Anda di halaman 1dari 122

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN BERDUKA
DISFUNGSIONAL PADA KLIEN REMAJA DENGAN
KETERGANTUNGAN AMFETAMIN DI RUMAH SAKIT
KETERGANTUNGAN OBAT

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ERNY PRIAN KUSUMA


0806457022

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN BERDUKA
DISFUNGSIONAL PADA KLIEN REMAJA DENGAN
KETERGANTUNGAN AMFETAMIN DI RUMAH SAKIT
KETERGANTUNGAN OBAT

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Keperawatan

ERNY PRIAN KUSUMA


0806457022

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


ii

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


iii

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


“Barang siapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah
sampai dia kembali” (H.R. Tirmidzi)
“….Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu,
dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat….” (Q.S. Al-Mujadalah : 11)

Dan

Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia
lain.” (H.R. Muttafaqun Alaih)

Semogakarya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi banyak kalangan dan dapat
menghantarkan kita ke dalam golongan orang-orang yang beriman dan berilmu.
Aamiin.

Karya ini dipersembahkan khusus untuk :


Ibu, Kusumaningsih,
Dan Ayah, Slamet Supriyanto.

iv

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan karya ilmiah
akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi mata ajar tugas akhir keperawatan
Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah akhir ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Ice YuliaWardani, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.J. sebagai Pembimbing Akademik
dan yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
saya dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.
(2) Widya Lolita, S.Kp.,M.Kep. sebagai Pembimbing Klinik yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.
(3) Slamet Supriyanto dan Kusumaningsih selaku orang tua dan Arief Kusuma
Priyanto dan Intan Priyandini selaku kakak yang telah memberikan do’a dan
dukungan material maupun moral.
(4) Seluruh pimpinan dan staf Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang telah
membantu saya dalam memperoleh data dan membantu dalam perizinan.
(5) Semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya menyelesaikan
karya ilmiah akhir, semoga Allah membalas dengan kebaikan yang
berlimpah.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini dapat membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Depok, Juli 2013

Penulis

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


vi

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


ABSTRAK

Nama : Erny Prian Kusuma


Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan : Berduka Disfungsional Pada Klien Remaja Dengan
Ketergantungan Amfetamin Di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat

Ketergantungan zat pada remaja merupakan salah satu masalah kesehatan


masyarakat perkotaan dengan prevalensi tinggi di Indonesia. Berduka dapat
menjadi efek yang timbul akibat hospitalisasi dari penyelesaian ketergantungan
zat. Karya ilmiah ini adalah analisis dari penerapan asuhan keperawatan berduka
disfungsional akibat dari hospitalisasi pada remaja dengan ketergantungan
amfetamin. Hasil analisis menunjukkan bahwa asuhan keperawatan berduka
disfungsional dapat diberikan kepada klien untuk menyelesaikan setiap fase
berduka. Fase berduka akibat hospitalisasi yang tidak selesai dapat mengganggu
proses pemberian program terapi pada klien dengan ketergantungan zat. Hasil
tersebut menyarankan pemberi asuhan meningkatkan dukungan dan melibatkan
support system secara optimal.

Kata Kunci : Ketergantungan zat, remaja, berduka

ABSTRACT

Name : Erny Prian Kusuma


Study Program : Nursing
Title : Analysis of Public Health Nursing Clinical Practice Urban :
Dysfunctional Grieving In Adolescent With Amphetamine
Dependence in Rumah Sakit Ketergantungan Obat

Substance dependence in adolescents is a public health problem in urban areas


with a high prevalence in Indonesia. Grieving can be an effect arising from the
settlement of substance dependence hospitalization. This scientific is analysis of
the application of nursing care due to dysfunctional grieving of hospitalization in
adolescents with amphetamine dependence. The result of this analysis shows that
dysfunctional grieving nursing care can be given to client to complete each phase
of the grieving. Uncompleted grieving phase due to hospitalization can disrupt the
process of therapy program in client with substance dependence. This result
suggest to increasing support to client and involving support system optimally.

Key Words : Substance dependence, Adolescent, Grief

vii

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN ORISINALITAS ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
1.4.1 Manfaat Aplikatif .................................................................... 5
1.4.2 Manfaat Teoritis ...................................................................... 5
1.4.3 Manfaat Metodologis ............................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan ......................................... 7
2.2 Remaja dan Penyalahgunaan NAPZA .................................................. 7
2.2.1 Remaja ...................................................................................... 7
2.2.2 Tumbuh kembang remaja ......................................................... 8
2.2.3 Penyalahgunaan NAPZA pada Remaja .................................... 9
2.3 Ketergantungan Amfetamin .................................................................. 10
2.3.1 Amfetamin ................................................................................ 10
2.3.1.1 Metamfetamin............................................................... 11
2.3.2 Mekanisme Kerja Amfetamin ................................................... 12
2.3.3Tanda dan Gejala Intoksikasi Amfetamin.................................. 13
2.3.4 Gejala Putus Zat Amfetamin ..................................................... 14
2.3.5 Komorbiditas Amfetamin ......................................................... 14
2.3.6 Overdosis Amfetamin ............................................................... 15
2.3.2 Ketergantungan NAPZA .................................................................. 15

viii

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


2.3.2.1 Tingkatan Ketergantungan NAPZA.............................................. 16
2.3.2.2 Penyebab Ketergantungan NAPZA .............................................. 17
2.3.2.3 Dampak Ketergantungan NAPZA ................................................ 18
2.4 Hospitalisasi pada Remaja..................................................................... 20
2.5 Kehilangan dan Berduka ....................................................................... 20
2.5.1 Definisi Kehilangan dan Berduka ............................................. 20
2.5.2 Faktor penyebab berduka .......................................................... 21
2.5.3 Tahapan berduka ....................................................................... 21
2.5.4 Tanda dan Gejala Berduka ........................................................ 23
2.5.5 Akibat berduka .......................................................................... 23
2.5.6 Asuhan Keperawatan Berduka .................................................. 23

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA


3.1 Gambaran Kasus Kelolaan ................................................................. 27
3.2 Analisa Data ...................................................................................... 31
3.3 Masalah Keperawatan ....................................................................... 33
3.3.1 Pohon Masalah ........................................................................ 33
3.3.2 Prioritas Masalah Keperawatan ............................................... 34
3.3.3 Diagnosa Keperawatan ............................................................ 34
3.4 Tindakan Keperawatan ..................................................................... 35
3.4.1 Tujuan Tindakan Keperawatan ................................................ 35
3.4.2 Tindakan Keperawatan Berduka Disfungsional ...................... 35
3.5 Evaluasi Tindakan Keperawatan ....................................................... 37

BAB 4 ANALISIS SITUASI


4.1 Profil Lahan Praktek .......................................................................... 39
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan
Kasus terkait ...................................................................................... 40
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep ................................. 44
4.4 Alternatif Pemecaan Masalah yang Dapat Dilakukan ....................... 48

BAB 5 Penutup
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 49
5.2 Saran ................................................................................................. 49
5.2.1 Bidang Keilmuan ..................................................................... 50
5.2.2 Bidang Pelayanan .................................................................... 50

DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 51


LAMPIRAN

ix

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Analisa Data Klien ........................................................................ 31


Tabel 3.2 Lanjutan Analisa Data Klien ......................................................... 32
Tabel 3.3 Lanjutan Analisa Data Klien ......................................................... 33

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Riwayat Hidup Klien Berhubungan dengan Pemakaian Zat ......... 27

xi

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Pohon Masalah .............................................................................. 34


Skema 3.2 Tahapan Berduka Klien Selama Proses Perawatan ....................... 37

xii

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pengkajian Keperawatan


Lampiran 2 : Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 3 : Catatan Perkembangan Klien
Lampiran 4 : Daftar Riwayat Hidup Penulis

xiii

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat perkotaan saat ini harus dihadapkan dengan berbagai masalah
kesehatan sebagai akibat dari gaya hidup dan lingkungan yang cenderung
kurang sehat. Masalah kesehatan perkotaan yang muncul berasal dari
lingkungan fisik, psikologis, maupun sosial. Efendi dan Makhfudli (2009) dan
Hitchcock (1999) dalam Santoso (2010) menjelaskan bahwa masalah
kesehatan perkotaan yang sering muncul ialah penyakit infeksi dan menular,
kurang gizi, penyakit degeneratif, serta penyalahgunaan NAPZA dan
minuman keras. Penyalahgunaan NAPZA dan minuman keras adalah salah
satu masalah kesehatan perkotaan yang berasal dari lingkungan psikologis dan
sosial.

Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) atau yang lebih
populer disebut narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) merupakan
masalah kompleks yang sudah menjadi tren atau gaya hidup masyarakat
perkotaan. Remaja memiliki risiko yang lebih tinggi pada masalah
penyalahgunaan NAPZA (Santoso, 2010 & Ritanti, 2010). Hal tersebut
tergambar dari penyalahgunaan NAPZA 97% berusia 13-25 tahun (Hawari,
2006 & Iswanti, et al, 2007 dalam Hidayati&Indrawati, 2012). Penelitian
lainnya juga pernah dilakukan Setyonegoro (1988); Alwady (1985); Hilman
(1996); Idris (1990) dalam Joewana (2005) dalam Santoso (2010) yang
menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna zat psikoaktif berusia kurang
dari 25 tahun. Santoso (2009) dalam Santoso (2010) mengemukakan bahwa
partisipan dalam penelitiannya pertama kali menggunakan NAPZA saat usia
13-17 tahun. Prevalensi bertambahnya pengguna NAPZA pada remaja sekitar
1,99% (BNN, 2008 dalam Ritanti, 2010). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penyalahgunaan NAPZA masih di dominasi oleh remaja.

1
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


2

Remaja adalah tahapan transisi atau masa peralihan seseorang dari anak-anak
menuju dewasa (Mitra bintibmas, 2010 & Kompas, 2006, dalam Jaji, 2009).
Masa remaja ditandai dengan berbagai proses perubahan yang terjadi baik
secara fisik maupun psikologis (Santoso, 2010). Pada tahapan ini
pertumbuhan dan perkembangan remaja disiapkan untuk menjadi dewasa.
Karakteristik remaja yang penuh dorongan keingintahuan, penjelajahan,
petualangan, ingin menunjukkan keberanian, ingin ambil risiko, masa labil,
mudah terpengaruh, mudah meniru, mudah diiming-imingi (Mitra bintibmas,
2010) membuat remaja menjadi kelompok rentan dalam penyalahgunaan
NAPZA. Seperti yang dijelaskan Hawari (2006), terdapat tiga kutub sosial
yang dapat membuat remaja melakukan penyalahgunaan NAPZA, yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. Semua karakteristik dan faktor pendukung
pada pertumbuhan dan perkembangan remaja yang negatif dapat menjadi
pemicu remaja menyalahgunakan NAPZA.

Amfetamin menjadi salah satu zat yang tren digunakan pada tahun 1995an
keatas (Hawari, 2006). Hal tersebut dikarenakan efek pemakaiannya sehingga
dapat memunculkan rasa percaya diri pada remaja (Hawari, 2006 & Mitra
bintibmas, 2010). Efek yang timbul dari penggunaan amfetamin adalah
cenderung hiperaktif, merasa gembira, harga diri meningkat, namun
cenderung paranoid dan menimbulkan halusinasi (Hawari, 2006). Di sisi lain,
amfetamin memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang yang
negatif. Apabila pengguna mengalami putus zat, maka efek yang ditimbulkan
adalah perubahan alam perasaan, rasa lelah, letih, gangguan tidur, dan mimpi
yang bertambah sehingga mengganggu kenyamanan tidur (Hawari, 2006).
Efek pemakaian yang daat meningkatkan harga diri dan percaya diri, serta
dampak putus zat yang mengganggu fisik dan emosional dapat menjadi
sebagian besar alasan remaja menjadi ketergantungan terhadap amfetamin.

Ruang rawat Mental psikiatri evaluasi (MPE) dan rehabilitasi sebagai salah
satu tempat bagi pasien yang digunakan untuk mengurai gejala intoksikasi.
Ruang rawat MPE membantu pasien melalui fase withdrawal syndrom atau

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


3

sindrom putus zat sampai pada keadaan stabil. Fase stabilisasi di ruang MPE
berkisar antara 10-14 hari. Setelah pasien dapat dinyatakan stabil, keluarga
dan pasien yang menentukan dirinya melanjutkan untuk pulang atau
rehabilitasi. Rehabilitasi sebagai tempat pasien mempelajari dan mendapat
penyuluhan terkait NAPZA. Program rehabilitasi ditentukan oleh keluarga,
pasien, dan konselor. Pada setiap program, ketiganya berperan karena dapat
menentukan kasil akhir setelah pasien keluar dari rumah sakit.

Pada fase dan keadaan tertentu, seringkali pasien merasakan perawatan di


ruang rawat MPE dan rehabilitasi menjadi suatu kehilangan yang mendalam
karena pasien merasa harus terputus dengan lingkungan yang nyaman bagi
dirinya dan mendapati lingkungan yang baru. Sebagaimana dijelaskan bahwa
perpisahan terhadap hubungan antar manusia yang bernilai adalah definisi
dari kehilangan menurut Dyer (2001) dalam Ritanti (2010) dan Kozier, et al,
dalam Ritanti (2010). NANDA (2012) menjabarkan bahwa kehilangan
merupakan bagian dari berduka yang terjadi pada seseorang.

Pemberian asuhan keperawatan berduka disfungsional dapat dijadikan


sebagai salah satu intervensi yang dapat digunakan untuk menangani pasien
pada kondisi berduka dan kehilangan. Pemberian asuhan keperawatan asuhan
keperawatan berduka disfungsional diberikan berdasarkan tahap berduka
yang dialami pasien. Kubler-Ross (1969) dalam Ritanti (2010) menjelaskan
bahwa berduka dan kehilangan berorientasi pada perilaku dan menyangkut
lima tahap, yaitu fase pengingkaran (Denial), fase kemarahan (Anger), fase
tawar menawar (Bargaining), fase depresi (Depression), dan fase penerimaan
(Acceptance).

Perawat memiliki peranan penting dalam membantu pasien melewati fase


kehilangan dan berduka dengan pemberian asuhan keperawatan yang sesuai
dengan teori. Untuk itu, dilakukan penulisan karya ilmiah tentang asuhan
keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada klien dengan berduka
disfungsional di ruang rawat mpe dan rehabilitasi rumah sakit ketergantungan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


4

obat. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran hasil terkait penerapan
teori asuhan keperawatan berduka disfungsional pada klien dengan
ketergantungan zat di ruang rawat MPE dan rehabilitasi.

1.2 Perumusan Masalah


Penyalahgunaan NAPZA menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
perkotaan yang sening muncul. Remaja, yang berusia 13-25 tahun, memiliki
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA. Hal tersebut dimungkinkan
terjadi karena remaja merupakan masa transisi seseorang dari anak-anak
menuju dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan disiapkan untuk menjadi
dewasa. Sehingga karakteristik yang timbul pada masa remaja adalah rasa
keingintahuan tinggi karena berada pada pencarian jati diri. Selain itu,
kekompokan terhadap teman sebaya, sangat terlihat pada masa remaja.

Penggunaan amfetamin menjadi salah satu penyalahgunaan NAPZA yang


dilakukan oleh kebanyakan remaja karena efek yang ditimbulkan, yaitu
membuat rasa percaya diri yang tinggi. Dampak ketergantungan yang buruk
dapat membuat seorang remaja pada akhirnya harus menjalani perawatan di
ruang rawat detoksifikasi dan rehabilitasi. Proses perawatan tersebut bagi
sebagian besar remaja dapat menimbulkan proses kehilangan. Proses
kehilangan yang dialami remaja memunculkan fase berduka. Fase berduka
yang dialami oleh remaja perlu dilakukan intervensi keperawatan untuk
membantu remaja melewati setiap fasenya dengan koping yang adaptif. Hal
tersebut dilakukan karena fase berduka yang dialami oleh klien dapat
mengganggu proses pemberian program terapi untuk klien.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mampu menggambarkan asuhan keperawatan berduka disfungsional
pada klien remaja yang mengalami ketergantungan amfetamin.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


5

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah
mahasiswa:
 Mampu menggambarkan penggunaan NAPZA pada usia remaja
 Mampu menggambarkan pada klien remaja dengan ketergantungan
amfetamin
 Mampu menggambarkan hospitalisasi pada remaja
 Mampu menggambarkan terkait asuhan keperawatan berduka
disfungsional
 Mampu menggambarkan pemberian asuhan keperawatan fisik
maupun psikososial pada klien remaja dengan ketergantungan
amfetamin
 Mampu menganalisis kesenjangan yang terdapat antara teori dan
praktek dalam pelaksanaan asuhan keperawatan berduka
difungsional;
 Mampu menganalisis penyelesaian masalah kesenjangan yang
terjadi antara teori dan praktek dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan berduka disfungsional

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Teoritis
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dalam bidang keperawatan, terutama keperawatan jiwa
mengenai asuhan keperawatan berduka disfungsional pada klien
remaja dengan ketergantungan amfetamin.

1.4.2 Manfaat Aplikatif


Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pemberian asuhan keperawatan pada klien ketergantungan amfetamin
dengan berduka disfungsional sehingga dapat dijadikan acuan bagi
pelayanan rumah sakit untuk mengatasi siatuasi berduka yang dialami
pasien yang mengalami putus zat.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


6

1.4.3 Manfaat Metodologis


Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi
penelitian lain terkait pemberian asuhan keperawatan berduka
disfungsional pada klien remaja dengan ketergantungan amfetamin.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan


Keperawatan kesehatan masalah perkotaan adalah bentuk pemberian asuhan
keperawatan yang berfokus pada masalah kesehatan pada masyarakat
perkotaan. Hal ini sesuai dengan Spradley (1985); Logan and Dawkin (1987)
dalam Anderson (2006) yang menjelaskan bahwa keperawatan kesehatan
komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada
masyarakat dengan pendekatan pada kelompok risiko tinggi, dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan.

Masalah kesehatan perkotaan yang sering muncul ialah penyakit infeksi dan
menular, kurang gizi, penyakit degeneratif, serta penyalahgunaan NAPZA dan
minuman keras (Efendi dan Makhfudli, 2009 dan Hitchcock, 1999 dalam
Santoso, 2010). Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah kompleks yang
sudah menjadi tren atau gaya hidup masyarakat perkotaan. Gaya hidup pada
masa remaja biasanya mengakibatkan perilaku berisiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok usia lain di masyarakat (Santoso, 2010).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah kesehatan penyalahgunaan
NAPZA lebih berisiko pada remaja yang disebabkan oleh gaya hidup yang
cenderung timbul dari masyarakat perkotaan.

2.2 Remaja dan Penyalahgunaan NAPZA


2.2.1 Remaja
Remaja adalah mereka yang berada pada rentang 10-19 tahun (WHO,
2006 dalam Nuraini, 2013). Remaja dibagi menjadi tiga masa, yaitu
remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-16 tahun), dan
remaja akhir (17-19 tahun) menurut Santrock (2007) dalam Nuraini

7
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


8

(2013). Remaja juga diartikan sebagai makhluk bio, psiko, sosial, dan
spiritual (Neuman, 1989 dalam Meleis, 1997, dalam Jaji, 2009),
berada pada masa transisi, yaitu peralihan dari masa kanak-kanak
menjadi dewasa (Kompas, 2006, dalam Jaji, 2009). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa remaja adalah individu pada rentan usia 10-19
tahun yang berada pada masa transisi.

Masa remaja adalah masa penuh dorongan keingintahuan,


penjelajahan, petualangan, ingin menunjukkan keberanian, ingin
ambil risiko, masa labil, mudah terpengaruh, mudah meniru, mudah
diiming-imingi (Mitra bintibmas, 2010 & Siregar, 2004). Santoso
(2010) menjelaskan bahwa masa remaja ditandai dengan berbagai
proses perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.
Masa remaja juga ditandai oleh kekompakan, kesetiaan, kepatuhan,
dan solidaritas tinggi terhadap kelompok sebaya (Hidayati&Indrawati,
2012 & Mitra bintibmas, 2010). Kesimpulannya adalah masa remaja
adalah masa pencarian diri dan bersifat labil secara emosional dan
perilaku.

2.2.2 Tumbuh Kembang Remaja


Tumbuh kembang remaja meliputi perkembangan fisik, kognitif,
moral, dan psikososial. Perkembangan fisik digambarkan dengan
perubahan fisik mengarah pada pencapaian bentuk badan orang
dewasa (Siregar, 2006 dalam Santoso 2010). Perkembangan kognitif
remaja adalah berpikir abstrak, idealis, logik, sehingga remaja
cenderung kritis dan tidak puas terhadap permasalahan yang
ditemuinya, proses berfikir remaja lebih didasari pada realita dan
kepandaian aktifitas mental dalam menyelesaikan masalah
(Lefrancois, 1996 dalam Hitchock, Schubert&Thomas, 1999 dalam
Santoso, 2010). Perkembangan moral remaja digambarkan bahwa
remaja mulai berfikir kritis dan rasional, serta memiliki rasa keingin
tahu yang tinggi (Stroufe, Cooperr, DeHart, 1992 dalam

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


9

Fortinash&Holoday, 2004, dalam Santoso, 2010). Perkembangan


psikososial pada remaja dalah tahap pencarian jati diri dan
kebingungan peran, sehingga remaja terfokus pada perkembangan
identitas dirinya untuk mencapai apa yang diinginkan (Erikson, 1963
dalam Fortinash&Holoday, 2004, dalam Santoso, 2010).

Perkembangan yang terjadi pada remaja dapat menghasilkan reaksi


positif dan reaksi negatif. Reaksi positif dapat menghindarkan remaja
dari penyalahgunaan NAPZA. Sedangkan, reaksi negatif yang dapat
terjadi akibat dari perkembangan dapat terjadi dan hal tersebut yang
memungkinkan terjadinya penyalahgunaan NAPZA pada remaja. Hal
ini sesuai dengan penilitian Hikmat (2008) dalam Santoso (2010) yang
menyatakan bahwa remaja yang tidak mampu melewati tumbuh
kembangnya dengan baik memiliki risiko lebih besar terhadap
penyalahgunaan NAPZA.

2.2.3 Penyalahgunaan NAPZA pada Remaja


Remaja sebagai individu sedang mengalami transisi pada tumbuh
kembangnya memiliki risiko yang tinggi terhadap penyalahgunaan
NAPZA. Hal tersebut didukung oleh data Badan Narkotika tahun
2008 dalam Nuraini (2013) yang menyebutkan bahwa 75% kasus
penyalahgunaan NAPZA berasal dari kelompok umur 10-18 tahun dan
79% berpendidikan SLTA. Selain itu, diajabarkan pula dalam laporan
Youth Risk Behaviour Survey bahwa penyalahgunaan NAPZA
kebanyakan dimulai pada kalangan pelajar sekolah (Allender, 2001
dalam Nuraini, 2013).

Penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh remaja kebanyakan


didukung oleh beberapa faktor. Faktor risiko remaja menggunakan
NAPZA, diantaranya faktor psikologi, keluarga, sosial, dan
lingkungan (Nuraini, 2013). Faktor psikologi dijabarkan bahwa
pengaruh teman sebaya, rendahnya kepercayaan diri, koping individu

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


10

maladaptif terhadap masalah yang timbul, dan kegagalan akademik


memicu remaja rentan pada penyalahgunaan NAPZA
(Allender&Spradley, 2005; Sells&Blum,1996 dalam Hitchock, 1999;
Allender&Spradley, 2005; Tim penulis Poltekkes Depkes Jakarta I,
2010; Ansary, 2005 dalam Nuraini, 2013). Pola asuh keluarga,
keluarga yang disfungsional, dan riwayat penggunaan NAPZA pada
keluarga merupakan faktor keluarga yang menjadi risiko bagi remaja
dalam penggunaan NAPZA (Steinberg, 2002; Pappalia, 2003;
Bernaril&Fisher, 2003 dalam Nuraini, 2013). Allender&Spradley,
2005; Joewana, 2003 dalam Nuraini, 2013 menjelaskan bahwa faktor
sosial remaja menyalahgunakan NAPZA ialah nilai-nilai sosial yang
menjadikan kompetisi, produktivitas, dan keharusan untuk ikut serta
menjadi tekanan tersendiri bagi remaja, selain itu kebutuhan pada
penerimaan remaja dalam pergaulan. Sedangkan, faktor lingkungan
yang menjadi risiko bagi penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah
keberadaan NAPZA dan kesalahan persepsi masyarakat
(Allender&Spradley, 2005 dalam Nuraini, 2013). Keempat faktor
tersebut saling berakitan, dan pada perkembangannya harus terpenuhi
secara optimal untuk menghindarkan remaja dari penyalahgunaan
NAPZA.

2.3 Ketergantungan Amfetamin


2.3.1 Amfetamin
Amfetamin merupakan suatu senyawa sintetik analog dengan
epinefrin dan merupakan suatu agnis ketekolamin tidak langsung
(Japardi, 2002). Amfetamin termasuk dalam psikotropika golongan I
(Hawari, 2006). Psikotropik adalah suatu zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebab perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku (Japardi, 2002). Psikotropika
golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


11

mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma


ketergantungan (Kemenkes, 2010). Amfetamin merupakan golongan
stimulan (Kemenkes, 2010). Golongan stimulan adalah jenis NAPZA
yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan
kerja. Amfetamin terbagi menjadi dua jenis, yaitu MDMA (Methylene
dioxy methamphetamin) dan amfetamin. Amfetamin memiliki lama
kerja lebih panjang dibanding MDMA, dan memiliki efek halusinasi
yang lebih kuat (Kemenkes, 2010). Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa amfetamin merupakan golongan psikotropika I yang memiliki
sifat stimulan dengan efek ketergantungan tinggi dan terbagi menjadi
dua turunan, yaitu MDMA dan amfetamin.

2.3.1.1 Amfetamin
Amfetamin merupakan jenis turunan dari amfetamin.
Amfetamin dikenal dengan ice, di korea, glass di filipina, shabu,
di jepang (Kemenkes, 2010 dan Japardi, 2002). Shabu atau
amfetamin merupakan kelompok narkotika yang merupakan
stimulan sistem saraf dengan nama kini methamphetamine
hidrochloride, yaitu turunan dari stimulan saraf amfetamin
(Japardi, 2002). Shabu berbentuk kristal putih mirip vetsin
(mitra bintibmas, 2010). Rumus kimia amfetamin adalah (S)-N-
methyl-l-phenylpropan-2-amine (C10H15N) (Japardi, 2002).
Shabu termasuk jenis stimulan, yang bekerja merangsang sistem
saraf pusat otak (mitra bintibmas, 2010). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa amfetamin merupakan jenis zat turunan
amfetamin berbentuk kristal putih mirip vetsin dengan efek
stimulan.

Cara penggunaan amfetamin adalah dapat dengan tiga cara.


Japardi (2002), menjabarkan bahwa penggunaan amfetamin
dapat digunakan secara suntikann, inhalasi, dihisap atau dihirup
(Japradi, 2002). Dapat diminum per oral dalam bentuk

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


12

(Kemenkes, 2010). Dalam bentuk kristal, dibakar dengan


menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap (intra
nasal) atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang
dirancang khusus (bong) (Kemenkes, 2010). Dalam bentuk
kristal yang dilarutkan, dapat melalui intravena (Kemenkes,
2010).

2.3.1.2 Mekanisme Kerja Amfetamin


Mekanisme kerja amfetamin pada susunan saraf dipengaruhi
oleh pelepasan biogenik amine yaitu dopamin, norepinefrin, atau
serotonin atau pelepasan ketiganya dari tempat penyimpanan
pada persinap yang terletak pada akhiran saraf (Japardi, 2002).
Pada dopamin didapati bahwa amfetamin menghambat re uptake
dopaminergik dan sinapstosom di hipotalamus dan secara
langsung melepaskan dopamin yang baru disintesa (Japardi,
2002). Pada norepinefrin, amfetamin memblok re uptake
norepinefrin dan juga menyebabkan pelepasan norepinefrin
baru, penambahan atau pengurangan karbon diantara cincin fenil
dan nitrogen melemahkan efek amfetamin pada pelepasan re
uptake norepinefrin (Japardi, 2002). Sedangkan pada serotonin,
devirat metamafetamin dengan elektron kuat yang menari
penggantian pada cincin fenil akan mempengaruhi sistim
serotoninergik (Japardi, 2002). Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa ketiga kerja reseptor biogenik tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain.

Aktivitas susunan saraf pusat yang terjadi melalui jaras tersebut


dalam otak, masing-masing menimbulkan aktivitas serta
kepribadian pada individu pengguna. Stimulasi pada pusat
motorik di daerap media otak depan (medial forebrain)
menyebabkan peningkatan dari kadar norepinefrin dalam sinaps
menimbulkan euforia dan meningkatkan libido (Japardi, 2002).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


13

Stimulasi pada ascending reticular activating system


menimbulkan peningkatan aktivitas motorik dan menurunkan
rasa lelah (Japardi, 2002). Stimulasis pada sistim dopaminergik
pada otak menimbulkan gejala yang mirip dengan skizofrenia
(Japardi, 2002). Kesimpulannya adalah kerja dari ketiga
reseprtor tersebut diatas, dapat menimbulkan euforia,
meningkatkan libido, peningkatan aktivitas motorik,
menurunkan rasa lelah dan menimbulkan gejala yang mirip
dengan skizofrenia bagi pengguna amfetamin.

2.3.1.3 Tanda dan Gejala Intoksikasi Amfetamin


Amfetamin mempengaruhi otak dan membuat rasa nikmat,
meningkatkan energi, dan meningkatkan mood (Kemenkes,
2010). Kondisi intoksikasi stimulan akan menimbulkan
beberapa gejala psikotik, beberapa hari sampai beberapa minggu
(Kemenkes, 2010). Gejala psikologik penggunaan amfetamin
menurut Kemenkes (2010), Hawari (2006) dan Japardi (2002),
yaitu agitasi psikomotor, rasa gembira (elation), harga diri
meningkat (grandiosity), bayak bicara (melantur), kewaspadaan
meningkat (paranoid), halusinasi penglihatan (melihat
bayangan/sesuatu yang sebenarnya tidak ada), mudah
tersinggung. Gejala fisik yang ditimbulkan menurut Hawari
(2006) dan Japardi (2002), yaitu jantung berdebar (palpitasi),
pupil melebar (dilatasi pupil), tekanan darah naik, keringat
berlebihan, mual dan muntah, tingkah laku maladaptif, sulit
tidur gangguan dilusi (waham) dan menurut Mitra bintibmas
(2010) semua aktivitas tubuh dipercepat.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


14

2.3.1.4 Gejala Putus Zat Amfetamin


Sindrom putus zat amfetamin merupakan gejala yang tidak
mengenakkan baik psikis maupun fisik, untuk mengatasinya
yang bersangkutan mengkonsumsi amfetamin dengan takaran
semakin bertambah dan sering (Hawari, 2006). Gejala sindrom
putus zat amfetamin menurut Hawari (2006) diantaranya
perubahan alam perasaan menjadi sedih, murung, tidak dapat
merasakan senang dan keinginan bunuh diri, rasa lelah, lesu,
tidak berdaya, gangguan tidur, mimpi-mimpi bertambah
sehingga menggangu kenyamanan tidur. Kemenkes (2010) juga
menjabarkan abahwa gejala putus zat yang terjadi dari
penggunaan zat ini adalah perasaan depresi, craving, ide bunuh
diri, pikiran bizzare, mood yang datar, ketergantungan , dan
fungsi sosial yang buruk. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
seseorang dalam keadaan putus zat dapat mengalami sindrom
putus zat yang dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan
pada dirinya.

2.3.1.5 Komorbiditas Amfetamin


Komorbiditas adalah satu penyakit atau lebih berada secara
bersama-sam pada seorang individu pada suatu saat (Kemenkes,
2010). Komorbiditas biasanya merujuk pada adanya gangguan
penggunaan NAPZA diikuti dengan gangguan mental
(Kemenkes, 2010). Komorbiditas dari penggunaan amfetamin
diantaranya paranoid, psikosis, depresi berat (kadang-kadang
percobaan bunuh diri), maniak, agitasi, cemas sampai panik
(Fatmawati, 2005). Kadangkala kondisi menyerupai skizofrenia
kronik dapat timbul pada pengguna kronik yang berat
(Kemenkes, 2010). Sehingga, kesimpulannya adalah
komorbiditas dari penggunaan amfetamin secara garis besar
mempengaruhi fisik dan psikis.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


15

2.3.1.6 Overdosis Amfetamin


Kerusakan pembuluh darah di otak akibat sumbatan partikel
amfetamin pada pembuluh darah yang kecil dapat membuat
pecah pembuluh darah di otak (Kemenkes, 2010 dan Fatmawati,
2005). Sehingga dapat disimpulkan, penggunaan amfetamin
dapat membuat sumbatan pada otak, apabila digunakan dalam
jumlah berlebihan sumbatan tersebut dapat langsung
menghambat aliran darah ke otak, yang dapat menyababkan
pecah pembuluh darah di otak.

2.3.2 Ketergantungan NAPZA


Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana ketelah terjadi
ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jmlah
NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya
dikurangi atau dihentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal
symptom) (Japardi, 2002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
ketergantungan NAPZA adalah keadaan seseorang dalam
ketergantungan secara fisik dan psikis.

Kriteria seseorang ketergantungan NAPZA adalah toleransi,


withdrawal/putus zat, NAPZA yang dikonsumsi jumlahnya semakin
banyak, keinginan yang kuat untuk terus-menerus memakai NAPZA
(craving) dan usaha yang sia-sia untuk berhenti, banyak membuang
waktu dan melakukan aktivitas untuk mendapatkan NAPZA
(Kapeta.org, 2013). Selain itu, seseorang dengan ketergantungan
NAPZA akan mengalami masalah dalam kehidupan sosial, pekerjaan,
atau fungsi rekreasi, dan tetap menggunakan NAPZA walaupun
mengetahui kerugian yang diakibatkan obat tersebut terhadap dirinya
(Kapeta.org, 2013). Kesimpulannya adalah seseorang dengan
ketergantungan NAPZA memiliki kriteria sehingga dirinya digolongkan
pada orang dengan ketergantungan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


16

2.3.2.1 Tingkat Ketergantungan NAPZA


Tingkatan ketergantungan NAPZA terdiri dari 5, yaitu
pemakaian coba-coba (experimental use), pemakaian
sosial/rekreasi (sosial/recreational use), pemakaian situasional
(situational use), penyalahgunaan (abuse), dan ketergantungan
(dependence use) (Japardi, 2002).

Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian


NAPZA yang tujuannya ingin mencoba, untuk memenuhi ras
ingin tahu (Japardi, 2002). Sedangkan, pemakaian
sosial/rekreasi (sosial/recreational use) yaitu pemakaian
NAPZA dengan tujuan bersenang-senang, pada saat rekreasi
atau santai (Japardi, 2002). Pemakaian situasional (situational
use), yaitu pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu
seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaan, dengan maksud
menghilangkan perasaan- perasaan tersebut (Japardi, 2002).

Tingkat yang keempat adalah penyalahgunaan (abuse), yaitu


pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat
patologik/klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi
sepanjang hari, tidak mampu mengurangi atau menghentikan,
berusaha berulang kali mengendalikan, terus menggunakan
walaupun sakit fisiknya kambuh (Japardi, 2002). Tingkatan
terakhir, yaitu ketergantungan (dependence use) dimana telah
terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian NAPZA
dihentikan atau dikurangi dosisnya (Japardi, 2002).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


17

2.3.2.2 Penyebab Ketergantungan NAPZA


Penyebab dari ketergantungan seseorang tehadap NAPZA ialah
akibat dari interaksi antara faktor yang terkait dengan individu,
faktor lingkungan, dan faktor rersedianya zat (NAPZA)
(Japardi, 2002). Faktor individu yang menyebabkan seseorang
ketergantungan NAPZA adalah individu yang berada dalam
rentang dan sedang mengalami perubahan bilogik, psikologik,
maupun sosial (Japardi, 2002). Pada individu tersebut terdapat
beberapa ciri, diantaranya kecenderungan memiliki gangguan
jiwa lain (komorbiditas) seperti depresi, cemas, psikotik
(Japardi, 2002). Selain itu, ciri yang tampak adalah perilaku
menyimpang dari norma yang berlaku, sifat mudah kecewa,
keinginan untuk bersenang-senang, melarikan diri dari masalah,
bosa, dan kesepian, dan kurang menghayati iman dan
kepercayaan(Japardi, 2002).

Faktor lainnya ialah faktor lingkungan dan faktor ketersediaan


NAPZA. Faktor lingkungan meliputi ingkungan keluarga,
lingkungan teman pergaulan, lingkungan sekolah atau tempat
kerja, dan lingkungan masyarakat atau sosial (Japardi, 2002).
Sedangkan faktor ketersediaan NAPZA adalah mudahnya
keterjangkauan NAPZA, banyaknya iklan terkait minuman
beralkohol dan rokok sebagai stimulus awal, dan khasiat
farakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri,
dan membuat euforia berlebihan (Japardi, 2002). Ketiga
penyebab ini saling beraitan dan mempengaruhi satu sama lain,
sehingga dapat menyebabkan seseorang menjadi ketergantungan
dengan NAPZA.

Selain dari tiga faktor ketergantungan yang sudah dijabarkan


diatas, terdapat tiga alasan yang menjadi penyebab seseorang
menjadi ketergatungan terhadap NAPZA, yaitu fun (pleasure),

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


18

forget (pain amelioration), dan functional (purposeful),


(Kapeta.org, 2013). Fun (pleasure) misalnya untuk berkumpul
bersama teman sebaya, merayakan suatu peristiwa atau pesta
(Kapeta.org, 2013). Forget (pain amelioration), misalnya untuk
melupakan kesedihan akibat perceraian orangtuanya , rasa duka
akibat kehilangan orang yang dicintainya. Functional
(purposeful), misalnya untuk masuk kalangan sosial tertentu,
untuk melakukan suatu bisnis (Kapeta.org, 2013).

2.3.2.3 Dampak Ketergantungan NAPZA


Dampak ketergantungan NAPZA dapat mencangkup tiga hal
fisik, psikis, dan sosial bagi seseorang. Dampak penyalahgunaan
narkoba terhadap fisik, diantaranya gangguan pada sistem saraf
(neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan
kesadaran, kerusakan saraf tepi (Hariyanto, 2012 dan
Kemenkes, 2010). Selain itu, dapat pula terjadi gangguan pada
jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi
akut otot jantung, gangguan peredaran darah, gangguan pada
kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim
(Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Gangguan pada paru-
paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan,
kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru (Hariyanto,
2012 dan Kemenkes, 2010). Pada beberapa kasus, dapat diikuti
oleh sakit kepala, mual-mual dan muntah, suhu tubuh
meningkat, dan sulit tidur (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes,
2010). Kesimpulannya adalah dampak ketergantungan NAPZA
dapat mempengaruhi sistem saraf, pembuluh darah dan jantung,
paru-paru, dan dapat disertai dengan gejala lainnya.

Selain itu, dampak ketergantungan NAPZA juga dapat terjadi


pada kesehatan reproduksi, dimana terjadi gangguan pada
endokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


19

(estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi


seksual (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Dampak
penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan reproduksi pada
remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,
ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid)
(Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Bagi pengguna
narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum
suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit
seperti hepatitis B, C, dan HIV (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes,
2010). Hal ini juga diperjelas dengan hasil penelitian, Prof. Dr.
dr. Zubairi Djoerban, SpPD-K.H.O.M dalam Hendrata (2011)
yang menjelaskan bahwa 91% penderita HIV positif yang di
rawat di rumah sakit adalah pengguna NAPZA dan berjenis
kelamin laki-laki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
ketergantungan NAPZA dapat merusak seluruh sistem pada
tubuh manusia.

Dampak psikis dan sosial juga dapat terjadi dari ketergantungan


NAPZA. Dampak psikis yang terjadi akibat ketergantungan
NAPZA diantaranya depresi lamban kerja, ceroboh kerja, sering
tegang dan gelisah, hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal,
penuh curiga, agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang
brutal, sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan,
cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, dan ide untuk
bunuh diri (Hariyanto, 2012 dan Japardi, 2002). Selain itu,
Kemenkes (2010) menjabarkan dampak psikis yang dapat terjadi
adalah kecenderungan untuk agresif dan terlibat perkelahian dan
berani mengambil risiko. Sedangkan, dampak penyalahgunaan
narkoba terhadap lingkungan sosial gangguan mental, anti-sosial
dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan, pendidikan menjadi
terganggu, problem hubungan dengan orang lain, masa depan
suram (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Sehingga dapat

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


20

disimpulkan bahwa ketergantungan NAPZA selain berakit bagi


fisik, juga dapat menimbulkan dampak bagi psikis dan sosial
seseorang yang ketiganya saling berkaitan satu sama lain.

2.4 Hospitalisasi pada Remaja


Efek hospitalisasi dapat terjadi pada semua lapisan umur. Hal tersebut juga
terjadi pada remaja. Proses perpisahan, denial, menunjukkan tindakan non
kooperatif, marah, dan depresi juga sering ditunjukkan pada remaja dengan
hospitalisasi (Nettina, 1996 dalam Susanti, 2010). Hasil penelitian Susanti
(2010) menjelaskan efek hospitalisasi bagi remaja adalah kekhawatiran,
ketakutan akan perubahan bentuk tubuh dan perubahan sosial akibat
pemisahan dari lingkungan teman sebaya atau keluarga.

Pengalaman perawatan di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh


dengan stres, baik bagi anak maupun orangtua (Supartini, 2004). Lingkungan
rumah sakit itu sendiri merupakan penyebab stres dan kecemasan anak
(Murniasih&Rahmawati, 2007). Perawatan di rumah sakit memunculkan
tantangan yang harus dihadapi seperti mengatasi suatu perpisahan dan
penyesuaian terhadap lingkungan asing. Perpisahan dapat menjadi faktor
penyebab seorang remaja mengalami proses berduka selama perawatan di
Rumah sakit. Proses berduka maladaptif dapat terjadi pada remaja apabila
koping dalam menghadapi perpisahan sebagai sumber kehilangan tidak
adaptif.

2.5 Kehilangan dan Berduka


2.5.1 Definisi Kehilangan dan Berduka
Kehilangan adalah pengalaman perpisahan yang berhubungan dengan
suatu objek, orang, kepercayaan, hubungan antar manusia yang
bernilai (Dyer, 2001 dalam Ritanti, 2010). Kozier, et al, dalam Ritanti
(2010) menerangkan bahwa kehilangan sebagian situasi saat ini atau
yang akan terjadi, dimana sesuatu yang berbeda nilainya karena hilang
keberadaannya. Sedangkan, Berduka adalah proses kompleks yang

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


21

normal yang mencakup respons dan perilaku emosi, fisik, spiritual,


sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga, dan komunitas
menghadapi kehilangan aktual, kehilangan yang diantisipasi, atau
persepsi kehilangan ke dalam kehidupan mereka sehari-hari
(NANDA, 2011). Sehingga disimpulkan bahwa kehilangan dan
berduka adalah suatu bentuk perpisahan yang mencangkup respons
perilaku dan emosional.

2.5.2 Faktor Penyebab Berduka


Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan proses berduka dapat
digolongkan menjadi patofisiologis (kehilangan fungsi atau
kemandirian sekunder akibat kardiovaskuler, trauma, muskloskeletal,
dan lain-lain); tindakan: dialisis jangka panjang, operasi (mastektomi,
kolostomi, histerektomi); disfungsional: penyakit terminal, kematian,
perpisahan, perceraian, pensiun, anak akan meninggalkan rumah, dan
lain-lain; dan maturasional: penuaan. Sedangkan dalam menghadapi
kehilangan, individu dipengaruhi oleh bagaimana persepsi individu
terhadap kehilangan, tahap perkembangan, kekuatan/koping
mekanisme, dan support system (Potter & Perry, 2005).

2.5.3 Tahapan Berduka


Terdapat beberapa teori mengenai tahap berduka. Kerangka kerja
yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) dalam Videbeck (2008)
adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut lima tahap, yaitu
denial, anger, bargaining, depresi, dan acceptance. Fase pertama
adalah fase pengingkaran (denial) adalah perasaan tidak percaya,
syok, biasanya ditandai dengan menangis, gelisah, lemah, letih, dan
pucat. Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.

Fase selanjutnya adalah fase kemarahan (anger), dimana perasaan


marah dapat diproyeksikan pada orang atau benda yang ditandai

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


22

dengan muka merah, suara keras, tangan mengepal, nadi cepat,


gelisah, dan perilaku agresif. Pada fase ini individu akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan
koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan
manifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. (Kubler-
Ross, 1969 dalam Videbeck, 2008). Fase ketiga adalah fase tawar
menawar (Bargaining), pada fase ini individu mampu
mengungkapkan rasa marah akan kehilangan, ia akan
mengekspresikan rasa bersalah, takut dan rasa berdosa. Individu
berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, individu sering kali
mencari pendapat orang lain. Peran perawat pada tahap ini adalah
diam, mendengarkan, dan memberikan sentuhan terapeutik. (Kubler-
Ross, 1969 dalam Videbeck, 2008).

