Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Hubungan Antar Manusia

DI SUSUN OLEH :

Ujang
Wiwi Wiharti
Yati Julaeti
Yayah Rokayah
Yosep Hadiansyah
Yulianti
Zulfikar Abdullah

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PRODI D IV POLITEKNIK KESEHATAN

BANDUNG

2010
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

menganugerahkan rahmat, karunia serta ridha-Nya, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah tentang ”Hubungan Antar Manusia”. Makalah ini disusun

sebagai salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Manajemen Laboratorium

Kesehatan.

Dalam penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

kemudian bermamfaat bagi kita.

Selama mengerjakan tugas makalah ini, kami telah banyak menerima bimbingan

dan saran-saran dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini saya ingin

mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada rekan-rekan serta semua pihak

yang tidak dapat kami sebutkan satupersatu yang telah membantu penyusun dalam

pembuatan makalah ini.

Akhirnya kami berharap karya tulis ini dapat berguna dan dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya. Kami mengharapkan kritik dan saran untuk kemajuan di

masa-masa mendatang. Atas perhatiannya penyusun ucapkan terima kasih.

Bandung, Desember 2010

Tim Penyusun
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan yang baik antara Direktur atau Manajer dengan pekerja akan

meningkatkan produktifitas suatu perusahaan. Hal inilah yang disebut Hubungan

Antar Manusia dalam sumber daya manusia. Suatu perusahaan harus memelihara

hubungan yang baik diantara semua pihak yang berkaitan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi berkenaan

dengan konsep Hubungan Antar Manusia di dalam sudut pandang SDM. Sehingga

dapat diharapkan pembaca dapat memahami teori tentang Hubungan Antar

Manusia dengan jelas.

1.3 Metode

Metode yang di gunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan,

yaitu dengan meresume berbagai buku-buku dan artikel-artikel tentang sumber

daya manusia.
II

PEMBAHASAN MATERI

A. Sejarah Tahap Hubungan Antar Manusia


Penelitian yang lebih intensif terhadap sumber daya manusia berlangsung pada

penghujung tahun 1920-an dan awal 1930-an. Pada kurun waktu itu, perhatian para

manajer dicurahkan pada karyawannya untuk meningkatkan produktifitas kerja

mereka. Produktifitas karyawan ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh cara

pekerjaan dirancang dan diberikan imbalan memadai, tetapi juga oleh faktor lain,

yaitu faktor sosial dan psikologis.

Temuan ini merupakan temuan pertama dengan mengindikasikan bahwa factor

social dan psikologis dalam suatu lingkungan kerja dapat mempunyai dampak

signifikan terhadap tingkat produktifitas kerja para karyawan. Produktifitas

bertalian langsung dengan itensitas kerjasama dan kerja tim dalam kelompok.

Tingkat kerja tim dan kerja sama hubungan dengan minat penyelia dan periset

dalam kelompok kerja, kurangnya pendekatan koersif terhadap perbaikan

produktivitas, dan partisipasi kalangan karyawan dalam perubahan yang

mempengaruhi mereka. Dalam penelitiannya, Hawthome menemuka kenyatan

bahwa perasaan, emosi dan sentimen para karyawan sangat dipengaruhi oleh

lingkungan kerja, seperti gaya kepemimpinan atasan, perhatian, sikap dan

dukungan manajemen. Dalam hal kehidupan para karyawan disikapi sebagai

sebuah sistem sosial. Berbeda dengan pandangan Taylor yang melihat organisasi

suatu sistem ekonomi yang bersifat teknis dan mekanis.

Dapat dipicu hasil temuan Hawthom maka dilakukan riset lanjutan terhadap faktor

sosial dan cara individu bereaksi terhadapnya. Temuan dari kajian ini menemukan

bahwa kebutuhan karyawan harus dipahami dan ditindaklanjuti oleh manajemen

agar mereka merasa senang bekerja, puas dan produktif. Komunikasi antara para

karyawan dan penyelianya dibina karena adanya kebutuhan iklim kerja yang lebih

partisipatif. Cara ini ternyata dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas

perusahaan.
B. Pemeliharaan Hubungan Antar Manusia Dalam SDM
Salah satu hubungan antara Direktur atau Manajer dengan para karyawan

diperusahaan disebut hubungan kerja atau hubungan manusia, atau biasa juga

disebut hubungan ”Industrial Peace”.

