Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS BANGSAL

PEREMPUAN 34 TAHUN
DENGAN PROLAPS ORGAN PANGGUL
Diajukan guna memenuhi syarat tugas Program Internsip Dokter Indonesia
di RSU Aisyiyah Kudus, Jawa Tengah periode tahun 2019

Disusun oleh:
dr. Dian Fofana Diarra
SIP: 33.19.59312/59353/DU/449.1/2146/V/2019

Pembimbing Kasus:
dr. Rahmad Nur Ibrahim, Sp.OG

Pembimbing Internsip:
dr. Inayati Raisania
dr. Guntur Aryo Puntodewo

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


STASE BANGSAL
PERIODE 10 SEPTEMBER 2019 – 8 JANUARI 2020
RSU AISYIYAH KUDUS
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Dokter : dr. Dian Fofana Diarra

SIP : 33.19.59312/59353/DU/449.1/2146/V/2019

Judul Kasus : Perempuan 34 Tahun dengan Prolaps Organ Panggul

Pembimbing Kasus : dr. Rahmad Nur Ibrahim Sp.OG

Pembimbing Internsip : dr. Inayati Raisania


dr. Guntur Aryo Puntodewo

Kudus, Desember 2019


Pembimbing Kasus Pembimbing
Bangsal

dr. Rahmad Nur Ibrahim Sp.OG dr. Inayati Raisania

2
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Dian Fofana Diarra


Nama Wahana : RS Aisyiyah Kudus
Topik : Prolaps organ panggul
Tanggal Kasus : 8 Oktober 2019
Nama Pasien : Ny. D No.RM : 294xxx
Nama Pendamping :
Tanggal Presentasi : dr. Inayati Raisania
Tempat Presentasi : RS Aisyiyah Kudus
Obyektif Presentasi
√Keilmuan Ketrampilan Penyegaran √Tinjauan Pustaka
√Diagnostik √Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja √Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Seorang wanita 35 tahun dengan Prolapse serviks
Tujuan : Diagnosis, Manajemen
Bahasan √ Tinjauan Pustaka Riset √Kasus Audit
Cara Pembahasan Diskusi √Presentasi & Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama : Ny. D No. Reg 294xxx
Nama Bangsal : Aminah

3
DAFTAR ISI

BORANG PORTOFOLIO ...................................................................................... 3


BAB I Laporan Kasus ............................................................................................. 5
BAB II Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 15
A. Pendahuluan ........................................................................................... 15
B. Definisi ................................................................................................... 15
C. Epidemiologi .......................................................................................... 16
D. Terminologi ............................................................................................ 16
E. Etiologi ................................................................................................... 17
F. Presentasi klinis ...................................................................................... 19
G. Evaluasi lebih lanjut ............................................................................... 21
H. Penatalaksanaan ...................................................................................... 21
I. Observasi ................................................................................................ 22
J. Pelatihan pada otot-otot panggul bagian bawah ..................................... 22
K. Pesarium ................................................................................................. 22
L. Rujukan .................................................................................................. 25
M. Operasi .................................................................................................... 26
BAB III Pembahasan............................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

4
BAB I
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. D
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
Alamat : Getas Pejaten 7/1 Jati Kudus
Bangsal : Aminah
No. CM : 294xxx
Tanggal Masuk RS : 8 Oktober 2019

2. DATA DASAR
2.1. Anamnesis (Autoanamnesis)
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 9
Oktober 2019 jam 10.30 WIB di ruang Aminah
Keluhan Utama : Benjolan pada jalan lahir
Keluhan Tambahan : Kenceng – kenceng di perut

2.1.1. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan adanya benjolan yang keluar dari
kemaluannya sejak kehamilannya ini, benjolan awalnya kecil
kemudian semakin menonjol seiring bertambahnya usia kehamilan.
Benjolan tersebut tidak nyeri, BAB dan BAK masih dalam batas
normal pasien tidak merasakan keluhan apapun terhadap benjolan
tersebut. Pasien hanya merasa 1 minggu SMRS kenceng-kenceng
di perut, dan 1 hari SMRS kenceng-kenceng semakin sering
disertai mulas-mulas dan demam semlenget-semlenget, pada
benjolan yang menonjol juga tampak kering, dan semakin besar.
Menurut pasien bila ia batuk atau mengejan, mengangkat beban

5
berat benjolan semakin menonjol keluar. Sampai saat datang ke
rumah sakit benjolan sudah sebesar kepalan orang dewasa.
Pasien menyangkal riwayat batuk lama, riwayat sembelit (-),
riwayat penyakit yang sama pada kehamilan sebelumnya juga
disangkal. Riwayat kuretage (+), Riwayat keluarga (-), Riwayat
operasi pada rahim (-). Saat ini pasien sedang hamil anak ke 2 usia
kehamilan 27 minggu, ANC rutin ke bidan dan ke dr. Rahmat
Sp.OG 2 kali. Sehari-hari pasien berprofesi sebagai buruh pabrik
rokok dan juga ibu rumah tangga. Riwayat angkat beban berat
dalam pekerjaan sehari-hari disangkal.

2.1.2. Riwayat Penyakit Dahulu


Alergi : disangkal
Batuk lama : disangkal
Diabetes Mellitus : disangkal
Hipertensi : disangkal
Prolaps organ panggul : disangkal
Konstipasi : disangkal
Heriniasi : disangkal
Riwayat trauma abdomen : disangkal
Riwayat trauma genitalia : disangkal
Riwayat operasi : disangkal

2.1.3. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit serupa : disangkal
Alergi : disangkal
Herniasi : disangkal
Hipertensi : disangkal
Diabetes Mellitus : disangkal

6
2.1.4. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : (+)
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Riwayat angkat berat : disangkal
Riwayat makan sayur : baik, pasien sering makan sayur

2.1.5. Riwayat Prenatal Ibu


ANC : (+) Bidan dan ke spesialis obgyn
Riwayat HT : (-)
Riwayat DM : (-)
Riwayat Trauma abdomen : (-)
Riwayat Trauma vagina : (-)

