Anda di halaman 1dari 48

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS

TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN


KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN BERPIKIR KRITIS
SISWA SMA PADA TOPIK RELATIVITAS
(Oleh : Ketang Wiyono)

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan sains dan teknologi sekarang ini khususnya
teknologi informasi sangat pesat. Perkembangan teknologi yang
menggabungkan komputasi dengan jalur komunikasi
berkecepatan tinggi yang membawa data, suara dan video ini
berdampak terhadap perubahan dalam masyarakat dan
perkembangan berbagai bidang pendidikan. Bidang pendidikan
perlu merespon perkembangan teknologi informasi ini, terutama
dalam kaitannya dengan penyiapan sumber daya manusia yang
mampu berdaya saing dalam iklim global.
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan
teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan pesat di
bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di
bidang fisika material melalui penemuan piranti mikroelektronika yang mampu
memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Sebagai ilmu yang
mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada
manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan
secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika (Permendiknas No. 24
Tahun 2006).
Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai
mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain
memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika dimaksudkan
sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk
memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran

1
Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta
didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan
untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu
dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup (Permendiknas
No. 24 Tahun 2006).
Teknologi informasi dapat melahirkan fitur-fitur baru dalam dunia
pendidikan. Sistem pengajaran berbasis multimedia dapat menyajikan materi
pelajaran yang lebih menarik tidak monoton dan memudahkan penyampaian.
Siswa dapat mempelajari materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan
komputer yang dilengkapi dengan program berbasis multimedia (Kadir dan
Triwahyuni, 2003).
Teknologi informasi dalam pendidikan diaplikasikan dalam bentuk
multimedia yang bentuk sebagai perangkat lunak (software), yang memberikan
fasilitas kepada siswa untuk mempelajari suatu materi. Penggunaan aplikasi
muitimedia dalam pembelajaran akan meningkatkan efisiensi, motivasi, serta
memfasilitasi belajar aktif belajar eksperimental, konsisten dengan belajar yang
berpusat pada siswa, dan memandu pebelajar untuk belajar lebih baik (Crowther
dan Davies dalam Suyanto, 2003).
Pembelajaran yang berpusat pada siswa sejalan dengan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) yang merupakan kurikulum berbasis kompetensi
dimana dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa dengan guru bertindak
sebagai fasilitator. Proses pembelajaran sendiri merupakan interaksi komunikasi
aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan yang didalamnya
teradapat kegiatan belajar siswa dan kegiatan mengajar guru yang berlangsung
bersamaan dalam kurun waktu yang sama (Arifin et al. 2003).
Proses pembelajaran suatu topik dapat dikemas dalam suatu bentuk model
pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil (1996) model pembelajaran
dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu model interaksi sosial, model
pemrosesan informasi, model pengembangan kepribadian, dan model modifikasi

2
perilaku. Model pemrosesan informasi menekankan pada peningkatan
kemampuan siswa dalam memproses informasi, dalam arti bagaimana siswa
menangkap stimulus yang ada dan menyimpannya sebagai informasi yang
bermakna bagi dirinya dalam memori jangka pendek dan jangka panjang, serta
kemampuan menggunakan kembali informasi tersebut untuk kepentingan
penyelesaian masalah. (Arifin et al. 2003)
Pada proses pembelajaran perlu dikembangkan keterampilan berpikir yang
merupakan suatu aktivitas mental untuk memperoleh pengetahuan. Berdasarkan
prosesnya berpikir dapat dikelompokkan dalam berpikir dasar dan berpikir
kompleks. Proses berpikir kompleks yang disebut proses berpikir tingkat tinggi
ada empat macam, yaitu pemecahan masalah. pengambilan keputusan, berpikir
kritis dan berpikir kreatif (Costa, 1985).
Menurut Ennis dalam Costa (1985) berpikir kritis adalah kemampuan berpikir
reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk
dilakukan. Indikator keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi 5 kelompok yaitu:
1. memberikan penjelasan sederhana:
2. membangun keterampilan dasar
3. membuat inferensi
4. membuat penjelasan lebih lanjut
5. mengatur strategi dan taktik.
Dalam belajar sains keterampi1an berpikir dapat dikembangkan melalui
penguasaan 9 macam indikator keterampilan generik sains (Brotosiswoyo, 2001
yaitu:
1. pengamatan langsung
2. pengamatan tak langsung
3. kesadaran lentang skala hesaran:
4. hahasa simbolik:
5. kerangka logika taat asas;
6. inferensia logika;
7. hukum sebab akibat;
8. pemodelan matematik dan

3
9. membangun konsep.
Topik Relativitas mempelajari konsep abstrak yang sulit dijelaskan kepada siswa,
dalam penjelasannya memerlukan bantuan media lain. Salah satu media yang
dapat digunakan adalah multimedia komputer.
Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu dilakukan suatu
penelitian mengenai pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi untuk
mengembangkan keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis
siswa pada topik relativitas.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Sejauh mana model
pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik relativitas dapat
meningkatkan pemahaman konsep, mengembangkan keterampilan generik sains,
dan keterampilan berpikir kritis siswa?”
Berdasarkan permasalahan di atas, pertanyaan penelitian terfokus pada:
1. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep siswa setelah penerapan
model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik relativitas?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan generik sains siswa setelah
penerapan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik
relativitas?
3. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kiritis siswa setelah
penerapan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik
Relativitas?
4. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terahadap pembelajaran fisika
berbasis teknologi informasi yang dikembangkan untuk melatih keterampilan
generik sains dan keterampilan berpikir kritis siswa pada topik relativitas ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :

4
1. Mengembangkan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi
untuk meningkatkan pemahaman konsep, meningkatkan keterampilan generik
sains, dan keterampilan berpikir kritis siswa pada topik relativitas.
2. Mendapatkan gambaran tentang model pembelajaran fisika berbasis
teknologi informasi untuk meningkatkan pemahaman konsep, meningkatkan
keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis siswa pada topik
relativitas.

D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris tentang model
pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi untuk meningkatkan pemahaman
konsep, meningkatkan keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir
kritis siswa pada topik relativitas yang berguna bagi siapa saja yang
berkepentingan.

E. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi didefinisika
sebagai model pembelajaran dimana penyampaian materi, diskusi dan
kegiatan pembelajaran lainnya dilakukan melalui media komputer yang
dikembangkan dalam bentuk multimedia interaktif. Materi pembelajaran yang
disampaikan dalam bentuk teks, grafik, audio, animasi dan simulasi yang
interaktif (Darmadi, 2007).
2. Penguasaan konsep didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam
memahami konsep-konsep relativitas secara ilmiah, baik secara teori maupun
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat dari tes awal
dan tes akhir (Dahar, 1996).
3. Keterampilan generik sains adalah kemampuan dasar (generik) yang dapat
ditumbuhkan ketika peserta didik menjalani proses belajar ilmu fisika yang
bermanfaat sebagai bekal meniti karir dalam bidang yang lebih luas. Dalam
penelitian ini ada 5 indikator yang digunakan yaitu: (1) pengamatan tak

5
langsung; (2) bahasa simbolik; (3) inferensi logika taat azas; (4) pemodelan
matematika, 5) membangun konsep Brotosiswoyo (2001)
4. Berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang
diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan
(Ennis dalam Costa, 1985). Indikator keterampilan berpikir kritis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) menemukan persamaan dan
perbedaan; (2) kemampuan memberikan alasan (3) membuat kesimpulan (4)
menerapkan prinsip yang dapat diterima.

6
PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SMA PADA TOPIK RELATIVITAS

A. Teknologi Informasi dalam Dunia Pendidikan.


Teknologi informasi (information technology) biasa disebut TI, IT, atau
infotech. Menurut Roger (1986) dalam Darmawan (2007), teknolog informasi
adalah perangkat keras bersifat organisatoris, dan meneruskan nilai-nilai sosial
dengan siapa individu atau khalayak mengumpulkan, memproses, dan saling
mempertukarkan informasi dengan individu atau khalayak lain.
Menurut Wahyudi (1992) teknologi informasi dapat diartikan sebagai
teknologi elektronika yang mampu mendukung percepatan dan meningkan
kaulitas informasi serta percepatan arus informasi ini tidak mungkin lagi dibatasi
oleh ruang dan waktu. Sedangkan Menurut William dan Sawyer (2003) teknologi
informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan
jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video
(Kadir dan Triwahyuni, 2003)
Teknologi informasi dapat melahirkan fitur-fitur baru dalam dunia pendidikan.
Sistem pengajaran berbasis multimedia dapat menyajikan materi pelajaran yang
lebih menarik. tidak monoton dan memudahkan penyampaian. Siswa dapat
mempelajari materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan komputer yang
dilengkapi dengan program berbasis multimedia. (Kadir dan Triwahyuni, 2003).

