Berbicara mengenai historigrafi umum, tentuya ada macam dari historiografi itu sendiri,
yaitu historiografi Islam. Historiografi Islam merupakan penulisan sejarah yang dilakukan
oleh orang islam baik kelompok maupun perorangan dari berbagai aliran dan di pada
masa tertentu. Tujuan penulisannya adalah untuk menunjukkan perkembangan konsep
sejarah baik di dalam pemikiran maupun di dalam pendekatan ilmiah yang dilakukannya
disertai dengan uraian mengenai pertumbuhan, perkembangan dan kemunduran
bentuk-bentuk ekspresi yang dipergunakan dalam penyajian bahan-bahan sejarah.
Kebanyakan karya-karya Islam banyak ditulis dalam bahasa Arab, dan banyak pula
yang berbahasa lain seperti Persia dan Turki.
Jika dilihat dari tahap perkembangannya, pada awalnya semua informasi disimpan
dalam ingatan, peristiwa sejarah itu diingat dan diceritakan berulang-ulang secara lisan.
Kemudian metode penyampaian lisan ini (oral transmission) dilengkapi dengan catatan
tertulis yang tidak dipublikasikan, yaitu semacam pelapor catatan. Pada saat itu tradisi
ini disebut dengan al-ayyam (arti semantiknya adalah hari-hari penting) dan al-ansab
(artinya silsilah).
Penulisan sejarah Islam pertama kali masih bersifat Arab murni, tidak ada peran Persia
atau Yunani, dan penulis sejarahnya pada generasi pertama adalah orang-orang Arab.
Akan tetapi, dalam perkembangannya kemudian mendapat pengaruh dari Ahli Kitab dan
Persia. Generasi pertama penulis sejarah, dalam menulis mencantumkan isnad
(rangkaian pemberi khabar). Biografi ini dengan cepat berkembang. Al-Zuhri adalah
orang pertama yang mengembangkannya. Dia berusaha mengaitkan satu hadits dengan
yang lain.
Perlu diketahui bahwa historiografi Arab pra-Islam dimulai dari bentuk sejarah lisan.
Sejarah lisan itu tertuang dalam bentuk al-Ayyam dan al-Ansab. Kabilah-kabilah Arab
meriwayatkan al-Ayyam terdiri atas perang-perang dan kemenangan (Al Maghazi),
untuk tujuan membanggakan diri terhadap kabilah-kabilah yang lain, baik dalam bentuk
syair maupun prosa yang diselang-selingi syair. Sementara al-Ansab adalah jamak dari
nasab yang berarti silsilah (genealogy).
Perhatian sejarah pra-Islam hanya terarah pada tradisi lisan itu. Gaya penyampaiannya
dilakukan secara berantai, oleh Danar Widiyanta membaginya menjadi bentuk khabar,
kronik, biografi, dan sejarah umum, sebagai berikut.
1. Khabar
Bentuk historiografi yang paling tua yang langsung berhubungan dengan cerita perang
dengan uraian yang baik dan sempurna ditulis dalam beberapa halaman saja,
dinamakan khabar. Dalam konteks karya sejarah yang lebih luas, khabar sering
dipergunakan sebagai “laporan”, “kejadian” atau “cerita”. Seperti karya Ali ibn
Muhammad al-Madaini (wafat tahun 831). Diantara sejumlah karyanya muncul monograf
tentang pertempuran-pertempuran perorangan dan penaklukan-penaklukan yang
dilakukan oleh orang Islam.
2. Kronik
Penyusunan sejarah berdasarkan urutan penguasa dan tahun-tahun kejadian. Kronik ini
bisa ditambah dengan hal-hal baru dalam bentuk suplemen yang lazim disebut “dyal”
atau ekor. Seperti karya Khalifah ibn. Khayyat, dalam bahasa Arab, ditulis sampai tahun
847, kira-kira delapan tahun sebelum penulisnya meninggal. Ia memulai uraiannya
mengenai arti tarikh dan uraian singkat mengenai sejarah Muhammad pada permulaan
hayatnya.