Kemudian, fase depresi (depression), fase ini terjadi ketika kehilangan


disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.
Individu menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara, putus asa.
Perilaku yang muncul seperti menolak makan, susah tidur, dan
dorongan libido menurun. Peran perawat pada fase ini tetap
mendampingi individu dan tidak meninggalkannya sendiri. Terakhir
adalah fase penerimaan (acceptance), dimana fase ini berkaitan
dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran yang berpusat pada
objek kehilangan mulai berkurang. Peran perawat pada tahap ini
menemani klien bila mungkin, bicara dengan pasien, dan menanyakan
apa yang dibutuhkan klien. (Kubler-Ross, 1969 dalam Videbeck,
2008).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


23

2.5.4 Tanda dan Gejala Berduka


Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan
gejala yang sering terlihat pada individu yang sedang mengalami
berduka. Gejala kesedihan melibatkan empat jenis reaksi, yaitu reaksi
perasaan, fisik, kognisi, dan perilaku. Reaksi perasaan, misalnya
kesedihan, kemarahan, rasa bersalah, kecemasan, menyalahkan diri
sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa, kerinduan. Reaksi fisik, misalnya
sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan cahaya, mulut kering,
kelemahan. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan,
mudah lupa, tidak sabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,
ketidaktegasan. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan
nafsu makan, penarikan sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis
(Videbeck, 2008).

2.5.5 Akibat Berduka


Jika seseorang mengalami proses berduka berkepanjangan yang
disertai dengan melakukan tindakan-tindakan menyimpang, maka
dapat dikatakan bahwa individu tersebut mengalami proses berduka
yang bersifat disfungsional. Proses berduka yang maladaptif tersebut
akan menyebabkan berbagai masalah sebagai akibat munculnya emosi
negatif dalam diri individu (Videbeck, 2008). Dampak yang muncul
diantaranya perasaan ketidakberdayaan dan risiko bunuh diri
(NANDA, 2011).

2.5.6 Asuhan Keperawatan Berduka


Pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan berduka
disfungsional dilakukan mulai dari tahapan pengkajian hingga
evaluasi. Pengkajian dilakukan untuk mengkaji perasaan sedih,
menangis, perasaan putus asa, kesepian, mengingkari kehilangan,
kesulitan mengekspresikan perasaan, konsentrasi menurun, kemarahan
yang berlebihan, tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain,
merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan, reaksi emosional

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


24

yang lambat, serta adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola


tidur, tingkat aktivitas (Videbeck, 2008 dan NANDA, 2011).

Data hasil pengkajian memunculkan diagnosa keperawatan Berduka


disfungsional. Berduka disfungsional adalah sesuatu respon terhadap
kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana individu tetap
terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu
yang terlalu lama, atau gejala berduka yang normal menjadi berlebih-
lebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi kehidupan.
Faktor yang berhubungan meliputi antisipasi kehilangan objek yang
berarti (misal harta benda, pekerjaan, status, rumah, bagian dari proses
tubuh), antisipasi kehilangan orang terdekat, kematian orang terdekat,
serta kehilangan objek yang berarti (NANDA, 2011).

Diagnosa keperawatan berduka disfungsional menghasilkan rencana


tindakan keperawatan, yaitu :
 Tentukan pada tahap berduka mana pasien terfiksasi. Identifikasi
perilaku-perilaku yang berhubungan dengan tahap ini. Rasional:
Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk
perencanaan keperawatan yang efektif bagi pasien yang berduka;
 Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan
empati dan perhatian. Jujur dan tepati semua janji. Rasional: Rasa
percaya merupakan dasar untuk suatu kebutuhan yang terapeutik;
 Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan pasien untuk
mengekspresikan perasaannya secara terbuka. Rasional: Sikap
menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa ia
merupakan seseorang pribadi yang bermakna sehingga rasa percaya
diri meningkat;
 Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Bantu pasien
untuk mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat
mengungkapkan secara langsung kepada objek atau orang/pribadi
yang dimaksud. Rasional: Pengungkapan secara verbal perasaan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


25

dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam dapat membantu


pasien sampai kepada hubungan dengan persoalan-persoalan yang
belum terpecahkan;
 Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis merupakan hal
yang dapat diterima. Menggunakan sentuhan merupakan hal yang
terapeutik dan tepat untuk kebanyakan pasien;
 Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam
dengan berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar.
Rasional: Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan
efektif untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam;
 Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku
yang berhubungan dengan setiap tahap. Bantu pasien untuk
mengerti bahwa perasaan seperti rasa bersalah dan marah terhadap
konsep kehilangan adalah perasaan yang wajar dan dapat diterima
selama proses berduka. Rasional: Pengetahuan tentang perasaan-
perasaan yang wajar yang berhubungan dengan berduka yang
normal dapat menolong mengurangi beberapa perasaan bersalah
menyebabkan timbulnya respon-respon ini;
 Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep
kehilangan. Dengan dukungan dan sensitivitas, menunjukkan
realita situasi dalam area-area dimana kesalahan presentasi
diekspresikan. Rasional; Pasien harus menghentikan persepsi
idealisnya dan mampu menerima baik aspek positif maupun negatif
dari konsep kehilangan sebelum proses berduka selesai seluruhnya;
 Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk
menentukan metoda-metoda koping yang lebih adaptif terhadap
pengalaman kehilangan. Berikan umpan balik positif untuk
identifikasi strategi dan membuat keputusan. Rasional: Umpan
balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan
perilaku yang diharapkan;

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


26

 Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang telah diabaikan atau


dilalaikan. Beri dukungan untuk menyelesaikan atau mengikuti
program yang diadakan.

Evaluasi akhir dari pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan


berduka disfungsional, yaitu klien diharapkan mampu untuk
menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal
dan perilaku yang berhubungan dengan tiap-tiap tahap; mampu
mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan
mengekspresikan perasaannya yang berhubungan dengan konsep
kehilangan secara jujur; dan klien tidak terlalu lama mengekspresikan
emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan
dengan berduka disfungsional dan mampu melaksanakan aktifitas-
aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri (NANDA, 2011).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Gambaran Kasus Kelolaan

•Menggunakan
Inex,
Recreational 2012-2013
2005-2006 •Menggunakan
•Lahir Shabu,
•Tumbuh dependence, 4- •Ganja, coba-
kemban •Ayah 5x/Hari, 1/4 Ji coba, hanya
g anak Meningg •Dikeluarkan dari 3x
usia al sekolah kelas 2 •Menggunaka
normal •Pertama STM n Shabu,
1994 Kali •Kasus dependence,
merokok Pencabulan, 4-5x/Hari,
dipenjara 1/4 Ji
•Bandar shabu
2011

Bagan 3.1 Riwayat Hidup Klien berhubungan dengan Pemakaian Zat

Gambar diatas menjelaskan gambaran kehidupan klien dan hubungannya


dengan pemakaian NAPZA. Klien berjenis kelamin laki-laki dan berusia 19
tahun. Klien lahir di malaysia, 11 januari 1994, saat lahir sampai berusia 3
tahun, klien tinggal di Malaysia, karena ayah klien bekerja disana. Meskipun
lahir dan sempat 3 tahun besar di Malaysia, klien tetap berkewarganegaraan
Indonesia. Klien merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara. Tidak ada riwayat
pemakaian NAPZA di keluarga. Klien sangat dekat dengan ayah. Sampai
pada klien berusia 11 tahun, ayah klien meninggal.

Kepergian ayahnya, cukup membuat perubahan besar dalam hidup klien.


Klien mulai mengenal rokok dan mulai merokok usia 12 tahun atau kelas 6
sekolah dasar (SD). Klien mulai berpacaran saat usia 15 tahun. Dahulunya,
klien termasuk anak yang berprestasi di sekolah. Namun, semakin lama

27
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


28

prestasi belajar menurun, sampai akhirnya klien diberhentikan dari sekolah


saat kelas 2 STM. Klien merasa gagal menjadi anak yang dapat dibanggakan
oleh keluarga. Perasaan menyesal dan sedih sering dirasakan oleh klien.

Di rumah, orang terdekat klien adalah ibu. Namun, ibu klien sibuk bekerja
pagi hingga malam. Rumah klien 2 lantai, dimana kamar tidur klien berada di
lantai 2, sementara kamar tidur seluruh anggota keluarga yang lain di lantai 1.
Seluruh anggota keluarga masih tinggal di satu rumah yang sama. Pola asuh
yang diterapkan oleh ibu klien adalah permisif. Dimana, ibu selalu
memberikan apa yang diminta oleh klien. Menurut ibu klien, jika tidak
diberikan klien akan marah.

Klien yang memiliki 3 mantan pacar dan sudah 2 kali melakukan hubungan
seksual. Klien pertama kali melakukan hubungan seksual dengan pacar
keduanya. Klien sempat terlibat kasus kriminal perkara pencabulan. Klien
sempat dipenjara di Polres Kampar selama 3 hari. Kedua kalinya klien
melakukan hubungan seksual dengan pacar ketiganya, namun menggunakan
kondom. Klien mengaku saat itu dirinya melakukan hubungan seksual
dibawah pengaruh penggunaan zat amfetamin.

Klien mulai mengenal amfetamin saat berusia 17 tahun, saat klien kelas 2
Sekolah Teknik Menengah (STM). Klien mengenal amfetamin dari kebiasaan
pekerja di tempat magang yang selalu menggunakan shabu sebelum bekerja.
Klien mengatakan pekerja yang menggunakan shabu lebih giat, kreatif, dan
bersemangat. Ketika klien ditawari untuk mencoba, klien menerima. Klien
menggunakan shabu setiap hari. Awalnya hanya 1x per hari, namun karena
efek lemas yang ditimbulkan jika penggunaan dihentikan akhirnya pemakaian
meningkat sampai 4-5x per hari sebanyak ¼ ji atau gram per hari. Hal
tersebut menjadi rutinitas klien selama magang, namun ketika magang
selesai, efek kantuk dan lemas yang ditimbulkan membuat klien menjadi
malas untuk berangkat ke sekolah. Sehingga, klien sering bolos dan akhirnya
diberhentikan dari sekolah.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


29

Klien bekerja membantu orang tua di toko orangtua setelah berhenti sekolah.
Namun, aktivitas klien lebih banyak bermain dengan teman lainnya pada
malam hari. Klien juga sempat mencoba ektasi 3 kali tahun 2011, saat
berkumpul bersama teman di malam hari. Selain itu, sempat mencoba ganja
pada tahun 2012. Klien hobi melakukan balapan motor, atau lebih dikenal
dengan drug race.

Selain itu, karena perkembangan shabu yang cukup menjanjikan dan sangat
mudah ditemui di Riau, klien akhirnya menjadi bandar. Sistem yang
digunakan adalah bagi hasil, dimana barang yang didapat kemudian di
edarkan oleh klien, kemudian hasilnya 1/3 untuk kembali modal, 1/3 untuk
klien, dan 1/3 untuk penyedia barang. Pendapatan yang dihasilkan berkisar
100-200 juta, namun uang tersebut digunakan klien untuk bersenang-senang.
Awalnya orang tua klien tidak mengetahui klien menggunakan napza.
Akhirnya ketika orang tua klien mengetahui bahwa klien menjadi target
operasi, orang tua klien langsung membawa klien ke RSKO.

Klien mulai di rawat di ruang MPE pada tanggal 09 mei 2013. Pemakaian
terakhir klien adalah malam hari sebelum klien berangkat ke Jakarta sebanyak
¼ ji/gram. Awal perawatan di ruang MPE, selama 3 hari klien hanya berada
di kamar, dan keluar untuk mengambil obat. Klien tampak sering dikamar
dan menonton televisi, atau tidur. Ketika ditanya saat beberapa kali
mengambil obat dan makanan, klien mengatakan badannya pegal dan lemas,
mengantuk, malas beraktivitas. Tidur pagi, siang, dan malam. Saat diajak
interaksi klien tampak sering menguap dan ingin segera mengakhiri interaksi
untuk tidur.

Pengkajian baru pertama dilakukan pada hari keempat. Hari itu, klien sudah
mulai sering terlihat keluar kamar, berkumpul dengan pasien lainnya, dan
beraktivitas dengan alat yang disediakan oleh rumah sakit, seperti billiard,
tenis meja, dan alat fitness. Klien mengatakan selama 3 hari di kamar, klien
menangis, sampai sebelum klien berinteraksi klien menangis. Klien merasa

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


30

sangat menyesal telah menggunakan NAPZA. Klien mengatakan andai saja


dirinya dulu tidak menggunakan narkoba, mungkin tidak akan begini. Klien
selalu mengatakan ingin pulang, klien sangat merindukan keluarganya dan
tidak bisa jauh dari keluarga. Menurut klien dirawat di RSKO merupakan
pengalaman terberat yang pernah dialaminya selama hidup karena harus
berpisah dengan keluarga dan lainnya, selain itu komunikasi pun sulit. Saat
bercerita tentang keluarganya, klien berkaca-kaca, menunduk ke bawah, dan
menghentikan pembicaraan. Klien meminta izin untuk pamit dari interaksi.

Beberapa interaksi sudah dilakukan terhadap klien, dan yang masih tergambar
dalam diri klien adalah rasa penyesalan karena dirinya telah menggunakan
NAPZA, sehingga dirinya berada di RSKO. Klien mengandai-andaikan
dirinya jika tidak menggunakan NAPZA tentu akan menjadi kebanggan
orangtua dan jika klien tidak menggunakan NAPZA pasti dirinya tidak akan
ada di RSKO. Selama 2 minggu perawatan di MPE, sudah didiskusikan
terkait cara klien menolak penggunaan zat. Setelah 2 minggu, keluarga klien
berkonsultasi dan keputusan terkait klien mengikuti rehabilitasi tidak
dijelaskan terperinci oleh keluarga klien. Klien melakukan percobaan bunuh
diri. Percobaan bunuh diri dilakukan di kamar klien di rehabilitasi dengan
menggunakan daun pintu. Percobaan tersebut segera didapati oleh teman
klien. Di ruangan perawat, klien menangis, dan marah-marah meminta
pulang. Klien mengatakan dirinya stres jika harus lama direhabilitasi,
sehingga lebih baik mati saja.

Selama 2 minggu perawatan di rehabilitasi, klien belum menunjukkan


kemajuan seperti pasien lainnya. Klien banyak menangis dan meminta
pulang, beberapa kali interaksi dengan klien, klien menyatakan dirinya stres
berada disini, dan ingin pulang. Klien yakin bahwa dirinya akan dijemput
pulang sebelum puasa, walaupun konselor sudah mengatakan bahwa dirinya
akan berada di rehabilitasi selama bulan puasa. Klien mencoba kabur dari
rehabilitasi. Minggu terakhir merawat klien, klien masih mengatakan “saya
mungkin bisa menerima saya direhabilitasi, tapi belum sekarang, butuh

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


31

waktu”. Terlebih lagi, sudah sebulan lebih klien berada di RSKO, tidak
pernah dijenguk oleh ibu dan keluarga, membuat klien merasa stres.

Hasil pengkajian terkait pengetahuan terkait HIV/AIDS, Hepatitis C., dan


TBC masih belum diketahui oleh Klien. Menurut klien HIV/AIDS adalah
penyakit memamtikan karena jarum suntik. Sedangkan, hepatitis C. Klien
tidak mengetahui sama sekali. Selama pemberian materi yang diadakan di
rehabilitasi, klien tidak pernah menyimak, sehingga ketika ditanya kembali
klien tidak mengetahui. Klien menjadi mudah lupa atau sulit berkonsentrasi
ketika materi diberikan. Sehingga perlu beberapa kali pertemuan untuk
memastikan klien menyadari bahaya akibat NAPZA.

3.2 Analisa Data

Tabel 3.1 Analisa Data Klien


Data Klien Masalah
Keperawatan
Data Subjektif : Berduka
 Klien menyatakan dirinya depresi selama berada di RS. disfungsional
 Klien menggatakan sudah tidak sanggup menjalani perawatan.
 Klien mengatakan “saya mungkin bisa menerima saya direhabilitasi,
tapi belum sekarang, butuh waktu”.
 Klien memiliki riwayat pemakaian shabu 4-5x/hari, 1/4Ji. Klien
memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
Data Objektif :
 Menangis, menyangkal berkepanjangan, menarik diri, mata berkaca-
kaca ketika proses awal interaksi.
Data Subjektif : Gangguan
 Klien mengatakan mengantuk dan banyak tidur. Pola tidur
 Pada malam sulit memulai tidur, berakibat pada siang harinya klien
menjadi sering tidur.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


32

Tabel 3.2 Lanjutan Analisa Data Klien

Data Klien Masalah


Keperawatan

Data Objektif : Gangguan


 Klien tidur hampir seharian. Tidur pagi, siang, dan malam. Pola tidur
 Saat diajak interaksi klien tampak sering menguap dan ingin segera
mengakhiri interaksi untuk tidur.
Data Subjektif : Koping
 Klien merokok sejak usia 11 tahun. individu tidak
 Klien sempat terlibat kasus kriminal akibat pergaulan bebas dan efektif
penggunaan zat.
 Riwayat penggunaan shabu, ganja, inex.
Data Objektif :
 Klien tampak menarik diri. Pasif.
 Perkembangan perawatan lambat

Data Subjektif : Harga Diri


 Klien meraasa menyesal dan sedih terhadap dirinya saat ini. Rendah
 Klien merasa tidak dapat menjadi anak yang dibanggakan.
 Riwayat klien menggunakan ganja dan inex saat berkumpul bersama
teman.
Data Objektif : -
Data Subjektif : Koping
 Ibu klien sibuk bekerja. keluarga tidak
 Ibu klien berangkat pagi dan pulang malam, selama itu ibu berada di efektif
toko.
 Rumah klien 2 lantai, dimana kamar tidur klien berada di lantai 2,
sementara kamar tidur seluruh anggota keluarga yang lain di lantai 1.
 Pola asuh yang diterapkan oleh ibu klien adalah permissif.
 Ayah klien sudah meninggal
Data Objektif :
 Ibu belum pernah tampak datang menjenguk klien selama di Rumah
sakit.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


33

Tabel 3.3 Lanjutan Analisa Data Klien

Data Klien Masalah


Keperawatan
Data Subjektif : Risko bunuh
 Klien melakukan percobaan bunuh diri. diri
 Percobaan bunuh diri dilakukan di kamar klien di rehabilitasi dengan
menggunakan daun pintu. Percobaan tersebut segera didapati oleh
temannya, dan klien langsung dibawa untuk diobati.
 Di ruangan perawat, klien menangis, dan marah-marah meminta
pulang.
Data Objektif :
 Tampak sayatan di pergelangan tangan klien.
Data Subjektif : Defisiensi
 HIV/AIDS adalah penyakit memamtikan karena jarum suntik. pengetahuan:
 Klien tidak mengetahui sama sekali. NAPZA,
 Klien menjadi mudah lupa atau sulit berkonsentrasi ketika materi HIV/AIDS,
diberikan. Hep.C

 Data Objektif :
 Klien hanya tersenyum dan menggelengkan kepala ketika ditanya
kembali terkait materi yang pernah disampaikan.
 Klien tampak berusaha mengingat.

3.3 Masalah Keperawatan


Masalah keperawatan timbul dari hasil pengkajian berupa wawancara, data
dari status pasien dan konselor, serta observasi terhadap klien. Hasil
pengkajian yang didapatkan dikumpulkan menjadi analisa data untuk
menghasilkan masalah keperawatan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


34

3.3.1 Pohon Masalah


Hasil pengkajian yang didapat dari klien menghasilkan pohon masalah
sebagai berikut :

Risiko Bunuh Diri

Berduka disfungsional

Koping individu
tidak efektif

Skema 3.1 Pohon Masalah

Dari pohon masalah yang tergambar diatas, muncul beberapa diagnosa


keperawatan pada klien dengan ketergantungan amfetamin. Diagnosa
keperawatan yang muncul ialah Berduka disfungsional, Gangguan Pola
tidur, Harga Diri Rendah, Koping individu tidak efektif, Koping keluarga
tidak efektif, Risko bunuh diri, dan Defisiensi pengetahuan : NAPZA,
HIV/AIDS.

3.3.2 Prioritas Masalah Keperawatan


Prioritas masalah keperawatan ditentukan berdasarkan keaktualan
masalah dan risiko yang dapat timbul dari masalah keperawatan
tersebut. Prioritas masalah utama adalah gangguan pola tidur, berduka
disfungsional, koping individu tidak efektif, risiko bunuh diri, harga diri
rendah, defisiensi pengetahuan : NAPZA, HIV.AIDS, dan koping
keluarga tidak efektif. Gangguan pola tidur menjadi masalah
keperawatan fisik yang menjadi prioritas, karena aktual terjadi dan
menjadi keluhan klien. Selain itu, gangguan pola tidur sangat

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


35

mempengaruhi perkembangan perawatan klien selama di Rumah sakit.


Berduka disfungsional menjadi masalah keperawatan psikososial yang
menjadi prioritas, karena aktual terjadi pada klien sebagai bagian dari
dampak hospitalisasi pada klien. Berduka disfungsional menjadi
prioritas yang harus diselesaikan karena dapat membantu klien
menjalani perawatan secara optimal.

3.3.3 Diagnosa Keperawatan


Hasil analisis data diatas menghasilkan beberapa masalah keperawatan,
baik masalah, fisik, maupun psikososial. Pada karya ilmiah ini, penulis
akan membahas terkait penerapan pemberian asuhan keperawatan
“Berduka Disfungsional”. Hal tersebut dikarenakan proses berduka yang
disfungsional dapat mengganggu proses perawatan dan program
rehabilitasi yang diberikan kepada klien. Sehingga, berduka disfungsional
perlu diangkat sebagai suatu masalah keperawatan yang harus diselesaikan
untuk mendukung penyelesaian terhadap masalah keperawatan lainnya.

3.4 Tindakan Keperawatan


3.4.1 Tujuan Tindakan Keperawatan
Tujuan dari pemberian tindakan keperawatan dengan diagnosa berduka
disfungsional adalah pasien mampu melalui proses berduka dan
menerima kehilangan (Videbeck, 2008).

3.4.2 Tindakan Keperawatan Berduka Disfungsional


Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien remaja dengan
ketergantungan amfetamin di ruang rawat MPE dan rehabilitasi adalah
menentukan tahap berduka klien. Setelah tahap berduka klien
ditetapkan, perawat mengembangkan bina hubungan saling percaya
(BHSP) dengan klien. Cara perawat mengembangkan hubungan saling
percaya adalah dengan memperlihatkan empati dan perhatian, serta
sikap jujur dan menepati semua janji terhadap klien.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


36

Memperlihatkan sikap menerima dan membolehkan klien untuk


mengekspresikan perasaannya secara terbuka adalah intervensi yang
dilakukan perawat setelah BHSP terjalin. Klien masih berada pada
tahap denial saat intervensi pertama diberikan. Klien masih tampak
sering menangis dan belum menerima bahwa dirinya jauh dari keluarga.
Pada tahap denial pada klien, perawat menerapkan teknik komunikasi
listening, silent, dan broad opening. Perawat mengkomunikasikan
kepada klien bahwa menangis merupakan hal yang dapat diterima.

Setelah klien mampu melewati fase denial, perawat memfasilitasi klien


memenuhi fase anger. Teknik komunikasi yang diterapkan adalah
listening. Pada fase ini perawat hanya memfasilitasi proses anger klien
dengan teknik listening. Proses kemarahan klien tidak tampak dalam
tanda fisik, sehingga pada fase anger, perawat berusaha
mengkomunikasikan kepada klien tentang apa yang dipikirkan dan
harapan klien terkait proses perawatan yang dilakukan pada klien.
Perawat juga memotivasi klien untuk berpasitivasi dalam aktivitas
motorik kasar, seperti olahraga sebagai bentuk pengalihan dari proses
anger klien terhadap perawatan.