1. Media pembelajaran
Kata media berasal dan bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’,
‘perantara’ atau ‘pengantar. Heinich dkk (1982) dalam Arsyad (2006)
mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi
antara sumber dan penerima. Jadi televisi, film, foto, radio, rekaman audio,
gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan sejenisnya adalah media
komunikasi.

7
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan
instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu
disebut media pembelajaran. Secara umum media mempunyai kegunaan:
a. memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b. mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra.
c. menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan
sumber belajar.
d. memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori dan kinestetiknya.
e. memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan
menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton (1985)
dalam Arsyad (2006) adalah:
a. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar
b. Pembelajaran dapat lebih menarik
c. pembelajaran dapat ditingkatkan
d. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun
diperlukan
e. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses
pembelajaran dapat ditingkatkan
f. Peran guru berubahan kearah yang positif
Dua sisi penting dan fungsi media dalam proses pembelajaran di kelas yaitu: 1)
membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat
keberlangsungan PBM. Penyajian informasi atau keterampilan secara utuh dan
lengkap, serta merancang lingkup informasi dan keterampilan secara sistematis
sesuai dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu; 2) membantu siswa dalam
mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara lain dalam pemusatan
perhatian dan mempertahankan perhatian, memelihara keseimbangan mental,
serta mendorong belajar mandiri (Arifin et al. 2003).

8
2. Multimedia Interaktif
Menurut Arsyad, 2006 dalam Darmadi, 2007 multimedia diartikan sebagai lebih
dari satu media. Ini bisa berupa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara, dan
video, yang mana perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan
pada kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media itu.
Sedangkan Haffos (Fieldmen, 2001) mengartikan multimedia sebagai suatu sistem
komputer yang terdiri dan hardware dan software yang memberikan kemudahan
untuk menggabungkan berbagai komponen seperti gambar, video, grafik, animasi,
suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan program komputer (Munir, 2001).

Gambar Konsep Multimedia (Munir, 2001)

Berikut ini merupakan uraian mengenai elernen-elemen multimedia (Karyadinata,


2006):
a. Teks
Teks merupakan simbol kata atau kalimat yang berfungsi menjelaskan
tentang isi dan materi multimedia. Kebutuhan teks bergantung pada kegunaan
aplikasi multimedia.
b. Gambar

9
Gambar dalam multimedia dapat berupa foto, gambar ilustrasi, dan gambar
hasil sketsa tangan. Gambar-gambar tersebut mempunyai peran dalam
menyampaikan informasi.
c. Grafik
Grafik dalam multimedia juga berfungsi sebagai penyampai informasi yang
berhubungan dengan fakta, data statistik, dan gagasan-gagasan dalam
matematika
d. Suara
Dengan menggunakan suara aplikasi lebih terintegrasi, pemakai dapat
merasakan kenyamanan terhadap suara yang mewakili aplikasi tersebut
sehingga suatu informasi dapat disampaikan lebih cepat.
e. Video
Video dapat diambil dan kejadian sebenarnya yang direkam, yang berguna
untuk menambah daya tarik dan memperjelas informasi yang akan
disampaikan.
f. Animasi
Animasi dapat diartikan sebagai subyek yang bergerak, animasi berguna untuk
mensimulasikan konsep tentang hal-hal yang melihatkan gerakan. Misalnya
pergerakan kerangka acuan dalam gerak.
g. Interaktif
lnteraktif adalah adanya komunikasi antara pengguna dengan komponen yang
terdapat di dalam komputer. Komunikasi dapat melalui keyboard, mouse, atau
alat input lainnya. Dalam hal ini pengguna dapat memilih apa yang akan
dikerjakan selanjutnya, bertanya dan mendapatkan jawaban yang
mempengaruhi komputer untuk mengerjakan fungsi selanjutnya.

3. Penggunaan Multimedia dalam Pembelajaran


Fungsi multimedia pembelajaran dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Suplemen (tambahan)

10
Fungsi multimedia sebagai suplemen artinya peserta didik mempunyai
kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran
elektronik atau tidak.
b. Komplemen (pelengkap)
Fungsi multimedia sebagai komplemen materi pembelajaran elektronik
diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di
dalam kelas.
c. Substitusi (pengganti)
Fungsi multimedia sebagai substitusi, artinya multimedia menggantikan
sebagian besar peranan guru ini dapat menjadi alternatif model kegiatan
pembelajaran.

Dalam dunia pendidikan, aplikasi multimedia berfungsi sebagai perangkat lunak


(sofware) pembelajaran, yang memberikan fasilitas kepada siswa untuk
mempelajari suatu materi. Multimedia memiliki keistimewaan diantaranya adalah:
a. interaktif dengan memberikan kemudahan umpan balik;
b. kebebasan menentukan topik pembelajaran;
c. kontrol yang sistematis dalam proses belajar (Munir. 2001)
Pembelajaran dengan komputer akan memberikan motivasi yang lebih tinggi
karena komputer selalu dikaitkan dengan kesenangan, permainan, dan kreativitas.
Hal ini dikarenakan komputer memiliki sejumlah kemampuan, kelebihan.Berikut
dikemukakan beberapa kelebihan komputer sehagai sarana/media pembelajaran
menurut Heinieh (1996) dalam Kariadinata (2006) yaitu dengan komputer:
1. siswa dapat belajar sesuai kemampuan dan kecepatannya masing-masing
dalam memahami pengetahuan dan informasi yang ditampilkan;
2. aktivitas belajar siswa dapat terkontrol;
3. siswa mendapat fasilitas untuk mengulang jika diperlukan, dalam
pengulangan tersebut siswa bebas mengembangkan kreativitasnya;
4. siswa dibantu untuk memperoleh umpan balik (feed back) dengan segera;

11
5. tercipta iklim belajar yang efektif bagi siswa yang lambat (slow learner),
tetapi juga dapat memacu efektivitas belajar bagi siswa yang lebih cepat (Fast
learner);
6. pemberian umpan balik (feed back) dan pengukuhan (reinforcement)
terhadap hasil belajar dapat diprogram;
7. pemeriksaan dan pemberian skor hasil belajar secara otomatis dapat
diprogram;
8. memberikan sarana bagi siswa untuk melakukan kegiatan tertentu dapat
dirancang:
9. informasi dan pengetahuan dengan tingkat realisme yang tinggi dapat
disampaikan karena kemampuannya mengintegrasikan komponen warna,
musik, animasi, dan grafik.

Di samping memiliki kelebihan. komputer sebagai sarana/media dalam


pembelajaran juga memiliki kendala yang diantaranya:
1. tingginya biaya pengadaan dan pengembangan program komputer,
terutama yang dirancang khusus untuk maksud pembelajaran.
2. pengadaaan, pemeliharaan dan perawatan komponen komputer yang
meliputi hardware dan software memerlukan biaya yang relatif tinggi.
3. merancang dan memproduksi program pembelajaran berbasis komputer
merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Memproduksi program komputer
merupakan kegitan intensif yang memerlukan waktu banyak dan juga keahlian
khusus.
penggunaan sebuah program komputer memerlukan perangkat keras dengan
spesifikasi yang sesuai. Perangkat lunak sebuah komputer seringkali tidak dapat
digunakan pada komputer yang spesifikasinya tidak sama.

B. Keterampilan Generik Sains


Keterampilan generik sains menurut Brotosiswoyo (2001) kemampuan generik
sains dalam pembelajaran IPA dapat dikatagorikan menjadi 9 indikator yaitu:
1. pengamatan langsung

12
2. pengamatan tak langsung
3. kesadaran tentang skala
4. bahasa simbolik
5. kerangka logika taat asas
6. inferensi logika
7. hukum sebab akibat
8. pemodelan matematika
9. membangun konsep
Makna dan seta; keterampilan generik sains tersebut adalah (Liliasari,2005)
1. Pengamatan Langsung
Sains merupakan ilmu tentang fenomena dan perilaku dalam sepanjang masih
dapat diamati oleh manusia. Hal ini menuntut adanya kemampuan manusia
untuk melakukan pengamatan langsung dan mencari keterkaitan-keterkaitan
sebab akibat dan pengamatan tersebut.
2. Pengamatan Tak Langsung
Dalam melakukan pengamatan langsung, alat indera yang digunakan manusia
memiliki keterbatasan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut manusia
melengkapi diri dengan berbagai peralatan. Beberapa gejala alam lain juga
terlalu berbahaya jika kontak langsung dengan tubuh manusia, seperti arus
listrik, zat-zat kimia beracun, untuk mengenalnya diperlukan alat bantu seperti
ampermeter, indikator, dan lain-lain. Cara mi dikenal sehagai pengamatan tak
langsung
3. Kesadaran Akan Skala Besaran
Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka seseorang yang belajar sains akan
memiliki kesadaran akan skala besaran dan berbagai obyek yang
dipelajarinya. Dengan demikian ia dapat membayangkan bahwa yang
dipelajarinya itu tentang dan ukuran yang sangat besar seperti jagad raya
sampai yang sangat kecil seperti keberadaan pasangan elektron. Ukuran
jumlah juga sangat mencengangkan, misalnya peduduk dunia lebih dan 5
milyar maka jumlah molekul dalam 1 mol zat mencapai 6,02 x 1023 buah.