3. Biografi
Biografi disusun dalam kelompok yang lazim disebut “tabaqah” . Karya ini mencakup
sejarah hidup orang-orang besar, tokoh-tokoh terkemuka serta orang-orang penting
yang telah meninggal dalam waktu yang kira-kira sama. Seperti biografi Nabi
Muhammad SAW yang banyak tertuang dalam buku-buku sejarah islam.
4. Sejarah Umum
Abad ke-9, kita hanya tahu dari judul-judul bukunya, menulis banyak sekali mengenai
arti politik dan peristiwa-peristiwa khusus. Pada akhir abad ke-9, sejarah politik dikaitkan
dengan sejarah pemikiran, dan mulai membicarakan berbagai gejala penting dari
peradaban-peradaban yang pernah dikenal. Seperti karya sejarah dari al-Yaqubi,
berjudul Tarikh al-Yaqubi yang disebarkan oleh Goutsma di Leiden tahun 1883 terdiri
atas dua jilid
1. Aliran Yaman
Disebut juga Arab Selatan. Riwayat-riwayat tentang Yaman dimasa silam kebanyakan
dalam bentuk hikayat (al-qashash, cerita), sebagaimana al-Ayyam di kalangan Arab
Utara. Isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan. Aliran ini
merupakan kelanjutan dari corak sejarah sebelum Islam. Penulisnya dapat dijuluki
tukang hikayat (narator) dan kitab-kitabnya dapat dikatakan riwayat-riwayat sejarah
(novel sejarah). Oleh karena itu, para sejarawan tidak menilai hikayat-hikayat itu sebagai
memiliki nilai historis.Tokoh-tokohnya adalah sebagai berikut: Ka’b al-Ahbar, Wahb ibn
Munabbih dan Abid Ibn Syariyyah al-Jurhumi
2. Aliran Madinah
Aliran ini muncul di Madinah, yaitu aliran sejarah ilmiah yang mendalam, yang banyak
memperhatikan al-Maghazi (perang-perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah
SAW) dan biografi nabi (al-Sirah al-Nabawiyah), dan berjalan di atas pola ilmu hadits,
yaitu sangat memperhatikan sanad.
Sejalan dengan riwayat perkembangannya, para sejarawan dalam aliran ini terdiri dari
para ahli hadits dan hukum Islam (fiqh). Mereka adalah Abdullah ibn al-Abbas, Said ib
al-Musayyab, Aban ibn Utsman ibn Affan, Syurahbil ibn Sa’ad, Urwah ibn Zubayr ibn al-
Awwam, Ashim ibn Umar ibn Qatadah al-Zhafari, Muhammad ibn Muslim ibn Ubaidillah
ibn Syihab al-Zuhri, dan Musa ibn Uqbah.
3. Aliran Irak
Aliran Irak merupakan aliran yang terakhir dengan bidang cakupan lebih luas dari dua
aliran sebelumnya. Langkah pertama yang sangat menentukan perkembangan
penulisan sejarah di Irak yang dilakukan oleh bangsa Arab adalah pembukuan tradisi
lisan. Hal itu dilakukan pertama kali oleh Ubaidullah ibn Abi Rafi, sekretaris Ali ibn Abi
Thalib ketika menjalankan kekhalifahannya di Kufah.Disamping itu, Ubaidullah telah
menulis buku berjudul Qadhaya Amir al-Mu’minin ‘Alayh al-Salam dan Tasmiyah man
Syahad Ma’a Amir al-Mu’minin fi Hurub al-Jamal wa Shiffin wa al-Nahrawan min al-
Shahahab Radhia allah Anhum. Oleh karena itu, ia dipandang sebagai sejarawan
pertama dalam aliran Irak ini. Pada penulisan sejarah ini, ia diikuti oleh Ziyad ibn Abih
yang menulis buku dengan judul Matsalib Al-Arab.
Cakupan bidang yang luas dalam aliran ini dikatakan sebagai kebangkitan yang
sebenarnya, tentang penulisan sejarah sebagai ilmu. Pada masa ini, pengaruh dari
hadits telah ditinggalkan dan bersamaan dengan itu, terlihat adanya upaya
meninggalkan pengaruh pra-Islam yang mengandung banyak ketidak-benaran, seperti
dongeng-dongeng dan cerita khayal. Aliran ini melahirkan sejarawan-sejarawan besar
dimasa kemudian, dan diikuti oleh hampir seluruh sejarawan yang datang kemudian.
