Anda di halaman 1dari 2

Dian Pelangi

Pemilik nama Dian Wahyu Utami kelahiran Palembang, 14 Januari 1991 silam ini
merupakan seorang desainer mode hijab Indonesia yang juga seorang pengusaha di
bidang fesyen. Di tangannya, citra perempuan hijab yang nampak kuno, tua, kampungan,
dan tidak kekinian seolah musnah. Dian dilahirkan dari pasangan Ir. Djamaloedin,
seorang pengusaha garmen, dan Hernani Mansyur, pengusaha butik muslim, dengan
tradisi islam yang kental. Pendidikannya berawal dari TK Ikal Dolog dan berlanjut di MI
2 Palembang yang membuatnya akrab dengan hijab sejak usia dini. Ketika remaja, ia
bersekolah di SMP Insan Kamil dan Pondok Pesantren Al-Ihya Bogor. Kemudian ia
meneruskan pendidikan di SMK Negeri 1 Pekalongan jurusan tata busana atas paksaan
orang tuanya. Di masa SMA, ia sempat melepas hiijab yang biasa melekat pada
penampilannya sehari-hari karena melihat banyak temannya yang tidak mengenakan
hijab. Namun karena orang tuanya bersedih melihatnya sempat melepas hijab, akhirnya
ia kembali mengenakan hijab. Pilihannya untuk bersekolah di SMK jurusan tata busana
sendiri bukan keinginan Dian sepenuhnya. Ia dipaksa oleh orang tuanya untuk
bersekolah di jurusan tata busana supaya dapat meneruskan usaha orang tuanya di
bidang fashion, meski tidak pernah terpikir di benaknya untuk menjadi desainer di
kemudian hari

Selepas lulus SMK, ia mendalami desain mode dengan bersekolah di ESMOD


(École Supérieure des Art et Techniques de la Mode) dan lulus dengan nilai yang
memuaskan. Setelah lulus dari ESMOD, ia dipercaya oleh kedua orang tuanya untuk
memegang kendali butik Dian Pelangi yang sudah dibangun sejak ia masih belia. Butik
Dian Pelangi yang dikelola orang tuanya awalnya membuat busana muslim dengan kain
tradisional dari batik Pekalongan dan tenun Palembang karena kejenuhan desain kain
tradisional seperti batik Pekalongan dan kain tenun yang sebatas pada model konservatif
saja. Seiring dengan perkembangan dan bergulirnya tren mode, Butik Dian Pelangi
mengeksplor kain tradisional dari daerah lain di Indonesia. Walau demikian, ciri khas
perpaduan warna yang beragam seperti warna pelangi dalam setiap produknya tetap
terjaga. Ketika Dian mengambil alih kepengurusan bisnis keluarganya, ia mengamati
model pakaian yang diproduksi masih terbatas pada gamis, kaftan, dan busana muslim
yang tergolong bermodel tua dan kurang kekinian.

Perlahan ia mencoba untuk mendobrak model lama tersebut dengan


memperkenalkan rancangan pakaian yang lebih modern dan berbeda. Perubahan besar
pada butik keluarga ini adalah model dan gaya produknya, namun tidak meninggalkan
corak warna-warni seperti pelangi yang telah menjadi ciri khas selama hampir dua
dekade. Sepanjang tahun 2009, Dian Pelangi disibukkan dengan kegiatan
memperkenalkan rancangan busana muslim dengan gaya dan tren terbaru. Ia tidak lagi
menggunakan desain konservatif seperti yang dulu dilakukan oleh kedua orang tuanya.

Pada pertengahan 2009, ia mendapat undangan khusus dari Kementrian Pariwisata untuk
memamerkan karyanya di pagelaran busana yang digelar pemerintah Indonesia di Melbourne,
Australia. Usai proyek di Australia selesai, ia kembali mendapat kesempatan untuk mengikuti
peragaan busana Jakarta Fashion Week 2009. Kiprahnya sebagai desainer muslimah muda
semakin mentereng. Di tahun 2010, rancangan desainer yang masuk dalam daftar 30 Under 30
Forbes Asia 2018 ini kembali dilirik Kementrian Pariwisata untuk dipamerkan di acara Indonesia
is Remarkable di London. Ia juga diwawancarai oleh CNN, salah satu media berita terbesar di
dunia asal Amerika, dan wawancara tersebut membantunya untuk semakin dikenal di industri
mode. Tak berhenti sampai disitu. Ia juga diundang ke Paris untuk mengikuti The International
Fair of Muslim World pada tahun 2011. Selain itu rancangannya juga pernah menyambangi
beberapa kota lain mancanegara seperti Abu Dhabi, Kuala Lumpur, Singapura, Brussels, dan
New York.

Anda mungkin juga menyukai