Fase bargaining cukup lama dialami klien. Pada fase ini klien
mengungkapkan penyesalan karena menggunakan napza, sehingga
membuatnya berada pada perawatan dan kehilangan dari lingkungan
nyaman klien. Perawat mendengarkan klien dan menerima fase
bargaining klien sebagai proses berduka. Perawat membantu klien agar
dapat membuat keputusan terkait proses perawatan yang dialaminya
dengan menunjukkan realitas situasi dalam area-area dimana kesalahan
presentasi diekspresikan.

Fase depresi masih dialami klien sampai saat terakhir intervensi


diberikan pada klien. Pada fase ini, perawat memperlakukan dengan
penuh perhatian namun tetap realistis. Perawat mengkaji pikiran dan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


37

perasaan klien serta persepsi klien pada hal yang perlu diklarifikasi
terkait proses perawatan yang perlu dijalani oleh klien. Koping adaptif
yang awalnya ditangkap sebagai alat klien memenuhi tahapan berduka
ternyata tidak mampu diterapkan oleh klien. Sehingga fase depresi
ditampilkan dalam bentuk yang maladaptif. Pada fase ini, depresi
ditampilkan dengan percobaan bunuh diri dan kabur sebagai bagian dari
koping maladaptif pasien dalam melewati proses berduka.

Fase acceptance belum dimunculkan oleh klien, sehingga intervensi


yang diberikan adalah memotivasi klien dalam mengikuti program
perawatan / rehabilitasi dan memfasilitasi komunikasi terhadap
keluarga sebagai support system.

3.5 Evaluasi Tindakan Keperawatan

Depression

Bargaining

Anger

Denial

Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu


pertama kedua ketiga keempat kelima keenam

Skema 3.2 Tahapan Berduka Klien Selama Proses Perawatan

Gambar diatas menjelaskan tahapan berduka yang dialami klien selama enam
minggu proses pemberian asuhan keperawatan. Gambar tersebut
menunjukkan minggu pertama hingga minggu ke enam pemberian asuhan
keperawatan, klien belum menyelesaikan tahapan berduka yang dialaminya.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


38

Asuhan keperawatan berduka disfungsional diberikan kepada klien pada


setiap tahapan.

Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang diberikan pada klien adalah
bina hubungan saling percaya terjalin anatara perawat dan klien. Klien mampu
mengidentifikasi posisi dirinya dalam proses kehilangan dan mengekspresikan
perasaan-perasaannya yang berhubungan dengan konsep kehilangan secara
jujur. Pada setiap fase, klien memiliki tanda yang dapat diidentifikasi oleh
perawat, sehingga perawat dapat memberikan intervensi yang sesuai dan klien
mampu melewati tahap berduka.

Pada fase denial, anger, bargaining, dan depresi klien menampilkan koping
maladaptif, sehingga berduka yang dialami klien merusak fungsional klien.
Hal tersebut tampak dari klien yang cenderung menarik diri selama proses
denial, selalu mengulangi penyesalan dan penawaran terhadap keberadaan
dirinya pada fase bargaining. Fase depresi yang cukup lama dialami klien
selama perawatan, dan berakibat pada perkembangan perawatan yang lambat
serta perilaku maladaptif yang dilakukan klien.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


BAB IV
ANALISIS SITUASI

4.1 Profil Lahan Praktek


Rumah sakit ketergantungan obat (RSKO) adalah rumah sakit yang memiliki
kekhususan dalam mengatasi klien dengan ketergantungan obat. Standar
pelayanan terapi pada klien dengan ketergantungan obat terdiri dari berbagai
bentuk pelayanan, diantaranya adlaah pelayanan detoksifikasi NAPZA dan
rehabilitasi NAPZA (Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian
Kesehatan, 2011). Pelayanan detoksifikasi NAPZA adalah proses atau
tindakan medis untuk membantu klien dalam mengatasi gejala putus NAPZA
(Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan, 2011).
Sedangkan, pelayanan rehabilitasi NAPZA adalah upaya terapi (intervensi)
berbasis bukti yang mencangkup perawatan medis, psikososial atau
kombinasi keduanya, baik perawatan rawat inap jangka pendek maupun
panjang (Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan,
2011).

Pelayanan detoksifikasi NAPZA di RSKO merupakan bagian dari pelayanan


yang dilakukan di ruang rawat Medic Psikiatric Evaluation (MPE). Disebut
juga sebagai ruangan untuk perawatan pasien akut dengan gangguan perilaku
akibat penggunaan NAPZA. Semua pasien yang mengalami gejala putus zat
dirawat di ruang MPE. Namun tidak semua klien dirawat di pelayanan
rehabilitasi. Hal tersebut karena keputusan rehabilitasi klien bergantung pada
keluarga sebagai support system setelah klien keluar dari perawatan.
Lamanya perawatan di MPE berkisar 14 hari sampai 3 bulan bergantung pada
kondisi klien. Sedangkan untuk perawatan rehabilitasi bergantung pada
program yang disetujui oleh keluarga dan konselor.

39
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


40

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Kasus
terkait
Penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah salah satu bentuk dari masalah
kesehatan yang banyak muncul pada masyarakat perkotaan. Hal tersebut
tergambar dari beberapa kasus penyalahgunaan NAPZA terjadi pada remaja
dengan berbagai lapisan masyarakat perkotaan (Efendi dan Makhfudli, 2009
dan Hitchcock, 1999 dalam Santoso, 2010). Teori Spradley (1985); Logan and
Dawkin (1987) dalam Anderson (2006) menjelaskan bahwa pemberian asuhan
keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan yang profesional salah satunya
ditunjukkan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok dengan
risiko tinggi dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal.

Pemberian asuhan keperawatan kesehatan masyarakat yang profesional


mencangkup bio-psiko-sosial-spiritual. Pada klien remaja, pemberian asuhan
keperawatan perlu memperhatikan karakteristik dari tumbuh kembang yang
sangat khas. Tumbuh kembang masa remaja yang khas ialah masa transisi.
Sesuai dengan Lefrancois (1996) dalam Hitchock, Schubert&Thomas (1999),
Erikson (1963) dalam Fortinash&Holoday (2004) dalam Santoso (2010) yang
menjabarkan bahwa perkembangan remaja terdiri dari kognitif, psikologis.
Keseluruhan aspek tersebut menjelaskan bahwa karakteristik remaja adalah
cenderung kritis, dan berada pada tahap pencarian jati diri dan kebingungan
peran.

Remaja pada kasus ini menggambarkan bahwa penggunaan NAPZA sebagai


bagian dari memenuhi tumbuh kembangnya, yaitu mencari pengakuan dari
teman sebaya, membenarkan rasionalitas berdasarkan realita yang
dihadapinya. Hal ini didukung oleh Hidayati&Indrawati,(2012) & Mitra
bintibmas, (2010) dimana masa remaja ditandai oleh kekompakan, kesetiaan,
kepatuhan, dan solidaritas tinggi terhadap kelompok sebaya. Teori lainnya,
juga yang juga menjelaskan adalah perkembangan moral remaja digambarkan
bahwa remaja mulai berfikir kritis dan rasional, serta memiliki rasa keingin

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


41

tahu yang tinggi (Stroufe, Cooperr, DeHart, 1992 dalam Fortinash&Holoday,


2004, dalam Santoso, 2010).

Selain karena karakteristik tumbuh kembang pada remaja yang mempengaruhi


pemakaian NAPZA. Faktor risiko remaja menggunakan NAPZA dipengaruhi
oleh faktor psikologi, keluarga, sosial, dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan
Nuraini (2013) yang menyebutkan bahwa faktor risiko remaja menggunakan
NAPZA, diantaranya faktor psikologi, keluarga, sosial, dan lingkungan.
Allender&Spradley (2005); Sells&Blum,1996 dalam Hitchock (1999);
Allender&Spradley (2005); Tim penulis Poltekkes Depkes Jakarta I (2010);
Ansary (2005) dalam Nuraini (2013) menjabarkan bahwa faktor psikologi
adalah pengaruh teman sebaya, rendahnya kepercayaan diri, koping individu
maladaptif terhadap masalah yang timbul, dan kegagalan akademik. Faktor
psikologi yang mempengaruhi penggunaan NAPZA pada kasus ini adalah
pengaruh teman sebaya, rendahnya kepercayaan diri, dan kegagalan akademik.
Pada kasus digambarkan awal penggunaan NAPZA pada klien dilakukan saat
klien sedang bersama teman-teman magang, kemudian melihat pekerja
bengkel yang menggunakan shabu lalu bekerja secara optimal. Rendahnya
kepercayaan diri dapat melatarbelakangi pemakaian NAPZA, hal tersebut
karena klien merasa lebih percaya diri dalam bekerja setelah menggunakan
NAPZA.

Faktor risiko lainnya yang memengaruhi klien menggunakan NAPZA adalah


pola asuh keluarga. Sesuai dengan Steinberg (2002); Pappalia (2003);
Bernaril&Fisher (2003) dalam Nuraini (2013) yang menyatakan bahwa pola
asuh keluarga, keluarga yang disfungsional, dan riwayat penggunaan NAPZA
pada keluarga merupakan faktor keluarga yang menjadi risiko bagi remaja
dalam penggunaan NAPZA. Pola asuh keluarga yang diterapkan pada klien
adalah permissif dimana keluarga memberikan apa yang klien inginkan. Hal
tersebut memudahkan klien dalam penggunaan NAPZA.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


42

Selain dari faktor psikologi dan keluarga, faktor yang mendukung klien pada
kasus ini menggunakan NAPZA adalah faktor sosial. Allender&Spradley
(2005); Joewana (2003) dalam Nuraini (2013) menjelaskan bahwa faktor
sosial remaja menyalahgunakan NAPZA ialah nilai-nilai sosial yang
menjadikan kompetisi, produktivitas, dan keharusan untuk ikut serta menjadi
tekanan tersendiri bagi remaja, selain itu kebutuhan pada penerimaan remaja
dalam pergaulan. Pada kasus ini tergambar bahwa setelah penggunaan
NAPZA, efek yang ditimbulkan sesuai dengan harapan klien, yaitu
peningkatan produktivitas. Selain itu, penggunaan NAPZA juga dilakukan
saat klien berkumpul dengan teman sebaya, sehingga kebutuhan akan
penerimaan dalam pergaulan tergambar pada kasus ini.

Penggunaan NAPZA memberikan efek ketergantungan, sehingga ketika


NAPZA diputus, tubuh berespon untuk tetap memenuhi kebutuhan akan
penggunaan NAPZA. Trigger tersebut yang berdampak pada berbagai aspek
bio-psiko-sosial-spiritual. Amfetamin menjadi salah satu dari penggunaan zat
oleh remaja, karena efek yang ditimbulkan akan menambah kepercayaan diri
dan optimalisasi kerja. Namun ketergantungan amfetamin berdampak pada
bio-psiko-sosial-spiritual pada remaja. Dampak pada aspek biologis yang
ditimbulkan adalah pengaruh zat terhadap tubuh yang cenderung ditingkatkan
untuk terus bekerja, sehingga efek lemas jika putus zat (Hawari, 2006). Aspek
psikologis yang timbul berupa perubahan emosi dan mood yang mudah
berubah (Hawari, 2006). Aspek sosial yang timbul, dimana remaja akan
cenderung acuh atau anti sosial, serta terlibat dalam kriminal. Dampak pada
aspek spiritual, yaitu penurunan pada kualitas beribadah atau melalaikan
rutinitas ibadah pada remaja (Mitra bintibmas, 2010). Dampak yang timbul
tersebut terjadi pada klien dalam kasus ini, sehingga hal tersebut
mempengaruhi seluruh aspek dalam dirinya.

Dampak yang mempengaruhi seluruh aspek bio-psiko-sosial-spiritual


menimbulkan beberapa masalah keperawatan. Harga diri rendah dapat
menjadi masalah awal yang dialami remaja sebagai alasan dalam penggunaan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


43

napza. Koping individu tidak efektif menjadi latar belakang remaja


menggunakan NAPZA. Defisiensi dapat muncul menjadi faktor pendukung
remaja yang mengalami ketergantungan zat. Remaja kurang mengetahui
dampak dari penggunaan amfetamin, sehingga masalah keperawatan defisiensi
pengetahuan dapat muncul. Koping keluarga menjadi support system bagi
remaja putus dari penggunaan NAPZA (Videbeck, 2008). Ketidakberdayaan
menjadi masalah keperawatan yang timbul karena klien berada pada keadaan
menyerah terhadap keadaan. Berduka disfungsional dapat timbul sebagai
akibat dari proses perawatan bagi klien remaja dengan ketergantungan zat. Hal
ini sesuai dengan Nettina (1996) dalam Susanti, (2010), dimana proses
perpisahan, denial, menunjukkan tindakan non kooperatif, marah, dan depresi
juga sering ditunjukkan pada remaja dengan hospitalisasi. Hasil penelitian
Susanti (2010) menjelaskan efek hospitalisasi bagi remaja adalah
kekhawatiran, ketakutan akan perubahan bentuk tubuh dan perubahan sosial
akibat pemisahan dari lingkungan teman sebaya atau keluarga. Pengalaman
perawatan di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stres,
baik bagi anak maupun orangtua (Supartini, 2004). Efek hospitalisasi tersebut
tampak pada klien sehingga intervensi dari diagnosa berduka disfungsional
dilakukan oleh klien untuk membantu klien dalam menjalani proses perawatan
dan program yang diberikan di ruang rawat MPE dan Rehabilitasi.

Kesimpulan dari analisis kasus dikaitkan dengan masalah perkotaan dan


penggunaan NAPZA adalah masalah keperawatan pada remaja dengan
ketergantungan NAPZA timbul akibat dari berbagai masalah kesehatan
masyarakat perkotaan. Hal tersebut juga dapat berpengaruh pada masalah
kesehatan perkotaan yang lain sebagai dampak yang ditimbulkan dari
penggunaan NAPZA. Ketergantungan NAPZA menyebabkan klien perlu
untuk dilakukan perawatan dan perawatan tersebut dapat berdampak pada
proses kehilangan bagi remaja. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh
karakteristik remaja dan beberapa faktor lainnya. Proses kehilangan tersebut
perlu diselesaikan dengan pemberian intervensi keperawatan berduka agar
klien mampu melewati seluruh tahap berduka yang dialaminya. Sehingga,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


44

tahap berduka yang terlewati tidak mengganggu pemberian proses perawatan


selama di ruang rawat MPE dan rehabilitasi.

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep


Intervensi keperawatan berduka disfungsional diberikan pada remaja yang
menjalani perawatan. Hal tersebut disesuaikan dengan teori yang
berhubungan dengan proses hospitalisasi yang dapat menimbulkan dampak
berduka pada remaja. Penelitian terkait Efek hospitalisasi pada remaja yang
dilakukan oleh Susanti (2010), Supartini (2004), dan Murniasih&Rahmawati,
(2007) menjelaskan bahwa kekhawatiran, ketakutan akan perubahan bentuk
tubuh dan perubahan sosial akibat pemisahan dari lingkungan teman sebaya
atau keluarga muncul akibat dari proses perawatan yang dilakukan pada klien
remaja. Perpisahan dapat menjadi faktor penyebab seorang remaja mengalami
proses berduka selama perawatan di Rumah sakit.

Berduka disfungsional adalah salah satu bentuk berduka yang dialami oleh
seseorang dan diatasi dengan koping ang maladaptif, sehingga muncul
kerusakan pada fungsional klien. Hal tersebut sesuai dengan teori Dyer
(2001), Kozier, et al, dalam Ritanti (2010), dan NANDA (2011) yang
menjelaskan bahwa kehilangan sebagai pengalaman perpisahan kepada objek
yang bernilai. Berduka menjadi proses dalam penerimaan seseorang terhadap
kehilangan yang terjadi. Berduka menurut potter&perry (2005) dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yang digolongkan menjadi empat, yaitu
patofisiologis (kehilangan fungsi atau kemandirian sekunder akibat
kardiovaskuler, trauma, muskloskeletal, dan lain-lain); tindakan: dialisis
jangka panjang, operasi (mastektomi, kolostomi, histerektomi); disfungsional:
penyakit terminal, kematian, perpisahan, perceraian, pensiun, anak akan
meninggalkan rumah, dan maturasional. Pada kasus ini berduka ditampilkan
sebagai bentuk kehilangan yang digolongkan pada disfungsional, dimana
klien merasa kehilangan terhadap lingkungan nyaman (keluarga dan teman)
yang dialami oleh remaja. Kehilangan timbul akibat dari proses perawatan
selama di ruang rawat MPE dan Rehabilitasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


45

Intervensi yang diberikan pada klien dengan berduka disfungsional adalah


membantu klien dalam melewati seluruh tahap berduka yang dialaminya
(Videbeck, 2008 & Potter & Perry, 2005). Teknik yang digunakan pada setiap
tahapnya berbeda. Pada tahap denial, perawat menerapkan teknik listening,
silent, dan broad opening. Perawat berusaha memenuhi kebutuhan klien
untuk didengarkan perasaannya. Teknik ini tepat dilakukan pada klien remaja,
karena pada teknik listening, remaja butuh didengarkan terkait perasaan
kehilangan yang dialaminya. Silent sebagai teknik pelengkap bagi listening
saat klien mengungkapkan perasaannya. Teknik silent efektif digunakan,
karena klien memiliki kecenderungan bahwa dirinya butuh didengarkan dan
butuh perhatian lebih. Broad opening tepat dilakukan apabila klien lebih
terkontrol secara emosional, sehingga klien lebih berfokus terhadap
kehilangan yang terjadi (Videbeck, 2008).

Respon klien dari intervensi yang diberikan pada tahap denial adalah
menghasilkan koping yang adaptif. Hal tersebut tergambar dari klien mampu
menceritakan semua perasaannya, sehingga klien tidak lagi tampak
mengurung diri di kamar selama menjalani perawatan. Sebelum intervensi
diberikan, klien tampak lebih sering berada di kamar. Pada beberapa kali
interaksi yang dilakukan antara klien dan perawat membuat klien merasa
meluapkan apa yang dirasakan dibutuhkan untuk dirinya. Teknik yang
dilakukan membuat klien merasa percaya dan mampu menceritakan semua
yang dirasakannya kepada perawat (NANDA, 2011 dan Videbeck, 2008). Hal
tersebut membantu klien dalam menstabilkan emosinya.

Tahapan berduka yang dilalui oleh klien remaja akibat hospitalisasi,


terkadang samar terlihat pada fase anger. Hal ini karena pada kasus, klien
hanya menampakkan kekesalan karena dirinya sendiri. Pada fase anger,
perawat mengakomodasi kemarahan klien dengan mengalihkan pada aktivitas
dan sosialisasi dengan pasien lainnya. Hal ini sesuai dengan intervensi sesuai
NANDA (2011) dan Videbeck (2008) dimana intervensi yang diberikan pada
tahap anger adalah mendorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


46

agar tidak menjadi defensif jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan


kepada perawat atau terapis. Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan
marah sehingga pasien dapat mengungkapkan secara langsung kepada objek
atau orang/pribadi yang dimaksud (NANDA, 2011). Rasionalnya adalah
pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak
mengancam dapat membantu pasien sampai kepada hubungan dengan
persoalan-persoalan yang belum terpecahkan (NANDA, 2011). Selain itu,
mengeluarkan kemarahan yang terpendam juga dapat dilakukan dengan
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar (NANDA, 2011).
Rasionalnya adalah latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan
efektif untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam.

Tahapan bargaining tampak jelas pada kasus dan teknik yang dilakukan
perawat adalah menyadarkan klien pada realitas. Hal ini efektif dilakukan,
karena klien akan berusaha berfikir positif terhadap situasi yang dialaminya.
Hal ini sesuai dengan intervensi keperawatan NANDA (2011) dimana
perawat mendorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep
kehilangan yang dialaminya. Dengan dukungan dan sensitivitas,
menunjukkan realita situasi dalam area-area dimana kesalahan presentasi
diekspresikan (NANDA, 2011 & Videbeck, 2008). Rasionalnya adalah klien
harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik aspek
positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka
selesai seluruhnya (NANDA, 2011). Respon yang ditimbulkan klien dari
pemberian intervensi pada tahap bargaining adalah klien akhirnya sadar pada
realita bahwa dirinya harus mengikuti program perawatan. Klien menyadari
bahwa program perawatan yang diberikan kepada klien adalah untuk
kebaikan klien.

Tahap depresi seringkali terjadi berlarut pada klien dengan koping


maladaptif. Hal ini tampak terjadi pada klien remaja pada kasus yang
tergambar dengan perilaku disfungsional yang ditimbulkan. Percobaan
bunuh diri dan kabur menjadi salah satu bentuk perilaku maladaptif yang

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


47

dapat terjadi akibat dari koping berduka yang maladaptif. Penerapan beberapa
diagnosa dapat dijadikan sebagai teknik yang dapat digunakan pada klien
untuk menyelesaikan tahapan ini. Hal ini sesuai dengan intervensi
keperawatan NANDA (2011) dimana perawat membantu pasien dalam
memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk menentukan metoda-metoda
koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman kehilangan. Berikan umpan
balik positif untuk identifikasi strategi dan membuat keputusan. Rasionalnya
adalah umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong
pengulangan perilaku yang diharapkan (NANDA, 2011). Selain itu, perawat
membantu klien mengidentifikasi aktivitas yang telah diabaikan atau
dilalaikan. Beri dukungan untuk menyelesaikan atau mengikuti program yang
diadakan.

Respon klien terhadap intervensi yang diberikan pada tahap depresi


menunjukkan adanya peningkatan. Perawat terus menerus memberi motivasi
terhadap klien terkait pelaksanaan program rehabilitasi yang sedang dijalani.
Pada awalnya klien masih tampak tidak bersemangat, sehingga mendapat
beberapa hukuman karena tidak menjalani proses program rehabilitasi yang
sesuai. Namun, pada akhirnya tampak beberapa peningkatan yang dialami
klien sebagai bagian dari motivasi yang terus ditingkatkan oleh perawat. Pada
fase depresi, perawat juga tetap memberikan kesempatan pada klien untuk
meluapkan perasaannya. Hal tersebut dilakukan karena ekspresi perasaan
masih tetap terjadi selama fase berduka (Videbeck, 2008). Dengan adanya
dukungan dari perawat, klien merasa dirinya termotivasi untuk menjalani
program perawatan rehabilitasi.

Kolaborasi dengan berbagai multidisiplin menjadi teknik terbaik bagi klien


dalam pencapaian acceptance pada klien remaja. Keluarga sebagai support
system juga dapat dilibatkan dalam membantu remaja melewati proses
berdukanya (Videbeck, 2008). Hal tersebut tampak dari peningkatan yang
terjadi pada klien sebagai dampak dari pemberian dukungan pada klien dalam
menjalani proses perawatan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


48

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah yang Dapat Dilakukan


Keluarga sebagai support system klien dalam melakukan perawatan selama
proses rehabilitasi NAPZA. Peran serta keluarga merupakan elemen
terpenting dalam proses perkembangan perawatan klien. Sesuai dengan teori
yang menjelaskan bahwa proses perawatan merupakan suatu kehilangan bagi
klien, maka melibatkan keluarga turut serta dalam proses klien menjalani
tahap berduka akan lebih membantu.

