Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MANUSIA, MORALITAS, DAN HUKUM

Diajukan untuk melengkapi salah satu persyaratan

Mata Kuliah Ilmu-ilmu Sosial dan Budaya Dasar

Disusun Oleh:

Arina Nur Hodijah (4103 2151 18 1026)

Ismail Taufik Hidayah (4103 2151 18 1038)

Mia Maulina Adisti (4103 2151 18 1031)

Shera Afidatunisa (4103 2151 18 1029)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi

sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seluruh

alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira

besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul

” MANUSIA, MORALITAS, DAN HUKUM ”.

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai

pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, dan kepercayaan yang

begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa

memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan

kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir

kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca,

khususnya penulis sendiri.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandung, Oktober 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia, nilai, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat

dipisahkan. Dewasa ini masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia

berkaitan dengan nilai, moral, dan hukum antara lain mengenai kejujuran,

keadilan, menjilat, dan perbuatan negatif lainnya sehingga perlu dikedepankan

pendidikan agama dan moral karena dengan adanya panutan, nilai, bimbingan,

dan moral dalam diri manusia akan sangat menentukan kepribadian individu atau

jati diri manusia, lingkungan sosial dan kehidupan setiap insan. Pendidikan nilai

yang mengarah kepada pembentukan moral yang sesuai dengan norma kebenaran

menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan manusia yang utuh dalam

konteks sosial.

Pendidikan moral tidak hanya terbatas pada lingkungan akademis, tetapi

dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. Secara umum ada tiga

lingkungan yang sangat kondusif untuk melaksanakan pendidikan moral yaitu

lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Peran

keluarga dalam pendidikan mendukung terjadinya proses identifikasi,

internalisasi, panutan dan reproduksi langsung dari nilai-nilai moral yang hendak

ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga.hal-hal yang juga perlu

diperhatikan dalam pendidikan moral di lingkungan keluarga adalah penanaman

nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan dan tanggung jawab dalam segenap aspek.


B. Rumusan Masalah

Makalah ini membahas sekelumit mengenai manusia, nilai, moral, dan

hukum yang mencakup hal-hal berikut :


BAB II

PEMBAHASAN

A. Nilai Moral sebagai Sumber Budaya dan Kebudayaan

Kebudayaan memiliki tiga dimensi, yaitu hubungan manusia dengan

manusia, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan.

Hubungan pertama dan kedua selalu berkembang namun hubungan yang ketiga

bersifat konstan. Orang yang bermoral adalah orang yang berbudaya. Moral

diperlukan untuk memahami kehidupan yang baik, khususnya dalam hubungan

horisontal antarsesama.

a. Nilai Moral sebagai Sumber Nilai

Nilai adalah prinsip umum tingkah laku abstrak yang ada dalam alam

pikiran anggota-anggota kelompok yang merupakan komitmen yang positif dan

standar untuk mempertimbangkan tindakan dan tujuan tertentu. Fungsi nilai

adalah sebagai pedoman, pendorong tingkah laku manusia dalam hidup.

Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah sebagai berikut:

a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehiidupan manusia.

Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat

diamati hanyalah objek yang bernilai itu.

b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan,

cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal (das

solen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan

manusia dalam bertindak.


c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong atau motivator dan manusia

adalah pendukung nilai. Manusia bertindak beerdasar dan disorong

oleh nilai yang diyakininya.

Macam-macam Nilai :

Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu:

a. Nilai logika adalah nilai benar salah

b. Nilai estetika adalah nilai indah dan tidak indah

c. Nilai etika/ moral adalah nilai baik buruk

Notonegoro (dalam Kaelan, 2000) menyebutkan adanya 3 macam nilai, yaitu:

a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan

jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.

b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk

dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani

manusia.

Nilai kerohanian meliputi:

1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta)

manusia.

2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan

(emotion) manusia.

3) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak

(karsa, Will) manusia.


4) Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak

serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai.

