Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka morbiditas dan mortalitas pada AKI merupakan suatu indikator
untuk mmengukur tingkat kesejahteraan di suatu negara yang ada di dunia
jika masih tngginya angka morbiditas dan mortalitas maka negara tersebut
masih bekum bisa dikategorikan negara yang kesejahteraan tinggi.
World Health Organization ( WHO ) melaporkan hampir 585.000 ibu
hamil dan bersalin meninggal setiap tahunnya di seluruh dunia dengan arti
kata setiap satu menit ada satu perempuan yang meninggal baik di negara
maju maupun negara berkembang. Di negara maju angka kematian ibu ( AKI
) pertahunnya masih tinggi dengan angka 480/100.000 kelahiran hidup di
bandingkan dengan negara berkembang seperti Indonesia dengan angka
kematian ibu ( AKI ) petahunnya hanya 27/100.000. Sesuai target Sustainable
Development Goals ( SDGs ) sampai tahun 2015 sudah berhasil menurunkan
AKI sampai 102/ 100.000 kelahiran hidup dengan usaha yang kuat dari
seluruh pihak baik pihak sektor swasta maupun masyarakat.
Terjadinya kematian ibu ada hubungannya dengan faktor penyebab
langsung kematian ibu di Indonesia yang masih mendominasi seperti
perdarahan, komplikasi dan infeksi. Akan tetapi , komplikasi yang dimaksud
pada faktor penyebab kematian ibu seperti kejadian ketuban pecah dini ( KPD
) yang merupakan masalah yang serius yang segera di beri tindak lanjut
karena dapat menimbulkan infeksi pada ibu yang dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas AKI ( Nugroho,2010).
Kejadian ketuban pecah dini terjadi pada semua kehamilan hanya
10%. Insiden kasus ketuban pecah dini pada kehamilan aterm hanya sekitar 6-
11% dan insiden pada kasus ketuban pecah dini pada kehamilan preterm
hanya sekitar 2%. Maka dari data penelitian yang di dapatkan bahwa kasus
ketuban pecah dini pada kehamilan aterm yang memiliki angka yang tertinggi
dari pada kehamilan preterm.
Masa nifas merupakan masa setelah plasenta lahir dan berakhirnya
ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira – kira 6 minggu (Yusari,2016). Meskipun
puerperium secara didefenisikan sebagai periode sejak mulai persalinan,
selama dan segera sesudah melahirkan, hal tersebut kemudian ditambah
dengan minggu – minggu berikutnya dimana alat reproduksi pulih kembali
seperti keadaan tidak hamil. Banyak orang beranggapan bahwa melakukan
persalinan melalui operasi sectio caesarea memang lebih cepat dan tidak
begitu sakit dibandingkan melahirkan secara normal, tetapi proses
penyembuhan operasi caesar bisa jauh lebih lama dibandingkan proses
persalinan normal. Biasanya waktu penyembuhan bekas luka operasi caesar
3-4 minggu, bahkan lebih. Namun dengan operasi caesar bila tidak dirawat
dengan baik, bekas luka operasi bisa menimbulkan infeksi yang akan
memperpanjang waktu penyembuhan luka operasi (Kasdu. 2003).
Angka kejadian Sectio Caesarea di Indonesia pada tahun 2012 adalah
606.797 dari 4.902.585 jumlah seluruh persalinan atau sekitar 12,4% (Depkes
RI, 2012).
Ada beberapa penyebab yang sering terjadi dan harus dilakukan
Caesar yaitu partus lama, partus tak maju, panggul sempit, dan janin terlalu
besar, jika tidak dilakukan caesar akan membahayakan nyawa ibu dan janin
(Winknjosastro, 2007).
Sedangkan menurut Sarwono,2010, indikasi persalinan SC yaitu
panggul sempit, tumor jalan lahir, stenosis serviks, plasenta previa,
disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri, kelainan letak, dan gawat janin.
Namun kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesar, yaitu
adanya komplikasi yang dapat terjadi saat tindakan bedah caesar. Antara lain
cedera kandung kemih, cedera rahim, cedera pada pembuluh darah, cedera
pada usus dan infeksi, yaitu infeksi rahim, endometritis, dan infeksi akibat
luka operasi (Depkes RI, 2013). Sedangkan menurut Bobak, 2005, kerugian
pada bayi yaitu terjadinya hipoksia, depresi pernafasan, sindrome gawat
pernafasan dan trauma persalinan.
Peran pemerintah dalam menekan kejadian Sectio Caesarea yaitu
melakukan ANC minimal 4 kali selama trimester 1 dilakukan kunjungan 1
kali, trimester 2 dilakukan kunjungan 1 kali dan pada trimester 3 dilakukan
kunjungan sebanyak 2 kali untuk mendeteksi dini adamya komplikasi tertentu
(Depkes RI, 2013).
Pemerintah juga berusaha meminimalkan angka kejadian Sectio
Caesarea dengan mempersiapkan tenaga kesehatan yang terlatih, terampil
dan professional agar dapat melakukan deteksi dini dan pencegahan
komplikasi pada ibu hamil selama kehamilan sehingga kemungkinan
persalinan dengan Sectio Caesarea dapat diturunkan dan dicegah sedini
mungkin (Winjosastro, 2007).
Peran bidan pada pasien post operasi sectio caesarea diarahkan untuk
mengembalikan fungsi fisiologis pada seluruh system secara normal , dapat
beristirahat dan memperoleh rasa nyaman, meningkatkan konsep diri, serta
tidak terjadi infeksi pada luka post operasi. Salah satu upaya untuk mencegah
timbulnya komplikasi dan mengembalikan fungsi fisiologis tubuh dapat
dilakukan dengan mobilisasi dini sesuai dengan kewenangan bidan MENKES
RI no 938/Menkes/SK/VIII/2007 yang tercantum dalam kompetensi ke tiga
dan ke empat.
Proses penyembuhan operasi Sectio Caesarea bisa jauh lebih lama
dibandingkan proses persalinan normal. Biasanya waktu penyembuhan bekas
luka operasi caesar tiga sampai empat minggu, bahkan lebih. Namun dengan
operasi caesar bila tidak dirawat dengan baik, bekas luka operasi bisa
menimbulkan infeksi yang akan memperpanjang waktu penyembuhan luka
operasi.
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk memberikan
asuhan kebidanan Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari
Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm Batusangkar
Tanggal 09 – 11 Februari 2018 .
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan dan melaksanakan asuhan
kebidanan pada Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc
Hari Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm
Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari 2018 melalui pendekatan pola
pikir menejeen asuhan kebidanan secara komprehensif dan
mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengkaji data subjektif dan data objektif pada
kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari Ke-2
Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm
Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari 2018.
2. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi data (diagnosa, masalah,
serta menentukan kebutuhan pasien) berdasarkan data-data yang telah
dikumpulkan pada kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post
Partum Sc Hari Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A
Hanafiah, Sm Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari 2018.
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial
pada kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari
Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm
Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari 2018.
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada
kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari Ke-2
Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm
Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari 2018.
5. kebutuhan pasien pada kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th
P1A0H1Post Partum Sc Hari Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof.
Dr. M.A Hanafiah, Sm Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari 2018.
6. Mahasiswa mampu melaksananakan asuhan yang telah direncanakan
baik secara mandiri, kolaborasi ataupun rujukan pada kasus Ibu Nifas
Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari Ke-2 Dengan
Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm Batusangkar
Tanggal 09 – 11 Februari 2018.
7. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil asuhan yang telah dilakukan
pada kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari
Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm
Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari 2018.
8. Mahasiswa mampu mendokumentasikan manajemen asuhan yang telah
dilaksanakan pada kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post
Partum Sc Hari Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A
Hanafiah, Sm Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari 2018.