13
4. Bahasa Simbolik
Untuk memperjelas gejala alam yang dipelajari oleh setiap rumpun ilmu
diperlukan bahasa simbolik. agar terjadi komunikasi dalam bidang ilmu
tersebut. Dalam sains misalnya bidang kimia mengenal adanya lambang
unsur, persamaan reaksi, simbol-simbol untuk reaksi, reaksi kesetimbangan,
resonansi dan banyak lagi bahasa simbolik yang telah disepakati dalam bidang
ilmu tersebut.
5. Kerangka Logika Taat Asas
Pada pengamatan panjang tentang gejala alam yang dijelaskan melalui banyak
hukum-hukum, orang akan menyadari keganjilan dan sifat taat asasnya secara
logika. Untuk membuat hubungan hukum-hukum itu agar taat asas, maka
perlu ditemukan teori baru yang menunjukkan kerangka logika taat asas.
Misalnya keganjilan antara hukum mekanika Newton dan Elektrodinamika
Maxwell. yang akhirnya dibuat taat asas dengan lahirnya teori relativitas
Enstein.
6. Inferensia Logika
Logika sangat berperan dalam melahirkan hukum-hukum sains. Banyak fakta
yang tak dapat diamati langsung dapat ditemukan melalui inferensia logika
dan konsekuensi-konsekuensi logis basil pemikiran dalam belajar sains.
Misalnya titik nol derajat Kelvin sampai saat ini belum dapat direalisasikan
keberadaannya, tetapi orang yakin bahwa itu benar.
7. Hukum Sebab Akibat
Rangkaian hubungan antara berhagai faktor dan gejala yang diamati diyikini
sains selalu membantu hubungan yang dikenal sebagai hukum sebab akibat.
8. Pemodelan Matematik
Untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang diamati di perlukan bantuan
pemodelan matematika agar dapat diprediksikan dengan tepat bagaimana
kecenderungan hubungan atau perubahan suatu fenomena alam.

14
9. Membangun Konsep
Tidak semua fenomena alam dapat dipahami dengan bahasa sehari-hari,
karena itu diperlukan bahasa khusus ini yang dapat disebut konsep. Jadi
belajar sains memerlukan kemampuan untuk membangun konsep, agar bisa
ditelaah lebih lanjut untuk memerlukan pemahaman yang lebih lanjut, konsep-
konsep inilah diuji keterterapannya.

C. Keterampilan Berpikir Kritis


Berpikir tidak dapat dilepaskan dan aktivitas manusia, karena berpikir
merupakan ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Berpikir
pada umumnya dedefinisikan sebagai proses mental yang dapat menghasilkan
pengetahuan. Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi keterampilan
berpikir dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Menurut Costa (1985)
yang termasuk keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi,
hubungan variabel, tranformasi, dan hubungan sebab akibat Sedangkan
keterampilan berpikir kompleks meliputi problem solving, pengambilan
keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Keterampilan berpikir kritis termasuk salah satu keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Keterampilan berpikir kritis secara esensial merupakan
keterampilan menyelesaikan masalah (Problem Solving) (Costa. 1985).
Sedangkan menurut Ennis dalam Costa (1985) berpikir kritis adalah kemampuan
bernalar dan berpikir reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang
meyakinkan untuk dilakukan.
Menurut Ennis dalam Costa (1985) indikator keterampilan berpikir kritis dibagi
menjadi 5 kelompok. Indikator keterampilan berpikir kritis yang digunakan dalam
penelitian ini diuraikan lebih lanjut dalam tabel :

15
Keterampilan Berfikir Sub Keterampilan Penjelasan
Kritis Berfikir Kritis
Memberikan penjelasan Menganalisis argument Menemukan persamaan
sederhana (Elementery dan perbedaan
clarification)
Membangun Mempertimbangkan Kemampuan memberikan
keterampilan dasar kredibilitas (kriteria) alasan
(Basic support) suatu sumber
Menyimpulkan Membuat induksi dan Membuat kesimpulan
(Interference) mempertimbangkan
induksi
Membuat dan Menerapkan prinsip-
mempertimbangkan nilai prinsip yang dapat
keputusan diterima

Nickerson et al (1985) dalam Liliasari (2002) menyatakan bahwa


keterampilan berpikir selalu berkembang dan dapat dipelajari. Dalam proses
pembelajaran pengembangan berpikir kritis lebih melihatkan peserta didik sebagai
pemikir daripada seorang belajar (Splitter, 1991).
Max Black (1952) dan Robert Ennis (1962) dalam Arifin 2003
menyatakan berpikir kritis adalah kernampuan menggunakan logika. Logika
merupakan cara berpikir untuk rnendapatkan pengetahuan yang disertai
pengkajian kebenarannya yang efektif berdasarkan pola penalaran tertentu.
Berpikir kritis menggunakan dasar proses berpikir untuk menganalisis argumen
dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpresitasi, untuk
mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis memahami asumsi dan
bias yang mendasari tiap-tiap posisi. Akhinya dapat memberikan model presentasi
yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan (Liliàsari, 2005).

C. Konsep sebagai Komponen Pengetahuan Fisika


Belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan pengetahuan
umumnya diawali dengan observasi terhadap kejadian atau obyek berdasarkan
konsep yang telah kita miliki. Konsep sebagai gambaran mental dari gejala alam
mempunyai lingkup yang luas mengenai keteraturan kejadian atau obyek yang
dinyatakan dengan suatu label (Novak dalam Liliasari, 2002).

16
Konsep adalah dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk
meruuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Namun secara umum
konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok
objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff (Amin, 1987) mendifinisikan
konsep sebagi berikut :
1. suatu gagasan yang relatif sempurna dan bermakna
2. suatu pengertian tentang suatu obyek
3. produk subyektif yang berasal dari cara seseorang membuat
pengertian terhadap obyek-obyek atau benda-benda melalui pengalamannya.
Ehrenberg (Liliasari, 2002) mengemukakan konsep adalah sekeumpulan atribut
atau karakteristik umum terhadap semua contoh (orang, obyek, kejadian, ide) dari
kelompok tertentu (bentuk, jenis, kategori) atau karakteristik yang menjadikan
bagian tertentu sebagai contoh dari sesuatu yang membedakannya dari non
contoh. Konsep terdiri atas label konsep yang merupakansatu atau lebih istilah
yang digunakan untuk menggambarkan seluruh contoh dari konsep tersebut dan
karakteristik konsep yang merupakan penjelasan dari label yang bersangkutan.
Menurut Flavel (Liliasari, 2002) konsep-konsep dapat dibedakan dalam
tujuh dimensi yang meliputi :
1. atribut, yang berupa fisik ataupun fungsional
2. struktur, yang menunjukkan keterkaitan antara atribut-atribut
konsep, keterkaitan ini dapat konjungtif, disjungtif dan relasional
3. keabstrakan, yang membedakan atas konkrit dan abstrak
4. keinklusifan, yanng menggambarkan luas atau sempitnya ruang
lingkup suatu konsep
5. keumuman, yang menggambarkan banyak (superordinat) atau
sedikitnya (subordinat) hubungan suatu konsep dengan konsep lain
6. ketepatan, yang menggambarkan kejelasan definisi suatu
konsep sehingga mudah membedakan dari non-contoh
7. kekuatan, menggambarkan pentingnya konsep berdasarkan
pendapat umum