Misalkan kita mengatakan bahwa orang itu baik atau lukisan itu indah. Berarti

kita melakukan penilaian terhadap suatu objek. Baik dan indah adalah contoh

nilai. Manusia memberikan nilai pada sesuatu. Sesuatu itu bisa dikatakan adil,

baik, indah, cantik, anggun, dan sebagainya.

Istilah nilai (value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut.

1) Harga dalam arti taksiran, misalnya nilai emas.

2) Harga sesuatu, misalnya uang.

3) Angka, skor.

4) Kadar, mutu.

5) Sifat-sifat atau hal penting bagi kemanusiaan.

b. Nilai Moral sebagai Rujukan Nilai Budaya

Etika adalah nilai-nilai berupa norma-norma moral yang menjadi

pedoman hidup bagi seseorang atau kelompok orang dalam berperilaku atau

berbuat. Etika dalam arti ini disebut sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya

merupakan gambaran perilaku baik, benar, dan bermanfaat yang terdapat dalam

pikiran.
Pembahasan mengenai nilai termasuk dalam kawasan etika. Bertens

(2001) menyebutkan ada tiga jenis makna etika, yaitu:

1) Etika berarti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan

bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

2) Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Etika yang dimaksud

adalah kode etik.

3) Etika berarti ilmu tentang baik dan buruk. Etika yang dimaksud sama

dengan istilah filsafat moral.

c. Nilai-nilai Luhur Budaya Bangsa

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai

macam suku, agama dan adat istiadat. Oleh karena itulah bangsa Indonesia

dikenal sebagai bangsa yang multikultural. Namun di dalam berbagai macam

perbedaan yang ada tersebut, bangsa Indonesia tetap bisa bersatu dalam ikatan

solidaritas kebangsaan Indonesia yang sangat kuat. Tentu menjadi pertanyaan

mengapa bangsa Indonesia tetap bersatu di dalam perbedaan yang ada. Ternyata

ada nilai yang dianut disana. Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang telah

diwariskan oleh para pejuang bangsa telah mampu mengintegrasikan bangsa

Indonesia dalam ikatan kebersamaan.

Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai yang berbeda dengan bangsa-

bangsa lain. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah terhadap

bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai moral yang sangat kuat.

Misalnya saja orang yang lebih muda harus bisa menghormati orang yang lebih

tua. Jika ingin memberi sesuatu kepad orang lain haruslah menggunakan tangan
kanan. Kepada kedua orang tua harus bersikap hormat. Semua nilai-nilai luhur itu

berlangsung terus-menerus dari generasi ke generasi yang merupakan warisan dari

leluhur bangsa Indonesia. nilai-nilai itulah yang menjadi ciri bangsa Indonesia

sehingga ini berbeda dengan bangsa lain. Misalnya saja bangsa barat yang

cenderung sekuler. Antara tangan kanan dan tangan kiri tidak ada bedanya. Orang

barat boleh menggunakan tangan kiri untuk memberikan sesuatu kepada orang

lain. Hal ini tentu berbeda dengan bangsa Indonesia yang diajarkan untuk

menggunakan tangan kanan.

Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia telah tertuang dalam ideologi bangsa

Indonesia, yaitu dalam pancasila. Pancasila merupakan dasar negara yang

dijadikan bangsa Indonesia sebagai sumber falsafah dan pedoman hidup bangsa

Indonesia. Nilai-nilai luhur itu perlu terus dilestarikan dan dipelihara. Terutama

oleh generasi muda yang nantinya akan menjadi penerus bangsa di masa yang

akan datang.

d. Nilai sebagai Hasil Kebudayaan dan Penilaian

Kebudayaan dalam kaitannya dengan ilmu sosial budaya dasar adalah

penciptaan, penertiban, dan pengelolaan nilai-nilai insani, tercakup dalam

usaha memanusiakan diri dalam alam lingkungan, baik fisik maupun sosial.

e. Nilai Objektif dan Subjektif Bangsa

Nilai erat hubungannya dengan manusia, baik dalam bidang etika yang

mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari, maupun bidang

estetika yang berhubungan dengan persoalan keindahan, bahkan nilai masuk

ketika manusia memahami agama dan keyakinan beragama. Olewh karena itu
nilai berhubungan dengan sikap seseorang sebagai warga masyarakat, warga suatu

bangsa, sebagai pemeluk suatu agama dan sebagai warga dunia.

Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua

konteks, pertama akan memandang nilai sebagai suatu objektif, apabila dia

memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang menilainya, bahkan

memandang nilai telah ada sebelum adanya manusia sebagai penilai. Baik dan

buruk, benar dan salah bukan hadir karena hasil persepsi dan penafsiran manusia,

tetapi ada sebagai sesuatu yang ada dan menuntun manusia dalam kehidupannya.

Persoalannya bukan bagaimana seseorang harus menemukan nilai yang telah ada

tersebut tetapi lebih kepada bagaimana menerima dan mengaplikasikan nilai

tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Nilai bagi pandangan objektivis tidak

tergantung pada objek, melainkan objeklah sebagai penyangga perlu hadir dan

menampakkan nilai tersebut. Namun meski tanpa hadirnya objek, nilai memang

telah ada dengan sendirinya. Pandangan kedua memandang nilai itu subjektif,

artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya. Jadi nilai memang

tidak akan ada dan tidak akan hadir tanpa hadirnya penilai. Oleh karena itu nilai

melekat dengan subjek penilai. Nilai dalam pengertian ini bukan di luar si penilai

tetapi inheren dengan subjek yang menilai. Nilai dalam objek bukan penting atau

tidak penting pada objek sejatinya, melainkan tergantung si penilai memberikan

persepsi terhadap objek tersebut. Dengan demikian lukisan itu indah (sebagai

contoh) bukan karena lukisannya memang indah, akan tetapi karena si penilai

menyukai dan memandang indah lukisan tersebut.


Nilai itu objektif atau subjektif bisa dilihat dari dua kategori:

1. Apakah objek itu memiliki nilai karena mendambakannya, atau kita

mendambakannya karena objek itu memiliki nilai ?

2. Apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada objek,

atau kita mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut

memiliki nilai mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis

kita ? (Frondizi,2001,hlm.19-24)

Apakah nilai itu obejektif atau subjektif ? Hal ini bisa ditelusuri dengan

dua pertanyaan mendasar: apakah nilai menarik perhatian subjek atau subjek

memberikan nilai pada suatu obejk ? dua pertanyaan ini dapat lebih dipertegas

dengan pertanyaan:

1. Apakah kecenderungan, selera. Kehendak akan menentukan nilai

suatu objek ?

2. Apaka suatu objek tadi diperhatikan, diinginkan karena memang

memiliki nilai ? (Lasyo, 1999:hlm.2)

Dengan demikian, apakah manusia si pemilik nilai (subjektif) atau si

pengguna nilai (objektif) ? tentu saja dua pemikiran ini bukan hanya permainan

semantic filosofis tanpa maksud, tetapi berdampak pada berbagai situasi dimana

manusia hidup dan mempersepsi kehidupannya. Persoalan objektif dan subjektif

ini akan sangat erat kaitannya dalam pendidikan tatkala dihubungkan dengan isi

nilai apa yang harus diajarkan. Apakah ada nilai-nilai objektif yang harus

diajarkan pada individu; suka tidak suka, individu harus menerimanya karena

itulah nilai yang diturunkan dari dunia transenden (dalam Bahasa agama
diwahyukan) sebagai ide yang mutlak, atau apakah nilai itu harus dicari dari suatu

proses karena sebenarnya individu sendiri sebagai makhluk yang bernilai, dan

yang paling penting bagaimana individu tersebut menyadari dengan jelas nilai

dirinya.

Sistem nilai mengandung tiga unsur, yaitu norma moral sebagai acuan

perilaku, keberlakuan norma moral hasilnya perbuatan baik, dan nilai-nilai

sebagai produk perbuatan berdasarkan norma moral. Sistem nilai budaya akan

dipahami dan dipatuhi oleh orang lain atau kelompok masyarakat apabila

diwujudkan dalam perbuatan yang nyata yang dapat dijadikan teladan. Apabila

yang berbuat adalah tokoh atau pemimpin dalam masyarakat, sistem ini cepat

berkembang dan diikuti oleh anggota masyarakat sehingga menjadi terbiasa dan

membudaya. Hal ini disebut budaya masyarakat.

f. Kebudayaan dan Peradaban sebagai Nilai Masyarakat

Peradaban sebagai nilai masyarakat sistem nilai budaya berfungsi sebagai

pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia dalam tingkatan yang paling abstrak.