2.1.6. Riwayat Menstruasi


Awal Menstruasi : Usia 13 tahun
Siklus teratur : (-)
Lama menstruasi : 7-8 hari
Dismenore : (-)

2.1.7. Riwayat KB
Awal KB : (-)
Jenis KB : (-)
Lama Penggunaan : (-)

2.1.8. Riwayat pernikahan dan Melahirkan


Awal menikah : 2012
Menikah yang ke : pertama
Usia awal menikah : 27 tahun
Riwayat kehamilan : 3 kali hamil
Riwayat melahirkan : 1 kali pervaginam di rumah sakit
Riwayat keguguran : 1 kali abortus hamil pertama

7
Jumlah anak hidup :1

2.1.9. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang buruh pabrik rokok. Biaya pengobatan
ditanggung BPJS non PBI
Kesan : keadan sosial ekonomi cukup

2.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 9 Oktober 2019, pukul 10.30 WIB di
ruang Aminah.
2.2.1. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg (berbaring)
Denyut Nadi : 80 x/menit, regular, isi cukup
Suhu : 37°C
Laju Pernapasan : 20 x/menit
Denyut jantung bayi :169x/menit
Keadaan Gizi : Baik

2.2.2. Status Internus


 Kepala
Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.
 Mata
Pupil bulat, isokor, Ø 2 mm, refleks cahaya (+/+) normal,
kornea jernih, konjungtiva anemis (-/-), edem palpebra (-).
 Hidung
Napas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum
deviasi (-), epistaksis (-), krusta (-)

8
 Telinga
Bentuk normal, discharge (-/-).
 Mulut
Sianosis (-), Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-), perdarahan
gusi (-), lidah kotor (-).
 Thorax
Paru
o Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dada
simetris saat diam dan bernapas, retraksi sela iga (-), sela
iga melebar (-).
o Palpasi : stem fremitus kanan kanan dan kiri nomal
o Perkusi : sonor di seluruh lapang paru.
o Auskultasi : suara napas dasar vesikuler, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
o Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : batas jantung tidak dinilai
o Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-) gallop
(-)
 Abdomen
o Inspeksi : Perut datar, tidak terlihat benjolan, striae (-
), jaringan parut (-).
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Perkusi : timpani di empat kuadran abdomen
o Palpasi : supel, nyeri tekan di epigastrium (-), hepar
dan lien tidak teraba.
o Leopold : teraba janin 1 hidup intra uterin, bagian
terbawah bokong, belum masuk pintu atas panggul.

9
 Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin - /- -/-
Akral sianosis - /- - /-
CRT < 2 detik < 2 detik
Tonus Normotonus Normotonus

 Genitalia
Inspeksi : massa (+), fluor (-), fluxus (-)
Palpasi : Nyeri tekan sekitar vagina (-)
Tampak benjolan menonjol dari introitus vagina
Jumlah : 1 buah
Ukuran : Sebesar kepalan tangan orang dewasa
Bentuk : Bulat rata tepi irreguler (seperti rugae)
Nyeri : disangkal
Konsistensi : Kenyal, perabaan seperti otot
Sifat : Warna lebih gelap dari warna kulit dan
kemerahan, susah untuk dimasukkan kembali ke dalam vagina
 Kulit
Turgor kulit baik, ikterik (-).

2.3. Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium darah yang dibawa pasien (9-10-2019).
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 10,0 g/dL 13,0 – 17,0
Lekosit 14,9 ribu/μL 4 – 10
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 0,3 % 1–3

10
Neutrofil Segmen 92,7 % 50 – 65
Limfosit 36 % 20 – 45
Monosit 3 % 1–8
Eritrosit 3,4 juta/μL 4,4 – 6
Hematokrit 28 % 40 – 54
Trombosit 238 ribu/μL 150 – 450
Indeks Eritrosit
MCV 84,2 fL 70 – 96
MCH 29,7 pg 23 – 31
MCHC 35,3 g/dL 30 – 36
Kimia-Gula Darah
GDS 94 <130
Imuno-Serologi
Rapid test Non reactive Non reactive
HBsAg Negatif Negatif

Hasil pemeriksaan USG (08/10/2019)

Kesan : Tampak tak ada kelainan, tampak janin 1 hidup intra uteri

3. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis
a. Benjolan
b. Demam 1 hari
c. Kenceng-kenceng
d. Mules-mules

11
Pemeriksaan Fisik
a. Benjolan keluar dari introitus vagina

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah 9/10/19
Hematologi
a. Leukosit 14,9
Ultrasonografi 8/10/2019

4. DIAGNOSIS
Wanita G3P1A1 usia 34 tahun, UK : 27 minggu, J1HU, Bokong, U, dengan
Prolaps Organ Panggul.

5. PENATALAKSANAAN
- Infus RL 20 tetes / menit
- Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam
- Inj. Dexametasone 5 mg/ 12 jam
- Pasang pesarium

6. RESUME KELUAR
Pasien pulang dari RS Aisyiyah tanggal 10 Oktober 2019 dengan kondisi
baik.

7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam

12
8. FOLLOW UP
Tanggal Pemeriksaan Terapi

8/10/19 S : Pasien G3P1A1 hamil 27 P/ Infus RL 20 tpm


minggu keluar benjolan
Inj. Cefotaxime1 gr/ 12 jam
dari jalan lahir sebesar
kepalan tangan orang Inj. Dexametasone 5 mg/ 12 jam
dewasa disertai kencang- Observasi
kencang, dan mules-mules
sejak hamil anak ke tiga
ini
O : CM, Sedang
TTV : TD = 110/70 mmHg
HR = 80 x/menit
RR = 20 x/menit
S = 37oC (per axiler)
DJJ = 169/menit
ABD = teraba janin
intrauterine
TFU = 3 jari diatas
umbilicus

