Oleh,
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2019
i
KATA PENGANTAR
1. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan kasih sayang, motivasi,
do’a, arahan dan bimbingan, serta dukungan moril maupun materiil.
2. Bapak H. Asep Kurnia Hidayat, Ir., M.T. selaku Dosen Pembimbing Kerja
Praktek yang telah memberikan bimbingan dan banyak masukan kepada
penulis.
3. Semua yang terlibat di Lokasi Proyek yang telah memberikan ilmu dan
pengalamanya kepada penulis selama melaksanakan Kerja Praktek.
ii
Tasikmalaya,
Agustus 2019
DAFTAR ISI
Penulis
iii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Desa Cikoneng terdiri dari 6 ( Enam ) Dusun ,14 RW dan 40 RT dengan jumlah
penduduk sebanyak 7.624 orang yang terdiri dari : Laki-Laki 3.829 orang dan Perempuan
3.795 orang dengan jumlah Kepala Keluarga 1.774 KK, dengan kepadatan Penduduk 220
km2, banyaknya curah hujan 2,956 mtm/thn
Pembahasan Laporan Praktik Kerja ini dititik beratkan pada pola simulasi debit
dengan model F.J. Mock pada
5
1. Data yang dipakai untuk analisa adalah data yang diperoleh dari curah hujan
daerah selama satu tahun (tahun 2016).
3. Debit sungai yang diperoleh dari analisa adalah debit aliran sungai selama
kurun waktu satu tahun (tahun 2016).
6
1
2 BAB II
Pada bumi kita terdapat kira-kira sejumlah 1,3 - 1,4 milyard km3 air : 97,5%
adalah air laut, 1,75 % berbentuk es dan 0,73 % berada di daratan sebagai air sungai,
air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001 % berbentuk uap di udara. Air di
bumi ini mengulangi terus-menerus sirkulasi penguapan, presipitasi dan pengaliran
keluar (outflow) yang dikenal dengan siklus hidrologi. Siklus hidrologi adalah
gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh kepermukaan tanah sebagai hujan
atau bentuk presipitasi yang lain dan akhirnya mengalir ke laut kembali
(http//:www.php2.com).
Siklus hidrologi seperti yang di uraikan tersebut merupakan siklus yang menerus
3
dan tidak akan pernah terputus, meskipun tidak selalu mengikuti siklus yang lengkap.
Masing – masing unsur aliran dipengaruhi dan mempengaruhi unsur lainnya,
4
dan tergantung dari faktor – faktor tertentu yang bersifat khas. Jenis faktor dan perannya
dalam masing – masing unsur aliran akan di bahas secara mendalam di bagian masing –
masing (Sri Harto Br, 2000).
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air
yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu.
Secara umum, persamaan neraca air di rumuskan sebagai berikut (Sri Harto Br, 2000).
I = O S (2-1)
di mana :
I = masukan (inflow)
O = keluaran (outflow)
S = perubahan tampungan
Yang dimaksud dengan masukan adalah semua air yang masuk ke dalam sistem,
sedangkan keluaran adalah semua air yang keluar dari sistem. Perubahan tampungan
adalah perbedaan antara jumlah semua kandungan air (dalam berbagai sub sistem) dalam
satu unit waktu yang di tinjau, yaitu antara waktu terjadinya masukan dan waktu
terjadinya keluaran. Persamaan ini tidak dapat di pisahkan dari konsep dasar yang
lainnya (siklus hidrologi) karena pada hakikatnya, masukan ke dalam sub sistem yang
ada, adalah keluaran dari sub sistem yang lain dalam siklus tersebut (Sri Harto Br, 2000).
Neraca air merupakan hubungan antara masukan air total dan keluaran air total
yang terjadi pada suatu DAS yang di dalamnya terkandung komponen – komponen
seperti debit aliran sungai, curah hujan, evapotranspirasi, perkolasi, kelembaban tanah.
Semakin besar evapotranspirasi, semakin kecil debit aliran sungai. Evapotranspirasi di
pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain iklim dan jenis vegetasi. Iklim tidak dapat di
modifikasi oleh manusia, sehingga faktor jenis vegetasi inilah yang menjadi perhatian
dalam pengelolaan sumber daya air (Asdak, 2002).