Sistem tata kelakuan lain yang tingkatnya lebih konkret seperti peraturan hukum

dan norma-norma semuanya berpedoman pada sistem nilai budaya tersebut.

Sistem nilai budaya tersebut adalah pengalaman hidup yang berlangsung dalam

kurun waktu yang lama sehingga menjadi kebiasaan yang berpola. Sistem yang

sudah berpola merupakan gambaran sikap, pikiran, dan tingkah laku yang

diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan. Sistem nilai ini adalah produk

budaya asli pengalaman hidup yang berlangsung terus-menerus, terbiasa yang


akhirnya disepakati bersama sebagai pedoman hidup mereka, dan sebagai

identitas kelompok masyarakat.

B. Moralitas dan Norma Masyarakat dan Negara :

1. Pengertian Nilai, Etika, Moral, Norma dan Hukum

Menurut Richard T. Schaefer dan Robert P. Lmm (1998). Nilai adalah

suatu gagasan bersama-sama (kolektif) mengenai apa yang dianggap penting,

baik, layak dan diinginkan. Sekaligus mengenai yang dianggap tidak penting,

tidak baik, tidak layak dan tidak diinginkan dalam hal kebudayaan. Nilai merujuk

kepada suatu hal yang dianggap penting pada kehidupan manusia, baik itu sebagai

individu ataupun sebagai anggota masyarakat.

Menurut Danandjaja. Nilai adalah pengertian yg dimiliki seseorang

akan sesuatu yang lebih penting maupun kuran penting, apa yang lebih baik dan

kuran baik, dan juga apa yang lebih benar dan apa yang salah.

Nilai adalah prinsip umum tingkah laku abstrak yang ada dalam alam

pikiran anggota-anggota kelompok yang merupakan komitmen yang positif dan

standar untuk mempertimbangkan tindakan dan tujuan tertentu. Fungsi nilai

adalah sebagai pedoman, pendorong tingkah laku manusia dalam hidup.

Secara umum, nilai adalah konsep yang menunjuk pada hal hal yang

dianggap berharga dalam kehidupan manusia, yaitu tentang apa yang dianggap

baik, layak, pantas, benar, penting, indah, dan dikehendaki oleh masyarakat dalam

kehidupannya. Sebaliknya, hal-hal yang dianggap tidak pantas, buruk, salah dan

tidak indah dianggap sebagai sesuatu yang tidak bernilai.


Sesuatu dikatakan mempunyai nilai, apabila mempunyai kegunaan,

kebenaran, kebaikan dan keindahan. Contohnya emas dianggap bernilai karena ia

bermanfaat, berguna serta berharga. Sedangkan limbah dianggap tidak bernilai

karena sifatnya buruk, jelek dan merugikan.

Dengan begitu, maka nilai adalah konsep umum tentang sesuatu yang

dianggap baik dimana keberadaannya dicita citakan, diinginkan, dihayati, dan

dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari dan menjadi tujuan kehidupan bersama

di dalam kelompok masyarakat tersebut, mulai dari unit kesatuan sosial terkecil

hingga yang terbesar, mulai dari lingkup suku, bangsa, hingga masyarakat

internasional.

Nilai adalah suatu bentuk penghargaan serta keadaan yang bermanfaat

bagi manusia sebagai penentu dan acuan dalam menilai dan melakukan suatu

tindakan. Dengan mengacu kepada sebuah nilai, seseorang dapat menentukan

bagaimana ia harus berbuat dan bertingkah laku yang baik sehingga tidak

menyimpang dari norma-norma yang berlaku.

Menurut Drs. O.P. Simorangkir Etika atau etik sebagai pandangan

manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.

Menurut Kattsoff Etika sebenarnya lebih banyak bersangkutan dengan

prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan tingkah laku manusia.