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Bagi Mahasiswa
Dapat menambah pengetahuan, pembelajaran dan
keterampilan serta dapat pengaplikasikan ilmu dalam penerapan
manajemen asuhan kebidanan dengan penanganan kasus ibu post
partum sc dengan indikasi kpd.
1.3.2 Institusi Pendidikan
Diharapkan berguna sebagai bahan masukan bagi institusi
dalam meningkatkan wawasan mahasiswa mengenai asuhan pada
ibu post partum sc dengan indikasi kpd.
1.3.3 Instansi Pelayanan RSUD Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm
Batusangkar
Sebagai bahan masukan untuk upaya peningkatan mutu
pelayanan asuhan kebidanan dalam penanggulangan pada ibu post
partum sc dengan indikasi kpd.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Masa Nifas


2.1.1 Pengertian Nifas atau Puerperium
Masa nifas merupakan masa setelah plasenta lahir dan berakhirnya
ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira – kira 6 minggu (Yusari,2016).
Meskipun puerperium secara didefenisikan sebagai periode sejak
mulai persalinan, selama dan segera sesudah melahirkan, hal tersebut
kemudian ditambah dengan minggu – minggu berikutnya dimana alat
reproduksi pulih kembali seperti keadaan tidak hamil.
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dan
persalinan selesai hingga alat – alat reproduksi kembali seperti pada
masa prahamil. Masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari sesudah itu
(Sarwono,2008).