A : G3P1A1 34 th, 27 mgg,


dengan POP
9/10/19 S : Kenceng-kenceng (+) P/ Infus RL 20 tpm
O : CM, Baik
Inj. Cefotaxim 1 gr/ 12 jam
TTV : TD = 110/80 mmHg
HR = 80 x/menit Inj. Dexametasone 5 mg/ 12 jam
RR = 20 x/menit Prog. Pasang pesarium
S = 36,5oC (per axiler)
Benjolan (+)

A : G3P1A1 34 th, 27 mgg,


dengan POP

13
10/10/19 S : Kenceng-kenceng (+) P/ Infus aff
berkurang
Cefadroxil 2 x 500 mg
O : CM, Baik
TTV : TD = 120/70 mmHg Neurosanbe 1 x 1
HR = 80 x/menit
RR = 20 x/menit
S = 36,2oC (per axiler) BLPL
Benjolan (-)

A : G3P1A1 34 th, 27 mgg,


dengan POP

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Prolapse organ pelvic (POP) merupakan turunnya salah satu atau lebih
organ panggul, dinding vagina anterior, dinding vagina posterior, uterus
(cervix), atau apex vagina (vaginal kubah atau bekas luka post histerektomi),
kandung kemih, atau rektum ke lumen vagina bahkan sampai keluar introitus
vagina, yang disebabkan oleh kelemahan dasar panggul. Prevalensi nya
meningkat seiring dengan pertambahan usia. POP dapat disebabkan oleh
multifaktor terutama berhubungan dengan kehamilan dan persalinan
pervaginam, yang mengarah langsung ke otot-otot dasar pelvic dan cedera
jaringan ikat.
Histerektomi, pelvic surgery, dan kondisi yang berhubungan dengan
episode tekanan intra-abdomen yang berkelanjutan, termasuk obesitas, batuk
kronis, konstipasi, dan kebiasaan angkat berat, juga berperan dalam terjadinya
prolaps. Kebanyakan pasien dengan POP tidak menunjukkan gejala. Gejala
akan mengganggu saat benjolan menjulur melewati lubang vagina. Evaluasi
awal mencakup riwayat kesehatan terkait dan pemeriksaan pelvic sistematis
termasuk menilaian ada tidaknya inkontinensia urin, obstruksi kandung
kemih, dan inkontinensia alvi. Pilihan tatalaksana termasuk observasi,
pesarium vagina, dan pembedahan. Kebanyakan wanita dengan POP dapat
ditatalaksana menggunakan pesarium vagina. Pilihan pembedahan yang
tersedia adalah pembedahan untuk rekonstruksi pelvic dengan atau tanpa
augmentasi mesh dan pembedahan obliteratif.1

B. Definisi
Prolaps organ pelvic (POP) didefinisikan dengan adanya herniasi yang
dapat berupa dinding vagina anterior, dinding vagina posterior, uterus, atau
apeks vagina yang masuk ke dalam vagina. Penurunan dapat terjadi pada satu
atau lebih struktur.2 POP dapat menyebabkan sensasi tertekan pada panggul

15
atau bulging pada introitus vaginalis dan dapat menyebabkan inkontinensia
urin, urinari disfungsi, inkontinensia alvi, konstipasi, hingga disfungsi seksual.

C. Epidemiologi
Meskipun POP dapat mengenai wanita dari segala usia, namun lebih
sering terjadi pada wanita dengan usia tua. Prevalensi POP meningkat dengan
bertambahnya usia hingga mencapai 5% pada wanita berusia 60-69 tahun.3
Beberapa derajat prolaps terdapat pada 41% hingga 50% wanita pada
pemeriksaan fisik,4 tetapi hanya 3% pasien yang melaporkan gejalanya.3
Sedikit data menunjukkan bahwa prolaps berkembang hingga menopause,
dengan tingkat perkembangan dan regresi yang rendah sesudahnya.3,5,6 Jumlah
wanita yang mengalami POP diperkirakan akan meningkat sebesar 46%,
menjadi 4,9 juta, pada tahun 2050.6

D. Terminologi
Rekomendasi saat ini menggolongkan letak prolaps meliputi dinding
vagina anterior, dinding vagina posterior, dan apeks vagina (prolaps apikal).
Prolaps apikal kadang-kadang disebut sebagai prolaps uterus atau cervix
ketika struktur ini muncul, setelah histerektomi total, prolaps dari cuff vagina
disebut sebagai prolaps kubah vagina (Gambar 18). Prolaps anterior terjadi dua
hingga tiga kali lebih sering daripada prolaps posterior dan apikal.

16
Gambar 1. Foto posisi litotomi dan pencitraan MRI sagital menunjukkan prolaps
dinding vagina. Prolaps melingkupi (bagian atas hingga bawah): dinding anterior,
apeks vagina, atau dinding posterior. Warna ungu (Bladder), orange (vagina),
coklat (kolon dan rectum), dan hijau (peritoneum).

Reprinted with permission from Jelovsek JE, Maher C, Barber MD. Pelvic organ
prolapse. Lancet. 2007;369(9566):1028.

E. Etiologi
POP disebabkan oleh multifaktorial, tetapi kehamilan masih menjadi
faktor risiko yang paling sering dikaitkan dengan kejadian tersebut. Dukungan
pelvis normal terutama diberikan oleh otot-otot levator ani dan perlekatan
jaringan ikat vagina ke dinding samping dan panggul. Dengan dukungan
panggul yang normal, vagina terletak secara horizontal di atas otot levator ani.
Ketika rusak, otot-otot levator ani menjadi lebih vertikal dalam orientasi dan
pembukaan vagina melebar, menggeser dukungan ke lampiran jaringan ikat.
Panggul normal utamanya di sokong oleh m. Levator ani dan jaringan ikat
yang melekat pada vagina ke dinding tepi dan pelvis. Pada panggul normal,
vagina terletak secara horizontal diatas m. Levator ani. Ketika terjadi suatu
kerusakan, m. Levator ani menjadi lebih vertikal dan vagina membuka lebih