Q = P – ET - L (2-2)
S
t
di mana :
Perhitungan neraca air untuk suatu daerah tertentu yang terbatas, dapat di
lakukan dengan menggunakan persamaan (Sosrodarsono dan Takeda, 1987) :
Pa = laju menahan udara rata – rata di bagian lapisan variasi air tanah
M = penambahan kadar kelembaban tanah
Brooks, et al. (1992) menuliskan persamaan neraca air yang dapat di gunakan
untuk memperkirakan besarnya evapotranspirasi. Dalam hal ini dinyatakan bahwa
evapotranspirasi mempengaruhi hasil air, sebagian besar menentukan proporsi input
curah hujan pada suatu DAS yang menjadi aliran sungai . Evapotranspirasi di pengaruhi
oleh hutan, jarak, dan usaha – usaha pertanian yang mengubah vegetasi. Persamaan
6
ET = P – Q - S - t (2-4)
7
di mana :
ET = evapotranspirasi (mm)
P = curah hujan pada periode waktu tertentu (mm)
Q = aliran sungai (mm)
Pg = (T + Ic + Et + Es + w) + Q + S L + U (2-5)
di mana :
Pg = curah hujan kasar
Ic = Intersepsi tajuk
Et = evapotranspirasi total
S = perubahan kadar air tanah
Es + w = evaporasi dari permukaan tanah dan air
L = kebocoran ke dalam dan ke luar DAS
T = transpirasi
Pada beberapa DAS, komponen evapotranspirasi pada neraca air bisa di atas 90%
dari curah hujan. Perubahan vegetasi yang menurunkan evapotranspirasi tahunan akan
8
(DAS) yang di kaji. Dalam studi kali ini, di lakukan kajian terhadap penggunaan Model
F.J. Mock sebagai suatu konsep yang dapat memberikan keluaran dari sistem DAS
berikut hubungan antar komponen dan perubahannya.
10
(DAS) yang di kaji. Dalam studi kali ini, di lakukan kajian terhadap penggunaan Model
F.J. Mock sebagai suatu konsep yang dapat memberikan keluaran dari sistem DAS
berikut hubungan antar komponen dan perubahannya.
sub DAS telah terinstrumentasi dengan baik (well instrumented catchment). Apabila
DAS / sub DAS tidak terinstrumentasi dengan baik, maka dapat digunakan
pendekatan pemodelan hidrologi. Karena dengan model tersebut dapat dilakukan
evaluasi dan simulasi terhadap dampak hidrologi dan berbagai skenario perubahan –
perubahan lingkungan yang mungkin terjadi dengan cepat, baik alami maupun
dengan bantuan manusia.
Hujan titik (point rainfall) adalah analisa curah hujan terpusat yang datanya
diperoleh dengan alat pengukur hujan (rain gauge). Data tersebut masih merupakan data
kasar / data mentah yang tidak dapat langsung dipakai dan harus diolah sesuai dengan
kebutuhan, selain itu data yang satu dengan yang lain tidak saling bergantungan sehingga
proses pengolahannya menggunakan metode statistik.
Data curah hujan bisa didapatkan dengan melakukan pengukuran antara lain :
a) Besarnya curah hujan per jam
b) Jumlah hujan per hari dan lamanya
c) Jumlah hari hujan per bulan
d) Jumlah curah hujan per tahun
e) Besarnya hujan harian maksimum dalam satu tahun selama periode
pengamatan tertentu.
2.2.2 Analisis Curah Hujan Daerah
Ada tiga macam cara yang digunakan untuk menentukan tinggi curah hujan
rata-rata diatas areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar
atau pencatat, yaitu (Suripin, 2001):
Gambar 2.3 Hujan Rata-rata untuk Metode Rata-rata Aljabar (Sumber : Suripin,
2001)
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dalam perhitungan hujan
kawasan. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai
pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat
penakar tersebar merata/hampir merata dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh
dari harga rata-ratanya. Hujan kawasan diperoleh dari persamaan :
P
P1 P2 ... Pn
n (2-6)
Dimana P adalah curah hujan rata-rata daerah (mm), n adalah banyaknya pos
penakar hujan dan P1, P2, …, Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan.
b. Metode Thiessen
Metode ini juga dikenal sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean).
Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk
mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan
menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua
pos penakar terdekat. Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan
lainnya adalah linier dan bahwa sembarang pos dianggap dapat mewakili kawasan
terdekat.