Etika (ethos) berasal dari bahasa Yunani yang artinya adat kebiasaan.

Begitu pula dengan moral yang berasal dari akar kata Latin (mos, miros) yang

artinya juga adat kebiasaan.


Norma merupakan kaidah atau aturan-aturan yang berisi petunjuk tentang

tingkah laku yang harus atau tidak boleh dilakukan oleh manusia dan bersifat

mengikat. Sedangkan pengertian hukum adalah himpunan peraturan-peraturan

(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang megurusi tata tertib suatu

masyarakat dan harus ditaati oleh masyarakat tersebut. Norma dalam kehidupan:

a. Norma Agama

1) Berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.

2) Tercantum dalam kitab suci setiap agama

3) Pelanggaran terhadap norma agama merupakan perbuatan dosa yang

akan mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan atau ajaran agama

yang bersaangkutan.

4) Agar para pemeluk agama tidak melakukan pelanggaran terhadap

ajaran agama, mereka harus selalu beriman dan bertaqwa.

5) Tujuan: terciptanya masyarakat yang agamis, tertib tenteram, rukun,

damai dan sejahtera, sehingga persatuan dan kesatuan dalam

masyarakat dapat terwujud.

b. Norma Masyarakat/ Sosial

1) Bersumber dari masyarakat sendiri

2) Pelanggaran atas norma sosial akan berakibat pengucilan dari

pergaulan masyarakat.

3) Manusia dalam hidup bermasyarakat harus mengetahui, memahami,

dan menyadari adanya norma-norma yang berlaku dalam masyarakat


lingkungannya, kemudian melaksanakan norma-norma tersebut

dengan sebaik-baiknya.

4) Dengan terpatuhinya norma sosial, akan tercipta masyarakat yang

saling menghormati dan saling menghargai.

c. Norma Kesusilaan

1) Berasal dari diri setiap manusia

2) Pelanggaran atas norma ini akan menimbulkan rasa penyesalan

3) Dalam kehidupan sehari-hari sebaiknya setiap individu berusaha agar

setiap sikap, ucapan, dan perilakunya selalu dijiwai oleh nilai-nilai

atau norma-norma agama, kesopanan, dan hukum.

d. Norma Hukum

1) Berasal dari negara.

2) Pelanggaran atas norma ini akan dikenai hukuman sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

3) Pelanggaran norma hukum dalam masyarakat akan memicu berbagai

kerusuhan dan perbuatan amoral yang tidak bertanggung jawab,

sehingga berpengaruh atau berakibat buruk bagi masyarakat.

Koentjaraningrat “keadilan, ketaatan atau kepatuhan teridenifikasi ke

dalam 3 kategori:

1) Ketaatan yang paling konkrit sifatnya adlah ketaatan kepada orang

tua, guru, atasan, dan pimpinan.

2) Ketaatan yang lebih abstrak, yatu ketaatan kepada tradisi adat,

norma-norma, hukum, dan peraturan-peraturan.


3) Ketaatan yang paling abstrak, yaitu ketaatan kepada prinsip dan

keyakinan.

2. Proses Terbentuknya Nilai, Etika, Moral, Norma, dan Hukum dalam

Masyarakat dan Negara

Proses terbentuknya nilai, etika, moral, norma, dan hukum merupakan

proses yang berjalan melalui suatu kebiasaan (habitus) untuk berbuat baik, suatu

disposisi batin untuk berbuat baik yang tertanam karena dilatihkan, suatu

kesiapsediaan untuk bertindak secara baik, dan kualitas jiwa yang baik dalam

membantu kita untuk hidup secara benar.