17
lebar, terjadi pergeseran jaringan ikat penyangga yang melekat. Biomekanik
model telah menunjukkan bahwa selama tahap kedua persalinan, m. Levator
ani diregangkan lebih dari 200% di luar ambang batas cedera akibat
regangan.9
Sebuah studi dengan menggunakan MRI pada daerah kewanitaan
mengungkapkan bahwa mereka yang prolaps hingga 1 cm dari hymen 7,3 kali
lebih mungkin mengalami cedera levator ani daripada wanita tanpa prolaps.10
Studi ultrasonografi prospektif pada wanita nulipara mengungkapkan bahwa
prevalensi cedera levator ani adalah 21% hingga 36% setelah persalinan
11,12
pervaginam, dan cedera ini berkorelasi dengan gejala prolaps.12 Dari
catatan, 17% wanita nulipara dengan prolaps mengalami cedera levator ani
yang terlihat pada pencitraan MRI.10 Faktor risiko tambahan untuk prolaps
tercantum dalam Tabel 1.13-17

Kategori Faktor Resiko


Etnis dan ras Hispanic, Putih 14,15
General Usia lanjut, paritas, kenaikan indeks
masa tubuh, gangguan jaringan ikat
(Ehlers-Danlos sindrom) 16
Genetik Riwayat prolaps dalam keluarga 16
Peningkatan tekanan intra-abdomen Batuk kronis, konstipasi, kebiasaan
mengangkat beban berat 16
Obstetrik Operasi pada jalan lahir, 17 persalinan
pervaginam 16
Riwayat operasi Histerektomi/operasi prolaps vagina
sebelumnya 16

Tabel 1. Faktor resiko prolaps organ panggul


Adapted with permission from Kuncharapu I, Majeroni BA, Johnson DW. Pelvic
organ prolapse. Am Fam Physician. 2010;81(9):1112, wxith additional information
from references 13 through 16

18
F. Presentasi klinis
Riwayat

Sebagian besar pasien dengan prolaps organ panggul tidak menunjukkan


gejala. Mengetahui atau merasakan benjolan yang menonjol ke atau melewati
lubang vagina merupakan tanda gejala yang paling spesifik.18 Selama
kunjungan ke dokter, pertanyaan seperti “Apakah Anda melihat atau
merasakan benjolan di vagina Anda?” Dapat menskrining prolaps organ
panggul.5 Prolaps organ panggul sangat dinamis, gejala serta temuan pada saat
pemeriksaan dapat bervariasi dari hari ke hari, atau dalam sehari tergantung
pada tingkat aktivitas, volume bladder, dan rektum. Berdiri, mengangkat,
batuk, dan aktivitas fisik, meskipun bukan faktor penyebab, dapat
meningkatkan penonjolan dan ketidaknyamanan. Pasien dengan prolaps uterus
lengkap (Procidentia) dapat mengalami keputihan terkait dengan radang atau
erosi epitel. Peningkatan indeks massa tubuh merupakan faktor risiko prolaps
organ panggul. Dalam sebuah penelitian, wanita yang mengalami obesitas
lebih cenderung mengalami progresivitas prolaps sebesar 1 cm atau lebih
dalam satu tahun (rasio odds = 2,9).6 Penurunan berat badan tidak berpengaruh
terhadap herniasi.19 Prolaps sering terjadi bersamaan dengan gangguan dasar
panggul lainnya. 40% pasien dengan prolaps mengalami stres inkontinensia
urin, 37% mengalami overactive bladder, dan 50% mengalami inkontinensia
fekal. Pasien yang melaporkan mengalami gangguan ini juga harus dievaluasi
adanya kemunginan lain yang mendasari.19 Obstruksi saluran kandung kemih
dapat terjadi karena kinking uretra atau tekanan pada uretra. Gejala prolaps
mungkin tidak berkorelasi dengan lokasi atau tingkat keparahan kompartemen
prolaps.21 Pasien dengan prolaps vagina posterior kadang-kadang
menggunakan tekanan manual pada perineum atau vagina posterior (disebut
splinting) untuk membantu menyelesaikan evakuasi tinja. Prolaps organ
panggul dapat memengaruhi aktivitas seksual, bentuk tubuh, dan kualitas
22,23
hidup. Dokter harus mengajukan pertanyaan spesifik tentang gangguan
pada dasar panggul karena pasien sering tidak memberikan informasi ini
karena perasaan malu- malu.

19
Pemeriksaan fisik
Ketika curiga adanya prolaps, pemeriksaan pelvis diperlukan untuk
mengidentifikasi lokasi dan derajat prolaps. Pertama, mengamati pembukaan
vagina dan perineum sementara pasien melakukan manuver Valsava.
Spekulum kemudian dimasukkan untuk memvisualisasikan apeks vagina
(cervix atau vagina), mencatat panjang vagina. Manuver Valsava kembali
dilakukan dan spekulum perlahan-lahan diangkat untuk mengamati penurunan
apikal. Selanjutnya, dinding vagina anterior dan posterior diperiksa sementara
dinding yang berlawanan ditarik menggunakan spekulum one-blade (Spekulum
Sims). Pengukuran dapat diambil, menggunakan sistem staging kuantifikasi
prolaps organ panggul atau sistem gradasi Baden-Walker (Tabel 225), sejauh
mana prolaps diklasifikasikan. Akhirnya, penilaian untuk infeksi, hematuria,
dan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap diperlukan. Analisis
dipstik urin dan uji volume residu postvoid, menggunakan spesimen yang
mendeteksi kandung kemih dikosongkan dengan atau pemasangan kateter
masuk-dan-keluar, sesuai untuk tujuan ini. Pemeriksaan dubur harus dilakukan
untuk menilai tonus sfingter. Jika tidak ada tonjolan yang dicatat, atau jika
tonjolan yang diamati tidak berkorelasi dengan gejala pasien, pasien juga harus
diperiksa dalam posisi berdiri, tegang.