Pemeliharaan hubungan industrial dalam rangka keseluruhan proses manajemen

sumber daya manusia berkisar pada pemikiran bahwa hubungan yang serasi dan

harmonis antara Direktur atau Manajer dan pekerja yang terdapat dalam organisasi

usaha itu mutlak harus ditumbuhkan dan dipelihara demi kepentingan semua

pihak petaruh pada organisasi usaha bersangkutan. Kalau kurang berhasil

memelihara hubungan yang harmonis akan berakibat terjadinya kerugian bagi

banyak pihak, terutama bagi pihak Direktur atau Manajer dan pekerja-pekerja yang

bersangkutan.

Dalam pembahasan ini istilah Hubungan Antar Manusia digunakan dalam

pengertian umum sebagai hubungan formal yang terdapat antara majikanatau

kelompok Direktur atau Manajer dengan pekerja atau istilah tersebut akan

digunakan saling bergantian tanpa mengurangi makna dan isi yang terkandung

didalamnya. Hubungan itu biasanya dilakukan secara tertulis ataupun lisan asalkan

kedua belah pihak secara jujur melaksanakan kewajibandan hak masing-masing

selaku mitra kerja.

Karyawan atau pekerja harus dihormati selaku mitra kerja dan bukan sebagai budak

belian seperti pada zaman penjajahan dengan kerja rodi secara paksa. Saling

menghormati antara Direktur atau Manajer dan pekerja untuk melaksanakan tugas,

kewajiban dan hak masing-masing pihak yang berhubungan kerja adalah nilai-nilai

yang harus dijunjung tinggi dan merupakan filosofi Hubungan Industrial Pancasila.

C. Pihak-Pihak Yang Berhubungan dalam Hubungan Antar Manusia


Banyak pihak yang berhubungan dalam Hubungan Antar Manusia dalam SDM,

yaitu pihak-pihak yang berkepentingan pada organisasi usaha untuk mencapai

tujuan dan berbagai sasarannya masing-masing. Pihak-pihak yang berkepentingan


itu dikenal dengan istilah ”stake holders”. Dikatakan pihakyang berkepentingan

karena setiap pihak itu mempertaruhkan sesuatu pada organisasi itu, yaitu:

Pertama : Manajemen – yang dalam organisasi niaga modern biasanya

merupakan kelompok profesional yang bukan lagi pemilik

organisasi – mempertaruhkan waktu, pengetahuan, keahlian,

keterampilan dan reputasi profesionalnya, bukan hanya demi

kepentingan organisasi yang dipimpinnya akan tetapi juga demi

kepentingan yang lebih luas.

Kedua : Para anggota organisasi yang dengan pemanfaatan waktu,

pengetahuan, keterampilan dan tenaga melakukan tugas-tugas yang

dipercayakan orgaisasi kepedanya dengan harapan bahwa dengan

jalur itulah jenis kebutuhannya dapat terpenuhi dengan memuaskan.

Ketiga : Para pemilik modal dan pemegam saham – bagi organisasi niaga –

yang telah menanamkan saham sebagian dari hartanya dalam

organisasi dengan harapan bahwa modal yang ditanam itu secara

kontinu akan memberikan layak baginya.

Keempat : Kelompok tertentu di masyarakat yang menjadi konsumen barang

atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi dan mengharapkan bahwa

penyediaan barang atau jasa tersebut tidak mengalami gangguan.

Kelima : Para pemasok bahan baku atau bahan penolong yang diperlukan

oleh organisasi dalam menghasilkan barang atau jasa.

Keenam : Para distributor dan agen. Telah dimaklumi bahwa pada umumnya

organisasi niaga tidak menjual barang atau jasa yang dihasilkan

langsung kepada konsumen. Oleh karena itu distributor atau agen

itu pun mempertaruhkan kepentingannya dalam kepentingan

organisasi.

Ketujuh : Jajaran pemerintah. Setelah kita ketahui, pemerintah mempunyai

hak, wewenang dan tanggungjawab untuk meningkatkan mutu

hidup dari seluruh warganya. Oleh karena itu pemerintah juga

sangat berkepentingan dalam keberhasilan organisasi yang terdapat

dalam masyarakat.
D. Tahap-Tahap dalam Hubungan Antar Manusia
Hubungan Antar Manusia dalam suatu organisasi pada umumnya dapat

digolongkan kepada lima tahap, yaitu :

a. Tahap konflik
Jika sifat hubungan kerja antara pekerja dan manajemen berada pada tahap ini, yang

terjadi ialah bahwa manajemen berusaha sedapat mungkin untuk mencegah

masuknya para pekerja menjadi anggota serikat pekerja. Dalam hal demikian, tidak

mustahil apabila manajemen memberhentikan – biasanya dengan alasan yang

dicari-cari – atau memasukan dalam ”daftar hitam” siapa saja diantara para pekerja

yang menunjukan minat memasuki suatu organisasi serikat pekerja. Hal ini

tentunya menimbulkan konflik. Dalam tahap ini manajemen akan menolak untuk

berhubungan dengan para wakil serikat pekerja yang datang kepadanya.