2.1.2 Periode Masa Nifas


1) Puerperium Dini : kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan.
2) Puerperium Intermedial : kepulihan menyeluruh alat – alat
genitalia yanglamanya 6-8 minggu.
3) Remote Puerperium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu – minggu, bulan, atau tahunan.

2.1.3 Perawatan Masa Nifas


1) Mobilisasi : ibu yang baru melahirkan mungkin enggan bergerak
karena letih dan sakit. Berdasarkan penelitian ibu sudah
diperbolehkan turun dari tempat tidur dalam kurun waktu 1- 2 jam
setelah persalinan dengan bantuan keluarga atau bidan.
2) Diet / nutrisi : dalam periode nifas diperlukan nutrisi yang
keseluruhan baik, kaya protein,vitamin dan karbohidrat. Ibu
menyusui harus mendapatkan paling sedikit 2500 kalori dalam satu
hari, dengan tambahan 500 ml susu per hari. Minum sedikitnya 3
liter air setiap hari, pil zat besi harus diminum untuk menambah zat
gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin.
3) Eliminasi : pola eliminasi pada ibu nifas:
a. BAK : ibu diminta untuk miksi 6 jam postpartum. Jika dalam
8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih
belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan
tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu
menunggu 8 jam untuk kateterisasi.
b. BAB : ibu postpartum diharapkan dapat BAB setelah hari
kedua post partum. Jika pada hari ketiga belum juga BAB,
maka perlu diberi obat pencahar per oral atau rektal. Jika
setelah pemberian obat pencahar masih belum bisa BAB,
maka dilakukan klisma.
4) Hygiene : masa nifas adalah masa yang rentan terjadi infeksi pada
ibu. Oleh karena itu, ibu nifas disarankan :
a. Menjaga kebersihan seluruh tubuh dengan mandi.
b. Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Untuk
membersihkan daerah di sekitar kelamin dilakukan dari arah
depan ke belakang kemudian di daerah sekitar anus setiap
selesai buang air kecil maupun buang air besar. Keringkan
dengan handuk dengan cara ditepuk – tepukan dari arah muka
ke belakang.
c. Menyarankan ibu untuk menggantikan pembalut setidaknya
dua kali sehari.
d. Cuci tangan dengan sabun sabun sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya.
5) Perawatan payudara : perawatan payudara dilakukan untuk
memperlancarkan pengeluaran ASI.
6) Pemeriksaan pada masa nifas :
a. Pemeriksaan umum : kesadaran pasien dan keluhan yang
terjadi setelah persalinan.
b. Pemriksaan khusus :
a) Fisik : tekan darah, nadi, dan suhu.
b) Fundus uteri : tinggu fundus dan kontraksi uterus.
c) Payudara : putting susu, pembengkakan payudara, dan
pengeluaran ASI.
d) Lochea : warna , kosistensi dan bau.
e) Luka perenium/luka operasi : apakah ada tanda – tanda
infeksi .

2.1.4 Penatalaksanaan Ibu Nifas Post Secsio Sesarea


Penatalaksanaan ibu nifas post secsio sesarea meliputi :
1) Manajemen post operatif
a. Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih ( kamar isolasi )
dengan pemantauan ketat tensi, nadi, pernafasan tiap 15
menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit dalam 1 jam
berikut dan selanjutnya.
b. Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan
kepalanya agak tengadah agar jalan nafas bebas.
c. Letakan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar
cairan infus dapat mengalir dengan lancar.
2) Mobilisasi/ aktifitas
Pasien boleh menggerakan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit
8 – 12 jam kemudian duduk, bila mampu dalam 24 jam setelah
secsio sesarea pasien jalan bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
3) Perawatan luka
Perawatan luka pada ibu nifas post secsio sesarea adalah merawat
luka dengan cara mengganti balutan atau penutup yang sudah
kotor atau lama dengan penutup luka atau pembalut luka yang
baru. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya luka infeksi
serta memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien. Persiapan
alat dan bahan yang dibutuhkan antara lain :
a. Bak instrumen.
b. Kassa steril.
c. Gunting.
d. Plester .
e. Lidi waten .
f. Antiseptik ( betadine ).
g. Pinset anatomis.
h. Pinset chirugis.
i. Bengkok.
j. Perlak.
k. Pengalas.
l. Sarung tangan steril.
m. Larutan NaCl