Alternatif pada pemecahan masalah proses berduka yang dialami klien remaja
yang dapat dilakukan adalah dengan melibatkan keluarga secara utuh sebagai
suatu support system bagi remaja dalam menjalani program perawatan yang
diberikan. Perawat dapat berperan sebagai mediator bagi remaja dan keluarga
dalam proses pemberian intervensi berduka.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Masalah kesehatan masyarakat perkotaan merupakan bagian dari masalah
keperawatan yang perlu diselesaikan dengan intervensi keperawatan.
Pelayanan keperawatan profesional dapat ditujukan kepada masyarakat
dengan pendekatan pada kelompok risiko tinggi, dalam upaya pencapaian
derajat kesehatan yang optimal. Kelompok risiko tinggi pada masyarakat
perkotaan adalah remaja. Hal tersebut dikarenakan remaja adalah masa
transisi dari anak menuju dewasa. Pada proses transisi ini, karakteristik kuat
pada remaja adalah mencoba hal baru untuk membuktikan rasionalitasnya.
Penyalahgunaan NAPZA menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
perkotaan yang rentan pada remaja.

Detoksifikasi dan rehabilitasi menjadi salah satu penyelesaian terhadap


masalah penyalahgunaan NAPZA. Proses detoksifikasi dan rehabilitasi
berefek pada perpisahan yang terjadi antara remaja dengan keluarga dan
lingkungan. Perpisahan selama perawatan tersebut yang dapat mendasari
perawat perlu melakukan intervensi keperawatan. Pemberian intervensi
keperawatan berduka diharapkan membatu klien remaja melewati proses
berdukanya, sehingga program perawatan yang dilakukan optimal. Pemberian
intervensi keperawatan berduka tidak hanya diberikan oleh klien, namun
keluarga menjadi bagian dalam proses perawatan.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
memberikan saran terkait hasil pemberian asuhan keperawatan berduka
disfungsional pada klien remaja dengan ketergantungan amfetamin sebagai
berikut:

49
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


50

5.2.1 Di Bidang Keilmuan (Teoritis)


Saran bagi bidang keilmuan agar dapat memperkaya teori mengenai
asuhan keperawatan pada klien remaja dengan berduka yang diterapkan
pada klien dengan ketergantungan obat sehingga dapat dijadikan
referensi bagi para penulis berikutnya.

5.2.2 Di Bidang Pelayanan (Aplikatif)


Saran bagi pelayanan di rumah sakit, khususnya kepada perawat
ruangan agar dapat terus memotivasi dan melibatkan klien dalam setiap
pemberian asuhan keperawatan. Selain itu, penegasan kepada
pentingnya komunikasi antara perawat dan pasien menjadi perhatian
penting. Hal tersebut dikarenakan karena kesalahan komunikasi dapat
menimbulkan kesalahan persepsi pada individu dan penyimpatan fokus.
Perawat diharapkan dapat meningkatkan komunikasi terapeutik karena
pemberian intervensi berduka disfungsional diperlukan pendekatan
intensif yang membutuhkan komunikasi terapeutik, baik kepada klien
untuk menghindari kesalahan persepsi, agar pemberian asuhan
keperawatan dapat dilakukan sesuai rencana.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


DAFTAR REFERENSI

Allender, J.A., Spradley, B.W. (2001). Community health nursing: concepts and
practice, ed.5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Anderson, Elizabeth T. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas : teori dan
praktik; alih bahasa, Agus Sutarna, Ed 3. Jakarta : EGC
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I. (2006).
Pedoman penyuluhan masalah narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya (NAPZA) bagi petugas kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan. (2010).
Keputusan menteri kesehatan kesehatan republik Indonesia nomor
420/MENKES/SK/III/2010 tentang pedoman layanan terapi dan rehabilitasi
komprehensif pada gangguan penggunaan NAPZA berbasis rumah sakit.
Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan. (2011).
Keputusan menteri kesehatan kesehatan republik Indonesia nomor
421/MENKES/SK/III/2010 standar pelayanan terapi dan rehabilitasi
gangguan penggunaan zat. Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan
Jiwa
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan. (2010).
Keputusan menteri kesehatan kesehatan republik Indonesia nomor
422/MENKES/SK/III/2010 tentang pedoman penatalaksanaan medik
gangguan penggunaan NAPZA. Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan
Kesehatan Jiwa
Effendi & Makhfudi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : teori dan
praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Fatmawati, Widya. (2005). NAPZA ditinjau dari segi kesehatan. Yogyakarta : RS
grhasia
Hariyanto. (2012). Dampak penyalahgunaan NAPZA.
(http://belajarpsikologi.com/dampak-penyalahgunaan-narkoba/). Diunduh
15 Juli 2013.

51
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


52

Hendrata, Maria Irene. (2011). HIV/AIDS sebagai dampak dari ketergantungan


narkoba. (http://www.tanyadok.com/kesehatan/hivaids-sebagai-dampak-
dari-ketergantungan-narkoba). Diunduh pada 15 Juli 2013
Hidayati, P.E. & Indrawati. (2012). Gambaran pengetahuan dan upaya
pencegahan terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK
Negeri 2 Sragen Kabupaten Sragen. Sragen
Hawari, Dadang. (2006). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika,
alkohol, dan zat adiktif). Edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit FK UI
Indiyah. (2005). Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA : studi kasus
pada narapidana di LP klas II/A Wirogunan, Yogyakarta. Jakarta : Jurnal
Kriminologi Indonesia Vol.4 No.1 Sepetember 2005
Jaji. (2009). Hubungan faktor sosial dan spiritual dengan risiko penyalahgunaan
NAPZA pada remaja SMP dan SMA di Kota Palembang. Depok
Japardi, Iskandar. (2002). Efek neurologis dari ectasy dan shabu-shabu.
Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara
Kapeta.org. (2013). Tingkat perkembangan penyalahgunaan narkoba.
(http://kapeta.org/2013/02/17/tingkat-perkembangan-penyalahgunaan-
narkoba/). Diunduh pada 15 Juli 2013
Mitra Bintibmas. (2010). Selamatkan anak bangsa dari bahaya narkoba. Jakarta :
Bina darma printing.
NANDA. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC
Nuraini, Intan Sari. (2013). Hubungan karakteristik remaja, keluarga dan pola
asuh keluarga dengan pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada
aggregate remaja di Kelurahan Tugu, Kota Depok. Depok
Pieter, H.Z.,Janiwarti, B., & Sragih, M. (2011). Pengatar psikopatologi untuk
keperawatan. Jakarta : Kencana prenada media group
Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses, dan
praktik.Volume 1. Edisi 4. Jakarta : EGC
Ritanti. (2010). Studi fenomenologi : pengalaman keluarga yang mempunyai anak
pengguna NAPZA dalam menjalani kehidupan bermasyarakat di kelurahan
Palmerah, Jakarta Barat. Depok.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


53

Santoso, Budi. (2010). Peer konselor sebagai bentuk intervensi keperawatan


komunitas untuk mencegah risiko penyalahgunaan NAPZA pada siswa SMK
TJ di Kelurahan Ratu Jaya Depok. Depok
Siregar, M. (2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkotik
pada remaja. Jurnal Pemberdayaan Komunitas
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Susanti, T.S. (2010). Hubungan antara konsep diri dengan kecemasan pada
remaja selama hospitalisasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta. Yogyakarta
Videbeck, S.L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta : EGC

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


LAMPIRAN 1

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN (NAPZA)

Identitas Pribadi
1. Nama lengkap : Klien
2. Tempat, tanggal lahir : Malaysia, 11 Januari 1994
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia
5. Pendidikan terakhir : 2 STM
6. Agama : Islam
7. Status perkawinan :
 Menikah V Belum
 Bercerai menikah
8. Frekuensi menikah : - kali
9. Usia saat pertama kali menikah : Belum Menikah
10. Sumber pemasukan :
 Gaji  Pensiunan  Lainnya,
V Keluarga V Jadi bandar ________
 Teman
11. Status tempat tinggal saat ini :
V Bersama orangtua  Tidak punya tempat tinggal
 Bersama teman  Tinggal sendiri
 Bersama sanak family
12. Pekerjaan sebelum masuk RS : Bandar, Karyawan Toko
Keluarga
13. Anggota keluarga yang juga memakai NAPZA : Tidak ada
14. Jenis zat yang pernah dipakai keluarga : Tidak ada
15. Daftar anggota keluarga : Anak ke 4 dari 5 bersaudara
(ayah, ibu, saudara kandung, istri/suami, anak)
No. Nama Hubungan Usia Status Kesehatan
1 X Kakak 27 Tak ada keluhan
2 X Kakak 24 Tak ada keluhan
3 X Kakak 21 Tak ada keluhan
4 X Adik 19 Tak ada keluhan
5 X Ibu 17 Riwayat asam urat
6 X Keponakan 4 Tak ada keluhan
7

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


Alasan Masuk RSKO
1. Cara datang ke RS :
 Sendiri  Diantar dokter  Diantar LSM
V Diantar  Diantar
keluarga penegak
 Diantar teman hukum
2. Motivasi mengikuti perawatan :
 Permintaan sendiri  Terpaksa
V Berhenti total
 Mengurangi dosis
3. Pengobatan sebelumnya (lokasi, tahun) : Belum pernah
4. Tahun pertama kali menggunakan NAPZA : 17 tahun
5. Zat yang pertama kali digunakan : Shabu-shabu
6. Alasan penggunaan NAPZA :
V Ingin tahu atau coba-coba  Tersedianya NAPZA
 Hubungan sex  Tekanan sebaya
 Frustasi  Melarikan diri dari masalah
 Rekreasi  Lainnya: ___________
 Mencari kesenangan
7. Jumlah uang yang dihabiskan untuk membeli NAPZA dalam 1 bulan terakhir:
Gratis
8. Perkembangan penggunaan NAPZA :
Tahun Waktu Frekuensi
Cara
No Jenis Zat Pemakaian Pemakaian Pemakaian dan
Pemakaian
Pertama Terakhir Jumlah Zat
Menggunakan Malam 08 / 05 /
1 Shabu-shabu 2011-2013 3 x ¼ Ji
Bong 2013
2 Inex 2011 - 2013 Rekreasional Oral Rekreasional
9. Lokasi penggunaan NAPZA (yang paling sering):
V Rumah  Tidak tentu
V Jalanan  Lainnya, Bengkel
 Rumah teman

Pola Hidup
1. Mandi : 3 kali / hari
2. Tidur siang :
V Ya, jam 13.30 – 15.00  Tidak
3. Jam tidur malam : 21.30 WIB
4. Jam terbangun di pagi hari : 05.00 WIB
5. Aktivitas harian sebelum masuk RSKO : Bangun tidur, nyabu, tidur, nyabu,
tidur, main
6. Aktivitas harian setelah masuk RSKO : Bangun, tidur, mandi, sholat,
ngerokok, nonton tv, makan,
7. Makan : 3 kali / hari
8. Makanan selingan : 1 kali / hari
9. BAB (buang air besar) : 1 kali / hari
10. BAK (buang air kecil) : 3 kali / hari

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


Kondisi Kesehatan
1. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya : -
2. Riwayat di rawat di rumah sakit : 1 kali, karena kecelakaan motor,
1 bulan yang lalu
3. Anda sedang menggunakan obat yang diresepkan secara teratur :
 Ya, V Tidak
sebutkan,________________
____
4. Status HIV:
 Tidak tahu  Tes positif  Hasil tes tidak
 Belum pernah V Tes negatif diketahui
tes
5. Status HCV:
 Tidak tahu  Tes positif  Hasil tes tidak
 Belum pernah V Tes negatif diketahui
tes
6. Status TBC:
 Tidak tahu  Rontgen foto  Tes BTA 3x
 Belum periksa positif positif
VRontgen foto  Tes BTA 3x
negatif negatif
7. Jika sakit, sering berkonsultasi pada
V Dokter  Mengobati sendiri
 Apotik/farmasis  Tidak diobati
 Pengobatan alternatif
8. Pernah menjadi pendonor darah selama menggunakan NAPZA?
 Ya, tahun____ V Tidak

Kondisi Psikis
1. Apakah anda pernah mengalami masalah serius dalam berhubungan dengan :
 Ibu, jelaskan
____________________________________________________________
 Ayah, jelaskan
___________________________________________________________
 Adik / kakak, jelaskan
________________________________________________________
 Suami / istri, jelaskan
________________________________________________________
 Keluarga lain yang berarti, jelaskan
_________________________________________________________
 Pacar , jelaskan Sering berantem
 Teman akrab, jelaskan
__________________________________________________________
 Tetangga, jelaskan
__________________________________________________________
 Teman sekerja, jelaskan
__________________________________________________________

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


2. Perasaan saat ini :
V Depresi serius-kesedihan  Sulit merasa relaks
V Putus asa V Sulit berkonsentrasi atau
 Kehilangan minat mengingat sesuatu
 Kesukaran dalam melakukan  Kesulitan mengontrol amarah
kegiatan sehari-hari  Kadang melihat / mendengar
 Ketegangan sesuatu yang tidak ada
V Gelisah objeknya
 Kekhawatiran yang  Lainnya, sebutkan
berlebihan ______________
3. Pernah terpikir untuk bunuh diri :
V Ya, 1 kali, karena tidak  Tidak
betah di RSKO, ingin pulang

Penggunaan Cara Suntik yang Beresiko


1. Pernah menggunakan NAPZA dengan cara suntik:
 Ya, tahun pertama V Tidak
suntik__________
2. Pernah bertukar jarum suntik:
 Ya V Tidak
3. Jenis zat yang pernah disuntik : Tidak ada/tidak pernah
4. Frekuensi menyuntik dalam 1 hari : - kali
5. Alasan menyuntik :-
 Ingin  Cepat dan  Teman/pasang
tahu/coba- lebih pas an menyuntik
coba  Kualitas obat  Lainnya,
 Lebih murah kurang baik ________
 Lebih nyaman

Riwayat Perilaku Kriminal


1. Penangkapan dan penuntutan atas kasus di bawah ini:
 Mencuri di toko, ______ kali  Pelacuran, ______ kali
 Bebas bersyarat / masa  Perampokan, ______ kali
percobaan, ______ kali  Pencurian / pembobolan,
 Pemalsuan, ______ kali ______ kali
V Penyerangan, berantem  Penyerangan bersenjata,
 Pembakaran rumah, ______ ______ kali
kali V Menjual NAPZA
 Perkosaan, ______ kali  Lainnya, sebutkan, ______
 Pembunuhan, ______ kali
2. Pernah menghadiri atau mendengarkan persidangan?
V Ya  Tidak
3. Pernah dipenjara ?
V Ya,
Jumlah 1 kali Lamanya 3 hari
Alasan Tuduhan pencabulan Lokasi Polres Kampar
 Tidak

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


Perilaku Seksual
1. Apakah Anda pernah melakukan hubungan seksual?
V Ya  Tidak
2. Jika pernah, dengan siapa?
 Pasangan  PSK  Lainnya_____
 Anak  Sesama ___
V Pacar pengguna
NAPZA
3. Pernah menderita penyakit infeksi menular seksual?
 1-3 bulan lalu V Lebih dari 1 tahun lalu
 3-6 bulan lalu`  Tidak tahu
 Kurang dari 1 tahun lalu
4. Pernah menggunakan kondom saat berhubungan seks?
V Selalu  Kadang-  Tidak pernah
 Sering kadang
 Jarang

Pengetahuan tentang Virus yang Ditularkan Melalui Darah


1. Menurut Anda, apakah bertukar jarum suntik dapat menularkan penyakit?
V Ya  Tidak
2. Apakah yang Anda ketahui tentang HIV/AIDS?
 Pengertian, penyakit  Cara menularkan,1 jarum
mematiikan suntik
 Penyebab, suntik (1 jarum)  Cara pengobatan,tidak ada
3. Sumber informasi tentang HIV/AIDS
 TV  Teman  Teman lain
 Brosur pengguna  Lainnya,_____
V Staf/petugas NAPZA ____
 Radio
4. Apakah yang Anda ketahui tentang Hepatitis C?
 Pengertian,  Cara menularkan,
____________________ ________________
 Penyebab,_______________  Cara pengobatan,
________ ________________
5. Sumber informasi tentang Hepatitis C
 TV  Teman  Teman lain
 Brosur pengguna  Lainnya,
 Staf/petugas NAPZA _________
 Radio

Pemeriksaan Psikiatrik
1. Pemeriksaan status mental
V Terorientasi  Tidak terorientasi
2. Penampilan keseluruhan
V Rapi V Bersih
 Tidak rapi  Kotor

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


3. Gangguan pola pikir
 Ada V Tidak ada
4. Mood/alam perasaan :
 Meningkat  Datar
 Sangat sesuai V Sesuai
 Menurun  Tidak sesuai
5. Riwayat keluarga :
a. Komunikasi
 Terbuka V Tertutup
b. Mekanisme koping keluarga
V Adaptif  Maladaptif,
______________
6. Konsep diri
a. Gambaran diri/Citra tubuh : Klien merasa dirinya biasa saja. Klien merasa
setelah dibotaki, menjadi tidak percaya diri. Tubuhnya sekarang semakin
gemuk dan tidak bagus
b. Ideal diri : Klien mengatakan seharusnya dirinya lulus sekolah dan
melanjutkan kuliah lalu bekerja, namun sekarang dirinya menjadi tidak
seperti yang diharapkan
c. Peran : Klien merasa perannya sebagai anak sudah terpenuhi, namun
dirinya terkadang bertengkar dengan ibu jika ada beberapa masalah yang
tidak sesuai dengan dirinya.
d. Harga diri : Beberapa pencapaian yang tidak ia dapati selama ini,
misalnya menyelesaikan sekolah, membuat klien merasa sedikit minder

Fungsi Kognitif
1. Konsentrasi:
V Baik  Buruk,
____________________
2. Daya ingat:  Buruk,
 V Baik ____________________

3. Pikiran obsesif:
 Ya, _______________ V Tidak
4. Halusinasi:
 Ya, _______________ V Tidak
5. Waham:
 Ya, _______________ V Tidak

Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100 / 70
mmHg
Nadi : 89 / menit
RR : 20 / menit
Suhu : 36,8 oCelcius

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


2. Pemeriksaan sistemik
a. Sistem pencernaan : Tidak ada keluhan
b. Sistem kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
c. Sistem respiratori : Tidak ada keluhan
d. Sistem saraf pusat : Tidak ada keluhan
e. THT dan kulit : Tidak ada keluhan
3. Diagnosis medis sementara : Ampethamin dependence
4. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan : -
5. Rencana terapi :
a. Farmakoterapi : N5000 1X1, Cipralex 10mg + Abilify
2,5mg 1X1, Mersipropil 400mg 1X1, vitamin C. 1X1, B.Complex 3X1

b. Terapi non farmakologi: -


6. Rencana kegiatan:
a. Terapi aktivitas kelompok tentang: Penyuluhan HIV/AIDS, HEP.C, TBC
b. Konseling tentang: Tumbuh kembang usia remaja
c. Pendidikan kesehatan tentang: Penyuluhan HIV/AIDS, HEP.C, TBC,
bahaya NAPZA jangka panjang
7. Diagnosa keperawatan :
 Gangguan rasa nyaman : nyeri
V Gangguan pola tidur
 Ansietas
V Keputusasaan
V Ketidak berdayaan
V Risiko bunuh diri
 Ideal diri tidak realistis
 Gangguan identitas interpersonal
 Perubahan sensori persepsi : halusinasi
 Risiko perilaku kekerasan
V Koping individu tidak efektif
 Koping keluarga tidak efektif
 Gangguan proses keluarga
V Kurang pengetahuan tentang HIV/AIDS, Hep.C, Thypoid, Bahaya
NAPZA jangka panjang
 Gangguan berhubungan : manipulasi/ curiga/
________________________
V Berduka

8. Rencana Asuhan Keperawatan : Terlampir

Jakarta, 27 Mei 2013


Nama & Tanda Tangan

Erny Prian Kusuma, S.Kep

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


LAMPIRAN 2

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF

Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan Rasional


TUK 1 :
Menjalin hubungan Setelah 1x45 menit Bina hubungan saling percaya dg Hubungan saling percaya yang baik
saling percaya interaksi, keluarga menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar yang kuat bagi
antara klien dengan menunjukkan tanda-tanda terapeutik: keluarga dalam mengekspresikan
perawat. percaya kepada perawat : perasaannya.
Klien dapat berinteraksi  Sapa klien dengan ramah baik verbal  Menunjukkan keramahan dan sikap
secara aktif dengan perawat, maupun non verbal. bersahabat.
yang ditunjukkan dengan :  Perkenalkan nama, nama panggilan  Agar klien tidak ragu kepada
 Ekspresi wajah perawat dan tujuan perawat perawat.
bersahabat. berkenalan.
 Menunjukkan rasa  Tanyakan nama lengkap dan nama  Menunjukkan bahwa perawat ingin
senang. panggilan yg disukai klien. kenal dengan klien.
 Ada kontak mata.  Tunjukkan sikap jujur dan menepati  Agar klien percaya kpd perawat.
 Mau berjabat tangan. janji setiap berinteraksi dengan
 Mau menyebutkan nama. klien.  Penerimaan yang sesuai dengan
 Mau duduk  Tunjukkan sikap empati dan keadaan yang sebenarnya dapat

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


berdampingan dengan menerima klien apa adanya. meningkatkan keyakinan pada
perawat. keluarga serta merasa adanya suatu
 Bersedia pengakuan.
mengungkapkan masalah  Tanyakan perasaan klien dan  Perhatian yang diberikan dapat
yang dihadapi masalah yang dihadapi klien. meningkatkan harga diri klien.
Dengarkan dengan penuh perhatian.
 Hindari respon mengkritik atau  Respon mengkritik atau
menyalahkan saat klien menyalahkan dapat menimbulkan
mengungkapkan perasaanya. adanya sikap penolakan.
 Buat kontrak interaksi yang jelas.  Memberi info tentang kontrak
waktu.
 Beri kesempatan klien untuk  Membantu klien untuk memperluas
mengungkapkan perasaannya. kesadaran diri dan menerima semua
aspek kepribadiannya.

TUK 2 : Setelah 1x45menit interaksi,  Kaji kontak pertama klien dengan  Pengetahuan penyebab
Menyebutkan klien dapat menyebutkan zat, penyalahgunaan zat akan
penyebab masalah penyebab awal  Bantu klien menilai penyebab utama memudahkan klien melakukan
penyalahgunaan penyalahgunaan zat. memakai zat. antisipasi jika penyebab itu suatu
zat.  Beri reinforcement positif atas apa saat muncul.
yang telah diungkapkan klien.