17
Ausubel (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa konsep diperoleh dengan dua cara
yaitu melalui formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept
assimilation). Formasi konsep erat kaitannya dengan perolehan ilmu melalui
proses induktif. Dalam proses induktif anak dilibatkan belajar penemuan
(discovery learning). Dengan melalui belajar penemuan, peserta didik akan
merasakan suatu yang dipelajarinya akan bertahan lebih lama dibandingkan
dengan cara belajar klasik (hafalan). Sementara perolehan konsep melalui
asimilasi erat kaitannya dengan proses deduktif. Dalam proses ini peserta didik
memperoleh konsep dengan cara menghubungkan atribut konsep yang sudah
dikenalnya dengan gagasan yang relevan yang sudah dalam struktur kognitifnya.
Berdasarkan atribut-atribut, konsep dapat dibagi menjadi delapan
kelompok (Heron dalam Liliasari, 2002) yaitu :
1. konsep konkrit, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat
2. konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tak dapat dilihat
3. konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat
4. konsep yang berdasarkan suatu prinsip
5. konsep yang melibatkan penggambaran simbol
6. konsep yang menyatakan proses
7. konsep yang menyatakan sifat
8. konsep-konsep yang menunjukkan atribut ukuran
Pada umumnya konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu fisika sering
dinyatakan dalam bahasa simbolik. Simbol-simbol ini merupakan maipulasi dari
suatu atau beberapa penalaran proses IPA yang tidak dapat diungkapkan dengan
bahasa komunikasi sehari-hari.
Dalam belajar fisika, peserta didik dituntut memahami konsep-konsep yang
ada, karena dengan menguasai dan memahami konsep akan memudahkan peserta
didik dalam menyelesaikan soal, memecahkan masalah dan mengenal gejala alam
yang ada disekitarnya. Untuk memecahkan masalah, peserta didik harus
mengetahui atauran-aturan yang relevan dan aturan ini didasarkan pada konsep-
konsep yang diperolehnya. Dahar (1989) mengemukakan bahwa manusia perlu

18
mengetahui dan memahami sejumlah konsep, sebab konsep merupakan ide yang
paling tinggi atau batu-batu pembengunan (building block) berpikir manusia.
Keberhasilan proses pembelajara fisika dipengaruhi motivasi, keterkaitan
konsep baru dengan konsep yang telah dimiliki sebelumnya, hadirnya konsep baru
dalam konteks yang relevan serta lingkungan belajar yang menyenangkan serta
penuh antusiasme. Adanya multimedia interaktif membantu keberhasilan proses
tersebut dalam hal membantu siswa menyimpan informasi baru dengan lebih
mudah. Pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan,
menghasilkan ingatan lebih baik terhadap konsep-konsep fisika yang dipelajari
sehingga proses recall lebih efisien.
Multimedia interaktif yang terdiri dari presentasi dalam bentuk teks, audio,
grafik, animasi dan simulasi interaktif mampu mengadaptasi perbedaan cara
belajar siswa sehingga mereka belajar dalam lingkungan yang menyenangkan.
Visualisasi disajikan memungkinkan siswa melakukan navigasi, berinteraksi,
berkreasi dan berkomunikasi dengan menghubungkan panca indera mereka
dengan antusias sehingga informasi yang masuk ke bank memorinya lebih tahan
lama dan mudah untuk di recall pada saat informasi tersebut digunakan.
Pemrosesan informasi dalam pembentukan konsep akan mudah di recall apabila
tersmpan dalam memori jangka panjang terutama dalam bentuk gambar (Matlin,
1994).

D. Pertimbangan Materi Subyek Relativitas


Materi subyek relativitas merupakan salah satu materi fisika SMA kelas XII yang
banyak memiliki konsep-konsep abstrak, sulit untuk divisualisasikan dan
memiliki kompleksitas yang cukup tinggi. Biasaya pembelajaran materi ini
dilakukan dengan cara konvensional yaitu mengembangkan model matematika
abstrak dan prinsip fisika dengan grafik 2D dan teks saja. Model pembelajaran ini
dapat mengakibatkan suatu situasi dimana siswa tidak dapat menerapkan teori
yang telah dipelajarinya kedalam situasi nyata, atau tidak dapat menjelaskan
dengan pengetahuan yang telah dipelajarinya. Pertimbangan pemilihan materi
subyek yang bersifat abstrak memungkinkan untuk penggunaan multimedia

19
interaktif sebagai media pembelajaran yang mampu memvisualisasikan meteri-
materi relativitas yang bersifat abstrak.
Topik relativitas dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diberikan di kelas
XII semester 2.
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
3. Menganalisis berbagai 3.3.Memformulasikan teori
besaran fisis pada gejala relativitas khusus untuk
kuantum dan batas-batas waktu, panjang, dan
berlakunya relativitas massa, serta kesetaraan
Einstein dalam paradigma massa dengan energi
fisika modern yang diterapkan dalam
teknologi.

Adapun materi yang termuat dalam topik relativitas adalah sebagai berikut :
Kejadian, Pengamatan dan Kerangka Acuan.
Kejadian adalah suatu peristiwa fisika yang terjadi dalam suatu ruang pada
suatu waktu sesaat yang tertentu. Sebagai contoh kejadian adalah: kilat di langit,
tumbukan antara dua mobil, jatuhnya buah dan pohonnya, dan sebagainya.
Seseorang yang mengamati suatu kejadian dan melakukan pengukuran, misalnya
pengukuran koordinat dan waktu, disebut pengamat. Alat ukur apa saja yang
melakukan pengukuran terhadap suatu kejadian juga disebut pengamat.
Untuk menentukan letak sebuah titik dalam ruang kita memerlukan suatu
sistem koordinat atau kerangka acuan. Misalnya, untuk menyatakan buah
sebelum jatuh dari pohonnya, seorang pengamat memerlukan suatu
kerangka acuan dengan sistem koordinat (x, y, z). Jadi, kerangka acuan
adalah suatu sistem koordinat, misalnya sistem koordinat (x, y, z) di mana
seorang pengamat melakukan pengamatan terhadap suatu kejadian.
Kerangka acuan yang kita maksud dalam keseluruhan bab ini adalah
kerangka acuan inersial, yaitu kerangka acuan yang berada dalam keadaan diam
atau jika bergerak akan bergerak dengan kecepatan konstan (kelajuan konstan
pada suatu garis lurus, misalnya pada arah x). Prinsip relativitas Newton
menyatakan bahwa semua hukum mekanika Newton berlaku sama untuk semua
kerangka acuan inersial.

20
Transformasi Galileo.
Terdapat kerangka acuan S dengan sistem koordinat (x, y, z) dan kerangka
acuan S’ dengan sistem koordinat (x’, y’, z’). Pada t =0 kedua kerangka acuan ini
berimpit. Kemudian kerangka acuan S’ bergerak dengan kelajuan tetap v dalam
arah x terhadap kerangka acuan S. Setelah t sekon kedudukan kedua kerangka
acuan terpisah sejauh vt, seperti tampak pada Gambar dibawah. Ambil suatu
kejadian di titik P dalam kerangka acuan S’, maka transformasi Galileo untuk
koordinat dan waktu adalah sebagai berikut :
x ' = x − vt x = x ' + vt
y' = y y = y'
atau dapat ditulis
z' = z z = z'
t ' =t t =t'

Gambar : Posisi kerangka acuan S’ setelah t sekon bergerak dengan kelajuan


tetp v dalam arah x terhadap kerangka acuan S

Ambil komponen-komponen kelajuan partikel sejajar sumbu x, y, dan z adalah


ux’, uy’ dan uz’ untuk kerangka acuan S’, dan ux, uy dan uz untuk kerangka acuan S,
maka transformasi Galileo untuk kecepatan adalah sebagai beriküt.
u x' = u x − v u x = u x' + v
u 'y = u y atau dapat ditulis u y = u y
'

u z' = u z u z = u z'

Hipotesa Eter.

21
Setelah Maxwell menyatakan bahwa cahaya tidak lain adalah gelombang
elektromagnetik, para pakar fisika abad ke- 19 segera melakukan berbagai usaha
untuk mempelajari sifat zat perantara (medium) yang berperan bagi perambatan
gelombang elektromagnetik. Zat perantara ini disebut eter, dan para pakar
menyatakan hipotesa eter sebagai berikut :
Alam semesta mi dipenuhi eter yang tidak bermassa dan tidak tampak, dan fungsi
satu-satunya adalah untuk menghantarkan gelombang elektromagnetik.