untuk membersihkan luka, salep antiseptik, tempat sampah,


larutan klorin 0,5%. Langkah langkah perawatan luka post secsio
sesarea adalah :

a. Kapas perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila


basah dan barulah harus diganti. Umumnya kassa perut
dapat diganti hari ke 3 – 4 sebelum pulang dan seterusnya,
pasien mengganti setiap hari luka dapat diberikan betadine
sedikit.
b. Jahitan yang perlu dibuka dapat dilakukan pada 5 hari
pasien bedah.
4) Kateter/eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan oleh karena itu dianjurkan pemasangan
kateter seperti dower cateter/ balon cateter yang terpasang selama
24 sampai 48 jam, kecuali penderita dapat bak sendiri. Kateter
dibuka 12 – 24 jam pasca pembedahan. Bila terdapat hematuria
maka pengangkatan dapat di tunda.

2.2 Sectio Cessarea


2.2.1 Pengertian Sectio Cessarea
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
5000 gram (Sarwono, 2010).
Istilah sectio cessarea berasal dari bahasa latin caedere yang artinya
memotong. Sedangkan definisi sectio cessarea adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut atau vagina ( Nelson, 2010 ).
Sectio cessarea atau bedah sesar adalah bentuk melahirkan anak
dengan sectio melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus
abdomen seorang ibu ( laparotomi ) dan uterus ( hiskotomi ) untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih ( Dewi Y, 2007 ).

2.2.2 Yang perlu di perhatiakan dalam melakukan seksio cessarea


1) Sectio cessarea elektif
Secti cessarea ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui
bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan pembedahan.
Keuntungan waktu pembedahan dapat ditentukan oleh dokter yang
akan menolongnya dan bahwa segala persiapan dapat dilakukan
dengan baik.
2) Anastesia
Anastesia umum mempunyai pengaruh depresif pada pusat
pernafasan janin, sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah .anastesia
spinas aman buat janin, akan tetapi akan selalu ada kemungkinan
bahwa tekanan darah penderita menurun dengan akibat yang buruk
bagi ibu dan janin. Cara yang paling aman adalah anastesia
lokal.Akan tetapi tidak selalu dapat dilakukan, berhubungan
dengan sikap mental penderitaan.
3) Transfusi darah
Pada umunya perdarahan pada sectio cessarea lebih banyak
daripada pervaginam .berhubungan dengan ini pada tiap-tiap sectio
cessarea perlu diadakan persediaan darah.
4) Pemberian antibiotika
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sectio cessarea efektif
dapat di persoalkan , namun pada umumnya pemberian dianjurkan

2.2.3 Indikasi Sectio Cessarea


1) Indikasi pada ibu
a. Panggul sempit absolute
b. Tumor jalan lahir
c. Stenosis serviks atau vagina
d. Plasenta previa
e. CPD ( cephalopelvic atau vagina)
f. Rupture uteri
2) Indikasi pada janin
a. Kelainan letak janin
b. Gawat janin dengan fetal distress
3) Pada umumnya SC ( Sectio Cessarea ) tidak dilakukan pada :
a. Syok anemia berat
b. Kelainan congenital berat

2.2.4 Komplikasi SC ( Sectio Cessarea )


Komplikasi yang sering terjadi pada sectio caesar adalah :
1) Infeksi puerperial : Kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas dibagi menjadi :
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi
dan perut sedikit kembung.
c. Peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
2) Perdarahan: Perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat
pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena
atonia uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4) Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
5) Yang sering terjadi pada ibu bayi yaitu kematian perinatal (Geri,
2009).

2.2.5 Pemeriksaan penunjang


1) Laboratorium
Hemoglobil atau hematokrit ( HB/Ht ) :
Untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2) USG

2.3 Ketuban Pecah Dini ( KPD)


2.3.1 Pengertian Ketuban Pecah Dini ( KPD)
Ketuban pecah dini merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah dini ( Sarwono,2014).
Sumber : Manuaba (2001)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya


tanpa disertai tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti
dengan proses inpartu sebagaimana mestinya. Sebagian besar pecahnya
ketuban secara dini terjadi sekitar usia kehailan 37 minggu
( Manuaba,2007).

Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban


sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi akhir kehamilan
maupun jauh sebsebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah
ketuban pecah dini yang terjadi sebelum usia 37 minggu . (KPD) yang
memanjang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan
(Yulianti,2010).

2.3.2 Patofisiologi
Ketuban pecah dini biasanya terjadi karena kurangnya kekuatan
membran atau penambahan tekanan intrauteri ataupun oleh sebab kedua
– duanya. Kemungkinan tekanan intrauteri yang kuat adalah penyebab
independen dari ketuban pecah dini dan selaput ketuban yang tidak kuat
akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah
dengan mengeluarkan air ketuban.
Sumber : Manuaba (2007)

Menurut Taylor dkk, terjadinya ketuban pecah dini ternyata ada


hubungannya dengan hal – hal berikut ini:
1) Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum
ketuban pecah. Penyakit – penyakit seperti pielonifritis, sistitis,
servisitis dan vaginitis.
2) Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban ).
3) Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis ).
4) Faktor – faktor lain yang merupakan prediposisi ialah multipara,
malposisi, disproporsi, cervix incompetent dan lain – lain.
5) Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi) , dimana ketuban di
pecahkan terlalu dini.

2.3.3 Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya
masih belum diketahui dan tidak dapat ditemukan secara pasti.
Beberapa laporan menyebutkan faktor – faktor yang berhubungan erat
dengan KPD, namun faktor – faktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor prediposisi adalah :

1) Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban
maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban
bisa menyebabkan terjadinya KPD. Servik yang inkompetensia,
kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
serviks uteri (akibat persalinan curetage) tekanan intra uterin yang
meninggi atau mengikat secara berlebihan (overdistensi uteri)
misalnya trauma, kehamilan gemeli, trauma oleh beberapa ahli
disepakati sebagai faktor prediposisi atau penyebab KPD trauma
yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amnionitis menyebabkan terjadinya KPD karena
biasanya disertai infeksi, kelainan letak misalnya sunsang
sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat mengulangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
a. Keadaan sosial ekonomi
a) Faktor golongan darah akibat golongan darah ibu dan
anakyang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan
bawaan teramsuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
b) Faktor disproporsisi antar kepala janin dan panggul ibu.
c) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan
antepartum.
d) Defesisensi gizi dari tembaga atau asam askorbat
(vitamin c).

Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan.


Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat
kelainan prematur, merokok dan perdarahan selama kehamilan.
Beberapa faktor resiko dari KPD antara lain :
a. Inkompetensi serviks.
b. Polihidramnion.
c. Riwayat KPD sebelumnya.
d. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
e. Kehamilan kembar.
f. Trauma.
g. Serviks yang pendek (25mm) pada usia kehamilan 23
minggu.

2.3.4 Tanda dan Gejala


1) Tanda yang terjadi adalah keluarnya ketuban merembes melalui
vagina.
2) Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan ciri
pucat dan bergaris warna merah.
3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering terus diproduksi sampai
kelahiran. Tetapi bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah
terletak dibawah biasanya “mengganjal” atau “ menyumbat”
kebocoran untuk sementara.
4) Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung
janin bertambah cepat merupakan tanda – tanda infeksi yang
terjadi.

2.3.5 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah :
1) Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen.
2) Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat
pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.
Degenerasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP)
yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan injibitor
protease.Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan
TMMP-1 mengarah pada degenerasi proteolitik dan matriks ekstraseluler
jan membran janin. Aktifitas degenerasi proteolitik ini meningkat
menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat
peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester


ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput
ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan
pergerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada
selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal
fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh
faktor – faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina.
Ketuban pecah dini prematur seering terjadi pada polihidramnion,
inkompeten serviks, solustio plaenta (Sarwono,2013).