A1P1 A2 P2 ... An Pn
P= (2-7)
... An
A1 A2
Dimana P adalah curah hujan rata-rata daerah (mm). P1,P2, …, Pn adalah curah
hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, …n. A1,A2, …, An adalah luas areal poligon
1, 2, …n. Dimana n adalah banyaknya pos penakar hujan.
Gambar 2.5 Hujan Rata-rata untuk Metode Isohiet (Sumber : Suripin, 2001)
Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan
rata-rata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara
aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan, dengan kata lain mengkoreksi asumsi
metode Thiessen yang menganggap bahwa tiap-tiap pos penakar mencatat kedalaman
yang sama untuk daerah sekitarnya dapat dikoreksi.
15
P1 P2 P2 P3 Pn1 Pn
A A ...... A
1 2 n1
P= 2 2 2 (2-
A1 A2 .... An1
8)
a. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 ha dengan variasi topografi kecil
dapat diwakili oleh sebuah stasiun pengamatan.
b. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250-50.000 ha yang memiliki 2 atau 3
stasiun pengamatan dapat menggunakan metode rata-rata aljabar.
c. Untuk daerah tinjauan dengan luas 120.000-500.000 ha yang memiliki
beberapa stasiun pengamatan tersebar cukup merata dapat menggunakan
metode rata-rata aljabar, tetapi jika stasiun pengamatan tersebar tidak merata
dapat menggunakan metode Thiessen.
d. Untuk daerah tinjauan dengan luas lebih dari 500.000 ha menggunakan metode
Isohiet atau metode potongan antara.
Sedangkan dari Suripin (2004: 31), lepas dari kelebihan dan kelemahan ketiga
metode yang tesebut diatas, pemilihan metode yang cocok dipakai pada suatu DAS dapat
ditentukan dengan pertimbangan tiga faktor berikut :
Jumlah pos penakar hujan cukup Metode isohyet, Thiessen atau rata-
rata aljabar dapat dipakai
Jumlah pos penakar hujan terbatas Metode rata-rata aljabar atau Thiessen
2. Luas DAS
17
3. Topografi DAS
Pada studi kali ini cukup digunakan Metode hujan titik karena hanya satu stasiun
hujan saja yang berpengaruh pada daerah tangkapan air Bendung Akir yaitu Stasiun
Hujan Wagir.
2.3 Evapotranspirasi
Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan
air disebut evaporasi (penguapan). Peristiwa penguapan dari tanaman disebut
transpirasi. Jika kedua proses tersebut terjadi dalam waktu yang bersamaan disebut
evapotranspirasi.
Karena kondisi yang berubah dari waktu ke waktu, maka harus diakui bahwa
perkiraan evapotranspirasi yang menggunakan harga yang hanya diukur pada sebagian
daerah adalah sulit dan sangat menyimpang. Jika evaporasi pada suatu daerah
meningkat, maka transpirasi akan menurun, begitu juga jika sebaliknya jika evaporasi
menurun maka transpirasi meningkat. Oleh karena itu komponen E dan T tidak bisa
diukur secara terpisah, sehingga kombinasi ET destimasi dengan keseimbangan air tanah
atau metode keseimbangan energi di atas tanah.
disebut evapotransprasii potensial. Meskipun demikian kondisi air yang berlebih sering
tidak terjadi.
F2 1 1)
20
A . B ed ) (
(0,56
0,09
2 2
= -
A 0,27
0,27 .
0,35
(ea
ed )
F3 = A 0,27 (2-12)
Keterangan :
ea = tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang sebenarnya (mm Hg)
ed = tekanan uap jenuh aktual (mm Hg)
= ea x h
h = kelembaban relatif (%)
S = rasio penyinaran matahari (%)
R = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir
atau angka angot (mm/hari)
r = koefisien refleksi
K = koefisien kekasaran evaporasi permukaan (1,0)
w = kecepatan angin (mil/hari)
U=kxf (2-13)
Dimana :
U = evaporasi bulanan
T = suhu udara rata-rata bulanan
k = koefisien tanaman bulanan
Keuntungan dari penggunaan rumus ini adalah kesederhanaan
perhitungannya, meskipun belum diketahui apakah cara ini dapat dipergunakan untuk
semua tempat. Tetapi cara ini dapat digunakan untuk perkiraan evapotranspirasi jangka
waktu yang panjang.
Keterangan:
ETo* W Rs (2-18)
Rs 0,25 0,54 n N Ra (2-19)
di mana :
Evapotranspirasi tetap terjadi dalam kondisi air tidak berlebih meskipun tidak
sebesar evaporasi potensial. Evaporasi ini disebut evapotranspirasi aktual. Selain itu
juga dikenal evapotranspirasi terbatas yaitu evapotranspirasi aktual dengan
mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah hujan
(Mock, 1973). Hubungan dari tersebut dapat dilihat pada persamaan berikut :
24
dimana,
E = Perbedaan antara evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas
ETp = Evapotranspirasi potensial
d = Jumlah hari kering atau tanpa hujan dalam 1 bulan
m = Prosentase lahan yang tertutup vegetasi, ditaksir dari peta tata guna lahan dan
diambil,
Berdasarkan frekuensi curah hujan dan Indonesia dan sifat infiltrasi serta
penguapan dari tanah permukaan, didapatkan hubungan :
F.J. Mock pada tahun 1973 mengusulkan suatu model simulasi keseimbangan
air bulanan untuk daerah pengaliran di Indonesia. Model perhitungan ini didapat dari
hujan, evapotranspirasi, tanah dan tampungan air tanah.
Model ini diterangkan dalam makalahnya Guideline PSA 001 sebagai suatu
pendekatan perkiraan debit bulanan. Buku pedoman ini menekankan bahwa, tidak ada
debit bangkitan yang dapat dipercaya, sampai debit tersebut dikalibrasi dengan debit
penga matan. Model Mock ini juga disarankan didalam Standar Perencanaan Irigasi KP-
25
01, tetapi tanpa uraian lebih lanjut bagaimana cara menggunakannya. Cara Mock ini
cukup sederhana dalam perhitungannya dan terbukti sangat populer dikalangan
konsultan Indonesia. Sangat banyak contoh perhitungan yang salah, karena para
26
pengguna tidak mempelajari acuan yang asli, akan tetapi mengikuti studi kasus yang
telah ada. Juga banyak para pengguna tidak biasa memperhatikan atau mencoba pilihan
parameter yang ada. Hal ini terbukti dari banyaknya parameter yang digunakan diambil
secara langsung dari studi kasus yang telah ada tanpa mengadakan pengecekan lebih
lanjut pada pengguna annya. Kesalahan umum yang lain yang terjadi adalah tidak
cukupnya data hujan dalam satu tahun secara berurutan dalam tenggang waktu tertentu.
Mock (1973) menjelaskan metode untuk menduga debit aliran sungai dengan
tahapan - tahapan sebagai berikut :
I = i . WS dVn (2-32)
4. Aliran permukaan
Ro = BF + DRo (2-34)
BF = 1 – dVn (2-35)
DRo = WS – I (2-36)
27
Keterangan :
1. Singkapan lahan
2. Koefisien Infiltrasi
Infiltrasi adalah gerakan air dari atas ke dalam permukaan tanah. Gerakan
air ini disebabkan antara lain oleh berat sendiri, rekahan tanah (celah tanah) yang
cukup dan tingkat kejenuhan dari tanah tersebut. Koefisien infiltrasi
kodisi porositas lapisan tanah atas, biasanya ditaksir antara 50 mm – 250 mm, yaitu
kapasitas kandungan air dalam tanah per m2. Jika porositas tanah lapisan atas
tersebut makin besar, maka Soil Moisture Capacity makin besar pula.
30
4. Penyimpanan awal
Penyimpanan awal (initial storage) adalah besarnya volume air pada saat
awal perhitungan. Ditaksir sesuai dengan keadaan musim, seandainya bisa sama
dengan Soil Moisture Capacity dan lebih kecil daripada musim kemarau.
Dimana,
Vn = Volume air tanah
k = qt/qo = Faktor resesi aliran air tanah
qt = Aliran air tanah pada periode ke t
qo = Aliran air tanah pada awal periode ke t
dVn = Vn – Vn-1
Pendugaan nilai parameter dengan menggunakan rumus pada sub bab 2.4
berhenti dengan tolok ukur berikut.
1 n
KAR (2-
n Q 38
i 1
obs
33
34
3 BAB III
Lokas