Para sejarawan dari aliran Irak jumlahnya sangat banyak, yang terkenal adalah Abu Amr
ibn al-Ala, Hammad al-Rawiyah, Abu Mikhnaf, Awanah ib al-Hakam, Syayf ibn Umar al-
Asadi al0Tamimi, Nashr ibn Muzahim, al-Haitsam ibn Udi, al-Mad’ini, Abu Ubaydah
Ma’mar ibn Al-Mutsni al-Taymi, al-Ashma’I, Abu al-Yaqzhan al Nassabah, Muhammad
ibn al-Sa’ib al-Kalibi, dan Haisyim ibn Muhammad al-Sa’ib al-Kalibi. Yang terpenting
diantara mereka adalah Awanah ibn Al-Hakam, Sayf ibn Umar al-Asadi al-Tamimi, dan
Abu Mikhnaf.
2. Pemikiran Islam dalam Aspek Politik
Pemikiran Politik Islam Abad Klasik 622 1250 M dan Pertengahan 1250 1800 M
Pemikiran politik Islam abad klasik dimulai sejak Nabi Muhammad membangun
sebuah komunitas Islam di Madinah pada tahun 622 M Setelah Rasulullah wafat kendali
pemerintahan dipegang oleh Khulafaurrasyidin Masa ini ber lanjut sampai munculnya
dinasti Bani Umayah dan dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah sampai kehancurannya akibat
serangan tentara Mongol sekitar tahun 1250M Adapun karakteristik yang paling menonj
ol dalam pemikiran politik Islam pada abad klasik dan pertengahan adalah sistem
khalifah dengan kepala negara atau khalifah memegang peranan penting dan memiliki
kekuasaan yang luas Rakyat dituntut untuk mematuhi kepala negara karena ketaatan
kepada Khalifah merupakan sesuatu yang diwajibkan dalam Islam Hal ini bertujuan
untuk menjaga stabilitas keadaan negara itu sendiri sehingga negara senantiasa dalam
keadaan aman dan penegakan hukum berjalan dengan baik Namun seiring berjalan nya
waktu sistem politik Islam mengalami perkembangan Pada masa Khulafaurrasyidin
pasca wafatnya Rasulullah kepala negara adalah sebagai Khadimul Ummah pelayan
umat yang lebih mengutamakan kepentingan umat tidak diangkat berdasarkan garis
keturunan Pasca Khulafaurrasyidin makna Khalifah berubah menjadi Zillullahfal Ardh
bayang bayang Allah di muka bumi yang diangkat secara turun temu run Konsep
tersebut muncul ketika Abu Ja far al Manshur salah seorang pendiri Dinasti Bani
Abbasiyah berhasil menggulingkan kekhalifahan Bani Umayyah Konsekuensi dari
perubahan konsep tersebut adalah kekuasaan dipandang suci dan mutlak yang harus
ditaati oleh seluruh rakyat karena kekuasaan merupakan mandat dari Tuhan dan bukan
merupakan hasil pilihan rakyat.
Akan tetapi pada abad pertengahan konsep semacam ini diinterpretasi ulang
oleh para pemikir Islam seperti A1 Farabi Al Mawardi Al Ghazali Ibnu Taimiyyah dan
Ibnu Khaldun Dalam pandangan Al Farabi kepala negara harus berasal dari golongan
kelas atas Pemikirannya tersebut tidak terlepas dari pengaruh filsafatYunani kuno
terutama pemikiran Plato.
Pada abad ke 19 hingga awal abad ke 20 dunia Islam sebagian besar berada
dalam genggaman penjajahan Barat Dalam internal umat Islam sendiri terdapat
berbagai macam permasalahan berkaitan dengan pemahaman keagamaan yang
menyebabkan umat Islam tidak mampu meng hadapi kuatnya Hegemoni Barat Umat
Islam tenggelam dalam masa lalu mereka dan belum berani melakukan terobosan
terobosan baru untuk menjawab permasalahan permasalahan yang mereka hadapi Di
sisi lain penjajahan Barat terhadap dunia Islam membawa hikmah tersendiri bagi umat
Islam Adanya penjajahan tersebut telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka
mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat z Pada saat inilah dunia Islam
mulai bersen tuhan dengan gagasan dan pemikiran Barat pa dahal sebelumnya kaum
muslimin mendominasi percaturan politik dunia selama berabad abad mulai dari Dinasti
Bani Umayyah di Damaskus 661 750 M Bani Abbasiyah di Baghdad 750 1258 M Dinasti
Bani Umayyah II di Spanyol 756 1031 M Dinasti Safawi di Persia 1501 1736 M Mughal
di India 1526 1858 M hingga Kekhalifahan Turki Utsmani 1300 1924 M 3.