 Diskusikan bersama klien mengenai  Reinforcement positif akan


TUK 3 : Setelah 1x45menit interaksi, meningkatkan rasa percaya diri dan
akibat dari penyalahgunaan zat baik

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


Menyebutkan klien dapat menyebutkan yang merugikan maupun yang harga diri klien.
akibat yang akibat yang mungkin menyenangkan secara mental, fisik,  Pengetahuan klien tentang akibat
mungkin muncul muncul (secara mental, sosial, intelektual, dan spiritual. yang ditimbulkan oleh
dari fisik, sosial, intelektual, dan  Berikan pujian kepada klien tentang penyalahgunaan zat, dapat
penyalahgunaan spiritual) dari pemahaman mengenai akibat dari memberikan perhatian pada klien
zat. penyalahgunaan zat, sebagai penyalahgunaan zat secara mental, untuk tidak menyalahgunakan zat.
berikut : fisik, sosial, intelektual, dan spiritual.  Membantu meningkatkan kesadaran
 Fisik  Bantu klien menilai untung dan rugi klien akan efek merugikan dari zat
 Mental: mudah marah, pemakaian zat. yang bersifat permanent.
cepat tersinggung, curiga.  Beri kesempatan klien untuk
 Sosial: berhunbungan mengambil keputusan terhadap
dengan orang lain penggunaan zat.
terganggu, orang lain  Beri reinforcement positif atas apa
tidak percaya, sering yang telah diungkapkan klien.
melakukan perbuatan
yang melanggar norma.
 Intelektual: konsentrasi
terganggu, mudah lupa,
prestasi belajar menurun.
 Spiritual; kegiatan ibadah
terganggu, putus asa,
kemungkinan bunuh diri,
dan lain-lain.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


TUK 4 : Setelah 1x45menit interaksi,  Diskusikan bersama klien mengenai  Reinforcement positif akan
Mengenal cara baru klien dapat menyebutkan cara yang biasa dilakukan untuk meningkatkan rasa percaya diri dan
untuk menolak cara baru untuk meredam menolak keinginan menggunakan zat harga diri klien
keinginan keinginan menggunakan zat, (sugesti).  Untuk mengetahui kemampuan dan
menggunakan zat. yaitu:  Berikan pujian kepada klien tentang potensi klien atas koping yang
 mengisi rekaman positif cara klien yang positif dan tepat digunakan.
dalam otak dengan slogan dalam menolak keinginan
positif misalnya, ”saya menggunakan zat.
punya masa depan atau  Diskusikan bersama klien mengenai  Klien akan merasa dilibatkan dalam
saya harus sembuh”, cara baru yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang
diucapkan secara menolak keinginan menggunakan penting dalam dirinya.
berulang-ulang. zat.
 Mengemukakan perasaan  Minta klien untuk mengulang  Melatih kemampuan klien
terutama jika ada masalah tentang cara baru untuk menolak menangkap informasi selama
kepada orang dekat dan keinginan menggunakan zat. berdiskusi.
punya akhlak yang baik,  Beri reinforcement positif atas apa  Reinforcement positif akan
atau teman yang baik. yang telah diungkapkan klien. meningkatkan rasa percaya diri dan
 Membuat jadwal kegiatan harga diri klien.
yang terstruktur dan  Anjurkan klien untuk melatih cara  Membiasakan klien untuk
mengisi kegiatan harian baru yang telah di diskusikan selama menerapkannya di rumah atau
aktivitas yang positif. berada di RS. setelah pulang dari RS.
 Memutuskan hubungan
dengan teman pemakai.
 Membuat rencana masa

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


depan.

TUK 5 : Setelah 1x45menit interaksi,  Tanyakan kepada klien, cara baru  Untuk mengetahui kemampuan
Mendemonstrasika klien dapat yang biasa digunakan atau dilatih klien dalam menerapkan cara baru
n cara baru untuk mendemonstrasikan cara klien selama di RS. menolak keinginan zat.
menolak keinginan baru untuk menolak  Beri reinforcement positif atas usaha  Reinforcement positif akan
menggunakan zat. keinginan menggunakan zat, yang telah dilakukan klien. meningkatkan rasa percaya diri dan
yaitu; harga diri klien.
 Membiasakan
mengucapkan slogan  Minta klien untuk menyusun jadwal  Klien dapat terbiasa mengontrol
positif minimal 3 x per kegiatan harian, mingguan, dan perilakunya dengan aktivitas yang
hari. bulanan. terstruktur dengan baik.
 Mengemukakan perasaan  Motivasi klien untuk melatih atau  Dengan telah berlatih selam di
terutama jika ada masalah menggunakan cara baru untuk rumah sakit akan memebiasakan
kepada orang dekat atau menolak keinginan menggunakan klien untuk menerapkannnya di
kepada orang yang ada di zat. rumah setelah pulang dari rumah
RS. sakit.
 Membuat jadwal kegiatan
yang terstruktur dan
mengisi kegiatan harian
yang positif.
 Membuat rencana masa
depan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


TUK 6 : Setelah 1x45menit interaksi,  Jelaskan kepada klien tentang  Sumber dukungan akan
Memanfaatkan klien mengenal sumber sumber dukungan yang ada meningkatkan motivasi klien dalam
sumber dukungan. dukungan yang ada seperti : (keluarga, rumah sakit, dokter, dan mengatasi keinginan menggunakan
 Keluarga. perawat). zat.
 Petugas kesehatan di RS.  Jelaskan kepada klien manfaat  Keluarga klien adalah orang yang
 Petugas LP. support sistem baginya selama terdekat bagi klien dan diharapkan
 Ahli agama. proses penyembuhan. mampu menjadi terapis bagi klien
Setelah 1x45menit interaksi,
keluarga dapat menyebutkan
bentuk-bentuk dukungan
yang dapat diberikan kepada
klien, yaitu :  Jelaskan kepada keluarga proses
 Reinforcement positif. terapi yang dibutuhkan klien.
 Memberikan perhatian  Mempersiapkan keluarga untuk
 Mengawasi klien. menerima perubahan pola
 Kontrol teratur. penyelesaian masalah klien.
 Pendidikan agama  Beri kesempatan keluarga untuk
(memperdalam ilmu mengungkapkan perasaannya.
agama).  Beri dukungan semangat kepada
keluarga

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
KETIDAKBERDAYAAN

Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan Rasional


TUK :
Selama 1x45 Selama 1x45 menit interaksi, Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan saling percaya yang baik
menit interaksi, klien menunjukkan tanda- menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar yang kuat bagi keluarga
klien dapat tanda percaya kepada perawat terapeutik: dalam mengekspresikan perasaannya.
1. menjalin :  sapa klien dengan ramah baik  menunjukkan keramahan dan
hubungan  Ekspresi wajah bersahabat. verbal maupun nonverbal, bersahabat
saling percaya  Menunjukkan rasa senang  perkenalkan diri dengan sopan,  menunjukkan bahwa perawat ingin
dengan  Ada kontak mata  tanyakan nama lengkapdan nama kenal dengan klien
perawat.  Bersedia berjabat tangan panggilan yang disukai klien,  agar klien tidak ragu dengan perawat
 Bersedia menyebutkan  Jelaskan tujuan pertemuan,  agar klien percaya kepada perawat
nama  Jujur dan menepati janji,  menghargai klien sebagai seorang
 Bersedia menjawab salam  Tunjukkan sikap empati manusia yang memiliki kekurangan
 Bersedia duduk danmenerima klien apa adanya,  membuat klien merasa dihargai dan
berdampingan bersama  Beri perhatian dan perhatikan disayangi sehingga klien akan lebih
perawat kebutuhan dasar klien. dekat dengan perawat.
 Bersedia menungkapkan
masalah yang sedang
dihadapi.

2. dapat
Selama 1x45 menit interaksi,  Kaji masalah-masalah yang sering  Diharapkan klien dapaat

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


mengidentifik klien menyebutkan sedikitnya ditemui klien baik dari diri sendiri, mempersiapkan diri saat menghadapi
asi masalah tiga masalah yang sering keluarga, sekolah, lingkungan masalah yang sama.
yang sering ditemui. tempat tinggal, maupun tempat
dihadapi kerja.
sehari-hari.  beri kesempatan klien untuk  Meningkatkan kepuasan klien
mengungkapkan perasaannya. mengemukakan perasaannya.
 Berikan kondisi yang nyaman  Menciptakan lingkungan yang
seperti, ruangan tertutup, tenang, kondusif bagi klien untuk berbagi
dan nyaman. perasaannya.
 Beri reinforcement positif atas apa  Meningkatkan harga diri dan percaya
yang telah diungkapkan klien. diri klien

3. Mengungkapk Selama 1x45 menit interaksi,  Kaji cara yang biasa klien gunakan  Untuk mengetahui mekanisme koping
an klien menyebutkan sedikitnya untuk mengungkapkan klien.
perasaannya empat cara yang biasa perasaannya.  Meningkatkan kepuasan klien dalam
dengan cara digunakan untuk  Diskusikan bersama klien alternatif mengemukakan perasaannnya.
yang mengungkapkan apa yang lain untuk mengungkapkan  Menciptakan lingkungan yang
konstruktif. dirasakan. perasaannya. kondusif bagi klien untuk berbagi
 Berikan kondisi yang nyaman perasaannya.
seperti, ruangan tertutup, tenang,  Meningkatkan harga diri dan percaya
dan nyaman. diri klien.
 Beri reinforcement positif atas apa
yang telah diungkapkan klien.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


4. mengembangk Selama 1x45 menit interaksi, o Bantu klien untuk menilai aspek  Membantu klien mengidentifikasi
an strategi klien dapat menetapkan cara positif dan negatif dari tiap cara keuntungan dan kerugian dari tiap
penyelesaian mengungkapkan perasaan yang teridentifikasi. cara yang teridentifikasi.
masalah yang yang tidak merugikan. o Beri reinforcement positif atas apa  Meningkatkan harga diri dan percaya
konstruktif. yang telah diungkapkan klien diri klien.
terutama cara yang tepat yang
dikemukakan.  Membantu meningkatkan kesadaran
o Beri kesempatan klien untuk klien terhadap cara tidak adaptif yang
mengambil keputusan terhadap telah digunakan.
pengungkapan perasaan yang  Klien diharapkan dapat
konstruktif. mempersiapkan diri dengan menyusun
o Hilangkan atau kurangi faktor- strategi penyelesaian masalah yang
faktor yang menyebabkan klien konstruktif.
tidak berdaya
 Memberikan pengetahuan terkait
ketidakberdayaan yang klien alami
 Bantu klien menyelesaikan masalah
dan kemampuan klien untuk
mengontrol situasi baik internal
maupun eksternal

5. dapat sumber - Selama 1x45 menit  Bantu klien untuk mengidentifikasi  Peningkatan pengetahuan akan
dukungan. interaksi, klien dapat cara-cara untuk mengurangi memotivasi klien melakukakan
menyebutkan masalah dan ketegangan. penyelesaian masalah yang

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


langkah-langkah  Bantu klien untuk mengemukakan konstruktif.
penyelesaiannya. masalah yang mungkin akan
- klien dapat menyebutkan dihadapi dan langkah-langkah
sumber dukungan yang penyelesaiannya.  Sumber dukungan akan memotivasi
ada, yaitu keluarga,  Informasikan kepada klien klien untuk mampu menggunakan
konselor, psikolog, dokter, mengenai sumber dukungan yang koping yang adaptif dalam
perawat, teman dekat dan ada. menyelesaikan masalah.
Klien dapat memanfaatkan
sumber dukungan yang ada

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


GANGGUAN POLA TIDUR

Tujuan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional


TUM: Setelah intervensi
keperawatan, klien
menunjukkan perbaikan
dalam pola tidur/istirahat.
TUK:
1. Klien dapat Klien dapat menyebutkan: Bantu klien mengidentifikasi:  Dengan mengidentifikasi
mengidentifikasi pola - Frekuensi - Frekuensi pola tidur klien, akan
tidurnya - Lama - Lama memudahkan perawat dalam

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


- Kualitas - Kualitas memberikan intervensi yang
Dari pola tidurnya Dari pola tidurnya tepat.

2. Klien dapat Klien mampu menjelaskan  Bantu klien mengidentifikasi faktor  Dengan mengetahui faktor
mengidentifikasi faktor penghambat pola tidurnya penghambat pola tidurnya penyebab gangguan pola
faktor penghambat seperti stres, banyak pikiran dll.  Jelaskan kepada klien kemungkinan tidur akan memudahkan
pola tidur/istirahat cara untuk menghindarinya. untuk memberikan
intervensi yang tepat.

3. Klien dapat Klien mampu menyebutkan  Diskusikan dengan klien, apa yang  Dengan mengetahui
mengidentifikasi apa kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan untuk mengatasi kebiasaan yang dilakukan
yang biasa dilakukan dilakukan untuk menghadapi masalah gangguan tidurnya. akan memudahkan perawat
sebelum tidur masalah pola tidurnya dalam memberikan
intervensi yang tepat untuk
mengatasi masalahnya.

4. Klien dapat Klien mengungkapkan  Diskusikan bersama klien untuk  Alat bantu tidur untuk
memodifikasi perbaikan dalam pola menggunakan alat bantu tidur seperti meningkatkan efek relaksasi
lingkungan untuk tidur/istirahat. mandi air hangat, makanan kecil
mengatasi gangguan sebelum tidur, minum susu,
tidurnya. relaksasi.

5. Klien dapat Klien melakukan aktifitas ringan  Diskusikan dengan klien tentang  Aktivitas siang hari dapat
meningkatkan pada siang hari. jadwal aktifitas sehari-hari. membantu pasien

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


aktifitas sehari-hari  Dorong beberapa aktifitas ringan menggunakan energi dan
selama siang hari siap untuk tidur pada malam
 Buat bersama individu jadwal hari.
program aktifitas sehari-hari
(berjalan, terapi fisik)
 Tidak menganjurkan tidur siang
lebih dari 90 menit.
 Dorong tidur sejenak pada pagi hari.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


BERDUKA DISFUNGSIONAL

Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan Rasional


TUK 1: Klien Setelah interaksi, klien Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan saling percaya yang baik
dapat membina menunjukkan tanda-tanda menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar yang kuat bagi klien
hubungan saling percaya kepada perawat yang terapeutik: dalam mengekspresikan perasaannya.
percaya dengan ditunjukkan dengan :  Menunjukkan keramahan dan sikap
perawat.  Ekspresi wajah  Sapa klien dengan ramah baik verbal bersahabat.
bersahabat. maupun non verbal.  Agar klien tidak ragu kepada
 Menunjukkan rasa  Perkenalkan nama, nama panggilan perawat.
senang. perawat dan tujuan perawat berkenalan.  Menunjukkan bahwa perawat ingin
 Ada kontak mata.  Tanyakan nama lengkap dan nama kenal dengan klien.
 Mau berjabat tangan. panggilan yang disukai klien.  Agar klien percaya kepada perawat.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 Mau menyebutkan nama.  Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji  Penerimaan yang sesuai dengan
 Mau duduk berdampingan setiap berinteraksi dengan klien. keadaan yang sebenarnya dapat
dengan perawat.  Tunjukkan sikap empati dan menerima meningkatkan keyakinan pada
 Bersedia mengungkapkan klien apa adanya. keluarga serta merasa adanya suatu
masalah yang dihadapi.  Tanyakan perasaan klien dan masalah pengakuan.
yang dihadapi klien. Dengarkan dengan  Perhatian yang diberikan dapat
penuh perhatian. meningkatkan harga diri klien.
 Hindari respon mengkritik atau  Respon mengkritik atau
menyalahkan saat klien mengungkapkan menyalahkan dapat menimbulkan
perasaanya. adanya sikap penolakan.
 Buat kontrak interaksi yang jelas.  Memberi info tentang kontrak
waktu.

TUK 2: Klien Setelah interaksi, klien  Tunjukkan sikap menerima sehingga  Ungkapan perasaan dapat
mampu mampu : klien tidak takut mengungkapkan meringankan beban klien.
mengungkapkan Mengungkapkan perasaan perasaannya secara terbuka tentang
perasaan yang dialaminya saat kehilangan.
kehilangan kehilangan  Dukung reaksi berduka klien yang
dengan cara yang Mengekspresikan adaptif.
positif. perasaannya akan proses
 Identifikasi bersama klien apa yang
kehilangan dengan aman.
dirasakan saat kehilangan.

TUK 3 : Klien Setelah interaksi, klien  Pengetahuan yang diterima


Jelaskan pada klien tentang konsep
mengetahui mampu : tentang perasaan yang
kehilangan, yaitu :

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


tahapan proses Menyebutkan konsep  Menyangkal, jelaskan manfaat tahap berhubungan konsep kehilangan
berduka. kehilangan. menyangkal klien, jangan paksa klien dapat membantu meringankan
melewati tahap menyangkal dengan perasaan bersalah yang
cepat tanpa kesiapan emosional. menghasilkan respon tersebut.
 Marah, dorong untuk ungkapkan
kemarahan yang adaptif, redamkan
kemarahan klien secara bertahap,
yakinkan klien bahwa hal ini adalah
takdir Yang maha Kuasa.
 Isolasi, perkuat harga diri klien dengan
memberikan privasi, dorong klien
untuk melakukan aktivitas sosial secara
bertahap.
 Depresi, identifikasi tingkat depresidan
kembangkan pendekatan yang sesuai,
gunakan rasa berbagi dan empati,
hargai rasa berduka.
 untuk menunjukkan rasa berduka yang
adaptif.

TUK 4: Klien Klien mengetahui posisi Anjurkan klien menghubungkan dengan  Menghentikan presepsi idealis
dapat berduka yang dialami klien konsep kehilangan. Dengan dukungan klien dan agar klien mampu
menggambarkan saat ini. sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi menerima aspek positif dan
arti kehilangan. yang dihadapi klien saat ini. negatif dari konsep kehilangan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


TUK 5:Klien Setelah 2x interaksi, klien Tanyakan apa yang diharapkan klien  Pengetahuan ini memudahkan
dapat dapat hikmah yang dapat terhadap peristiwa ini. perawat mengidentifikasi tahap
menggunakan dipetik. Identifikasi bersama klien hikmah yang penerimaan klien terhadap
koping yang dapat diambil dari peristiwa ini. musibah yang dialami
adaptif dalam
menghadapi Identifikasi bersama klien faktor-faktor
proses berduka Setelah 2x interaksi, klien yang mengancam penyelesaian proses
dapat menyebutkan faktor- berduka:  Klien tidak mangalami proses
faktor yang mengancam  ketergantungan kepada orang lain. berduka yang berkepanjangan dan
penyelesaian proses berduka:  konflik yang tidak teratasi disfungsional.
 ketergantungan kepada  sistem pendukung tidak adekuat
orang lain  jumlah kehilangan sebelumnya
 konflik yang tidak teratasi  kesehatan fisik dan psikologis klien.
 sistem pemdukung tidak
adekuat
 jumlah kehilangan
sebelumnya
 kesehatan fisik dan
psikologis klien.
 Identifikasi bersama klien mengenai cara
TUK 6 : Setelah 2x interaksi, Klien menghadapi kehilangan dengan ikhlas :
Klien dapat dapat menyebutkan cara  Mengidentifikasi hikmah dari peristiwa  Menambah kekuatan klien dalam
menyebutkan cara menerima kehilangan dengan menghadapi kenyataan ini.
ini seperti klien menyebutkan “ini adalah
kehilangan denga ikhlas : takdir Tuhan Yang Maha Esa dan ini

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


ikhlas. Mendekatkan diri kepada jalan yang terbaik”
Tuhan Yang Maha Esa,
Mengidentifikasi hikmah dari  Dukung reaksi berduka klien yang
TUK 7: peristiwa ini. adaptif.
Klien dapat  Identifikasi dan tekankan kekuatan yang
menggunakan Setelah 1x20 menit interaksi, dimiliki klien
sistem pendukung klien dapat menggunakan  Dukung keluarga untuk mengevaluasi
yang ada. sistem pendukung yang ada. perasaan-perasaannya dan saling
mendukung yang satu dengan yang
lainnya.
 Beri informasi kepada klien tanda
resolusi melalui konseling.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KOPING KELUARGA TIDAK EFEKTIF

Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan Rasional


TUK :
1. Keluarga Setelah 1x45 menit interaksi, Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan saling percaya yang baik
dapat keluarga menunjukkan tanda- menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar yang kuat bagi klien
membina tanda percaya kepada perawat : terapeutik: dalam mengekspresikan perasaannya.
hubungan Keluarga dapt berinteraksi  Sapa klien dengan ramah baik verbal  Menunjukkan keramahan dan sikap
saling secara aktif dengan perawat, maupun non verbal. bersahabat.
percaya yang ditunjukkan dengan :  Perkenalkan nama, nama panggilan  Agar klien tidak ragu kepada perawat.
dengan  Ekspresi wajah bersahabat. perawat dan tujuan perawat  Menunjukkan bahwa perawat ingin
perawat.  Menunjukkan rasa senang. berkenalan. kenal dengan klien.
 Ada kontak mata.  Tanyakan nama lengkap dan nama  Agar klien percaya kpd perawat.
 Mau berjabat tangan. panggilan yg disukai klien.
 Mau menyebutkan nama.  Tunjukkan sikap jujur dan menepati  Penerimaan yang sesuai dengan
 Mau duduk berdampingan janji setiap berinteraksi dengan klien. keadaan yang sebenarnya dapat
dengan perawat.  Tunjukkan sikap empati dan menerima meningkatkan keyakinan pada klien
 Bersedia mengungkapkan klien apa adanya. serta merasa adanya suatu pengakuan.
masalah yang dihadapi.  Tanyakan perasaan klien dan masalah  Perhatian yang diberikan dapat
yang dihadapi klien. Dengarkan meningkatkan harga diri klien.
dengan penuh perhatian.
 Hindari respon mengkritik atau  Respon mengkritik atau menyalahkan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


menyalahkan saat klien dapat menimbulkan adanya sikap
mengungkapkan perasaanya. penolakan.
 Buat kontrak interaksi yang jelas.  Memberi info tentang kontrak waktu.

 Kaji pendapat dan diskusi dengan  Pendapat keluarga adalah dasar dalam
klien : memberikan intervensi selanjutnya.