3. Dialektika Hukum dan Moral dalam Masyarakat dan Negara

Hukum dapat dikatakan adil atau tidak tergantung dari wilayah penilaian

moral. Hukum disebut adil apabila secara moral memang adil. Norma moral dan

norma hukum sebenarnya tidak terpisahkan karena ukuran keadilan suatu hukum

bukan hanya ditentukan oleh norma moral, dan bukan pula oleh norma hukum

sendiri. Hukum tidak bisa menilai dirinya sendiri apakah hukum itu adil atau

tidak, namun hukum sendiri harus menilai bahwa semestinya sifat dari hukum itu

adalah adil.
4. Perwujudan Nilai, Etika, Moral, dan Norma dalam Kehidupan

Masyarakat dan Negara

Perwujudan nilai, etika, moral, dan norma dalam keyakinan iman bisa

saja diterapkan sebagai hukum jika norma moral yang terkandung didalamnya

bersifat universal. Artinya, dalam keyakinan iman yang lain pun tercermin norma

moral yang kurang lebih sama. Misalnya, norma moral yang terkandung dalam

agama untuk menghormati agama lain dengan cara memberi toleransi itu sifatnya

universal. Oleh karena itu, norma tersebut bisa saja diterapkan ke dalam hukum.

Akan tetapi, jika nilai-nilai dalam keyakinan iman sifatnya lokal, norma terrsebut

tidak bisa diterapkan menjadi sebuah hukum yang berlaku untuk seluruh

masyarakat majemuk. Ooleh karena itu, etika, moral, norma, dan nilai sering

menjadi tuntunan dalam kehidupan masyarakat supaya kita dapat bertingkah laku

dengan baik.

5. Nilai di antara Kualitas Primer dan Kualitas Sekunder

Kualitas primer, yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat

menjadi ada, sama seperti kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup

manusia, sedangkan kualitas sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap

oleh pancaindera seperti warna, rasa, bau, dan sebagainya, jadi kualitas sekunder

seperti halnya kualitas sampingan yang memberikan nilai lebih terhadap sesuatu

yang dijadikan objek penilaian kualitasnya.


6. Tuntutan dan Sanksi Moral, Norma, Hukum dalam Masyarakat

Bernegara

Etika keutamaan biasanya dikontraskan dengan etika kewajiban atau

etika peraturan. Dalam etika kewajiban, tekanan diberikan kepada prinsip-prinsip

yang mendasari tindakan manusia. Jadi, kriteria untuk menilai baik buruknya

manusia adalah aturan dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam masyarakatnya.

Jika demikian, pertanyaan bagi penganut etika keutamaan adalah what shoul i be

dan bukan what should i do. Itulah ethnic of being bukan ethnic of dong.

7. Keadilan, Ketertiban, dan Kesejahteraan Masyarakat sebagai Wujud

Masyarakat Bermoral dan Menaati Hukum

Aristoteles memberikan contoh keutamaan moral, yaitu:

a. Keberanian, yaitu orang dihindarkan dari sifat nekat dan

pengecut.

b. Ugahari (prinsip secukupnya, kesederhanaan, empan papan),

yaitu orang dihindarkan dari kelaparan dan kekenyangan.

c. Keadilan

A. Keadilan Ketertiban, dan Kesejahteraan

1. Makna Keadilan

Keadilan berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan

berarti menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak berat sebelah, atau dengan

kata lain keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya.


Berikut ini beberapa pengertian mengenai keadilan :

a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keadilan berarti (sifat,

perbuatan, perlakuan) yang adil. Keadilan berarti perilaku atau perbuatan

yang dalam pelaksanaannya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang

semestinya harus diterima oleh pihak lain.

b. Menurut W.J.S. Poerwodarminto, keadilan berarti tidak berat sebelah,

sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Jadi, dalam pengertian adil termasuk

di dalamnya tidak terdapatnya kesewenang-wenangan. Orang yang

bertindak sewenang-wenang berarti bertindak tidak adil.

c. Menurut Frans Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik menyatakan

bahwa keadilan sebagai suatu keadaan di mana semua orang dalam situasi

yang sama diperlakukan secara sama.