Dalam konteks hubungan Islam dengan negara serta penetrasi pemikiran politik
Barat ke dunia Islam Dr Muhammad Iqbal dalam bukunya Pemikiran Politik Islam
berusaha untuk memaparkan secara luas perkembangan pemikiran politik abad modern
yang terbagi kepada tiga arus pemikiran
Kelompok pertama mengembangkan gagas an kesempurnaan dan kemurnian
ajaran Islam dan menolak pengaruh pemikiran Barat Di antara para pemikir abad ini
antara lain Muhammad Rasyid Ridha Hasan Al Banna Al Maududi dan Sayyid Quthb
Bagi mereka Islam adalah agama terbaik dan meniru Barat adalah suatu kesalahan
Rasyid Ridha masih merindukan kebangkitan kekhalifahan Islam seperti juga Sayyid
Quthb yang menginginkan terbentuknya negara supranasional yang melepas batas
batas geografis Sementara itu Maududi menganggap sistem politik demokrasi sebagai
sistem musyrik clan bertentangan dengan ajaran Islam.
Kelompok kedua berusaha untuk me misahkan Islam dan politik yang keduanya
tidak boleh bersatu Urusan politik hams diatur dalam kerangka sekular Kelompok ini
meng haruskan pemikir pemikir Islam terlibat dalam topik sekularisme sebagi bagian
dari upaya merekonsiliasi nilai nilai agama mereka dalam bentuk pemerintahan yang
sekuler Sebagai contoh yang terjadi di Iran era Reza Pahlevi yang digulingkan pada
tahun 1979 Pahlevi memerintahkan pasukannya ke jalanjalan untuk membuka jilbab-
jilbab dan melarang perempuan di pemerintahan menggunakan jilbab Adapun tokoh
tokoh yang masuk dalam kelompok ini adalah Musthafa Kemal Ataturk Ali Abdur raziq
dan Thaha Husein Ali Abdurraziq dan Thaha Husein lebih banyak berbicara pada tata
ran pemikiran Raziq menolak khilafah sebagai bentuk ideal pemerintahan Islam Thaha
Husein menganjurkan adopsi mentah mentah pemikiran politik Barat Kemal Ataturk lebih
jauh lagi dia menolak peran serta agama dalam politik praktis dan membangun sebuah
negara Turki Modern yang sekuler Hal hal yang berbau agama tidak boleh dimasukkan
dalam tataran politik praktis Agama adalah urusan personal yang tidak diatur oleh
Negara.
Kelompok ketiga berusaha untuk menjembatani kedua arus pemikiran yang
bertentangan di atas Mereka tidak menolak pemikiran yang berasal dari Barat tetapi
juga tidak menerima begitu saja khazanah pemikiran Islam yang tidak sesuai dengan
kondisi dan situasi yang berkem bang Adapun tokoh tokohnya antara lain Sayyid
Jamaluddin Al Afghani Muhammad Abduh Muhammad Iqbal dan Mahmud Syaltut
Mereka dapat menerima demokrasi dan sosialisme na mun di dalamnya disertakan nilai
nilai religius Mereka juga tidak sepenuhnya dapat menerima sistem pemerintahan
Khilafah universal yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman Oleh karena
itu kelompok ini berusaha untuk merunauskan sistem pemerintahan Islam dengan tetap
berpijak pada akar akar keislaman seperti pentingnya syura musyawarah namun tidak
menutup diri dari pemikiran pemikiran berkembang yang tidak bertentangan dengan
ajaran Islam Menurut kelompok ini Islam memberikan seperangkat nilai nilai yang harus
diterapkan sesuai dengan kondisi yang dihadapi umatnya
Istilah ekonomi klasik yang digunakan ini sifatnya tentatif dan hanya diperlukan untuk
menandai masa perkembangan pemikiran ekonomi dalam islam sebelum Adam Smith. Di
samping itu, istilah ini juga digunakan sebagai penegasan identitas dalam sejarah pemikiran
ekonomi, oleh karena para fuqaha dan sarjana Muslim sendiri saat itu tidak menambahkan label
islam ke dalam pemikiran-pemikiran ekonomi mereka. Demikian juga, istilah ini digunakan
untuk membedakan ragam pemikiran ekonomi islam masa lalu dengan masa kini meskipun
tidak dimaksudkan untuk menyamai mazhab-mazhab pemikiran ekonomi islam modern yang
berkembang saat sekarang.
Pemikiran ekonomi klasik yang terbangun sejak abad ke VII hingga abad ke XV masehi.
Terutama penekanannya diarahkan pada masa masa pengembangan pemikiran ekonomi yang
dirumuskan oleh para fuqaha setelah kewafatan Nabi SAW hingga masa masa ketika pemikiran
ekonomi islam biasanya membuat periodisasi perkembangan pemikiran ekonomi islam dimulai
dari abad VII M. Sementara masa-masa sebelum itu, yakni ketika Nabi SAW masih hidup hanya
dipandang sebagai periode starting point bagi perkembangan pemikiran selanjutnya.
Disebut juga sebagai periode kewahyuan. Kendati pun Nabi SAW adalah orang
yang pertama kali mengajarkan ekonomi islam, namun karena masa itu merupakan masa
formasi wahyu maka periode ini tidak dilihat sebagai fase perkembangan atau pemikiran
ekonomi islam.
Fase pertama atau periode awal formasi, adalah periode pengembangan pemikiran
islam pasca wahyu hingga masa-masa awal kehalifahan setelah para khulafa al-Rasyidin
(632-718 M). Ciri khusus dari fase ini adalah dominasi pemikiran fuqaha yang belum
bersentuhan dengan pemikiran atau filsafat Yunani. Oleh karena itu, kendati pun tokoh-
tokoh yang dimasukkan ke dalam periode ini sebagian hidup melampaui tahun 718 M, akan
tetapi karena sifat pemikiran ekonomi mereka yang belum tercampuri oleh pikiran-pikiran
asing, maka mereka pun dipandang sebagai peletak dasar ekonomi islam yang paling awal.
Fase ketiga adalah periode penerjemahan ulang dan transmisi oleh sarjana-sarjana
Eropa Barat, yaitu ketika peradaban Barat menjalin kontak yang intensif dengan peradaban
islam selama abad XII hingga abad XV M. Fase ini muncul setelah barat menyadari
ketertinggalannya dari peradaban islam, sehingga memacu mereka untuk menpelajari karya
karya ilmiah islam. Seiring dengan hal itu, rupanya dunia islam ini sendiri sedang
mengalami akhir kejayaannya yang ditutup oleh kelahiran ilmuwan muslim termasyhur,
yakni Ibn Khaldun. Melalui bukunya yang sangat fenomental, yaitu kitab Al-'Ibr dan Al-
Muqadimah, Ibn Khaldun pun dipandang sebagai peletak paling utama ilmu sejarah, sosial,
dan ekonomi modern.
.
PEMIKIRAN PARA TOKOH
Yaqub ibn Ibrahim Abu Yusuf lahir di kufah (irak) tahun 731 M menjelang saat-saat
akhir pemerintahan Dinasti Umayyah (661-750 M). Masa dewasanya dilalui selama periode
puncak dinasti Abasyiah, terutama ketika Harun Al-Rasyid memerintah kekhalifahan (763-
806 M).
Kitab Al-Kharaj ditulis Abu Yusuf sebagai jawaban atas persoalan kenegaraan yang
dihadapi oleh khalifah Harun Al-Rasyid yang sangat menginginkan terciptanya kebaikan
umum atas dasar syariat dan keadilan sosial. Al-Rasyid sering mengajikan pertanyaan-
pertanyaan yang terkait dengan politik, administrasi, dan fiskal negara. Namun yang
menjadi konsentradi utamanya adalah perpajakan dan belanja negara. Oleh karena itu,
buku Abu yusuf ini dikenal sebagai Kitab al-Risalat fi al-Kharaj ila ar-Rashid atau kitab
tentang perpajakan yang ditulis untuk khalifah Harun al-Rasyid.
Islam Modern
Pada zaman modern itu memang muncul dan dimulai di Eropa barat laut, yakni
Inggris dan Prancis. Eropa barat laut, bahkan seluruh eropa, adalah daerah pinggiran.
Maka timbul persepsi bahwa daerah pinggiran tidak semestinya menjadi tempat lahirnya
suatu terobosan sejarah yang begitu dasyat seperti zaman modern ini. Zaman modern
itu tidak muncul dari eropa barat alut, tentu akan muncul dalam waktunya yang tepat,
entah di negeri China ( karena industrialismenya) atau di dunia islam (karena etos
intelektualnya). Dan dari dua kemungkinan itu, dunia islam memiliki peluang lebih besar,
sebab etos intelektual atau keilmuan adalah dasar dari pengembangan peradaban
modern ini.
Agama islam berkepentingan untuk memacu pembaruan, peningkatan dan
pengembangan kehidupan. ia berkepentingan mendorong seluruh potensi manusia agar
dapat berkreasi, agar membesar dan meningkat. Islam bukan hanya sebagai ritus-ritus
yang haruskan dilaksanakan, bukan hanya da’wah akhlak,bukan hanya sebagai suatu
sistem pemerintahan, sistem perekonomian atau sistem hubungan internalsional. islam
merupakan gerakan inopatif dan kreatif. Untuk mewujudkan sebuah kehidupan yang
belum pernah ada sebelumnya dan belum pernah diatur oleh perundang-undang yan
dibuat orang pada zaman sebelum maupun sesudah datangnya islam. Daya inopasi dan
kreasi yang dibawa oleh islam itu ditunjukan kepada setiap hati atau kalbu, dan kalbu
selanjutnya mengejawatahkannya dalam kenyataan.
Dalam memahami kedudukan dan fungsi ilmu pengetahuan dan informasi-
informasi ilmiah (terutama di zaman sekarang yang sering disebut era informasi),
pengertian Qur’ani tentang “ayat” itu perlu dipahami dengan baik dan direnungkan
secara mendalam. tetapi dalam telaah lebih lanjut, perkataan “ayat” juga mengandung
makna “sumber pelajaran” atau” sumber mencari dan menemukan kebenaran”, seperti
perkataan itu digunakan dalam rangkaian frase “ayat al-qur’an”.
Gerakan kebangkitan yang dipelopori al-jabarti di atas terputus beberapa tahun
ketika terjadi penduduk Napoleon dari prancis atas mesir (1798-1802 M). Namun
pendudukan itu sendiri memberikan saham yang tidak dapat dikatakan kecil bagi
kebangkitan mesir pada masa selanjutnya, termasuk dalam bidang sejarah. Setelah
prancis meninggalkan mesir, penguasa baru mesir Muhammad Ali Pasya bertekad
untuk memulai pembangunan mesir dengan meniru barat. Sekolah-sekolah baru dibuka
dan para mahasiswa dikrim ke eropa. Pada masa ini gerakan penulisan sejarah yang
dipelopori al-jabarti disusul oleh Isma’il al-Kasyasyaf dan al-athathar yang mulai
mendapat pengikut di al-azhar juga terhenti sebagaimana pada masapendudukan
napoleon tersebut. Di awal paroan kedua abad ke-19, muncul dua kelompok yang
menjadi pelopor kedua setelah al-jabarti dalam kebangkitan penulisan sejarah.
Agama dan sains, merupakan dua bagian penting dalam kehidupan sejarah
umat manusia. Bahkan pertentangan antara agama dan sains tak perlu terjadi jika kita
mau belajar mempertemukan ide-ide spiritualitas (agama) dengan sains yang
sebenarnya sudah berlangsung lama. Mehdi Golshani sebagaimana dikutip Hujair
Sanaky menilai, pihak skeptis ilmiah selalu menuduh bahwa agama hanya bergantung
pada asumsi-asumsi apriori atau sesuatu yang hanya didasarkan pada keyakinan.
Selain itu, kelompok sains, juga tidak dapat menerima begitu saja segala sesuatu
sebagai kebenaran. Kaum teolog (agamawan) kemudian banyak menuai kritik karena
terlalu bertumpu pada “imajinasi liar”, sementara para scientist harus berdasarkan fakta
secara empiris. Ini adalah tantangan yang dihadapi, dan apabila pemahaman yang
kurang tepat terdapat dalam persoalan ini, dapat menjebak umat beragama pada upaya-
upaya yang tak produktif atau bahkan kontra produktif.
1. Membaca al-Qur’an
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab di
dalamnya memuat resep mujarab yang dapat menyembuhkan penyakit jiwa
manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa jauh tingkat
sugesti keimanan seseorang.
2. Shalat
Dalam kajian Islam disebutkan shalat memiliki banyak hikmah, antara lain
memiliki kepribadian sebagaimana kepribadian orang-orang salih yang selalu
dekat (taqqarub) kepada Allah Swt, terhapus dosanya dan terhindar dari
perbuatan munkar, jiwanya selalu hidup sehingga mudah mendapatkan ilmu
dan ketenteraman, bahkan Allah Swt menjanjikan kenikmatan surga baginya;
doanya diterima, sebagai ungkapan rasa syukur terhadap apa yang telah
diberikan oleh Allah Swt sebagai rasa syukur. Shalat merupakan terapi psikis
yang bersifat kuratif, preventif, dan konstruktif sekaligus. Pertama, shalat
membina seseorang untuk melatih konsentrasi yang integral dan
komprehensif. Hal itu tergambar dalam niat dan khusyu’. Kedua, shalat dapat
menjaga kesehatan potensi-potensi psikis manusia, seperti potensi kalbu
untuk merasa (emosi), potensi akal untuk berpikir (kognisi), dan potensi
syahwat (appetite) dan ghadab (defense) untuk berkarsa (konasi). Ketiga,
shalat mengandung doa yang dapat membebaskan manusia dan penyakit
batin. Dosa adalah penyakit (psikopatologi), sedang obat (psikoterapi)- nya
adalah taubat. Shalat adalah manifestasi dari taubat seseorang, karena
dalam shalat seseorang kembali (taba) pada Pencipta-nya. Islam dan
Psikoterapi satu indikator taubat adalah mengakui kesalahan dan dosa-dosa
yang diperbuat. Dengan pengakuan akan dosa dan permohonan untuk
penghapusan dosa dalam doa iftitah, menghantarkan seseorang untuk
kembali pada fitrah aslinya yang terbebas dari segala penyakit batin. Bahkan
dalam hadis lain, shalat lima waktu dapat membersihkan fisik dan psikis
seseorang seperti orang yang membersihkan tubuhnya lima kali dalam sehari
semalam. Melalui shalat maka individu akan mampu merasakan betul
kehadiran Allah SWT. Segala kepenatan fisik, masalah, beban pikiran, dan
emosi yang tinggi kita tanggalkan ketika shalat secara khusyuk. Dengan
demikian, shalat itu sendiri sudah menjadi obat bagi ketakutan yang muncul
dari stressor yang dihadapi. Selain itu, shalat secara teratur dan khusyuk
akan mendekatkan individu kepada penciptanya. Hal ini akan menjembatani
hubungan Allah, dengan bahasa yang berbeda, Wallace (2007) menyebutkan
beberapa cara menghadapi tekanan hidup atau masalah yang menyebabkan
stres, yaitu: a. Cognitive restructuring, yaitu mengubah cara berpikir negatif
menjadi positif yang dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan. b. Time
management, yaitu mengatur waktu secara efektif untuk mengurangi stress
akibat tekanan waktu. Ada waktu dimana individu melakukan teknik relaksasi
dan sharing secara efektif dengan psikolog dalam membentuk kepribadian
yang kuat. c. Relaxation technique, yaitu mengembalikan kondisi tubuh pada
homeostatis, yaitu kondisi tenang sebelum ada stressor. Ada beberapa teknik
relaksasi, antara lain yaitu yoga, meditasi dan bernafas diphragmatic. Model
pengelolaan stres ini sebenarnya sejalan dengan strategi mengelola tekanan
hidup dalam Islam. Sebagai contoh adalah berpikir positif, termasuk ke dalam
semua strategi dalam Islam. Niat ikhlas, sabar, bersyukur dan berserah diri
memiliki unsur berpikir positif ini. Unsur relaksasi muncul dalam proses shalat
dan doa. Shalat, doa dan dzikir juga memiliki unsur manajemen waktu,
mengingat manusia membutuhkan waktu-waktu khusus dalam proses shalat,
doa dan dzikir.