Setelah 1x45menit interaksi,  Kaji pendapat keluarga mengenai


keluarga dapat menyebutkan : penyebab klien memakai zat pertama  Pemahaman keluarga terhadap faktor-
 Keluarga dapat kalinya. faktor penyebab klien kambuh
2. Keluarga menyebutkan minimal satu merupakan dasar utama keterlibatan
dapat penyebab pemakaian zat keluarga dalam perawatan klien.
mengenal pada anggota keluarga.  Diskusikan bersama keluarga situasi
masalah yang  Keluarga dapat yang dapat mendorong klien untuk  Meningkatkan harga diri dan percaya
dapat menyebutkan situasi yang kambuh. diri keluarga.
menjadi dapat menimbulkan klien  Diskusikan dengan keluarga tentang
penyebab memakai zat adiktif. tindakan yang selama ini dilakukan
pemakaian oleh keluarga dalam merawat klien.
obat pada Setelah 1x45menit interaksi,  Beri reinforcement positif pada  Memberikan motivasi bagi keluarga
anggota keluarga dapat menyebutkan tindakan yang telah dilakukan dalam merawat klien
keluarga sumber koping yang digunakan keluarga dalam merawat klien.  Untuk mengidentifikasi cara adaptif
untuk merawat klien. yang dilakukan keluarga dalam
merawat klien.
3. Keluarga  Diskusikan dengan keluarga tentang

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


mampu alternatif koping adaptif atau sumber
mengambil Setelah 1x45menit interaksi, koping yang akan digunakan dalam  Menambah dan meningkatkan
keputusan keluarga dapat menunjukkan merawat klien. pengetahuan keluarga dalam merawat
untuk sikap yang lebih beradaptif klien.
melakukan dalam merawat klien.  Keluarga juga dapat belajar
tindakan mengikutsertakan klien dalam
perawatan  Jelaskan kepada keluarga tentang kegiatan keluarga yang bertujuan
klien berbagai cara yang adaptif dalam untuk meningkatkan harga diri klien.
4. Keluarga merawat klien seperti :
dapat  Bersikap asertif
menggunaka  Komunikasi terbuka
n koping  Tidak bersikap bermusuhan
yang telah  Memenuhi kebutuhan klien yang
dipilih dalamSetelah 1x45menit interaksi, masih dapat ditoleransi oleh keluarga.  Sikap terbuka dan jujur pada klien
merawat keluarga dapat membantu klien  Libatkan klien dalam kegiatan penting dalam membentuk
anggota beradaptasi dalam lingkungan keluarga. kepribadian klien kembali adaptif.
keluarga keluarga seperti :  Menumbuhkan rasa kasih sayang klien
yang sakit. a. Menyediakan peralatan terhadap keluarga dan meningkatkan
 Motivasi keluarga untuk menerima
yang dibutuhkan klien, semangat hidup klien bahwa masih
klien apa adanya dengan cara:
b.Melatih kemampuan klien ada orang yang memperhatikannya.
 Tidak mengeluarkan kata-kata yang
dalam menyelesaikan  Melatih klien mengambil keputusan
mengejek atau merendahkan klien.
5. Keluarga masalah dari yang dan penerimaan klien di lingkungan
 Melibatkan klien dalam diskusi
dapat sederhana sampai yang keluarga.
keluarga.
memodifikasi kompleks.
 Menghargai klien

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


lingkungan  Melakukan kegiatan yang positif.
keluarga  Diskusikan dengan keluarga untuk
yang sehat menyediakan perlengkapan yang
dalam diperlukan klien sehari-hari seperti,
merawat peralatan kebersihan diri dan berhias.
klien di  Diskusikan dengan keluarga untuk
rumah. melatih kemampuan klien dalam  Sumber dukungan akan meningkatkan
Setelah 1x45 menit interaksi, menyelesaikan masalah dari yang motivasi keluarga untuk merawat
klien mampu melaksanakan sederhana sampai kompleks. klien.
praktek perawatan diri secara
mandiri :  Bantu keluarga mengidentifikasi
6.1. Keluarga menyebutkan 2 sumber dukungan yang dapat
sumber dukungan bagi digunakan untuk merawat klien.
dirinya yaitu rumah sakit,  Jelaskan pada keluarga tentang
dokter dan perawat. manfaat sumber pendukung untuk
6. Keluarga 6.2. Keluarga menjelaskan 2 proses penyembuhan klien.
dapat bentuk dukungan yang  Jelaskan pada keluarga tentang proses
memanfaatka dapat diberikan kepada terapi yang sedang klien jalani.
n sumber klien yaitu : reinforcement  Persiapkan keluarga untuk menerima
dukungan positif, mengawasi klien, perubahan pola penyelesaian masalah
yang ada. memberi perhatian dan  Keterlibatan sistem pendukung dapat
klien.
kontrol teratur. meningkatkan proses penyembuhan
 Beri dukungan dan semangat pada
keluarga. klien.
Setelah 1x45menit interaksi,  Mencegah kambuhnya penyakit klien.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


Keluarga dapat memanfaatkan
sumber-sumber pelayanan  Komunikasikan dengan keluarga
kesehatan yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan yang
masyarakat bila keluarga ada dan usaha keluarga
merasa kesulitan. memanfaatkan fasilitas pelayanan
7.Keluarga kesehatan.
dapat
memanfaatkan
fasilitas
pelayanan
kesehatan yang
ada di
masyarakat
secara optimal.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


RENCANA KEPERAWATAN
HARGA DIRI RENDAH

Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan Rasional


TUK 1: Setelah 1x45 menit interaksi, Bina hubungan saling percaya dg Hubungan saling percaya yang baik
Klien dapat klien menunjukkan tanda-tanda menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar yang kuat bagi klien
membina percaya kepada perawat : terapeutik: dalam mengekspresikan perasaannya.
hubungan Klien dapat berinteraksi secara  Menunjukkan keramahan dan sikap
saling percaya aktif dengan perawat, yang  Sapa klien dengan ramah baik verbal bersahabat.
dengan ditunjukkan dengan : maupun non verbal.  Agar klien tidak ragu kepada
perawat.  Ekspresi wajah bersahabat.  Perkenalkan nama, nama panggilan perawat.
 Menunjukkan rasa senang. perawat dan tujuan perawat berkenalan.
 Ada kontak mata.  Tanyakan nama lengkap dan nama  Menunjukkan bahwa perawat ingin
 Mau berjabat tangan. panggilan yg disukai klien. kenal dengan klien.
 Mau menyebutkan nama.  Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji  Agar klien percaya kepada perawat.
 Mau duduk berdampingan setiap berinteraksi dengan klien.
dengan perawat.  Tunjukkan sikap empati dan menerima  Penerimaan yang sesuai dengan
klien apa adanya. keadaan yang sebenarnya dapat
meningkatkan keyakinan pada klien
serta merasa adanya suatu
 Tanyakan perasaan klien dan masalah pengakuan.
yang dihadapi klien. Dengarkan dengan  Perhatian yang diberikan dapat
penuh perhatian. meningkatkan harga diri klien.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 Hindari respon mengkritik atau  Respon mengkritik atau
menyalahkan saat klien mengungkapkan menyalahkan dapat menimbulkan
perasaanya. adanya sikap penolakan.
 Buat kontrak interaksi yang jelas.  Memberi info tentang kontrak
waktu.

TUK 2: Setelah 1x15 menit interaksi,  Diskusikan bersama klien aspek positif  Menyadarkan klien bahwa ia
Klien dapat Klien dapat menyebutkan yang dimiliki klien. memiliki sesuatu yang patut
menidentifikas aspek positif yg dimiliki klien,  Bersama klien membuat daftar dibanggakan sehingga dapat
i keluarga, lingkungan serta mengenai: meningkatkan percaya diri klien
aspek positif kemampuan yang dimiliki klien  Aspek positif klien
 Kemampuan yg dimiliki klien
 Beri pujian yg realistis, hindarkan
memberi penilaian negatif

 Diskusikan dengan klien kemampuan yg  Klien mempunyai kegiatan yang


TUK 3: Setelah 2 kali interaksi klien sesuai dengan kemampuannya
dapat dilaksanakan
Klien dapat menyebutkan kemampuan yang
 Diskusikan kemampuan yang dapat
menilai dapat dilaksanakan
dilanjutkan pelaksanaannya.
kemampuan yg
dimiliki untuk
dilaksanakan

TUK 4: Setelah 1 kali interaksi klien  Klien mempunyai kegiatan yang


 Rencanakan bersama klien aktivitas yang

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


Klien dapat membuat rencana kegiatan dapat dilakukan setiap hari sesuai sesuai dengan kemampuannya
merencanakan harian kemampuan klien. sehingga dapat menumbuhkan rasa
kegiatan sesuai  Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien. percaya diri klien
dengan  Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan
kemampuan yg yang dapat klien lakukan.
dimilikinya.

TUK 5: Setelah 2 kali interaksi klien  Anjurkan klien untuk melaksanakan  Memotivasi klien untuk
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kegiatan yang telah direncanakan. melakukan kegiatan yang
melakukan jadual yang dibuat  Pantau kegaiatan yang dilaksanakan direncanakan.
kegiatan sesuai klien.  Reinforcement positif
rencana yang  Beri pujian atas usaha yg dilakukan meningkatkan harga diri klien.
dibuat klien.  Agar kemampuan yang sudah
 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dimiliki klien tetap terjaga.
kegiatan setelah pulang.

TUK 6: Setelah 3 kali interaksi klien  Menyiapkan keluarga untuk


 Diskusikan pentingnya peran dan potensi
Klien dapat memanfaatkan sistem mendukung kesembuhan klien
keluarga untuk mengatasi harga diri
memanfaatkan pendukung yg ada di keluarga rendah klien.
sistem
 Jelaskan kepada keluarga cara merawat
pendukung yg
klien.
ada.
 Latih keluarga cara merawat klien.
 Tanyakan perasaan keluarga setelah
latihan merawat klien.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 Beri motivasi keluarga untuk memberi
dukungan klien selama dirawat di RS dan
menyiapkan lingkungan yang
mendukung kondisi klien di rumah.
 Beri pujian kepada keluarga atas
keterlibatannya merawat klien di RS.
 Anjurkan keluarga untuk mengunjungi
klien secara rutin dan bergantian

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional


TUM :
Klien tidak akan
membahayakan
dirinya sendiri secara
fisik
TUK : Setelah 2 kali interaksi klien Bina hubungan saling percaya dengan  Bila sudah terbina hubungan
1. Klien dapat menunjukkan tanda-tanda menggunakan prinsip komunikasi saling percaya diharapkan klien
membina hubungan percaya kepada perawat : terapeutik dapat kooperatif, sehingga
saling percaya.  Ekspresi wajah  Sapa klien dengan ramah baik verbal pelaksanaan asuhan keperawatan
bersahabat. dan non verbal. dapat berjalan dengan baik.
 Menunjukkan rasa  Perkenalkan nama, nama panggilan dan
senang. tujuan perawat berkenalan.
 Ada kontak mata.  Tanyakan nama lengkap dan nama
 Mau berjabat tangan. panggilan yang disukai klien.
 Mau menyebutkan nama.  Buat kontrak yang jelas.
 Mau menjawab salam.  Tunjukkan sikap jujur. dan menepati
 Mau duduk janji setiap kali interaksi.
berdampingan dengan  Tunjukkan sikap empati dan menerima
perawat. apa adanya.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 Bersedia mengungkapkan  Beri perhatian pada klien dan perhatikan
masalah yang dihadapi. kebutuhan dasar klien.
 Tanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi klien.
 Dengarkan dengan penuh perhatian
ekspresi perasaan klien.
2. Klien tidak akan  Klien dapat mengurangi  Observasi dengan ketat  Prioritas tertinggi yang diberikan
melakukan ancaman terhadap  Pindahkan benda yang berbahaya pada aktivitas penyelamatan
aktivitas yang integritas fisik atau sistem  Siapkan lingkungan yang aman hidup pasien
mencederakan diri klien dalam sifat,  Berikan kebutuhan fisiologik dasar  Perilaku pasien harus diawasi
dirinya jumlah, asal, atau waktu  Kontrak untuk keamanan jika tepat sampai kendali diri memadai
 Pantau pengobatan untuk keamanan
3. Klien akan  Klien dapat menyebutkan  Identifikasi kekuatan-kekuatan klien  Perilaku bunuh diri
mengidentifikasikan aspek positif yg dimiliki  Ajak klien untuk berperan serta dalam mencerminkan depresi yang
aspek-aspek positif klien, keluarga, aktivitas yag disukai dan dapt mendasar dan terkait dengan
yang ada pada lingkungan serta dilakukannya harga diri rendah serta
dirinya kemampuan yang  Dukung kebersihan diri dan keinginan kemarahan terhadap diri sendiri
dimiliki klien untuk berhias
 Tingkatkan hubungan interpersonal
yang sehat
4. Klien akan  Klien dapat menyebutkan  Permudah kesadaran, penamaan, dan  Mekanisme koping maladaptif
mengimplementasik dan ekspresi perasaan harus diganti dengan yang sehat
an dua respons mengimplementasikan  Bantu pasien mengenal mekanisme untuk mengatasi stres dan
protektif diri yang dua mekanisme koping koping yang tidak sehat ansietas

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


adaptif adaptif yang efektif bagi  Identifikasi alternatif cara koping
diri sendiri guna  Beri imbalan untuk perilaku koping
mencegah perilaku yang sehat
mencederai diri sendiri
secara fisik

5. Klien akan  Klien dapat menyebutkan  Bantu orang terdekat untuk  Isolasi sosial menyebabkan
mengidentifikasi dua sumber dukungan berkomunkasi secara konstruktif dengan harga diri rendah dan depresi,
dua sumber sosial yang bermanfaat klien mencetuskan perilaku destruktif
dukungan sosial guna mencegah perilaku  Tingkatkan hubungan keluarga yang terhadap diri sendiri
yang bermanfaat mencederai diri sendiri sehat
 Identifikasi sumber komunitas yang
relevan
 Prakarsai rujukan untuk menggunakan
sumber komunitas

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DEFISIENSI PENGETAHUAN TERKAIT HIV/AIDS

Tujuan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional


Klien dapat membina Setelah 1x45 menit interaksi, Bina hubungan saling percaya Hubungan saling percaya yang baik
hubungan saling klien menunjukkan tanda-tanda dengan menggunakan prinsip merupakan dasar yang kuat bagi
percaya dengan percaya kepada perawat : komunikasi terapeutik: klien dalam mengekspresikan
perawat. Klien dapat berinteraksi secara  Sapa klien dengan ramah baik perasaannya.
aktif dengan perawat, yang verbal maupun non verbal.  Menunjukkan keramahan dan
ditunjukkan dengan :  Perkenalkan nama, nama panggilan sikap bersahabat.
 Ekspresi wajah bersahabat. perawat dan tujuan perawat  Agar klien tidak ragu kepada
 Menunjukkan rasa senang. berkenalan. perawat.
 Ada kontak mata.  Tanyakan nama lengkap dan nama  Menunjukkan bahwa perawat
 Mau berjabat tangan. panggilan yg disukai klien. ingin kenal dengan klien.
 Mau menyebutkan nama.  Tunjukkan sikap jujur dan  Agar klien percaya kepada
 Mau duduk berdampingan menepati janji setiap berinteraksi perawat.
dengan perawat. dengan klien.
 Tunjukkan sikap empati dan  Penerimaan yang sesuai dengan
menerima klien apa adanya. keadaan yang sebenarnya dapat
meningkatkan keyakinan pada
klien
 Tanyakan perasaan klien dan  Perhatian yang diberikan dapat
masalah yang dihadapi klien. meningkatkan harga diri klien.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


Dengarkan dengan penuh  Respon mengkritik atau
perhatian. menyalahkan dapat menimbulkan
 Hindari respon mengkritik atau adanya sikap penolakan.
menyalahkan saat klien  Memberi info tentang kontrak
mengungkapkan perasaanya. waktu.
 Buat kontrak interaksi yang jelas.
Klien dapat Setelah 1x15 menit interaksi,  Diskusikan bersama klien terkait  Mengetahui kemampuan yang
mengidentifikasi Klien dapat menyebutkan kebutuhan belajar pasien sudah dimiliki klien terkait
Pengetahuan klien Apa yang klien ketahui terkait  Lakukan penilaian terhadap tingkat informasi
terkait HIV/AIDS HIV/AIDS pengetahuan pasien saat ini dan  Menentukan intervensi
pemahaman terhadap materi selanjutnya terkait penyuluhan
 Tentukan kemampuan pasien untuk yang perlu diberikan kepada
mempalajari informasi klien terkait HIV/AIDS
 Tentukan motivasi pasien untuk
mempelajari informasi

 Beri penyuluhan sesuai dengan  Memudahkan klien dalam


Klien dapat mengetahui Setelah 1 kali interaksi klien memahami materi
tingkat pemahaman pasien
terkait informasi yang mampu menyebutkan kembali  Menambah pengetahuan klien
 Diskusikan dengan klien terkait
diberikan : HIV/AIDS pengertian HIV/AIDS, penyebab terkait HIV/AIDS
pengertian HIV/AIDS, penyebab
HIV/AIDS, cara penularan  Menambah rasa percaya diri
HIV/AIDS, cara penularan
HIV/AIDS, dan akibat
HIV/AIDS, dan akibat HIV/AIDS klien terhadap kemampuan yang
HIV/AIDS
 Beri reinforcement positif atas dimiliki terhadap informasi yang
kemampuan klien baru diterima

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


LAMPIRAN 3

CATATAN PERKEMBANGAN

CATATAN PERKEMBANGAN KLIEN

Tangga Implemetasi Evaluasi


l
13/05/ Diagnosa : Gangguan pola tidur Subjektif :
2013  Membina hubungan saling percaya Klien mengatakan penyebab menggunakan zat adalah
 membantu klien mengidentifikasi frekuensi, lama, dan kualitas karena pertama kali melihat orang/pegawai bengkel
tidur menggunakan shabu setiap hari sebelum bekerja dapat
 Mendorong beberapa aktifitas ringan selama siang hari membuat pegawai kreatif dan giat bekerja. Semenjak
 Menganjurkan tidak tidur siang lebih dari 90 menit. itu, klien mulai menggunakan shabu sebelum bekerja
Diagnosa : Koping individu tidak efektif (magang) di bengkel. Perubahan mulai terjadi akibat
 Membina hubungan saling percaya pemakaian shabu, klien menjadi sering terlambat
 memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. datang sekolah, sampai dikeluarkan dari sekolah. Klien
 mengkaji kontak pertama klien dengan zat, masih melanjutkkan menggunakan shabu, sampai
akhirnya menjadi bandar. Keluarga tidak mengetahui
 membantu klien menilai penyebab utama memakai zat.
klien menggunakan shabu, sampai akhirnya orang tua
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan
mendapati shabu di kamar klien dan akhirnya
klien.
membawa klien ke RSKO. Klien mengatakan pola
 memberikan pujian kepada klien tentang pemahaman mengenai
tidur berubah sejak dari rumah, lebih banyak tidur pagi
akibat dari penyalahgunaan zat secara mental, fisik, sosial,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


intelektual, dan spiritual. siang dan sore hari sehingga malam sulit tidur. Tidur
Diagnosa : Berduka kurang nyenyak.Klien mengatakan selama 3 hari
 Membina hubungan saling percaya menangis di kamar, kangen dengan rumah, tidak betah
 Menunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut berada di rumah sakit.
mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan. Objektif :
 mendukung reaksi berduka klien yang adaptif. Klien terlihat lemas, mengantuk, sering menguap,
 mengidentifikasi bersama klien apa yang dirasakan saat kontak mata (+), koheren, sesekali menunduk ke
kehilangan bawah saat interaksi dan berikeringat (+), saat ditanya
terkait riwayat berpacaran dan berhubungan seksual,
klien hanya tersenyum dan tidak menjawab
Analisis :
Bina hubungan saling percaya (BHSP) belum teratasi,
gangguan pola tidur teratasi sebagian, koping individu
tidak efektif teratasi sebagian; berduka teratasi
sebagian berada pada fase denial
Planning :
Lanjutkan BHSP, Lanjutkan interaksi siang hari, agar
klien tidak tidur dan mudah tidur malam.
14/05/ Diagnosa : Gangguan pola tidur Subjektif :
2013  Berdiskusi dengan klien, apa yang biasa dilakukan untuk Klien mengatakan awal magang adalah awal
mengatasi masalah gangguan tidurnya. pertemuan dirinya dengan NAPZA. Klien
 Berdiskusi dengan klien tentang jadwal aktifitas sehari-hari. menggunakan shabu pukul 10.00, awal magang di
 mendorong beberapa aktifitas ringan selama siang hari, misalnya bengkel, sehingga klien merasa lebih percaya diri
bermain billiard dalam beraktivitas. Setelah itu, klien menggunakan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 membuat bersama individu jadwal program aktifitas sehari-hari, lagi pukul 16.00, setelah pulang magang. Kemudian
bercakap-cakap siang hari pukul 18.00/19.00 sebelum pergi bermain bersama
 Tidak menganjurkan tidur siang lebih dari 90 menit. teman atau berpacaran. Saat bersama teman, biasanya
Diagnosa : Koping individu tidak efektif juga klien menggunakan shabu. Pemakaian shabu
 Membina hubungan saling percaya kurang lebih 4-5 kali per hari. Namun, klien menyadari
 Membantu klien menilai untung dan rugi pemakaian zat. mulai saat itu klien menjadi berubah pola hidupnya,
 memberi kesempatan klien untuk mengambil keputusan terhadap sehingga sekolah pun menjadi terbengkalai dan klien
penggunaan zat. dikeluarkan dari sekolah. Klien mengatakan selama di
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan rumah sakit ini sudah mlai berubah pola tidurnya, klien
klien. dapat bangun pagi dan sholat subuh, biasanya
Diagnosa : Berduka kesiangan. Klien masih belum menerima keberadaan
 Menunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut dirinya selama di rumah sakit. Klien mengatakan
sebelum interaksi, klien menangis di kamar karena
mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan.
kangen dengan keluarga di rumah dan suasana rumah.
 mendukung reaksi berduka klien yang adaptif.
Objektif :
 Jelaskan pada klien tentang konsep kehilangan yang dialami,
Beberapa kali klien menguap saat interaksi. Sesekali
yaitu:
menunduk, klien terlihat lemas dan mengantuk. Mata
 Menyangkal, jelaskan manfaat tahap menyangkal klien, jangan
klien terlihat merah.
paksa klien melewati tahap menyangkal dengan cepat tanpa
Analisis :
kesiapan emosional.
Koping individu tidak efektif teratasi sebagian;
 Marah, dorong untuk ungkapkan kemarahan yang adaptif,
berduka teratasi sebagian pada fase denial. Gangguan
redamkan kemarahan klien secara bertahap, yakinkan klien bahwa
pola tidur teratasi sebagian
hal ini adalah takdir Yang maha Kuasa.
Planning :
 Isolasi, perkuat harga diri klien dengan memberikan privasi, Mendiskusikan masalah yang dihadapi pasien dan
dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial secara bertahap.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 Menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. mendiskusikan koping yang efektif.
Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang Menemani klien melewati fase berduka.
dihadapi klien saat ini. Motivasi klien untuk memperbanyak aktivitas di luar
kamar.
17/05/ Diagnosa : Koping individu tidak efektif Subjektif :
2013  Mendiskusikan bersama klien mengenai akibat dari Klien mengatakan sudah tidak ingin memakai lagi dan
penyalahgunaan zat baik yang merugikan maupun yang akan berhenti, karena tidak kuat tinggal jauh dengan
menyenangkan secara mental, fisik, sosial, intelektual, dan orangtua. Masalah/trigger yang sering dihadapi jika
spiritual. pasien menggunakan kembali adalah ketika klien
 memberikan pujian kepada klien tentang pemahaman mengenai bertengkar dengan pacar. Setelah keluar dari RSKO
akibat dari penyalahgunaan zat secara mental, fisik, sosial, klien akan persiapkan untuk mendapatkan/mendaftar
intelektual, dan spiritual. SMK paket C.
 mendiskusikan bersama klien mengenai cara yang biasa dilakukan Objektif :
untuk menolak keinginan menggunakan zat (sugesti). Terlihat antusias menceritakan terkait penyelsaian
 memberikan pujian kepada klien tentang cara klien yang positif kecanduan yang dialami, koheren (+), fokus
dan tepat dalam menolak keinginan menggunakan zat. Analisis :
 mendiskusikan bersama klien mengenai cara baru yang bisa Teratasi sebagian
dilakukan untuk menolak keinginan menggunakan zat. Planning :
 meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak Lanjutkan intervensi evaluasi latihan 3 cara untuk
keinginan menggunakan zat. mengendalikan penggunaan zat dan memotivasi untuk
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan berhenti
klien.
 menganjurkan klien untuk melatih cara baru yang telah di
diskusikan selama berada di RS.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


