com/pondok-modern-gontor/
Namun, Bagi para pendidik, kiprahnya sudah tidak diragukan lagi. Hal itu tidak lepas dari nilai dan sistemnya
yang tergambar dalam 9 hal berikut:
1. Wakaf Potensial
Pendirinya mewakafkan seluruh harta warisan orang tua untuk pondok. Dengan itu, bukannya pondok kian surut dan
pendiri menjadi melarat.
Pondok justru kian berkembang pesat, meluas, serta mandiri dalam segala hal.
Sementara itu, para kyai pendiri, meskipun tidak digaji oleh pondok, dapat hidup dan menghidupi keluarganya dengan
cara hidup sederhana.
Para ilmuwan yang pernah meneliti wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor mengatakan bahwa Gontor memiliki
sistem pengembangan wakaf produktif, yang dengan sistem tersebut wakaf berkembang, bukan malah berkurang;
2. Visioner
Pendiri mencanangkan Panca Jangka (Pendidikan dan Pengajaran, Kaderisasi, Khizanatullah, Pergedungan, dan
Kesejahteraan Keluarga) sebagai pedoman yang mempermudah kyai atau Pimpinan Pondok dan generasi penerus
mengemban amanah, mengendalikan haluan.
Siapapun yang akan memimpin harus berpedoman pada Panca Jangka tersebut;
3. Orientasi Pendidikan
Secara konsisten, pondok mengadakan Pekan Perkenalan Khutbatu-l-‘Arsy (P3KA) setiap awal tahun pelajaran.
Ketika itu, kyainya mengajarkan dan berbicara dengan lantang, konsekuen, dan konsisten tentang jiwa-jiwa pesantren
(Keikhlasan, Kesederhanaan, ukhuwwah Islamiyah, kemandirian, dan Kebebasan) sebagai filsafat hidup, pandangan
hidup, dan jalan hidup kepada para santrinya.
Bukan hanya itu. Beliau juga siap menjadi contoh nyata yang dapat dilihat dan ditiru oleh para santrinya.
Sangat disadari oleh Pimpinan pondok bahwa pesantren dalam pandangan Gontor adalah lembaga pendidikan yang
meletakkan kyai sebagai sentral figur dan masjid sebagai titik pusat yang menjiwai. Pekan Perkenalan ditujukan untuk
“tajdidu an-niyat”;
Mengenai P3KA, silakan baca artikel “OSPEK Pondok Modern Darussalam Gontor“.
4. Mandiri
Pondok tidak memasang advertensi atau iklan dalam penerimaan siswa baru, tetapi yang mendaftar tetap banyak.
Umumnya sekolah, untuk menjaring siswa baru, akan memasang iklan dengan informasi tentang sekolah sebegitu
rupa agar calon siswa mau mendaftar;
5. Tegas Berdisiplin
Pondok menerapkan disiplin ketat, tanpa mengkaitkan dengan atau mempertimbangkan ketidakkerasanan santri.
Artinya, dengan disiplin ketat, pondok atau kyai tidak khawatir santrinya akan berkurang, kabur, atau tidak kerasan
karena takut disiplin.
Logikanya, jika santri berkurang, pemasukan pondok juga akan berkurang, dst. Bagi Gontor, disiplin adalah mutlak.
Dengan disiplin, pembentukan atau pendidikan karakter akan berjalan dengan baik. Dengan tegas pula, Gontor justru
mengatakan, “Kalau siap menerima disiplin, ya, silakan masuk Gontor, kalau tidak siap, silakan pulang saja!”;
Tidak akan ada kemajuan tanpa kedisiplinan dan tidak ada kedisipilinan tanpa keteladanan. -K.H Hasan A
Sahal
6. Kemapanan Sistem
Tetap konsisten dengan sistem Kulliyyatu-l-Mu‘allimin al-Islamiyyah (KMI) 6 tahun sejak berdirinya, bukan dengan
sistem SMP-SMA atau Tsanawiyah-Aliyah.
Dengan sistem tersebut, penilaian atau evaluasi terhadap siswa dapat dilakukan secara mandiri oleh pondok, bebas
intervensi pemerintah atau lembaga lain.
7. Berdikari
Ajaran jiwa kemandiriannya membuat Gontor membalikkan (baca: meluruskan) paradigma, bahwa sebuah lembaga
itu “disumbang karena maju, bukan maju karena disumbang”.
Kemandiriannya dalam hal pendanaan dan sistem pendidikan membuat Gontor bebas dan konsisten tidak tergantung
kepada lembaga manapun.
Kemandirian ini sangat penting bagi pondok pesantren. Kiyai Abdullah Syukri Zarkasyi pernah berkata:
“Kalian ini mau nuruti kata hati atau nuruti kata orang?
Kalau nuruti kata hati, jangan pedulikan kata orang. Sebab orang itu kita bergerak kemanapun pasti dikomentari. Saya
dulu buka UKK (koperasi Guru) dan KUK (Toko besi pesantren) dan Toko Buku saja habis-habisan dikomentari,
dibilang Kyai Bisnis, Kyai Mata duitan, Kyai Matre, tapi saya jalan terus.
Sekarang semua baru terbuka, pada ramai-ramai ikut-ikutan buka usaha. Saya tahu bahwa Pesantren ini butuh biaya,
utamanya untuk kesejahteraan Guru. Tapi bagaimana biar ini tidak membebani santri, kesejahteraan Guru tidak boleh
diambilkan dari dana santri.
Kenapa?
Biar para santri tidak berkata “Kamu kan sudah saya bayar….!!”
Ini yang ingin saya hindari, maka saya buat Unit-Unit Usaha yang saat ini mencapai 23 buah. Itu semua untuk
kesejahteraan guru…
Bagus atau jelek, jalani saja. Kalau jelek ya dievaluasi ditengah jalan. Sebab dengerin kata orang itu ndak ada
habisnya. Bahkan kita tidak bergerak sekalipun, itu tetap akan dikomentari, ‘ini orang masih hidup atau sudah mati,
kok cuma diam saja gerakannya’.
Maka itu, ikuti kata hatimu. Kata Rasulullah “Istafti Qalbak”, Gontor sudah kenyang dicaci maki, Gontor juga sudah
kenyang dipuji-puji…..!”
8. Anomali Ujian
Paradigma lain yang dipegang oleh Gontor hingga saat ini adalah “Ujian untuk belajar, bukan belajar untuk ujian.”
Juga, “Ilmu itu akan didapat sebelum ujian, ketika ujian, dan setelah ujian.” Sehingga “tidak naik kelas” adalah hal
biasa, namun tetap menjadi hal yang tidak diharapkan.
Yang terpenting di Gontor bukanlah naik kelas, tetapi seberapa banyak ilmu yang sudah didapat/dimiliki santri. Tidak
naik bukan masalah, yang penting ilmunya bertambah. Itu yang harus disyukuri. Pada beberapa siswa, untuk naik
kelas, memang dibutuhkan perjuangan ekstra;
Hal ini membuat guru bisa tampil berwibawa di hadapan para santrinya di depan kelas; mengajar dengan tidak
membedakan siapa yang sudah membayar SPP dan siapa yang belum atau malah tidak membayar SPP sama sekali.
Siswa dan walinya juga tidak bisa mengatakan, “Kamu sudah saya gaji”.
Sementara ini saja sedikit dari banyak hal yang tidak mudah dipahami dari Pesantren Gontor. Semoga pondok ini
istiqomah dan lebih baik lagi.
5 COMMENTS
Reply
Reply
Reply
Reply
setuju deh sama kamu dan juga sepakat serta mufakat. sangat bermanfaat tulisan ini.
Reply