Pada tahap ini dalam hal timbulnya pertikaian perburuhan yang serius antara

manajemen dengan para pekerja, manajemen akan mengambil semua langkah yang

dapat diambilnya agar pertikaian yang tidak terselesaikan dengan perundingan

langsung jangan sampai berakhir dengan pemogokan.

b. Tahap pengakuan eksistensi


Pada tahap ini manajemen membiarkan dan mengakui adanya serikat pekerja dalam

organisasi yang dipimpinnya, meskipun sebenarnya disertai oleh ”sikap terpaksa”.

Artinya, manajemen memang mau berhubungan dengan para wakil serikat pekerja

untuk membicarakan hal-hal yang merupakan sumber pertikaian dalam hubungan

industrial, akan tetapi tidak dengan sikap yang ikhlas. Seandainya ada pilihan lain,

manajemen akan tetap memilih untuk tidak berhubungan dengan serikat pekerja

dalam menyelesaikan pertikaian yang timbul.

c. Tahap negoisasi
Tahap ini pun bukanlah tahap yang didambakan dalam menumbuhkan dan

memelihara hubungan industrial yang serasi. Dikatakan demikian karena pada


tahap ini, manajemen tetap memandang serikat pekerja sebagai faktor penghalang

dalam hubungan kerja antara manajemen dan para pekerja.

Jika terjadi pertikaian dengan para pekerja, negoisasi akan cenderung keras karena

masing-masing pihak akan memprtahankan pendirian dan haknya secara gigih.

Dalam situasi demikian, tidak mustahil bahwa manajemen akan berusaha mencari

tenaga kerja sementara untuk menggantikan tenaga kerja yang ada, tetapi tidak

produktif karena, misalnya melakukan pemogokan. Tindakan yang mungkin

ditempuhnya ialah misalnya, menyerahkan kegiatan produksi atau jasa yang

biasanya dihasilkan kepada organisasi lain untuk sementara waktu selama

pemogokan berlangsung.

d. Tahap akomodasi
Dalam hubungan yang sifatnya akomodatif, tidak berarti bahwa manajemen

menyukai kehadiran serikat pekerja dalam organisasi. Oleh karenanya manajemen

belum tentu bersedia untuk memberikan kesempatan kepada pimpinan pekerja

untuk memperkuat kedudukannya dikalangan para pekerja. Akan tetapi pada tahap

ini manajemen pada umumnya menyadari bahwa serikat pekerja dapat memainkan

peranan yang positif dalam organisasional para pekerja seperti dalam rangka

penegakan disiplin dan dalam mengarahkan prilaku para karyawan sedemikian

rupa sehingga terjali hubungan kerja yang baik antara pekerja dengan manajemen.

e. Tahap kerja sama


Tahap kerja sama merupakan tahap yang paling maju dan paling ideal dalam

hubungan industrial. Pada tahap ini serikat pekerja turut serta secara aktif dalam

peningkatan efisiensi, evektifitas, produktivitas dan semangat kerja para karyawan.

Kerja sama didasarkan pada dua asumsi, yaitu:

Pertama : kedua belah pihak sama-sama memperoleh keuntungan bila

organisasi meraih berbagai keberhasilan.

Kedua : para karyawan berada pada posisi yang memungkinkan mereka

mengamati dan mengetahui proses produksi yang terjadi serta

dapat mendeteksi berbagai kelemahan dalam proses produksi itu


serta dapat pula memberikan saran-saran tentang cara untuk

mengatasinya

E. Sikap Mental dan Sikap Sosial


Dalam usaha mewujudkan pokok pikiran dan tujuan Hubungan Antar Manusia

diperlukan adanya pengembangan dari suatu sikap mental dan sikap sosial.

a. sikap mental yang dimaksud antara lain saling menghormati, saling mengerti
kedudukan dan peranannya, saling memahami hak dan kewajiban antara

pekerja dan pengusaha.

b. Sikap sosial yang dimaksudkan antara lain adalah rasa ke gotong royongan,
toleransi, tenggang rasa, terbuka dan mampu mengendalikan diri antara pihak-

pihak yang bersangkutan

c. Pihak pemerintahpun berperan sebagai pelindung, pengasuh dan pengayom


bagi seluruh pihak yang berkaitan dengan proses produksi.

d. Serikat pekerja juga berperanan tidak hanya untuk menyalurkan anspirasi


pekerja tetapi juga harus aktif berpartisipasi dalam tugas pembangunan nasional

e. Pihak pengusaha bukan hanya untuk melindungi hak miliknya tetapi harus
berpartisipasi dalam tugas pembangunan nasional.