Diagnosa : Berduka
 mendukung reaksi berduka klien yang adaptif.
 menanyakan apa yang diharapkan klien terhadap peristiwa ini.
 mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari
peristiwa ini.
 mengidentifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi
musibah dengan ikhlas
Diagnosa : Ketidak berdayaan
 memberikan kondisi yang nyaman seperti, ruangan tertutup,
tenang, dan nyaman.
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan
klien.
 memberi kesempatan klien untuk mengambil keputusan terhadap
pengungkapan perasaan yang konstruktif.
 menghilangkan atau kurangi faktor-faktor yang menyebabkan
klien tidak berdaya
18/05/ Diagnosa : Koping individu tidak efektif Subjektif :
2013  Meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak Klien bercerita bahwa setelah keluar dari RSKO ,
keinginan menggunakan zat. dirinya akan mengikuti ujian paket C. Klien
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan mengatakan bahwa dirinya ingin berubah, ingin
klien. sekolah lagi. Klien mengatakan akan mengubah
 menganjurkan klien untuk melatih cara baru yang telah di kebiasaan selama dirumah dengan kebiasaan selama
diskusikan selama berada di RS. disini, bagun pagi dan mulai aktivitas. Klien
 menananyakan kepada klien, cara baru yang biasa digunakan atau menyesalkan keberadaan dirinya di rumah sakit ini,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


dilatih klien selama di RS. mengandaikan jika dirinya berada di rumah, mungkin
 Meminta klien untuk menyusun jadwal kegiatan harian, akan melanjutkan sekolah. Mengandaikan jika dirinya
mingguan, dan bulanan. tidak menggunakan NAPZA, mungkin tidak akan
 memotivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru begini.
untuk menolak keinginan menggunakan zat. Objektif :
 menjelaskan kepada klien manfaat support sistem baginya selama Kontak mata +, klien tampak bersemangat untuk
proses penyembuhan. segera keluar dari RSKO.
Diagnosa : Berduka Analisis :
 Menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Teratasi sebagian
Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang Planning :
dihadapi klien saat ini. Diagnosa berduka pada tahap bargaining, teratasi
 mengoientifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari sebagian; Lanjutkan intervensi, jika pasien tidak
peristiwa ini. pulang : evaluasi mengontrol keinginan menggunakan
 Identifikasi bersama klien faktor-faktor yang mengancam zat
penyelesaian proses berduka, salah satunya adalah ketergantungan
kepada orang lain.
 Mengidentifikasi hikmah dari peristiwa ini seperti klien
menyebutkan “ini adalah takdir Tuhan Yang Maha Esa dan ini
jalan yang terbaik”
 mendukung reaksi berduka keluarga yang adaptif.
Diagnosa : Ketidak berdayaan
 mengkaji masalah-masalah yang sering ditemui klien baik dari diri
sendiri, keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal, maupun
tempat kerja.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan
klien.
 membantu klien untuk mengemukakan masalah yang mungkin
akan dihadapi dan langkah-langkah penyelesaiannya.
23/05/ Diagnosa : Koping individu tidak efektif Subjektif :
2013  membantu klien menilai untung dan rugi pemakaian zat. Klien menceritakan suasana hatinya saat ini yang
 mendiskusikan bersama klien mengenai cara baru yang bisa belum siap menghadapi rencana bahwa dirinya akan
dilakukan untuk menolak keinginan menggunakan zat. mengikuti rehabilitasi. “Saya ingin pulang, kangen
 meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak rumah”. Klien mengatakan ingin berubah. Klien
keinginan menggunakan zat. mengatakan dirinya stres berada disini dan bosan,
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan ingin pergi dari sini. Percobaan bunuh diri yang
klien. dilakukan untuk menarik perhatian agar segera
 menganjurkan klien untuk melatih cara baru yang telah di dikeluarkan dari rumah sakit. Menurut klien percobaan
diskusikan selama berada di RS. bunuh diri adalah cara yang tepat, karena klien tidak
Diagnosa : Berduka mengerti harus bagaimana lagi.
 menunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut Objektif :
mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan. Klien sering menghela nafas panjang pada beberapa
kesempatan interaksi dengan klien. Kontak mata +,
 Menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan.
tampak sedih
Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang
Analisis :
dihadapi klien saat ini.
Teratasi sebagian
 menanyakan apa yang diharapkan klien terhadap peristiwa ini.
Planning :
 mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari
Observasi ketat terkait percobaan bunuh diri
peristiwa ini.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 mengidentifikasi bersama klien faktor-faktor yang mengancam Kolaborasi dengan konselor menemani klien, melalui
penyelesaian proses berduka, yaitu ketergantungan kepada orang fase depresi.
lain dan kesehatan fisik dan psikologis klien. Lanjutkan intervensi koping individu tidak efektif
 mengidentifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi (evaluasi) selama di rehabilitasi
musibah dengan ikhlas Edukasi terkait HIV/AIDS dan NAPZA
Diagnosa : Ketidak berdayaan
 memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
 membantu klien untuk menilai aspek positif dan negatif dari tiap
cara yang teridentifikasi.
 membantu klien untuk mengemukakan masalah yang mungkin
akan dihadapi dan langkah-langkah penyelesaiannya.
 menginformasikan kepada klien mengenai sumber dukungan yang
ada.
Diagnosa : Risiko bunuh diri
 mendengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
 mengajak klien untuk berperan serta dalam aktivitas yag disukai
dan dapt dilakukannya
 membantu orang terdekat untuk berkomunkasi secara konstruktif
dengan klien
24/05/ Diagnosa : Koping individu tidak efektif Subjektif :
2013  memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. Klien menyatakan rasa kekecewaan yang begitu besar
 Meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak kepada keluarga dan staf RS, yang membuatnya ada di
keinginan menggunakan zat. rehabilitasi. “Saya sakit hati, ternyata saya di
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan rehabilitasi lebih dari seminggu, saya tidak diberitahu

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


klien. apa-apa”. Klien menceritakan bagaimana dirinya
 memotivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru berfikir untuk bunuh diri kemarin. Klien menceritakan
untuk menolak keinginan menggunakan zat. kronologis percobaan bunuh diri yang dilakukannya.
 menjelaskan kepada klien tentang sumber dukungan yang ada Klien mencoba bunuh diri dengan menggesek
(keluarga, rumah sakit, dokter, dan perawat). pergelangan tangannya ke daun pintu, namun tidak
 menjelaskan kepada klien manfaat support sistem baginya selama berhasil.
proses penyembuhan. Objektif :
Diagnosa : Berduka Klien tampak kesal terhadap proses perawatan yang
 menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. diberikan pada dirinya. Klien tampak belum menerima
Dengarkan dengan penuh perhatian. keberadaaannya berada di program rehabilitasi. Mata
 menghindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien berkaca-kaca. Fokus. Kontak mata (+)
mengungkapkan perasaanya. Analisis :
 menunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut Teratasi sebagian
mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan. Planning :
Lanjutkan : diskusi cara mencapai harapan dan masa
 mengidentifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi
depan
musibah dengan ikhlas
Observasi ketat percobaan bunuh diri yang pernah
Diagnosa : Ketidak berdayaan
dialami
 mengkaji masalah-masalah yang sering ditemui klien baik dari diri
Menemani klien melewati fase depresi
sendiri, keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal, maupun
tempat kerja.
 memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan
klien.
Diagnosa : Risiko bunuh diri

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 Menunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya.
 mendengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
 membantu pasien mengenal mekanisme koping yang tidak sehat
27/05/ Diagnosa : Koping individu tidak efektif Subjektif :
2013  memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. Klien mengatakan belum bisa menerima ini,
 meberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan seandainya dirinya tidak menggunakan NAPZA,
klien. mungkin klien tidak berada disini. Klien menyesali
 memotivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru keberadaannya berada di rumah sakit ini. Klien
untuk menolak keinginan menggunakan zat. memotivasi dirinya untuk menjadi lebih baik agar
 menjelaskan kepada klien tentang sumber dukungan yang ada cepat keluar dari rumah sakit.
(keluarga, rumah sakit, dokter, dan perawat). Objektif :
Diagnosa : Berduka Klien tampak putus asa menyadari bahwa dirinya
 menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. harus megikuti program rehabilitasi.
 menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Analisis :
Dengarkan dengan penuh perhatian. Teratasi sebagian
Planning :
 menghindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien
Lanjutkan intervensi diagnosa risiko bunuh diri, dan
mengungkapkan perasaanya.
koping individu tidak efektif
 mengidentifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien.
Diagnosa : Ketidak berdayaan
 menunjukkan sikap empati danmenerima klien apa adanya,
 memberi perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
Diagnosa : Risiko bunuh diri
 mendengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
 membantu pasien mengenal mekanisme koping yang tidak sehat

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


28/05/ Diagnosa : Berduka Subjektif :
2013  menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. Klien mengatakan bosan mengikuti program yang
 menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. ada, ingin pulang. Klien mengatakan belum mampu
Dengarkan dengan penuh perhatian. menghafal creed. Sulit untuk berkonsentrasi. Malas
 menghindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien mengikuti aktivitas yang diadakan. Ingin pulang.
mengungkapkan perasaanya. Klien tidak mengingat apapun materi yang diberikan
 mengidentifikasi bersama klien apa yang dirasakan saat pada class session, karena tidur selama berada di kelas,
kehilangan malas.
 menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Membahas terkait HIV/AIDS, klien mengatakan
Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang HIV/AIDS adalah penyakit yang menyerang kekebalan
dihadapi klien saat ini. tubuh manusia. Disebabkan oleh adanya virus. Cara
 mendukung reaksi berduka keluarga yang adaptif. penularannya melalui darah dan pengobatannya
 mengidentifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien dengan minum obat ARV.
Objektif :
Diagnosa : Defisiensi pengetahuan terkait HIV/AIDS
Klien tampak antusias membahas materi HIV/AIDS,
 mendiskusikan bersama klien terkait kebutuhan belajar pasien
kontak mata (+), koheren. Mudah lupa
 melakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini
Analisis :
dan pemahaman terhadap materi
Teratasi sebagian
 menentukan kemampuan pasien untuk mempalajari informasi
Planning :
 mendiskusikan dengan klien terkait pengertian HIV/AIDS,
Evaluasi kembali terkait pengetahuan klien tentang
penyebab HIV/AIDS, cara penularan HIV/AIDS, dan akibat
HIV/AIDS
HIV/AIDS
Motivasi mengikuti aktivitas, orientasi pada realita
 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
01/06/ Diagnosa : Koping individu tidak efektif Subjektif :
2013  meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak Klien mengatakan jika nanti ditawari menggunakan zat

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


keinginan menggunakan zat. kembali, klien akan menolak dengan cara menghindar
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan dan mengalihkan, atau membuang barang tersebut.
klien. Jika ditawari untuk menjadi bandar kembali, klien
 menganjurkan klien untuk melatih cara baru yang telah di akan menolak karena tidak ingin rehabilitasi lagi.
diskusikan selama berada di RS. Klien mengatakan dirinya sedang dihukum karena
 memotivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru belum mampu menghafal creed. Menurutnya sulit
untuk menolak keinginan menggunakan zat. berkonsentraasi dan malas.
Diagnosa : Berduka Objektif :
 menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Klien terlihat sulit untuk mengingat hal yang kemarin
Dengarkan dengan penuh perhatian. dibahas, terkait HIV/AIDS. Motivasi tinggi untuk
 menghindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien belajar.Motivasi tinggi untuk mengafirmasi diri
mengungkapkan perasaanya. berhenti dari pemakaian zat. Fokus. Koheren. Afek
 menunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut sesuai. Mood stabil.
mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan. Analisis :
Berduka pada fase depresi belum teratasi, koping
 mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari
individu tidak efektif teratasi sebagian, defisiensi
peristiwa ini.
pengetahuan teratasi sebagian
 mengidentifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien
Planning :
Diagnosa : Defisiensi pengetahuan terkait HIV/AIDS
Evaluasi dalam beberapa hari terkait pemahanan
 Mengevaluasi pengetahuan klien terkait pengertian HIV/AIDS,
mengenai HIV/AIDS, membantu klien melewati fase
penyebab HIV/AIDS, cara penularan HIV/AIDS, dan akibat
depresi, memotivasi klien dalam menjalani program
HIV/AIDS
rehabilitasi
 memberi reinforcement positif atas kemampuan klien
10/06/ Diagnosa : Koping individu tidak efektif Subjektif :
2013  mendiskusikan kembali bersama klien mengenai akibat dari Klien mengatakan jika nanti sudah keluar dari RS, jika

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


penyalahgunaan zat baik yang merugikan maupun yang ditawari menggunakan NAPZA, klien akan
menyenangkan secara mental, fisik, sosial, intelektual, dan menghindar dan menolak. Klien mengafirmasi dirinya
spiritual. : “saya akan menjadi pengusaha”, “Saya ingin menjadi
 memberi kesempatan klien untuk mengambil keputusan terhadap ustad”. Klien menilai dirinya memang pemalas,
penggunaan zat. sehingga klien termotivasi untuk rajin karena ingin
 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan menjadi pengusaha. Klien mengatakan masih sulit
klien. menerima dirinya masih berada disini, menurut klien,
 mendiskusikan bersama klien mengenai cara yang biasa dilakukan seharusnya klien sudah kembali ke rumah. Menurut
untuk menolak keinginan menggunakan zat (sugesti). klien orang tua klien juga menginginkan dirinya
 memberikan pujian kepada klien tentang cara klien yang positif pulang ke rumah. Klien mempercayai dirinya akan
dan tepat dalam menolak keinginan menggunakan zat. segera pulang dari rumah sakit. Klien mengatakan
Diagnosa : Berduka sangat merindukan suasana rumah.
 mendukung reaksi berduka klien yang adaptif. Objektif :
 mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari Klien tampak bersemangat saat mengucapkan afirmasi
peristiwa ini. dirinya. Afek sesuai, kontak mata +, mata klien
tampak merah karena baru bangun tidur
 mengidentifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi
Analisis :
musibah dengan ikhlas
Teratasi sebagian
Planning :
Lanjutkan evaluasi afirmasi, buat jadwal klien
mengucapkan afirmasi pada diri
11/06/ Diagnosa : Koping individu tidak efektif Subjektif :
2013  meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak Klien mengatakan cara mengontrol penggunaan zat
keinginan menggunakan zat. dengan menolak dan berhenti menggunakan. Menurut

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien, rehabilitasi sudah membuatnya tidak ingin
klien. menggunakan shabu atau lainnya lagi. Terlebih lagi
 memotivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru saat ini sudah banyak mengetahui bahaya jangka
untuk menolak keinginan menggunakan zat. panjang penggunaan napza, semakin membuat klien
Diagnosa : Berduka tidak ingin mencoba lagi. Klien mengatakan dirinya
 menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. sempat mencoba kabur dari rehabilitasi, sebenarnya
 menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. ingin meminta kepastian untuk segera dikeluarkan dari
Dengarkan dengan penuh perhatian. rumah sakit.
 menghindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien Objektif :
mengungkapkan perasaanya. Afek sesuai, koheren, fokus.
 mendukung reaksi berduka klien yang adaptif. Analisis :
 menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Berduka pada fase depresi belum terlewati, sehingga
intervensi teratasi sebagian. Koping individu tidak
Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang
efektif teratasi sebagian
dihadapi klien saat ini.
Planning :
 menanyakan apa yang diharapkan klien terhadap peristiwa ini.
Lanjutkan intervensi koping individu : motivasi dan
 mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari
evaluasi mengontrol penggunaan zat
peristiwa ini.
15/06/ Diagnosa : Berduka Subjektif :
2013  menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. Klien mengatakan dirinya masih belum bisa menerima
 menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. jika dirinya mengikuti rehabilitasi lebih lama lagi.
Dengarkan dengan penuh perhatian. Klien mengatakan beberapa kali sempat diberi
 mendukung reaksi berduka klien yang adaptif. kesempatan menelpon ibu dan ingin pulang. Klien
 mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari meyakini bahwa orang tuanya akan segera menjemput
peristiwa ini. pulang. Klien mengatakan tidak mungkin akan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


 Mengi dentifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi berpuasa di rumah sakit. Klien menjadi tidak
musibah dengan ikhlas bersemangat untuk melanjutkan aktivitas yang ada di
 mengidentifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien rehabilitasi dan program yang diadakan. Klien merasa
Diagnosa : Harga diri rendah tidak percaya diri terhadap penampilannya saat ini
 mendiskusikan bersama klien aspek positif yang dimiliki klien. yang bertambah gemuk dan botak. Klien yakin untuk
 memberi pujian yg realistis, hindarkan memberi penilaian negatif melanjutkan sekolah paket C dan bersemangat untuk
 mendiskusikan dengan klien kemampuan yg dapat dilaksanakan mengikutinya
 memberi pujian atas usaha yg dilakukan klien. Objektif :
Koheren. Afek sesuai. Terlihat kecewa dan malas-
malasan untuk mengikuti program setelah interaksi
dilakukan. Mood stabil.
Analisis :
Teratasi sebagian
Planning :
Motivasi menerima kenyataan mengikuti program
untuk kebaikan klien
18/06/ Diagnosa : Koping individu tidak efektif Subjektif :
2013  Mengevaluasi cara klien mengontrol pemakaianan zat Klien mengatakan sangat senang dengan keberadaan
 Memotivasi dan menganjurkan klien untuk melatih cara baru yang perawat karena dapat menjadi penyemangat dan
telah di diskusikan selama berada di RS. pengganti keluarga yang jauh. Klien mulai sadar
 memberi reinforcement positif atas usaha yang telah dilakukan bahwa keluarganya memang menginginkan dirinya
klien. mengikuti rehabilitasi. Namun klien masih nyatakan
 menjelaskan kepada klien manfaat support sistem baginya selama belum bisa menerima hal tersebut. Lingkungan di
proses penyembuhan. rumah sakit sangat berbeda dan membuatnya tertekan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


Diagnosa : berduka Klien mengatakan sangat merindukan keluarga.
 menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Kemampuan dan aspek positif klien mulai
Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang dikembangkan selama mengikuti perawatan di rumah
dihadapi klien saat ini. sakit.
 Mengidentifikasi hikmah dari peristiwa ini seperti klien Objektif :
menyebutkan “ini adalah takdir Tuhan Yang Maha Esa dan ini Klien terlihat senang, tersenyum, mood stabil, mata
jalan yang terbaik” merah setelah bangun tidur. Klien masih berada pada
 mengidentifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien tahap depresi pada fase berduka, konsetrasi dan daya
Diagnosa : Harga diri rendah ingat jangka pendek kurang dalam mengingat hal yang
 memberi motivasi klien selama dirawat di RS untuk melakukan baru dibicarakan sebelumnya.
hal positif dan mengikuti program Analisis :
 memberi pujian atas kemauan klien Teratasi sebagian
Planning :
Evaluasi dan terminasi
19/06/  Mengevaluasi kemampuan klien terhadap cara mengontrol Subjektif :
2013 penggunaan zat Klien mengatakan penerimaan butuh proses. Klien
 Meningkatkan motivasi mengikuti program rehabilitasi dan berterima kasih atas motivasi yang telah diberikan
mengevaluasi afirmasi klien perawat pada ririnya, hal tersebut banyak membantu
 Mengevaluasi pengetahuan klien terkait HIV/AIDS menguatkan klien selama berada direhabilitasi dan
 Memotivasi klien dalam menyelesaikan tahap depresi pada fase selama perawatan di rumah sakit
berduka yang dialami Objektif :
 Kolaborasi : konselor dalam pemberian motivasi dan komunikasi Klien terlihat sedih saat melakukan terminasi, kontak
terhadap keluarga mata +
Analisis :

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


Teratasi sebagian
Planning :
Lanjutkan intervensi berduka, dampingi klien sampai
pada fase acceptance, sehingga klien dapat mudah
menjalani program rehabilitasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013


LAMPIRAN 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Diri
Nama Erny Prian Kusuma
Tempat, Tanggal lahir Serang, 20 Juli 1990
Jenis Kelamin Perempuan
Status Belum Menikah
Alamat Kos : Jalan Ketapang No.9 Pondok Cina, Beji, Depok
Rumah : Ramananuju Tegal No.96 Cilegon-Banten, 42441
Email tuliptazmania@gmail.com ; erny.prian@ui.edu
Pendidikan
TK YPWKS 1 CILEGON 1995-1996
SD YPWKS 1 CILEGON 1996-2002
SMPN 1 CILEGON 2002-2005
SMAN 2 CILEGON 2005-2008
SARJANA UNIVERSITAS INDONESIA 2008-2012
PROGRAMPROFESI NERS UNIVERSITAS INDONESIA 2012-2013
Pengalaman Organisasi
Anggota GC (Green Community) Universitas Indonesia 2011-2012
Ketua Biro Humas Forum Pengkajian dan Pengamalan Islam (FPPI) 2011 2010-2011
Fakultas Ilmu Keperawatan Indonesia
Staf Departemen Riset GC (Green Community) Universitas Indonesia 2009-2010
Staf Departemen Ilmiy FPPI (Forum Pengkajian dan Pengamalan 2008-2009
Islam) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Anggota Bidang Karya Tulis NDC (Nursing Discussion Community) 2008-2009
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Staf (HumMed) (Hubungan Masyarakat dan Media) Badan Eksekutif 2008-2009
Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Prestasi
Juara 1 Lomba Fotografi dengan tema ”Oldies but Goldies” pada (Be 2010
Incridible Incridible In Nursing Achivements) BRAVE FIK UI
Pendanaan Karya Tulis oleh DIKTI dengan Judul ”Rasi (Beras Singkong) 2011
Pengganti Nasi : Langkah Alternatif dalam Mengatasi
Ketidakterjangkauan Harga Beras Di Indonesia” pada Program
Kreatifitas Mahasiswa-Gagasan Tertulis (PKM-GT)
Karya Ilmiah
Skripsi : Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penanganan Diare dan 2012
Cara Ibu dalam Menangani Diare Pada Balita di Kelurahan Beji,
Kecamatan Beji, Depok Tahun 2012

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai