesar 3,19.
perbedaan tersebut signifikan pada taraf nyata 0,05 dengan probabilitas 0,00
dengan thitung sebesar 4,064 yang lebih besar dibandingkan dengan ttabel sebesar
2,060 (Wiendartun dkk, 2007).
4. Penggunaan model pembelajaran inkuiri berbasis teknologi informasi
dapat meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan generik sains dan
keterampilan berfikir kritis pada mata pelajaran Kimia untuk topik hidrolisis
garam (Ikhsanuddin, 2007).
5. Penggunaan Teknologi dalam pembelajaran fisika (Physics Education
Technology/PhET) lebih produktif dibandingkan dengan metode tradisional
seperti ceramah dan demonstrasi (Finkelstein, 2006).
6. Simulasi PhET untuk mekanika kuantum membantu kesulitan mahasiswa
memahami mekanika kuantum yang menurut mahasiswa sulit karena bersifat
abstrak (McKagan, 2007).
7. Penggunaan program fisika yang berbasis web secara signifikan efektif
pada skor-skor perbedaan rata-rata pretest dan posttest FCI siswa sekolah
menengah dan meningkatkan prestasi mereka dalam memahami konsep gaya
dan gerak (Damirci, 2007).
F. Hipotesis Penelitian
1. Nilai rata-rata tes akhir dari siswa yang diajar dengan
model pembelajaran fisika berbasis multimedia pada topik
relativitas sama dengan nilai rata-rata tes awalnya (Ho)
Ho : µx = µy
2. Nilai rata-rata tes akhir dari siswa yang diajar dengan
model pembelajaran fisika berbasis multimedia pada topik
relativitas lebih besar secara signifikan dari nilai rata-rata tes
awalnya (Ha)
Ha : µx > µy
31
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain dan Metode Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai maka penelitian ini menggunakan
metode eksperimen kuasi dan deskriptif. Desain penelitian yang digunakan adalah
One Group Pre-test and Post-test Design yaitu penelitian yang dilaksanakan pada
satu kelas tanpa menggunakan kelas kontrol, diawali dengan memberikan tes awal
untuk mengidentifikasi kemampuan awal siswa. Kemudian dilaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran fisika berbasis teknologi
informasi. Setelah pembelajaran selesai dilakukan tes akhir untuk
mengidentifikasi peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains
serta berpikir kritis siswa (Arikunto, 2006).
Dengan O adalah Tes awal dan Tes akhir yang berfungsi untuk mengukur
pemahaman konsep, keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis
siswa sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran. X adalah perlakuan
berupa penerapan pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik
relativitas
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera
Selatan. Secara garis besar tahap-tahap penelitian ini seperti pada gambar :
32
Masalah
Studi Literatur
Pre-tes
Pos-tes
Analisa Data
Kesimpulan
33
34
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XII Semester 2 SMA Negeri yang
berada dikabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan pada tahun pelajaran 2008/2009.
Subjek penelitian diklasifikasikan menjadi tiga kelompok prestasi. Prestasi belajar
yang menjadi acuan adalah nilai hasil ujian semester 1. Pengklasifikasian
dimaksud untuk mengetahui pengaruh model pebelajaran yang dibuat apakah
cocok untuk semua kelompok prestasi atau tidak. Teknik pengklasifikasian ini
dilakukan dengan cara untuk prestasi tinggi adalah mereka yang memiliki nilai
lebih dari skor rerata ditambah standar deviasi (SD), kelompok prestasi rendah
adalah mereka yang memiliki nilai kurang dari skor rerata dikurangi SD, dan
mereka yang terletak antara kelompok prestasi tinggi dan rendah termasuk dalam
kelompok sedang (Suherman, 1990).
C. Instrumen Penelitian
1. Jenis Instrumen
Dalam penelitian ini digunakan instrumen sebagai berikut :
a. Tes
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi penguasaan konsep-
konsep relativitas dan penguasaan keterampilan generik sains
serta berfikir kritis melalui pembelajaran fisika berbasis
teknologi informasi. Tes berbentuk pilihan ganda dengan lima
pilihan yang dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu diawal (tes
awal) dan akhir (tes akhir) perlakuan untuk mengukur
penguasaan konsep, keterampilan generik sains dan
keterampilan berpikir kritis.
b. Angket Skala Likert
Angket ini digunakan untuk mengakses pendapat siswa dan
guru tentang model pembelajaran fisika berbasis teknologi
informasi.yang diterapkan dalam penelitian ini.
d. Lembar Observasi
35
Instrumen ini digunakan untuk mengobservasi keterlaksanaan
model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi.yang
diterapkan dalam penelitian ini.
2. Analisis Intrumen
Untuk mengetahui kualitas soal dilakukan analisis butir soal yang
meliputi tingkat kemudahan, daya pembeda, validitas dan
reliabilitas instrumen. Item soal yang tidak memenuhi salah satu
kriteria (kualitasnya rendah) maka soal tersebut direvisi.
a. Tingkat Kemudahan
Uji tingkat kemudahan dilakukan untuk mengetahui apakah
butir soal tergolong sukar, sedang atau mudah dengan
menggunakan rumus (Arikunto, 2006) :
B
P=
JX
P Klasifikasi
0,00-0,30 Soal sukar
0,31-0,70 Soal sedang
0,71-1,00 Soal mudah
b. Daya Pembeda
Uji daya pembeda, dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
tiap butir soal mampu membedakan antara siswa yang
memahami konsep dengan yang tidak memahami konsep.
Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan
persamaan (Arikunto, 2006) :
36
B A BB
ID = −
JB JB
ID Klasifikasi
0,00-0,20 Jelek
0,21-0,40 Cukup
0,41-0,70 Baik
0,71-1,00 Baik sekali
Negatif Tidak baik, harus
dibuang
37
diperoleh dari soal-soal bernomor awal dan akhir berupa
koefisien rxy atau koefisien awal-akhir (Arikunto, 2006) yaitu :
NΣXY − (ΣX )(ΣY )
rxy =
( NΣX 2
− ( ΣX )
2
) ( NΣY 2
− ( ΣY )
2
)
Uji reliabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan
dari distribusi yang digunakan. Pada penelitian ini untuk
menghitung reliabilitas tes digunakan humus Spearman-
Brown (Arikunto, 2006) yaitu :
2 x rxy
r11 =
1 + rxy
Koefisien Keterangan
Korelasi
0,00 -0,20 38istri rendah
0,21 -0,40 Rendah
0,41 -0,60 Cukup
0,61 -0,80 Tinggi
0,81 -1,00 38istri tinggi
38
D. Teknik Analisa Data
1. Jenis Data
Terdapat tujuh jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian
yaitu : Nilai semester 1, penguasaan konsep, keterampilan
generik sains, keterampilan berpikir kritis, data observasi
pembelajaran, angket siswa dan guru terhadap pembelajaran.
Data yang angket dan observasi dianalisis secara deskriptif
untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang muncul
pada saat penelitian sedangkan data penguasaan konsep,
keterampilan generik sains, keterampilan berpikir kritis
dianalisis dengan uji statistik.
2. Pengolahan Data
Untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan
keterampilan generik sains serta berpikir kritis yang
dikembangkan melalui pembelajaran dihitung berdasarkan skor
gain yang dinormalisasi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
kesalahan dalam menginterpretasikan perolehan gain masing-
masing siswa. Untuk memperoleh skor gain yang dinormalisasi
digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake dalam
Darmadi : 2007 yaitu :
S Pos − S Pr e
g= x100
S Mak − S Pr e
39
b. Uji homogenitas varian data dengan Levene
Test dari SPSS for Windows. Uji tersebut didasarkan pada
rumus statistik (Ruseffendi, 1998) yaitu :
s12
F= dengan F = Nilai hitung
s 22
s12 = Varians terbesar
2
s 2 = Varians terkecil
40
Sebaliknya untuk pernyataan yang bersifat negatif ketegori
STS (sangat tidak setuju) diberi skor tertinggi, makin menuju
ke SS (sangat setuju) skor yang diberikan berangsur-angsur
menurun.
41
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
Pelaksanaan
N Se Fe Mar
Kegiatan Okt Nop Des Jan Apr
o p b 09
08 08 08 09 09
08 09
1 Seminar
proposal
2 Penyusunan
instrumen
3 Validasi, Uji
Coba Revisi
4 Pembuatan
multimedia
5 Judgment dan
revisi
6 Penyusunan RPP
7 Pengurusan
adminitrsasi dan
perizinan
8 Observasi
lapangan
9 Implementasi
model
pembelajaran
1 Analisa data
0
1 Menyusun
1 laporan
42
DAFTAR PUSTAKA
Finkelstein, Noah et al. (2006). HighTech Tools for Teaching Physics: The
Physics Education Technology Project. MERLOT Journal of Online
Learning and Teaching Vol. 2, No. 3, September 2006 Department of
Physics University of Colorado at Boulder Boulder, Colorado, USA.
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=Journal%2BPhET
%2BPdf&start=20&sa=N
43
Ikhsanuddin. (2007). Pembelajaran Inkuiri Berbasis Teknologi
Informasi Untuk Mengembangkan Keterampilan Generik
Sains dan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Topik Hidrolisis
Garam. Tesis SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
44
Ruseffendi. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan.
Bandung : IKIP Bandung Press.
45
PROPOSAL TESIS
Oleh :
KETANG WIYONO
NIM. 0706840
46
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR PROPOSAL TESIS
47
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR PROPOSAL TESIS
48