2.3.6 Diagnosa
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting karena
diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti
melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio caesarea yang
sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif
palsu berati akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh
karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD
ditegakan dengan cara :
1) Anamnesa : pasien merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak secara tiba – tiba dari jalan lahir. Cairan
berbau amis, dan perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan
tersebut, his belum teratur, atau belum ada pengeluaran lendir
darah.
2) Inspeksi : pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya
cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air
ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3) Pemeriksaan dengan spekulum: pemeriksaan dengan spekulum
pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri
eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri
ditekan, pasien diminta batuk, mengejan atau mengadakan
manuvover valsava, atau bagian rendah digoyangkan akan tampak
keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4) Pemeriksaan dalam : cairan didalam vagina dan selaput ketuban
sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan
tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan
juga belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan
dalam karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari akan
mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang
normal. Mikroorganisme tersebut biasanya dengan cepat menjadi
patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD
yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi
persalinan dan dibatsi sedikit mungkin.
5) Dengan spekulum DTT : lakukan pemeriksaan inspekulo. Nilai
apakah cairan keluar melalui ostium uteri atau terkumpul di
forniks posterior. Jangan lakukan pemeriksaan dalam dengan jari,
karena tidak membantu diagnosis dan dapat mengundang infeksi.
6) Jika mungkin lakukan test lakmus (test nitrazin) : jika kertas
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan
ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan
tes yang postif palsu. Tes pakis, dengan meneteskan cairan
ketuban pada objek gelas dan biarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopis menunjukan kristal cairan amnion dan gambaran
daun pakis.

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini
kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret
vagina ibu hamil Ph 4 – 5, dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna, tetap kuning.
2) Pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada ksus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit. Namun sering terjadu kesalahan pada
penderita oligohidramnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD
cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD
sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan
sederhana.

2.3.8 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas
janin, meningkatnya insiden seksio caesarea, atau gagalnya persalinan
normal.
1) Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kahamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu.
2) Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini
prematur, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umu
insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamamnya periode laten.
3) Hipoksia dan asfiksia
Denganpecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang
menekankan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
olighidramnion, semakin sedikit air ketuban makan janin akan
semakin gawat.
4) Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kmpresi muka
dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar.

2.3.9 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini


1) Konservatif
Rawat dirumah sakit, berikan antibiotik (ampisillin 4 kali 500mg
atau eritromisin bila tidak tahan ampisillin dan metrinidazol 2 kali
500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan <32 – 34 minggu,
dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban
tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum
inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason,
observasi tanda – tanda infeksi,dan kesejahteraan janin.
Sumber : Manuaba (2007)

Terminasi pada kehamilan 37 minggu, jika usia kehamilan


32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi, nilai tanda – tanda infeksi, (suhu, leukosit, tanda – tanda
infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan
steroid untuk memacu pematangan paru janin, dan bila
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.
Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal salama 2 hari
deksametason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2) Aktif
Dapat pula diberikan misoprostol 25 mg – 50 mg intravaginal tiap
6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda – tanda infeksi berikan
antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5,
lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio caesarea.Bila skor pelvik >5,
induksi persalinan.

2.4 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas


Proses manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan
masalah. Proses merupakan sebuah metode dengan pengorganisasian
pemikiran dan tindak tindakan dengan urutan yang logis dan
menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. (APN
2014).
Langkah-langkah penerapan manajemen kebidanan dilakukan
secara berkesinambungan, yaitu :
1. Pengumpulan Data Dasar
Pengkajian dengan mengumpulan semua data yang
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap
yaitu :
a. Anamnesa
1) Biodata , data demografi.
2) Keluhan utama.
3) Riwayat kesehatan , termasuk faktor herediter
dan kecelakaan.
4) Riwayat menstruasi.
5) Riwayat obstetri, gynekologi termasuk nifas dan
laktasi.
6) Pola kehidupan sehari – hari.
7) Riwayat kontrasepsi.
8) Pengetahuan klien.
b. Pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan dan tanda – tanda
vital.
1) Pemeriksaan khusus.
2) Inspeksi.
3) Palpasi.
4) Auskultasi.
5) Perkusi.
c. Pemeriksaan penunjang
d. Laboraturium
e. Diagnosa lain : USG dan radiologi. Data yang
terkumpul ini sebagai data dasar untuk interprestasi
kondisi klien untk menentukan angkah berikutnya.

