Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya, serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada abad ke-
17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri
manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Pada waktu itu, hak masih terbatas
pada bidang sipil (pribadi) dan politik.
Sejarah telah mencatat bahwa sejak dahulu banyak ditemukan perlakuan dari para penguasa
negara yang bertindak sewenang-wenang. Bahkan di luar batas kemanusiaan. Contohnya
penyiksaan, perbudakan, pembunuhan massal, serta diskriminasi (perbedaan) perlakuan atas
warna kulit dan asal usul ras atau etnis.
a. Piagam Madinah
Piagam Madinah dibuat di Madinah pada awal abad VII M. Piagam ini berisi
perjanjian saling melindungi dan menghormati hak-hak asasi masyarakat muslim
dan nonmuslim yang tinggal di Madinah (Saudi Arabia).
b. Magna Charta (Perjanjian Agung)
Magna charta yang berarti Perjanjian Agung dibuat di negara Inggris pada 15 Juni
1215. Hal ini merupakan tanda pemberontakan para baron terhadap raja John. Magna
Charta berisi perjanjian yang menyatakan bahwa raja tidak boleh melakukan pelanggaran
terhadap hak milik dan kebebasan pribadi setiap rakyat.
Peraturan ini lahir pada 1628 di Inggris yang berisi penegasan tentang pembatasan
kekuasaan raja. Peraturan ini juga menyebabkan dihilangkannya hak raja untuk
melaksanakan kekuasaan kepada siapa pun, seperti memenjarakan, melakukan
penyiksaan, atau menyuruh tentara berperang tanpa adanya ketentuan hukum.
Deklarasi kemerdekaan bangsa Amerika Serikat ini dicetuskan pada 4 Juli 1776.
Deklarasi ini berisi persamaan dan kebebasan hak untuk hidup, mengejar kebahagiaan,
serta keharusan mengganti pemerintahan yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan
dasar tersebut. Piagam ini merupakan Hak Asasi Manusia yang mengandung pernyataan
bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sederajat oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Semua manusia dianugrahi hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak kebebasan
untuk mengejar kebahagiaan.
Deklarasi ini dicetuskan di Prancis pada 4 Agustus 1789 setelah Revolusi Prancis
14 Juli 1789. Deklarasi ini berisi lima hak asasi, yaitu pemilikan harta, hak kebebasan,
hak per samaan, hak keamanan, dan hak perlawanan terhadap penindasan.
PERIODE 1905-1945
Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia, Boedi Oetomo mewakili organisasi pergerakan
nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui
petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah colonial maupun lewat tulisan di surat kabar. Inti
dari perjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
pergerkana Sarekat Islam seperti Tjokro Aminoto, H. Samanhudi, Agus Salim. Mereka
menyerukan pentingnya usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari
penindasan dan diskriminasi rasial yang dilakukan pemerintah kolonial.
PERIODE
1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak
untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, serta
hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
1950-1959
Periode 1950-1959 dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sejarah pemikiran HAM pada
masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.
Berbagai partai politik yang berbeda haluan dan ideologi sepakat tentang substansi HAM
universal dan pentingnya HAM masuk dalam UUD 1945. Bahkan diusulkan supaya keberadaan
HAM mendahuluai bab-bab UUD.
1966-1998
Pada mulanya,lahirnya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di Indonesia.
Sikap anti-HAM Orde Baru sesungguhnya tidak menolak prinsip dan praktik Demokrasi
Parlemente, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan prinsip HAM
yang lahir di Barat dengan budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru
memandang HAM dan demokrasi sebagai produk Barat yang individualistik dan bertentangan
dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Periode Pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia.
Kesungguhan pemerintahan B.J.Habibie dalam perbaikan pelaksanaan HAM ditunjukkan dengan
pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah rencana aksi nasional HAM, pada
Agustus 1998
Berkaitan dengan nilai-nilai HAM, ada tiga teori yang dapat dijadikan kerangka analisis ,
yaitu
1. Teori realitas (realistic theory) ; fakta adanya egoisme manusia
2. Teori relativitas Kultural: bahwa nilai moral dan budaya bersifat partikular
3. Teori radikal universalisme (radical universalisme) : bahwa HAM itu universal dan
tidak bisa dimodifikasi untuk menyesuaikan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu
Negara.