Mengenai macam keadilan, Aristoteles membedakan dua macam

keadilan, yaitu keadilan komutatif dan keadilan distributif. Sedangkan Plato, guru

Aristoteles, menyebut ada tiga macam, yaitu:

a. Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang

sama banyaknya, tanpa mengingat berapa besar jasa-jasa yang telah

diberikan (dari kata commute = mengganti, menukarkan, memindahkan).

b. Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan hak atau jatah

kepada setiap orang menurut jasa-jasa yang telah diberikan (pembagian

menurut haknya masing-masing pihak). Di sini keadilan tidak menuntut

pembagian yang sama bagi setiap orang, tetapi pembagian yang sama

berdasarkan perbandingan.
c. Keadilan legal atau keadilan moral adalah keadilan yang mengikuti

penyesuaian atau pemberian tempat seseorang dalam masyarakat sesuai

dengan kemampuannya, dan yang dianggap sesuai dengan kemampuan

yang bersangkutan.

Keadilan merupakan hal penting dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Charles E. Merriam Boediardjo (1982) meletakkan keadilan ini sebagai

salah satu prinsip dalam tujuan suatu negara, yaitu keamanan ekstern, ketertiban

intern, keadilan, kesejahteraan umum, dan kebebasan.

Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 maka negara yang hendak

didirikan adalah negara Indonesia yang adil dan bertujuan menciptakan keadilan

sosial. Pesan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu hendaknya

menjadi pedoman dan semangat bagi para penyelenggara negara bahwa tugas

utama pemerintah adalah menciptakan keadilan.

Berdasarkan pada Pancasila sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan

Beradab maka adil yang dimaksud adalah perlakuan secara adil kepada warna

negara tanpa pandang bulu. Manusia pada hakikatnya sama harkat dan

martabatnya, termasuk pula manusia sebagai warga negara. Karena itu, hendaknya

penyelenggara negara menjamin perlakuan yang adil terhadap warganya. Hal ini

tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung

makna adil dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Hasil


pembangunan dan kekayaan bangsa hendaknya dapat dinikmati secara adil oleh

seluruh lapisan masyarakat. “Kue” pembangunan dan kekayaan alam tidak boleh

dinikmati segelintir orang sebab hal tersebut akan menimbulkan perasaan iri,

kesenjangan, dan kemiskinan. Tugas penyelenggara negara adalah mengusahakan

keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Sesuai dengan sila kelima tersebut maka keadilan yang harus terwujud

dalam kehidupan bangsa ialah:

a. Keadilan distributif, yaitu hubungan yang adil antara negara dengan

warganya. Dalam arti, negara wajib memberi keadilan dalam bentuk

keadilan membagi, keadilan dalam bentuk kesejahteraan, subsidi, bantuan,

serta kesempatan hidup bersama berdasarkan hak dan kewajiban.

b. Keadilan legal (bertaat), yaitu hubungan yang adil antara negara dengan

warganya. Dalam arti, warga negara wajib menaati peraturan perundangan

yang berlaku.

c. Keadilan komutatif, yaitu hubungan yang adil dan sama antarwarganegara

secara timbal balik.

2 Fungsi dan Tujuan Hukum dalam Masyarakat

Ada empat fungsi hukum dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut.

a. Sebagai alat pengatur tertib hubungan masyarakat

Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Hukum

menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk. Hukum juga memberi

petunjuk apa yang harus diperbuat dan mana yang tidak boleh, sehingga segala

sesuatunya dapat berjalan tertib dan teratur. Kesemuanya itu dapat dimungkinkan
karena hukum mempunyai sifat mengatur tingkah laku manusia serta mempunyai

ciri memerintah dan melarang. Begitu pula hukum mempunyai sifat memaksa

agar hukum ditaati oleh anggota masyarakat.

b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial

1) Hukum mempunyai ciri memerintah dan melarang.

2) Hukum mempunyai sifat memaksa.

3) Hukum mempunyai daya yang mengikat secara psikis dan fisik.

Karena hukum mempunyai sifat, ciri, dan daya mengikat tersebut, maka

hukum dapat memberi keadilan, yaitu menentukan siapa yang salah dan siapa

yang benar. Hukum dapat menghukum siapa yang salah, hukum dapat memaksa

agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman.

c. Sebagai penggerak pembangunan

Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau

didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Hukum dijadikan alat

untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju dan lebih sejahtera.

d. Fungsi kritis hukum

Dewasa ini, sering berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai

fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan

pengawasan pada aparatur pengawasan (petugas) saja, tetapi aparatur penegak

hukum termasuk di dalamnya.