20
Pelvic organ prolaps quantification
Baden-Walker sistem
sistem
Derajat Deskripsi Derajat Deskripsi

0 Letak predileksi prolaps 0 Prolaps (-)


normal, prolaps (-)
1 Penurunan hampir mencapai I > 1 cm diatas himen
ke himen
2 Penurunan sampai ke himen II < 1cm di distal atau
proximal garis himen
3 Penurunan lebih dari III > 1 cm dibawah himen,
setengah di bawah himen namun < 2cm dari total
panjang vagina
4 Penurunan maksimal pada IV Eversi komplit traktus
setiap predileksi. genitalis bawah

Tabel 2. Derajat prolaps organ panggul

Adapted with permission from Onwude JL. Genital prolapse in women. BMJ Clin Evid.
2012;3:817.

G. Evaluasi lebih lanjut


Perlunya evaluasi tambahan tergantung pada gejala pasien, tahap prolaps,
dan rencana perawatan yang diusulkan. Hingga setengah dari wanita yang
menjalani operasi prolaps dapat mengalami de novo stress inkontinensia urin
yang disebabkan oleh uretra yang tidak kinking.26 Tes urodinamik kompleks
dilakukan sambil mengurangi prolaps dengan penyeka atau spekulum dapat
membantu memprediksi wanita mana yang akan mendapat manfaat dari anti-
inkontinensia yang bersamaan prosedur.27 Dalam kasus prolaps berulang atau
tidak biasa (misalnya, tonjolan perineum besar), proktografi buang air besar
atau pencitraan resonansi magnetik panggul yang dinamis mungkin berguna.

H. Penatalaksanaan
Wanita dengan prolaps organ panggul dapat memilih untuk diobservasi,
pelatihan otot dasar panggul, penggunaan pesarium, atau operasi. Tujuan

21
utama dari setiap penatalaksanaan adalah untuk memeperbaiki gejala dan,
manajemen konservatif, untuk meminimalkan perkembangan prolaps. Pilihan
perawatan didorong oleh kecenderungan pasien. Namun, pasien dengan
prolaps simptomatik harus diyakinkan bahwa penggunaan pesarium adalah
pilihan non-bedah yang paling tepat.28

I. Observasi
Sebagian besar kasus prolaps organ panggul tidak memerlukan perawatan,
Namun, wanita dengan prolaps di luar lubang vagina biasanya menginginkan
beberapa intervensi. Kontraindikasi untuk penatalaksanaan pada kehamilan
adalah:
1. Hidroureteronefrosis akibat kinking ureter dengan penurunan
kandung kemih,
2. Infeksi saluran kemih berulang atau refluks ureter akibat obstruksi
saluran keluar kandung kemih,
3. Erosi dan infeksi serviks yang parah.
Modifikasi gaya hidup seperti berhenti merokok dan menghindari angkat
berat dan sembelit dapat mengurangi gejala.

J. Pelatihan pada otot-otot panggul bagian bawah


Latihan otot dasar panggul (Kegel), kontraksi sistematis m. Levator ani,
dapat meningkatkan fungsi panggul. Pelatihan otot dasar panggul telah terbukti
meringankan gejala yang terkait dengan stres, dorongan, dan inkontinensia urin
29
dan dapat mengurangi gejala pada wanita dengan prolaps ringan. Namun, itu
sifatnya tidak menyembuhkan atau mengobati prolaps organ panggul.30 Hasil
yang baik umumnya dicapai dengan 45 hingga 60 latihan per hari, dibagi
menjadi dua hingga tiga set.

K. Pesarium
Pesarium adalah alat yang ditempatkan di vagina untuk mengembalikan
anatomi panggul ke normal dan mengurangi gejala prolaps (Gambar 2).
Utamanya terbuat dari silikon untuk alat-alat medis. Dua pertiga pasien dengan

22
31
prolaps organ panggul pada awalnya memilih manajemen dengan pesarium,
hingga 77% akan terus menggunakan pesarium setelah satu tahun.32 Pesarium
adalah pilihan untuk semua tahap prolaps, dan mereka dapat mencegah
perkembangan prolaps dan mencegah atau menunda pembedahan.33 Selain itu,
pessari kontinen memiliki tombol untuk mengisi uretra untuk pengobatan
inkontinensia stres. Penggunaan pesarium mungkin terbatas pada pasien
dengan demensia atau nyeri panggul. Wanita dengan ketangkasan menurun
mungkin memerlukan manajemen pesarium. Perangkat ini tidak boleh
ditempatkan pada pasien yang sukar mematuhi instruksi untuk perawatan atau
tindak lanjut karena komplikasi serius seperti erosi ke dalam kandung kemih
atau rektum dapat terjadi akibat kelalaian pessary, pemilihan Pessary. Pesarium
mungkin menyokong atau menempati ruang. Ring pessary merupakan pessary
yang paling umum digunakan di Amerika Serikat, diikuti oleh Gellhorn yang
menempati ruang dan pessari donat (Gambar 313). Prolaps yang lebih berat
sering membutuhkan alat yang menempati ruang prolaps.34 Namun, uji coba
PESSRI, satu-satunya uji coba terkontrol secara acak yang membandingkan
pesarium untuk prolaps organ panggul, melaporkan tidak ada perbedaan dalam
gejala pasien antara cincin dan pesarium Gellhorn.35 Pesarium dapat
dimasukkan dan dilepas. oleh pasien, dapat memungkinkan untuk melakukan
hubungan seksual, dan berhubungan dengan keputihan dan iritasi vagina yang
lebih sedikit dibandingkan dengan pessary yang menempati ruang.36 Pada
pemasangan Pessary lebih dari 85% pasien yang memilih pengobatan dengan
37
pesarium berhasil dengan hal tersebut. Panjang vagina pendek, pembukaan
vagina lebar (lebih dari empat sidik jari), dan riwayat histerektomi adalah
faktor risiko kegagalan pemasangan.34 Pemasangan dilakukan melalui suatu uji
coba. Kebanyakan dokter pada awalnya mencoba pesarium(Tabel 313). Ring
pessary dilipat dua untuk dimasukkan dan harus sesuai antara simfisis pubis

23
Gambar 2. Ring pesary in situ

Gambar 3. Beberapa alat pesarium umum. Baris pertama (kiri ke kanan): ring
dengan dukungan, dan dering inkontinensia; baris kedua:donut, SmithHodge, and
Gellhorn; third row: Gehrung, cube, and Inflatoball.

Reprinted with permission from Kuncharapu I, Majeroni BA, Johnson DW. Pelvic organ
prolapse. Am Fam Physician. 2010;81(9):1114.

dan forniks posterior vagina. Pesarium harus tetap lebih dari satu jari di atas
introitus ketika pasien turun. Pasien harus berjalan, duduk, berbaring dengan
pessary untuk menilai kenyamanan dan retensi. Setelah kecocokan yang sesuai

24
diperoleh, instruksi tentang pemasangan dan pelepasan dan pembersihan
malam hari harus lakukan kepada pasien. Penghapusan yang lebih jarang pada
interval mingguan, dua mingguan, atau bulanan juga dapat diterima.
Mengikuti. Pasien harus kembali satu atau dua minggu setelah pemasangan
pessary mereka untuk menilai kepuasan dengan perangkat dan perbaikan
gejala. Setelah itu, wanita yang melakukan perawatan diri dapat kembali setiap
tahun untuk pemeriksaan. Wanita-wanita lain umumnya harus kembali setiap
tiga bulan untuk pengangkatan, pembersihan, dan pemeriksaan pessary.
Komplikasi paling umum dari penggunaan pesarium adalah keputihan, iritasi,
ulserasi, perdarahan, nyeri, dan bau. Vaginosis bakteri terjadi pada hingga 30%
pasien yang memiliki pesarium dan lebih sering terjadi dengan pengangkatan
pesarium yang lebih jarang.38 Ulserasi dan perdarahan vagina lebih sering
terjadi pada wanita pascamenopause dan dengan pengangkatan pesarium yang
lebih jarang; terapi estrogen pervaginam biasanya diresepkan untuk
pengobatan dan pencegahan ulserasi dan iritasi vagina. Sebuah percobaan
terkontrol acak baru-baru ini dari gel berbasis hydroxyquinoline (Trimosan gel)
untuk pencegahan bakteri vaginosis menemukan bahwa proporsi yang lebih
tinggi dari wanita yang menggunakan terapi hormon memiliki luka vagina.
Selain itu, sebuah studi kohort retrospektif menemukan bahwa terapi estrogen
vagina tidak melindungi terhadap vagina ulserasi atau perdarahan.39 Wanita
dengan perdarahan pervaginam dan uterus yang utuh dan tanpa ulserasi yang
jelas membutuhkan evaluasi lebih lanjut untuk patologi endometrium.

L. Rujukan
Dokter perawatan primer harus merasa nyaman dengan skrining untuk
prolaps, melakukan evaluasi dasar, dan, tergantung pada pelatihan, manajemen
pessary. Wanita yang memerlukan evaluasi dan perawatan lebih lanjut harus
dirujuk ke subspesialis ginekologi dengan sertifikasi dewan dalam pengobatan
pelvis wanita dan bedah rekonstruktif.

25
Percobaan Tipe Pessary
1 Ring dengan penyokong
Ring dengan penyokong dan knob, jika ada incontinensia urin
2 Gellhorn
3 Donut
4 Kombinasi pessries, ring plus Gellhorn, ring plus donut, atau 2
donut, menggunakan ring dengan penyokong dan knob, jika terdapat
incontinensia urin
5 Kubus atau inflatoball

Catatan : Pemasangan berhasil jika pessarium tidak dikeluarkan dengan batuk


atau manuver Valsava dan jika pasien tidak sadar memiliki pessarium selama
ambulasi, berkemih, duduk, dan buang air besar.
Tabel 2. Pendekatan sederhana untuk pemilihan Pessary

Adapted with permission from Kuncharapu I, Majeroni BA, Johnson DW. Pelvic
organ prolapse. Am Fam Physician. 2010;81(9):1116.

M. Operasi
Operasi wajib dan rekonstruktif untuk prolaps organ panggul tersedia dan
mungkin termasuk histerektomi atau konservasi uterus (histeropeksi).
Keputusan untuk pembedahan harus mencakup diskusi tentang tujuan dan
harapan pasien berdasarkan pandangan budaya seperti citra tubuh dan
keinginan untuk fungsi seksual di masa depan, termasuk hubungan seks
vaginal.23,24 Pembedahan vagina (colpocleisis) memiliki tingkat penyembuhan
tertinggi dan morbiditas terendah. setiap intervensi bedah dan merupakan
pilihan yang sangat baik untuk wanita yang tidak menginginkan hubungan seks
vaginal di masa depan. Untuk wanita yang lebih memilih untuk
mempertahankan fungsi koital, operasi rekonstruksi harus dilakukan dan apeks
vagina dapat ditangguhkan menggunakan jaringan dan jahitan wanita itu
sendiri (perbaikan jaringan asli), atau mesh dapat ditempatkan secara
abdominally, untuk menguatkan bagian atas vagina ke sakrum
(sacrocolpopexy), atau transvaginal (transvaginal mesh). Perbaikan prolaps
mesh transvaginal telah sangat diteliti. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS

26
mengeluarkan penasehat yang merekomendasikan bahwa dokter
mendiskusikan potensi komplikasi dari jala vagina untuk prolaps dengan
pasien.40 Penting untuk dicatat bahwa jala sintetis untuk sling pinggiran kota
dan sacrocolpopexy tidak termasuk dalam penasehat. American
Urogynecologic Society dan American College of Obstetricians dan
Gynecologists mengeluarkan pernyataan bersama pada tahun 2011 di mana
mereka sepakat bahwa penggunaan mesh transvaginal untuk prolaps organ
panggul harus disediakan untuk pasien yang kompleks, seperti mereka yang
mengalami prolaps lanjut atau berulang atau kondisi medis yang membuat
prosedur terbuka atau endoskopi yang lebih invasif dan lebih panjang terlalu
berisiko.41 Registry Pelvic Floor Disorders (http://www.pfdr.org), dibuat oleh
American Urogynecologic Society untuk tujuan pengawasan implan mesh
transvaginal, juga mengumpulkan hasil obyektif yang divalidasi. tindakan dan
hasil elektronik yang dilaporkan pasien.

27
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang pasien wanita usia 34 tahun, datang dengan keluhan Pasien


mengeluhkan adanya benjolan yang keluar dari kemaluannya sejak kehamilannya
ini, benjolan awalnya kecil kemudian semakin menonjol seiring bertambahnya
usia kehamilan. Benjolan tersebut tidak nyeri, BAB dan BAK masih dalam batas
normal pasien tidak merasakan keluhan apapun terhadap benjolan tersebut. Pasien
hanya merasa 1 minggu SMRS kenceng-kenceng di perut, dan 1 hari SMRS
kenceng-kenceng semakin sering disertai mulas-mulas dan demam semlenget-
semlenget, pada benjolan yang menonjol juga tampak kering, dan semakin besar.
Menurut pasien bila ia batuk atau mengejan, mengangkat beban berat benjolan
semakin menonjol keluar. Sampai saat datang ke rumah sakit benjolan sudah
sebesar kepalan orang dewasa.
Pasien menyangkal riwayat batuk lama, riwayat sembelit (-), riwayat
penyakit yang sama pada kehamilan sebelumnya juga disangkal. Riwayat
kuretage (+), Riwayat keluarga (-), Riwayat operasi pada rahim dan jalan lahir (-).
Saat ini pasien sedang hamil anak ke 2 usia kehamilan 27 minggu, ANC rutin ke
bidan dan ke dr. Rahmat Sp.OG 2 kali. Sehari-hari pasien berprofesi sebagai
buruh pabrik rokok dan juga ibu rumah tangga. Riwayat angkat beban berat dalam
pekerjaan sehari-hari disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80
x/menit, RR 20 x/menit, suhu 37°C, denyut jantung janin 169 x/menit. Pada
pemeriksaan abdomen terdapat janin 1 hidup intra uterine, letak terbawaah
bokong dan belum masuk pintu atas panggul, pada pemeriksaan genital terdapat
benjolan yang menonjol dari introitus vagina sebesar kepalan tangan orang
dewasa.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis (14.940 /ul) dan Ultrasonografi kesan.
Penatalaksanaan pada pasien dengan POP yaitu antibiotik sebagai pengobatan
kausalnya. Selain itu diberikan dexametasone (kortikosteroid) untuk pematangan

28
paru janin. Pasien ditatalaksana dengan pesarium untuk membantu menyokong
dinding vagina yang prolaps.
Pasien diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena sudah
tidak ada keluhan dan ada perbaikan klinis. Namun pasien tetap dianjurkan untuk
istirahat dan mobilisasi bertahap, kontrol rutin secara berkala ke dokter Rahmat
Sp. OG.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Cheryl B. Iglesia, MD. Pelvic Organ Prolapse. Am Fam Physician.


2017;96(3):179-185. Copyright © 2017 American Academy of Family
Physicians.
2. Haylen BT, de Ridder D, Freeman RM, et al.; International
Urogynecological Association; International Continence Society. An
International Urogynecological Association (IUGA)/International
Continence Society (ICS) joint report on the terminology for female pelvic
floor dysfunction. Neurourol Urodyn. 2010;29(1):4-20.
3. Wu JM, Vaughan CP, Goode PS, et al. Prevalence and trends of symptomatic
pelvic floor disorders in U.S. women. Obstet Gynecol. 2014; 123(1):141-148.
4. Barber MD, Maher C. Epidemiology and outcome assessment of pelvic organ
prolapse. Int Urogynecol J. 2013;24(11):1783-1790.
5. Handa VL, Garrett E, Hendrix S, Gold E, Robbins J. Progression and
remission of pelvic organ prolapse: a longitudinal study of menopausal
women. Am J Obstet Gynecol. 2004;190(1):27-32.
6. Bradley CS, Zimmerman MB, Qi Y, Nygaard IE. Natural history of pelvic
organ prolapse in postmenopausal women. Obstet Gynecol. 2007;
109(4):848-854.
7. Wu JM, Hundley AF, Fulton RG, Myers ER. Forecasting the prevalence of
pelvic floor disorders in U.S. Women: 2010 to 2050. Obstet Gynecol.
2009;114(6):1278-1283.
8. Jelovsek JE, Maher C, Barber MD. Pelvic organ prolapse. Lancet. 2007;
369(9566):1027-1038.
9. Lien KC, Mooney B, DeLancey JO, Ashton-Miller JA. Levator ani muscle
stretch induced by simulated vaginal birth. Obstet Gynecol. 2004; 103(1):31-
40.

30
10. DeLancey JO, Morgan DM, Fenner DE, et al. Comparison of levator ani
muscle defects and function in women with and without pelvic organ
prolapse. Obstet Gynecol. 2007;109(2 pt 1):295-302.
11. Dietz HP, Lanzarone V. Levator trauma after vaginal delivery. Obstet
Gynecol. 2005;106(4):707-712.
12. van Delft K, Sultan AH, Thakar R, Schwertner-Tiepelmann N, Kluivers K.
The relationship between postpartum levator ani muscle avulsion and signs
and symptoms of pelvic floor dysfunction. BJOG. 2014;121(9): 1164-1171.
13. Kuncharapu I, Majeroni BA, Johnson DW. Pelvic organ prolapse. Am Fam
Physician. 2010;81(9):1111-1117.
14. Whitcomb EL, Rortveit G, Brown JS, et al. Racial differences in pelvic organ
prolapse. Obstet Gynecol. 2009;114(6):1271-1277.
15. Swift S, Woodman P, O’Boyle A, et al. Pelvic Organ Support Study
(POSST): the distribution, clinical definition, and epidemiologic condition of
pelvic organ support defects. Am J Obstet Gynecol. 2005;192(3): 795-806.
16. Vergeldt TF, Weemhoff M, IntHout J, Kluivers KB. Risk factors for pelvic
organ prolapse and its recurrence: a systematic review. Int Urogynecol J.
2105;26(11):1559-1573.
17. Handa VL, Blomquist JL, Knoepp LR, Hoskey KA, McDermott KC, Muñoz
A. Pelvic floor disorders 5-10 years after vaginal or cesarean childbirth.
Obstet Gynecol. 2011;118(4):777-784.
18. Barber MD, Neubauer NL, Klein-Olarte V. Can we screen for pelvic organ
prolapse without a physical examination in epidemiologic studies? Am J
Obstet Gynecol. 2006;195(4):942-948.
19. Kudish BI, Iglesia CB, Sokol RJ, et al. Effect of weight change on natural
history of pelvic organ prolapse. Obstet Gynecol. 2009;113(1):81-88.
20. Lawrence JM, Lukacz ES, Nager CW, Hsu JW, Luber KM. Prevalence and
co-occurrence of pelvic floor disorders in community-dwelling women.
Obstet Gynecol. 2008;111(3):678-685.

31
21. Miedel A, Tegerstedt G, Maehle-Schmidt M, Nyrén O, Hammarström M.
Symptoms and pelvic support defects in specific compartments. Obstet
Gynecol. 2008;112(4):851-858.
22. Jelovsek JE, Barber MD. Women seeking treatment for advanced pelvic
organ prolapse have decreased body image and quality of life. Am J Obstet
Gynecol. 2006;194(5):1455-1461.
23. Handa VL, Cundiff G, Chang HH, Helzlsouer KJ. Female sexual function
and pelvic floor disorders. Obstet Gynecol. 2008;111(5):1045-1052.
24. Nygaard I, Barber MD, Burgio KL, et al.; Pelvic Floor Disorders Network.
Prevalence of symptomatic pelvic floor disorders in US women. JAMA.
2008;300(11):1311-1316.
25. Onwude JL. Genital prolapse in women. BMJ Clin Evid. 2012;3:817.
26. Wei JT, Nygaard I, Richter HE, et al.; Pelvic Floor Disorders Network. A
midurethral sling to reduce incontinence after vaginal prolapse repair. N Engl
J Med. 2012;366(25):2358-2367.
27. Visco AG, Brubaker L, Nygaard I, et al.; Pelvic Floor Disorders Network.
The role of preoperative urodynamic testing in stress-continent women
undergoing sacrocolpopexy: the Colpopexy and Urinary Reduction Efforts
(CARE) randomized surgical trial. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct.
2008;19(5):607-614.
28. Committee on Practice Bulletins—Gynecology and the American
Urogynecoligc Society. Practice bulletin no. 176: pelvic organ prolapse.
Obstet Gynecol. 2017;129(4):e56-e72.
29. Dumoulin C, Hay-Smith EJ, Mac Habée-Séguin G. Pelvic floor muscle
training versus no treatment, or inactive control treatments, for urinary
incontinence in women. Cochrane Database Syst Rev. 2014;(5): CD005654.
30. Wiegersma M, Panman CM, Kollen BJ, Berger MY, Lisman-Van Leeuwen
Y, Dekker JH. Effect of pelvic floor muscle training compared with watchful
waiting in older women with symptomatic mild pelvic organ prolapse:
randomised controlled trial in primary care. BMJ. 2014;349: g7378.

32
31. Kapoor DS, Thakar R, Sultan AH, Oliver R. Conservative versus surgical
management of prolapse: what dictates patient choice? Int Urogynecol J
Pelvic Floor Dysfunct. 2009;20(10):1157-1161.
32. Clemons JL, Aguilar VC, Sokol ER, Jackson ND, Myers DL. Patient
characteristics that are associated with continued pessary use versus surgery
after 1 year. Am J Obstet Gynecol. 2004;191(1):159-164.
33. Handa VL, Jones M. Do pessaries prevent the progression of pelvic organ
prolapse? Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct. 2002;13(6): 349-351.
34. Clemons JL, Aguilar VC, Tillinghast TA, Jackson ND, Myers DL. Risk
factors associated with an unsuccessful pessary fitting trial in women with
pelvic organ prolapse. Am J Obstet Gynecol. 2004;190(2):345-350.
35. Cundiff GW, Amundsen CL, Bent AE, et al. The PESSRI study: symptom
relief outcomes of a randomized crossover trial of the ring and Gellhorn
pessaries. Am J Obstet Gynecol. 2007;196(4):405.e1-405.e8.
36. Rogers RG. Female Pelvic Medicine and Reconstructive Surgery: Clinical
Practice and Surgical Atlas. New York, N.Y.: McGraw-Hill Education/
Medical; 2013.
37. Lamers BH, Broekman BM, Milani AL. Pessary treatment for pelvic organ
prolapse and health-related quality of life: a review. Int Urogynecol J.
2011;22(6):637-644.
38. Meriwether KV, Rogers RG, Craig E, Peterson SD, Gutman RE, Iglesia CB.
The effect of hydroxyquinoline-based gel on pessary-associated bacterial
vaginosis: a multicenter randomized controlled trial. Am J Obstet Gynecol.
2015;213(5):729.e1-729.e9.
39. Dessie SG, Armstrong K, Modest AM, Hacker MR, Hota LS. Effect of
vaginal estrogen on pessary use [published correction appears in Int
Urogynecol J. 2016;27(9):1431]. Int Urogynecol J. 2016;27(9):1423-1429.
40. U.S. Food and Drug Administration. Urogynecologic surgical mesh implants.
https://www.fda.gov/medicaldevices/productsandmedical
procedures/implantsandprosthetics/urogynsurgicalmesh/. Accessed February
26, 2017.

33
41. Committee on Gynecologic Practice. Committee opinion no. 513: vaginal
placement of synthetic mesh for pelvic organ prolapse. Obstet Gynecol.
2011;118(6):1459-1464.

34

Anda mungkin juga menyukai