Percobaan Michelson-Morley.
Michelson dan Morley ingin membuktikan keberadaan eter. Percobaan
mereka pada dasarnya menggunakan interferometer yang skema diagramnya
ditunjukkan pada Gambar. Cahaya dan sumber S ketika sampai di A dibagi
menjadi dua berkas. Berkas pertama (diberi tanda (1)) diteruskan oleh A menuju
ke cermin C kemudian dipantulkan kembali ke A dan akhirnya menuju pengamat.
Perhatikan, gerak herkas cahaya (1) bolak-balik AC adalah sejajar dengan arah
angin eter. Berkas cahaya kedua (diberi tanda (2)) dipantulkan oleh cermin A
menuju ke cermin B kemudian dipantulkan balik oleh cermin B menuju ke A, dan
akhirnya menuju pengamat. Perhatikan, gerak berkas cahaya 2 bolak-balik AB
adalah tegak lurus terhadap arah angin eter. Dalam analisis, angin eter kita
analogikan dengan arus air.

Gambar : Skema diagram interferometer Michelson yang digunakan oleh


Michelson dan Morley untuk membuktikan keberadaan eter.

22
Berkas cahaya dianalogikan dengan perenang. Dengan demikian beda waktu
kedua berkas cahaya untuk sampai ke pengamat, Δt, maka akan diperoleh
persamaan :
 
 
2L 1  1
∆t = −1
c v2  v2 
1−  1− 2 
c2  c 

Kelajuan angin eter dianggap sama dengan kelajuan bumi pada orbitnya mengitari
matahari, yaitu v = 3 x 104 m/s. Karena v jauh lebih, kecil daripada c (c = 3 x 10 8
m/s), maka kita dapat melakukan pendekatan sebagai berikut :
1 v2
=1+
v2 2c 2
1−
c2
Dengan demikian beda waktu Δt adalah :
2L  v2  v2  
∆t = 1 + 2 1 + 2  − 1
c  2c  2c  
2L  v 2  v 2 
2

∆t =  +  
c  2c 2  2c 2  

2L v 2
∆t =
c 2c 2
2
Lv
∆t =  
c c
v
Dalam percobaan Michelson-Morley, L = 11 m, = 1,0 x 104 dan c = 3,0 x 108
c
m/s, sehingga Δt = t1 – t2 = 3,7 x 10-16 s
Hasil percobaan Michelson-Morley gagal mengukur beda waktu ini, dan mereka
mendapatkan Δt = 0. Hasil Δt = 0 menjelaskan ketidakteramatan eter. Dengan kata
lain, kegagalan untuk menyingkap kerangka acuan mutlak yang berlaku untuk
seluruh alam semesta.

Prinsip Relativitas Einstein.

23
Permasalahan yang dimunculkan oleh percobaan Michelson-Morley baru
berhasil dipecahkan dengan teori relativitas khusus yang membentuk landasan
bagi konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu. Dalam teori relativitas khusus,
Einstein menyatakan dua postulatnya, yang dikenal sebagai prinsip relativitas
Einstein.
1. Postulat pertama menyatakan bahwa semua hukum fisika memiliki bentuk
yang sama pada semua kerangka acuan inersial.Postulat pertama ini
menyatakan bahwa tidak ada satupun percobaan yang dapat kita gunakan
untuk mengukur kecepatan terhadap suatu kerangka acuan mutlak. Yang dapat
kita lakukan hanyalah mengukur kecepatan relatif suatu kerangka acuan
terhadap kerangka acuan lainnya. Jadi, pertanyaan tentang keberadaan suatu
kerangka acuan mutlak tidak lagi bermanfaat. Mungkin saja terdapat suatu
kerangka acuan mutlak tetapi tak satupun percobaan yang dapat kita lakukan
untuk menyingkap keberadaanya. Oleh karena ini kita dapat meniadakan
kerangka acuan mutlak sebab kerangka acuan mutlak hanya menambah
kerumitan yang tidak ada manfaatnya.
2. Postulat kedua menyatakan bahwa cepat rambat cahaya dalam vakum
memiliki nilai yang sama dalam semua kerangka acuan, yaitu c = 2,99792458
x 108 m/s (dibulatkan 3,0 x 108 m/s). Jadi, tidak akan pernah dijumpai suatu
lajupun yang melebihi cepat rambät cahaya c. Dengan demikian c, disebut
kelajuan mutlak. Postulat kedua ini sesuai dengan hasil percobaan Michelson-
Morley yaitu bahwa kelajuan cahaya dalam arah sejajar maupun tegak lurus
adalah sama. Oleh karena itu selang waktu cahaya yang bergerak dalam arah
sejajar maupun tegak lurus untuk sampai ke pengamat adalah sama (t1 = t2).
Dengan demikian beda waktu Δt = t1 — t2 = 0, dan ini sesuai dengan hasil
percobaan.

Transformasi Lorentz.
Untuk kecepatan-kecepatan partikel yang mendekati c, transformasi
Galileo yang berdasarkan penjumlahan kecepatan kiasik memungkinkan hasil
penjumlahan kecepatan yang melebihi c. Jelaslah transformasi Galileo tidak taat

24
terhadap postulat kedua Einstein. Dengan demikian, untuk kecepatan-kecepatan
yang mendekati c, transformasi Galileo harus digantikan dengan transformasi
baru. Transformasi baru ini harus selalu memberikan kelajuan paling besar c
untuk setiap kerangka acuan dan juga harus memberikan basil yang sama dengan
transformasi Galileo untuk kelajuan-kelajuan partikel yang jauh lebih kecil
daripada c.
Satu-satunya kesalahan dalam transformasi Galileo adalah anggapannya bahwa
untuk kejadian sama yang diamati oleh pengamat O yang diam dalam kerangka
acuan S, dan pengamat O’ yang ada dalam kerangka acuan S’ yang sedang
bergerak terhadap S, selang waktu keduanya sama, waktu dianggap sebagai
besaran mutlak. Dalam konsep relativitas Einstein waktu bukanlah besaran
mutlak, sehingga kedua selang waktu ini tidak sama (t ≠ t’). Transformasi yang
memenuhi kedua postulat Einstein diturunkan pertama kali oleh H.A. Lorentz
(1853-1928) pada tahun 1890, disebut Transformasi Lorentz.
Misalkan suatu kejadian seperti kilatan cahaya terjadi di sekitar P,
dilaporkan oleh dua pengamat, pengamat yang satu diam pada kerangka acuan S
dan pengamat lainnya dalam kerangka acuan S’ yang sedang bergerak ke kanan
dengan kelajuan v, seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah. Pengamat di S
melaporkan kejadian tersebut dengan koordinat ruang-waktu (x, y, z, t), sedang
pengamat dalam S’ melaporkan kejadian yang sama dengan menggunakan
koordinat (x’, y’, z’, t’).

Gambar : Penampilan suatu kejadian yang terjadi di sekitar P dilaporkan


(diamati) oleh pengamat yang diam dalam kerangka actian S dan lainnya dalam
kerangka acuan 5’ yang sedang bergerak ke kanan dengan kelajuan v.

25
Transformasi Lorentz yang berlaku untuk semua kelajuan v mulai dan v = 0
sampai dengan v c, untuk transformasi koordinat-waktu adalah sebagai berikut.
Dan S ke S’ :
x ' = γ ( x − vt ) x = γ ( x ' − vt ' )
y' = y y = y'
z' = z atau dapat ditulis z = z '
 v   v 
t ' = γ t − 2 x  t = γ t ' + 2 x ' 
 c   c 

dengan lambang γ (gamma), disebut tetapan transformasi, didefinisikan sebagai :


1
γ =
2
v
1−  
c

Perhatikan, nilai γ selalu lebih besar atau sama dengan satu.

Transformasi Lorentz untuk kecepatan.


Andaikan kejadian yang diamati oleh pengamat O bergerak dengan
kecepatan u(ux, uy, uz) dan kejadian yang sama ini diamati oleh pengamat O
bergerak dengan kecepatan u’ = (ux’, uy’, uz’). Transformasi Lorentz menyatakan
hubungan u’ dan u atau kebalikannya :

ux − v u x' + v
u = '
u =
x
u x v atau dapat ditulis x u' v
1− 2 1 + x2
c c
uy u 'y
u 'y = uy =
 u v  atau dapat ditulis  u x' v 
γ 1 − x2  γ 1 + 2 
 c   c 
'
uz uz
u z' = uz =
 u x v  atau dapat ditulis  u x' v 
γ 1 − 2  γ 1 + 2 
 c   c 

Penjumlahan kecepatan relativistik.

26
Di sini kita hanya membatasi penjumlahan kecepatan daam satu arah saja,
misalnya arah x. Jika ux,’ adalah kecepatan suatu kejadian (partikel) dalam arah x
menurut pengamat O’ dalam kerangka acuan S’ yang sedang bergerak ke kanan
dengan kelajuan v terhadap kerangka acuan S, dan adalah kecepatan kejadian
yang sama yang diamati oleh pengamat O yang diam dalam kerangka acuan S,
maka penjumlahan kecepatan relativistik ditunjukkan oleh Persamaan dibawah
ini :
u x' + v u −v
ux = u x' = x
'
u v atau dapat ditulis u v
1 + x2 1 − x2
c c
Kecepatan relatif berdasarkan relativitas Einstein.
Jika dua buah partikel bergerak sejajar, masing-masing dengan kecepatan
vA dan vB, maka kecepatan relatif A terhadap B sebagai acuan, ditulis vAB,
dinyatakan sebagai
Penjumlahan klasik v AB = v A − v B
v A − vB
v AB =
Penjumlahan relativistik v .v
1− A 2 B
c
Relativitas panjang.
Hasil pengukuran panjang (atau jarak antara dua titik) bergantung pada kerangka
acuan karena panjang merupakan besaran relatif. Panjang benda bila diukur
dalam kerangka acuan di mana benda diam terhadap kerangka acuan tersebut
disebut panjang sejati (proper length), diberi lambang L0. Panjang benda yang
sama jika diukur dalam kerangka acuan yang sedang bergerak sejajar terhadap
benda dengan kelajuan v disebut panjang relativistik, diberi lambang L. Akan
selalu kita dapatkan bahwa panjang relativistik lebih kecil daripada panjang sejati,
ditulis L < L0, dan kedua besaran mi dihubungkan dengan tetapan transformasi γ
> 1. Karena L<L0, maka haruslah :
2
1 v
L= L0 = L0 1 −  
γ c

27
Efek berkurangnya panjang benda jika diukur oleh pengamat yang bergerak
terhadap benda disebut penyusutan panjang atau kontraksi panjang (length
constraction). Perhatikan, penyusutan panjang hanya terjadi sepanjang arah
gerak, sedangkan semua komponen panjang lainnya (tegak lurus arah gerak) tidak
mengalami penyusutan panjang, seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah ini :

Gambar : Benda yang mengalami penyusutan panjang. Perhatikan bahwa hanya


komponen yang sejajar dengan arab gerak (arah kecepatan v) yang mengalami
penyusutan panjang.

Relativitas waktu.
Misalkan dua kejadian A dan B terjadi pada kedudukan yang sama dalam
suatu kerangka acuan. Selang waktu antara dna kejadian tersebut, Δt = tB — tA,
diukur oleh sebuah jam O yang diam terhadap kejadian. Selang waktu, Δt 0 yang
diukur oleh jam yang diam terhadap kejadian (jam dan kejadian berada dalam
kerangka acuan yang sama) di sebut selang waktu sejati (proper time). Jika selang
waktu kejadian A dan B mi diukur oleh jam O’ yang bergerak dengan kecepatan v
terhadap kejadian (kerangka acuan jam tidak sama dengan kerangka acuan
kejadian), maka selang waktu mi disebut selang waktu relativistik (diberi
lambang Δt).
Akan selalu diperoleh bahwa selang waktu relativistik lebih lama daripada
selang waktu sejati, ditulis Δt> Δt0, dan karen γ > 1, maka persamaannya adalah
∆t 0
∆t = γ∆t 0 = 2
v
1−  
c
Peristiwa mulurnya waktu yang diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap
kejadian disebut pemuluran waktu atau dilatasi waktu (time dilation). Suatu

28
bukti yang tegas tentang pemuluran waktu diterima pada tahun 1971 melalui suatu
eksperimen yang dilakukan oleh J.C. Hafele dan R.E. Keating. Mereka
membawa jam atom sangat teliti mengelilingi dunia dalam pesawat jet. Karena
kelajuan pesawat jet jauh lebih kecil daripada c, efek pemuluran waktu sangatlah
kecil. Tetapi jam atom memiliki ketelitian kira-kira ± 10-9 s, sehingga efek ini
dapat diukur. Jam atom berada di angkasa selama 45 jam, dan selang waktu yang
diukurnya dibandingkan dengan jam atom standar yang disimpan di bumi. Hasil
eksperimen menunjukkan adanya perbedaan selang waktu antara jam atom dalam
pesawat dan jam atom di bumi. Besar perbedaan selang waktu sesuai dengan
prakiraan relativitas.

Massa relativistik.
Seperti halnya panjang dan waktu, massa juga termasuk besaran relatif.
Massa suatu benda yang diamati oleh pengamat (kerangka acuan) diam terhadap
benda disebut massa diam atau massa sejati (diberi lambang m0). Massa benda
sama yang diamati oleh pengamat (kerangka acuan) yang sedang bergerak
terhadap benda dengan kelajuan v disebut massa relativistik (diberi lambang m).
Selalu diperoleh bahwa massa relativistik lebih besar daripada massa diamnya
(m> m0). Karena kedua besaran dihubungkan oleh γ > 1, maka haruslah :
m0
m = γ m0 =
2
v
1−  
c
Momentum relativistik.
Definisi momentum relativistik p harus memenuhi dua syarat berikut.
1. Momentum relativistik sistem harus kekal untuk semua jenis tumbukan
2. Momentum relativistik harus mendekati momentum kiasik m0.v untuk
kelajuan v mendekati nol
Persamaan momentum ralativistik yang memenuhi kedua syarat tersebut
dinyatakan oleh :

29
m0 v
p = m v = γ m0 v =
2
v
1−  
c
dengan m0 = massa diam, m = massa relativistik dan v = kecepatan partikel.

Energi relativistik.
Dan teorema usaha-energi yang menyatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh
sebuah gaya yang bekerja pada sebuah partikel sama dengan perubahan energi
kinetik partikel, Einstein berhasil menurunkan persamaan energi kinetik
relativistik, yaitu :
Ek = mc 2 − m0 c 2

Dan sinilah muncul hukum kesetaraan massa-energi Einstein yang berbentuk.


Partikel yang diam memiliki energi diam, E 0 = m0 c sedang partikel yang
2

bergerak dengan kelajuan relativistik memiliki energi total, E = mc 2. Selisih antara


energi total dan energi diam muncul sebagai energi kinetik partikel, Ek = E - E0.
Dengan demikian rangkuman energi relativistik adalah sebagai berikut :
Energi diam : E0 = m0.c2
Energi total Energi kinetik : Ek = E – E0
: Ek = ( γ - 1 )E0 = ( γ - l)m0c2

E. Hasil Penelitian yang Relevan


1. Model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi (web) dapat
meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains mahasiswa
calon guru pada materi termodinamika (Darmadi, 2007)
2. Model pembelajaran hipermedia pada materi induksi magnetik dapat
meningkatkan penguasaan konsep fisika dan dapat meningkatkan
keterampilan generik sains guru serta memberikan tanggapan yang baik
terhadap model pembelajaran hipermedia materi pokok induksi magnetik
(Setiawan dkk, 2007)
3. Model pembelajaran berbasis multimedia berpengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar fisika dengan rata-rata gain kelas eksperimen lebih

30
unggul sebesar 4,73 terhadap rata-rata gain kelas kontrol sebesar 3,19.
perbedaan tersebut signifikan pada taraf nyata 0,05 dengan probabilitas 0,00
dengan thitung sebesar 4,064 yang lebih besar dibandingkan dengan ttabel sebesar
2,060 (Wiendartun dkk, 2007).
4. Penggunaan model pembelajaran inkuiri berbasis teknologi informasi
dapat meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan generik sains dan
keterampilan berfikir kritis pada mata pelajaran Kimia untuk topik hidrolisis
garam (Ikhsanuddin, 2007).
5. Penggunaan Teknologi dalam pembelajaran fisika (Physics Education
Technology/PhET) lebih produktif dibandingkan dengan metode tradisional
seperti ceramah dan demonstrasi (Finkelstein, 2006).
6. Simulasi PhET untuk mekanika kuantum membantu kesulitan mahasiswa
memahami mekanika kuantum yang menurut mahasiswa sulit karena bersifat
abstrak (McKagan, 2007).
7. Penggunaan program fisika yang berbasis web secara signifikan efektif
pada skor-skor perbedaan rata-rata pretest dan posttest FCI siswa sekolah
menengah dan meningkatkan prestasi mereka dalam memahami konsep gaya
dan gerak (Damirci, 2007).

F. Hipotesis Penelitian
1. Nilai rata-rata tes akhir dari siswa yang diajar dengan
model pembelajaran fisika berbasis multimedia pada topik
relativitas sama dengan nilai rata-rata tes awalnya (Ho)
Ho : µx = µy
2. Nilai rata-rata tes akhir dari siswa yang diajar dengan
model pembelajaran fisika berbasis multimedia pada topik
relativitas lebih besar secara signifikan dari nilai rata-rata tes
awalnya (Ha)
Ha : µx > µy

31
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain dan Metode Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai maka penelitian ini menggunakan
metode eksperimen kuasi dan deskriptif. Desain penelitian yang digunakan adalah
One Group Pre-test and Post-test Design yaitu penelitian yang dilaksanakan pada
satu kelas tanpa menggunakan kelas kontrol, diawali dengan memberikan tes awal
untuk mengidentifikasi kemampuan awal siswa. Kemudian dilaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran fisika berbasis teknologi
informasi. Setelah pembelajaran selesai dilakukan tes akhir untuk
mengidentifikasi peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains
serta berpikir kritis siswa (Arikunto, 2006).

Tes awal Perlakuan Tes akhir


O X O

Dengan O adalah Tes awal dan Tes akhir yang berfungsi untuk mengukur
pemahaman konsep, keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis
siswa sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran. X adalah perlakuan
berupa penerapan pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik
relativitas
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera
Selatan. Secara garis besar tahap-tahap penelitian ini seperti pada gambar :

32
Masalah

Studi Literatur

Penyusunan Instrumen : Pembuatan


1. soal tes pilihan ganda Pengembangan multimedia
2. angket siswa Model
3. angket guru Pembelajaran
4. pedoman observasi Fisika Berbasis
Teknologi
Informasi Pada
Validasi, Uji coba,
Topik Relativitas
Revisi Judgment dan
revisi

Penyusunan Rencana Pembelajaran

Pre-tes

Implementasi Model Pembelajaran

Pos-tes

Analisa Data

Kesimpulan

33
34
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XII Semester 2 SMA Negeri yang
berada dikabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan pada tahun pelajaran 2008/2009.
Subjek penelitian diklasifikasikan menjadi tiga kelompok prestasi. Prestasi belajar
yang menjadi acuan adalah nilai hasil ujian semester 1. Pengklasifikasian
dimaksud untuk mengetahui pengaruh model pebelajaran yang dibuat apakah
cocok untuk semua kelompok prestasi atau tidak. Teknik pengklasifikasian ini
dilakukan dengan cara untuk prestasi tinggi adalah mereka yang memiliki nilai
lebih dari skor rerata ditambah standar deviasi (SD), kelompok prestasi rendah
adalah mereka yang memiliki nilai kurang dari skor rerata dikurangi SD, dan
mereka yang terletak antara kelompok prestasi tinggi dan rendah termasuk dalam
kelompok sedang (Suherman, 1990).

C. Instrumen Penelitian
1. Jenis Instrumen
Dalam penelitian ini digunakan instrumen sebagai berikut :
a. Tes
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi penguasaan konsep-
konsep relativitas dan penguasaan keterampilan generik sains
serta berfikir kritis melalui pembelajaran fisika berbasis
teknologi informasi. Tes berbentuk pilihan ganda dengan lima
pilihan yang dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu diawal (tes
awal) dan akhir (tes akhir) perlakuan untuk mengukur
penguasaan konsep, keterampilan generik sains dan
keterampilan berpikir kritis.
b. Angket Skala Likert
Angket ini digunakan untuk mengakses pendapat siswa dan
guru tentang model pembelajaran fisika berbasis teknologi
informasi.yang diterapkan dalam penelitian ini.
d. Lembar Observasi

35
Instrumen ini digunakan untuk mengobservasi keterlaksanaan
model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi.yang
diterapkan dalam penelitian ini.
2. Analisis Intrumen
Untuk mengetahui kualitas soal dilakukan analisis butir soal yang
meliputi tingkat kemudahan, daya pembeda, validitas dan
reliabilitas instrumen. Item soal yang tidak memenuhi salah satu
kriteria (kualitasnya rendah) maka soal tersebut direvisi.
a. Tingkat Kemudahan
Uji tingkat kemudahan dilakukan untuk mengetahui apakah
butir soal tergolong sukar, sedang atau mudah dengan
menggunakan rumus (Arikunto, 2006) :
B
P=
JX

dengan P adalah indeks kemudahan, B adalah banyaknya


siswa yang menjawab soal benar dan JX adalah jumlah seluruh
siswa peserta tes. Indeks kemudahan diklasifikasikan sebagai
berikut :

P Klasifikasi
0,00-0,30 Soal sukar
0,31-0,70 Soal sedang
0,71-1,00 Soal mudah

b. Daya Pembeda
Uji daya pembeda, dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
tiap butir soal mampu membedakan antara siswa yang
memahami konsep dengan yang tidak memahami konsep.
Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan
persamaan (Arikunto, 2006) :

36
B A BB
ID = −
JB JB

dengan ID merupakan indeks daya pembeda, BA adalah


banyaknya peserta tes kelompok atas yang menjawab soal
dengan benar. BB adalah banyaknya peserta tes kelompok
bawah yang menjawab soal dengan benar, JA merupakan
banyaknya peserta tes kelompok atas, dan JB adalah
banyaknya peserta tes kelompok bawah.

ID Klasifikasi
0,00-0,20 Jelek
0,21-0,40 Cukup
0,41-0,70 Baik
0,71-1,00 Baik sekali
Negatif Tidak baik, harus
dibuang

c. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Validitas merupakan usuran yang menyatakan kesahihan
statu instruyen sehingga mampu mengukur apa yang hendak
diukur. Uji validitas instruyen yang digunakan hádala uji
validitas isi (content validity) dan uji validitas yang
dihubungkan dengan kriteria (criteria related validity).
Untuk mengetahui validitas perangkat lunak (software) yang
akan digunakan dalam pembelajaran dilakukan validasi oleh
tiga orang dosen yang memiliki kompetensi di bidang
multimedia dan tiga orang dosen yang memiliki kompetensi di
bidang fisika.
Untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteria
digunakan uji statistik yakni split-half method (metode belah
dua). Pada saat penskoran, skor tes dibagi menjadi dua.
Setiap siswa akan memperoleh dua macam skor yang

37
diperoleh dari soal-soal bernomor awal dan akhir berupa
koefisien rxy atau koefisien awal-akhir (Arikunto, 2006) yaitu :
NΣXY − (ΣX )(ΣY )
rxy =
( NΣX 2
− ( ΣX )
2
) ( NΣY 2
− ( ΣY )
2
)
Uji reliabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan
dari distribusi yang digunakan. Pada penelitian ini untuk
menghitung reliabilitas tes digunakan humus Spearman-
Brown (Arikunto, 2006) yaitu :
2 x rxy
r11 =
1 + rxy

r11 = koefisien reliabilitas instrumen


rxy = koefisien validitas instrumen
Kriteria koefisien korelasi yang digunakan adalah kriteria
Gilford (Ruseffendi, 2001) yaitu :

Koefisien Keterangan
Korelasi
0,00 -0,20 38istri rendah
0,21 -0,40 Rendah
0,41 -0,60 Cukup
0,61 -0,80 Tinggi
0,81 -1,00 38istri tinggi

3. Uji Coba dan Analisis Hasil Coba Distribusi Penelitian


Uji coba instrumen penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XII
SMA N di Bandung. Analisis hasil uji coba distribusi penelitian
dilakukan terhadap rancangan instrumen penelitian yaitu tes
pilhan ganda yang telah disusun. Analisis yang dilakukan
meliputi validitas tes, reliabilitas tes, tingkat kemudahan dan
daya pembeda. Analisis reliabilitas tes dilakukan dengan
menggunakan Spearman-Brown Coefficient dari SPSS for
Windows.

38
D. Teknik Analisa Data
1. Jenis Data
Terdapat tujuh jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian
yaitu : Nilai semester 1, penguasaan konsep, keterampilan
generik sains, keterampilan berpikir kritis, data observasi
pembelajaran, angket siswa dan guru terhadap pembelajaran.
Data yang angket dan observasi dianalisis secara deskriptif
untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang muncul
pada saat penelitian sedangkan data penguasaan konsep,
keterampilan generik sains, keterampilan berpikir kritis
dianalisis dengan uji statistik.

2. Pengolahan Data
Untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan
keterampilan generik sains serta berpikir kritis yang
dikembangkan melalui pembelajaran dihitung berdasarkan skor
gain yang dinormalisasi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
kesalahan dalam menginterpretasikan perolehan gain masing-
masing siswa. Untuk memperoleh skor gain yang dinormalisasi
digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake dalam
Darmadi : 2007 yaitu :
S Pos − S Pr e
g= x100
S Mak − S Pr e

Dengan kategori perolehan N-gain : tinggi : g > 70; sedang : 30


≤ g ≤ 70; dan rendah : g < 30.

Pengolahan data penelitian diawali dengan uji statistik berupa uji


normalitas distribusi data dan uji homogenitas varian data
sebagai berikut :
a. Uji normalitas distribusi data dengan
menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dari
SPSS for Windows.

39
b. Uji homogenitas varian data dengan Levene
Test dari SPSS for Windows. Uji tersebut didasarkan pada
rumus statistik (Ruseffendi, 1998) yaitu :
s12
F= dengan F = Nilai hitung
s 22
s12 = Varians terbesar
2
s 2 = Varians terkecil

Teknik pengolahan data untuk menjawab setiap pertanyaan


penelitian terdiri dari :
a. Uji perbedaan dua rerata
Untuk menguji tingkat signifikansi perbedaan rerata skor tes
awal dan tes akhir penguasaan konsep dan keterampilan
generik sains serta berpikir kritis dilakukan dengan analisis
secara statistik dengan menggunakan uji statistik parametrik
(uji t) jika sebaran data berdistribusi normal dan homogen
atau menggunakan uji statistik non-parametrik (uji Wilcoxon)
jika sebaran data tidak berdistribusi normal. Untuk menguji
perbedaan peningkatan keterampilan generik sains dan
berpikir kritis antara kelompok prestasi tinggi dan rendah
digunakan uji Mann-Whitney. Penggunaan uji ini dilakukan
karena jumlah subjek dalam kelompok yang relatif kecil maka
diasumsikan bahwa data tidak berdistribusi normal.

b. Analisis Data Angket Skala Likert


Data yang diperoleh melalui angket dalam bentuk skala
kualitatif dikonversi menjadi skala kuantitatif. Untuk
pernyataan yang bersifat positif kategori SS (sangat setuju)
diberi skor tertinggi, makin menuju ke STS (sangat tidak
setuju) skor yang diberikan berangsur-angsur menurun.

40
Sebaliknya untuk pernyataan yang bersifat negatif ketegori
STS (sangat tidak setuju) diberi skor tertinggi, makin menuju
ke SS (sangat setuju) skor yang diberikan berangsur-angsur
menurun.

41
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

Pelaksanaan
N Se Fe Mar
Kegiatan Okt Nop Des Jan Apr
o p b 09
08 08 08 09 09
08 09
1 Seminar
proposal
2 Penyusunan
instrumen
3 Validasi, Uji
Coba Revisi
4 Pembuatan
multimedia
5 Judgment dan
revisi
6 Penyusunan RPP
7 Pengurusan
adminitrsasi dan
perizinan
8 Observasi
lapangan
9 Implementasi
model
pembelajaran
1 Analisa data
0
1 Menyusun
1 laporan

42
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. (1987). Mengajarkan IPA dengan Menggunakan Metode


Discovery dan Inquiry Bagian I. Jakarta : Depdikbud.

Arifin, Mulyani.et al.(2003). Strategi Belajar Mengajar Kimia.


Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Arikunto, Suharsimi.(2006). Prosedur Penelitian ; suatu


pendekatan praktik. Jakarta : Reineka Cipta.

Arsyad, A.(2006). Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo


Persada.

Brotosiswoyo, B.S.(2001). Hakikat Pembelajaran Fisika di


Perguruan Tinggi. Jakarta : Proyek Pengembangan
Universitas Terbuka, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi,
Depdiknas.

Costa, A.L. (1985). Goal for Critical Thingking Curriculum. In


Costa A.L. (ed). Developing Minds : A. Resource Book for
Teaching Thingking. Alexandria : ASCD. 54-57.

Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Damirci, Neset. (2007). A Study About Student’ Misconceptions In Force And


Motion Concept By Incorporating A Web-Assisted Physics Program. The
Turkish Online Journal of Educational Technology-TOJET Vol. 4

Darmadi, I Wayan. (2007). Model Pembelajaran Berbasis Web


untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan
GEnerik Sains Mahasiswa Calon Guru Pada Materi
Termodinamika.Tesis SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Darmawan, D. (2007). Mengenal Teknologi Informasi. Jurnal


Teknologi Pendidikan. FIP UPI, 1 (1), 8-19.

Finkelstein, Noah et al. (2006). HighTech Tools for Teaching Physics: The
Physics Education Technology Project. MERLOT Journal of Online
Learning and Teaching Vol. 2, No. 3, September 2006 Department of
Physics University of Colorado at Boulder Boulder, Colorado, USA.
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=Journal%2BPhET
%2BPdf&start=20&sa=N

43
Ikhsanuddin. (2007). Pembelajaran Inkuiri Berbasis Teknologi
Informasi Untuk Mengembangkan Keterampilan Generik
Sains dan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Topik Hidrolisis
Garam. Tesis SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Joyce, B & Weil. (1992). Models of Teaching Fourth ed.


Massachussets. Allyn & bacon Publ Co.

Kadir, A dan Triwahyuni. (2003). Teknologi Informasi.


Yogyakarta : Kanisius

Karyadinata, R. (2006). Aplikasi Multimedia Interaktif Dalam


Pembelajaran Matematika Sebagai Upaya Mengembangkan
Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMA.
Disertasi SPs UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Khalidin. (2005). Penggunaan Model Generatif untuk


Meningkatkan Pemahaman Konsep Pembiasan pada Lensa
Kelas I SMA. Tesis SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Liliasari. (2002). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia


untuk Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru
dalam Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi.
Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX Perguruan Tinggi
Tahun Anggaran 2001-2002. Bandung : FMIPA UPI.

Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia


Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Naskah Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu
Pendidikan IPA pada Fakultas PMIPA UPI : Bandung.

Matlin. (1994). Cognitive. New York : Mc Graw Hill.

McKagan, et al. (2007). Developing and Researching PhET simulations for


Teaching Quantum Mechanics. American Journal of Physics Vol. 76,
No.4503. http://arxiv.org/abs/0709.4503v2

Munir. (2001). Aplikasi Teknologi Multimedia dalam Proses


Belajar Mengajar. Bandung : Mimbar Pendidikan Vol 3 Tahun
XX

Permendiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional


Nomor 24.

44
Ruseffendi. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan.
Bandung : IKIP Bandung Press.

Setiawan, A dkk. (2007). Influence of Hypermedia Instruction


Model on Magnetic Induction Topic to Comprehension of
Physics Concept and Science Generic Skill of Physics
Teachers. Prossiding Seminar Internasional Pendidikan IPA.
SPS UPI Bandung.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan


Evalusasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijayakusumah 157.

Suyanto, M. (2004). Multimedia Alat Untuk Meningkatkan


Keunggulan Bersaing. Yogyakarta : Andi

Wahyudi, J.B. (1992). Teknologi Informasi dan Produksi Citra


Bergerak. Jakarta : PT. Gramedia.

Wiendartun, dkk. (2007). The Effect of Multimedia Teaching and


Learning on The Achievement of Physics Learning. Prossiding
Seminar Internasional Pendidikan IPA. SPS UPI Bandung.

45
PROPOSAL TESIS

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS


TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN BERPIKIR KRITIS
SISWA SMA PADA TOPIK RELATIVITAS

Oleh :
KETANG WIYONO
NIM. 0706840

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2008

46
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR PROPOSAL TESIS

Judul : Pengembangan Model Pembelajaran Física Berbasis


Teknologi Informasi Untuk Meningkatkan Keterampilan
Generik Sains Dan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Topik
Relativitas

Nama : Ketang Wiyono


NIM : 0706840
Program Studi : Pendidikan IPA Konsentrasi Fisika SL

Disetujui untuk diseminarkan,

Bandung, September 2008


Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pendidikan IPA Pembimbing Akademik,

Prof. Dr. Liliasari, M.Pd Dr. Andi Suhandi, M.Si


NIP. 130677407 NIP. 132086618

47
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR PROPOSAL TESIS

Judul : Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berbasis


Teknologi Informasi Untuk Meningkatkan Keterampilan
Generik Sains Dan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Topik
Relativitas

Nama : Ketang Wiyono


NIM : 0706840
Program Studi : Pendidikan IPA Konsentrasi Fisika SL

Bandung, September 2008


Menyetujui,
Ketua Program Studi Pendidikan IPA

Prof. Dr. Liliasari, M.Pd


NIP. 130677407

48

Anda mungkin juga menyukai