Dengan demikian dalam hubungan kerja tidak ditemukan lagi sikap-sikap

konfrontatif dan penindasan antara pihak satu dengan pihak pihak lainnya.

F. Masalah-Masalah Yang Harus Dipecahkan dalam Hubungan

Manusia
Hubungan Antar Manusia dalam SDM biasanya terdapat berbagai masalah yang

dihadapi, yaitu:

1. Masalah pengupahan

Upah didalam perusahaan selalu menjadi sumber perselisihan karena upah

merupkan biaya bagi pengusaha dan sebagai pendapatan bagi pekerja. Adanya

perbedaan kepentingan tentang upah ini yang sangat riskan menimbulkan

persilihan, maka tentang pengupahan ini harus tetap dikendalikan dengan dasar

upah minimum regional.


2. Masalah permintaan /penawaran tenaga kerja dengan keterbatasan lowongan

kerja

3. Masalah pemogokan

Walaupun pemogokan disebut sebagai hak dari pekerja tetapi pemogokan itu dapat

merusak hubungan pengusaha dan pekerja dan merugikan produktivitas nasional.

Oleh sebab itu pemogokan harus dihindari dan kalau sempat terjadi perlu dengan

segera dituntaskan.

G. Hubungan Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Karyawan

Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang,

maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan

individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi.

Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan

menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga

tercapainya kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya

produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).

Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang,

maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan

individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi.

Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan

menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga

tercapainya kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya

produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).

Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya

kepuasan dapat ditingkatkan, bila atasan bersifat ramah dan memahami,

menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan,

dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka (Robbins, 2002 : 181).

Partisipasi dalam pengambilan keputusan kepemimpinan khususnya pada

kepemimpinan demokratis akan mempunyai dampak pada peningkatan hubungan


manajer dengan bawahan, menaikkan moral dan kepuasan kerja serta menurunkan

ketergantungan terhadap pemimpin (Supardi, dkk, 2002 : 76).

Dengan demikian dapat dikatakan kepemimpinan sangat erat hubungannya dengan

kepuasan kerja karyawan. Kepemimpinan yang memperoleh respon positif dari

karyawan cenderung akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan, demikian bila

terjadisebaliknya.

III
KESIMPULAN

Salah satu segi hubungan antara organisasi dengan para anggotanya menyangkut

apa yang lazim dikenal dengan istilah Hubungan Antar Manusia atau hubungan

industrial. Pemeliharaan hubungan yang serasi dan harmonis antara manajemen

dengan para pekerja yang terdapat dalam organisasi mutlak perlu ditumbuhkan,

dijaga dan dipelihara demi kepentingan semua pihak yang telah mempertaruhkan

kepentingannya dalam organisasi. Kekurangberhasilan memelihara hubungan yang

serasi dan harmonis itu akan merugikan banyak pihak dan tidak terbatas hanya

pada pihak manajemen dan para pekerja saja.

Jadi istilah Hubungan Antar Manusia dalam artian umum, yaitu hubungan formal

yang terdapat antara manajemen dan kelompok pekerja yang terdapat dalam suatu

organisasi. Istilah lain dengan makna yang sama adalah “hubungan kerja atau

hubungan industrial”.

DAFTAR PUSTAKA
P. Siagian, Prof. Dr. Sondang. (2007). MPA: Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:

PT Bumi Aksara

S. P. Hasibuan, Drs. H. Malayu. (2006). Manajemen SDM. Jakarta: PT Bumi Aksara

Teguh, Ambar. dkk. (2003). Manajemen SDM, Konsep dan Pengembangan Dalam

Konteks Organisasi Publik. Yogjakarta: Graha Ilmu Yogjakarta.

Wahyudi, Drs. Bambang. (1991). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Suta

www.google.co.id

Jurnal Manajemen, oleh Denny, Minggu 25 November 2007

Anda mungkin juga menyukai