3. Puasa
Puasa ada dua, yaitu puasa pisik, yaitu menahan lapar, haus, dan
berhubungan seks dan puasa psikis, yaitu menahan hawa nafsu dari segala
perbuatan maksiat. Puasa juga mampu menumbuhkan efek emosional yang
positif, seperti menyadari akan Kemahakuasaan Allah SWT, menumbuhkan
solidaritas dan kepedulian terhadap orang lain, serta menghidupkan nilai-nilai
positif dalam dirinya untuk aktualisasi diri sebaik mungkin.
4. Zikir
Zikir dalam arti sempit memiliki makna menyebut asma-asma Allah dalam
berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti luas mengingat segala
keagungan dan kasih sayang Allah Swt yang telah diberikan,serta dengan
menaati perintahnya dan menjauhi larangannya. Ada dua makna yang
terkandung dalam lafal zikir menurut AtThabathabai: a. Kegiatan psikologis
yang memungkinkan seseorang memelihara makna sesuatu yang diyakini
berdasarkan pengetahuannya atau ia berusaha hadir padanya b. Hadirnya
sesuatu pada hati dan ucapan seseorang. Zikir dapat mengembalikan
kesadaran seseorang yang hilang, sebab aktivitas zikir mendorong
seseorang untuk mengingat, menyebut kembali hal-hal yang tersembunyi
dalam hatinya. Zikir juga mampu mengingatkan seseorang bahwa yang
membuat dan menyembuhkan penyakit hanyalah Allah semata, sehingga
zikir mampu memberi sugesti penyembuhannya. Melakukan zikir sama
nilainya dengan terapi rileksasi, yaitu satu bentuk terapi dengan menekankan
upaya mengantarkan pasien bagaimana ia harus beristirahat dan bersantai
melalui pengurangan ketegangan atau tekanan psikologis. Kunci utama
keadaan jiwa mereka itu adalah karena melakukan zikir. Firman Allah swt.
5. Doa dan Munajat
Doa dan munajah banyak didapat dalam setiap ibadah, baik dalam shalat,
puasa, haji, maupun dalam aktivitas sehari-hari. Agar doa dapat diterima
maka diperlukan syarat-syarat khusus, di antaranya dengan membaca
istigfar terlebih dahulu. Istigfar tidak hanya berarti memohon ampunan
kepada Allah, tetapi lebih esensial lagi yaitu memiliki makna taubat. Do'a
ternyata tidak terikat oleh dimensi ruang. Dossey (1996) adalah profil dokter
lain yang banyak mengungkapkan penelitian tentang pengaruh do'a. Dari
berbagai penelitian yang dikumpulkannya disimpulkan bahwa do'a secara
positif berpengaruh terhadap berbagai macam penyakit. Misalnya tekanan
darah tinggi, luka, serangan jantung, sakit kepala dan kecemasan. Proses-
proses fisiologis yang dapat dipengaruhi doa antara lain adalah proses
kegiatan enzim, pertumbuhan sel darah putih leukimia, laju mutasi bakteri,
pengecambahan dan laju pertumbuhan berbagai macam benih, laju
penyumbatan sel pemacu, laju penyembuhan luka, besarnya gondok dan
tumor, waktu yang dibutuhkan untuk bangun dari pembiusan total, efek
otonomi seperti kegiatan elektrodermal kulit, laju hemolisis sel-sel darah
merah dan kadar hemoglobin. Dengan adanya bukti-bukti ilmiah seperti itu,
maka dokter Dossey (1996) sendiri selanjutnya menulis: "...setelah
mempertimbangkan faktor-faktor ini selama beberapa bulan, saya
menyimpulkan bahwa saya akan berdoa bagi pasien-pasien saya."
Berdasarkan landasan-landasan filosofis inilah, teknik-teknik psikoterapi
Islam bermula dan berkembang dengan luas.