B. Problematika Nilai, Moral, dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara

1 Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral

Keluarga berperan sangat penting bagi pembinaan nilai moral anak. Hal

ini karena dalam keluargalah, perdidikan pertama dan utama anak sebelum

memasuki dunia pendidikan an masyarakat. Kehidupan keluarga yang baik akan

mempengaruhi perkembangan jiwa dan nilai moral anak ke arah yang baik.

Sebaliknya, kehidupan keluarga yang tidak baik akan mempengaruhi

perkembangan jiwa dan nilai moral anak ke arah yang tidak baik.

2 Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral

Pengaruh pergaulan dengan teman sebaya sangat mempengaruhi sikap

dan perilaku generasi muda kita dalam hal moralnya. Berteman dengan teman

yang tidak baik sikap dan perilakunya juga kata-katanya akan mengakibatkan

anak cepat meniru hal-hal negatif, seperti merokok, minum-minuman keras,

mengonsumsi narkoba, balapan di jalan raya, memeras orang lain, suka

mengumpat, dan mencela orang lain dengan kata-kata kotor atau tidak senonoh,

dan lain-lain. Oleh karena itu, pemilihan teman dalam bergaul, khususnya teman

yang baik akan membantu kmembina nilai moral anak.

3 Pegaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral

Individu

Figur otoritas seperti presiden, wakil presiden, para menteri, ketua

lembaga tinggi negara, pejabat pemerintah, ketua dan anggota DPR dan MPR,

gubernur dan wakilnya, bupati dan wakilnya, walikota dan wakilnya, para artis,

dan lain-lain harus memberi contoh yang baik dalam kehidupannya sehari-hari.
Karena hal itu sangat berpengaruh bagi pembinaan mental dan moral generasi

muda. Setiap hari generasi muda kita menonton televisi, jika berita dan acara di

televisi menayangkan hal-hal yang baik, tentu akan berimbas padaa pennbinaan

mental dan moral yang baik. Sebaliknya, jika yang mereka saksikan adalah

tayangan yang kurang baik, tentu akan berimbas kepada pembinaan mental dan

moral yang kurang baik.

4 Pengaruh Media Telekomunikasi Terhadap Perkembangan Nilai

Moral

Pengaruh media telekomunikasi akhir-akhir ini memang cukup

memprihatinkan di kalangan generasi muda. Sarana komunikasi seperti telepon

genggam berkamera disalahgunakan untuk merekam adegan-adegan porno dan

disebarluaskan lewat dunia maya. Handycam juga digunakan untuk kegiatan

seperti itu, tidak terkecuali media internet disalahgunakan untuk mendownload

foto-foto dan video porn baik untuk tontnan pribadi maupun untuk dibagi-bagi

dengan orang lan. Penyalahgunaan sarana telekomunikasi yang seharusnya

digunakan sesuai fungsinya ini cukup mempengaruhi sikap dan perilaku generasi

muda kita. Perilaku pergaulan bebas dan seks bebas akhirnya merambah dengan

begitu cepat di kalangan generasi muda.

5 Pengaruh Media Elektronik dan Internet terhadap Pembinaan Nilai

Moral

Temuan ilmiah terbaru menunjukkan bahwa terlalu sering menonton film

porno bisa merusak lima bagian otak. Hal ini lebih parah daripada mengonsumsi

narkoba yang hanya merusak tiga bagian otak. Temuan di atas diperkuat oleh
pernyataan Elly Risma, psikolog dan direktur Yayasan Kitan dan Buah Hati,

Jakarta bahwa pornografi adalah perusak otak dan lebih dari methapetamin.

Menurutnya, bagian otak prefrontal conteks akan hancur karena terlalu sering

menonton film porno. Namun kedua-duanya, menonton film porno dan

mengonsumsi narkoba adalah perbuatan yang tidak baik dan dilarang oleh agama.

Oleh karena itu, keduanya harus dijauhi karena dapat merusak mental dan moral

generasi muda.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.zonareferensi.com/pengertian-nilai-etika-moral/

Anda mungkin juga menyukai