2. Interprestasi Data Dasar


Menurut Yuniati (2010) di dalam interprestasi data terdapat
komponen penting yaitu:
a. Diagnosa
Diagnosa dalam kehamilan dapat dicontohkan
dengan : ibu hamil/tidak, G..P..A..H.. , usia kehamilan,
janin hidup/mati, tunggal/ganda, intra uterin /ekstra
uterin, let- kep/let- su/let- li, keadaan jalan lahir
normal/tidak, KU ibu baik/tidak.
b. Masalah
Cemas, nyeri pingang, sakit pinggang, konstipasi,
haemoroid, sesak nafas, insomnia, kram pada kaki,
varises, sering kencing.
c. Kebutuhan
Informasi tentang hasil pemeriksaan, penjelasan
tentang keluhan yang dirasakan ibu, penjelasan tentang
cara mengurangi keluhan ibu, dukunagn psikologis,
nutrisi, personal hygiene, jadwal kunjungan.

3. Mengindentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial


Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau
diagnosa atau masalah potensial lain. Berdasarkan rangkaian
masalah dan diagnosa yang sudah diidentifkasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi klien. Bidan diharapkan dapat bersiap –
siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar – benar
terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang
aman.

4. Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera dan atau Kolaborasi


Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
doketr atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama
dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi
klien. Langkah keempat ini mencerminkan kesinambungan
dengan proses manajemen kebidanan. Jadi , manajemen
dilakukan hanya selama asuhan wanita tersebut bersama bidan
terus – menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam
persalinan.

5. Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh


Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah – langkah sebelumnya. Langkah ini
merupakan lanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah
yang telah diidentifikasi atai diantispasi, pada langkah ini
informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat di lengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap
masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman
antisipasi terhadap wanita tersebut seprti apa yang diperkirakan
akan tejadi berikutnya, apakah kebutuhan penyuluhan, konseling
dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah – masalah
yang berkaitan dengan sosial ekonomi, kultur atau masalah
psikologis.
Pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana
asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana besama klien,
kemudian membuat kesepakatan bersama. Perencanaan yang
dapat dilakukan bidan pada asuhan persalinan normal adalh
sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan yaitu 58 langkah
asuhan persalinan normal oleh JNPK-KR.

6. Melaksanakan Perencanaan
Pada langkah ke ena ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah di uraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara
efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian lagi dilakukan oleh klien, atau anggota
tim kesehatan laiinya. Walaupun bidan tidak melaksanakan
asuhan secara sendiri, tetapi bidan tetap memiliki tanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Bila perlu
berkolaborasi dengan dokter atas komplikasi yang ada.
Manajemen yang efisien berhubungan dengan waktu, biaya serta
peningkatan mutu asuhan, kaji ulang apakah semua rencana
telah dilaksanakan.

7. Evaluasi
Pada langkah ke tujuh ini dilakukan evaluasi keefktifandari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan
akan bantuan apakah benar – benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam
masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif
jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada
kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif
sedang sebagian belum efektif.
BAB III

TINJAUAN KASUS

No.MR :12. 03. 18

Masuk tgl/ jam : 09 Februari 2018/ 15.10 WIB

1. PENGKAJIAN (Tanggal/ Jam) : 09 Februari 2018 / 20.30 WIB


A. Identitas/ Biodata
Istri Suami
Nama : Ny. “A” Nama : Tn. “H”
Umur : 22 Th Umur : 28 Th
Suku : Minang Suku : Minang
Bangsa : Indonesia Bangsa : Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Perkerjaan : IRT Perkerjaan : Wiraswasta
Alamat : Batu limbak rambatan
No.Telp :081367XXXX

B. Anamnesa (Data Subjektif)


1. Keluhan utama : Ibu mengatakan ngilu pada bagian perut bekas
operasi
2. Riwayat perkawinan : perkawinan ke-1 , menikah umur : 21 Th ,
lama pekawinan : 1 Th
3. Riwayat obtetri
HPHT : 28 April 2017
TP : 05 Februari 2018

a. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu


N Tg Usi Jenis Tem Komplikasi Penol Bayi Nifas
o l a pers pat ong
La keh alina Pers Ibu Bayi PB/B Kea Loch Lak
hir ami n alina B/JK daan ea tasi
lan n
1. 08 40- SC RS Tdk Tdk Dokt 48cm Baik rubra ASI
02 41 ada ada er /3,2
18 mg kg/
LK
b. Riwayat kehamilan sekarang
Umur kehamilan : 40-41 minggu
Pergerakan janin pertama kali dirasakan : + 20 minggu
ANC : Teratur > 4 kali , di BPM
Imunisasi TT : 2 kali , Tanggal : Lupa

c. Riwayat persalianan sekarang :


Tanggal persalinan : 08 Februari 2018
Jenis persalinan : SC
Keadaan ketuban : Pecah jam : 05.00 WIB Tgl : 08
Februari 2018
Warna : jernih
Laserasi jalan lahir : Tidak ada
4. Riwayat KB : Tidak ada menggunakan KB
5. Riwayat Kesehatan : BAIK
6. Riwayat Alergi : Obat-obatan ( cefotaxime )
7. Riwayat psikososial :
a. Respon ibu dan keluarga terhadap masa nifas : Baik
b. Dukungan keluarga : Baik

C. PEMERIKSAAN FISIK ( Data Objektif )


1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Composmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 83x/i
Pernafasan : 21 x/i
Suhu : 37ºC
2. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Bersih tidak ada ketombe
Rambut : Bersih tidak rontok
Mata : Tidak anemis , Tidak ikterik
Muka : Tidak ada cloasma gravidarum
Mulut : Bersih tidak pucat
Gigi : Bersih tidak ada caries
Leher :Tidak teraba pembesaran kelenja limfe dan kelenjar
tiroid
Payudara : Simetris kiri dan kanan, colostrum sudah keluar
Abdomen : TFU 2 jari dibawah pusat, Kontraksi : Baik
Genetalia : Lochea rubra
Ekstremitas : atas dan bawah tidak oedema , pergerakan aktif
3. Pemeriksaan Penunjang
HB : 11,9 gr%
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS PADA NY. “A” P1A0H1 POST SC HARI KE-2
ATAS INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RSUD PROF. DR. M.A HANAFIAH, SM BATUSANGKAR
TANGGAL 09 – 11 FEBRUARI 2018

Subjektif Objektif Analisa Pleaning


Tanggal : 09 Februari 2018 KU : Ibu baik Diagnosa : 1. Informasikakan kepada
Pukul : 20.30 WIB Kesadaran : Composmentis Ibu nifas post SC hari ke 2 atas ibu bahwa keadaan
indikasi ketuban pecah dini, umum ibu saat ini baik.
1. Ibu mengeluhkan ngilu Pemeriksaan fisik keadaan umum ibu baik EV : ibu paham dengan
pada bagian perut bekas 1. Pemeriksaan umum : informasi yang
operasi TD : 120/80 mmHg Masalah : dijelaskan
2. Ini merupakan anak Nadi : 83x/i Masih merasakan nyeri pada 2. Anjurkan ibu untuk
pertamanya Pernafasan : 21 x/i perut bekas operasi melakukan mobilisasi
3. Anak lahir secara SC , Suhu : 37ºC dini dengan cara miring
BB : 3,200 gr, PB : 48 Kebutuhan : ke kanan atau kekiri saat
cm, JK : Laki-laki 2. Pemeriksaan khusus 1. Informasikan hasil berbaring.
4. HPHT : 28 April 2017 Kepala : Bersih pemeriksaan EV : ibu sudah bisa
5. TP : 05 Februari 2018 tidak ada ketombe 2. Mobilisasi dini untuk miring kekanan
6. Ketuban ibu pecah sejak Rambut : Bersih 3. Kebutuhan nutrisi atau kekiri
pukul 05.00 wib tanggal tidak rontok 4. Istrirahat 3. Baritahu ibu untuk
08 Februari 2018 warna Mata : Tidak 5. Kolaborasi dengan memenuhi kebutuhan
jernih anemis , Tidak ikterik dokter dalam pemberian nutrisinya dengan baik
7. Ibu tidak pernah Muka : Tidak terapi dan obat-obatan EV : ibu telah
menggunakan alat ada cloasma gravidarum memenuhi kebutuhan
kontrasepsi Mulut : Bersih nutrisinya
8. Ibu memiliki alergi tidak pucat 4. Anjurkan ibu untuk
terhadap obat-obatan Gigi : Bersih beristirahat yang cukup

28
tidak ada caries untuk mempercepat
Leher : Tidak pemulihan
teraba pembesaran kesehatannya.
kelenja limfe dan EV : ibu beristirhat
kelenjar tiroid dengan baik sesuai
Payudara : Simetris informasi yang
kiri dan kanan, colostrum diberikan.
sudah keluar 5. Berkolaborasi dengan
Abdomen : TFU 2 dokter dalam pemberian
jari dibawah pusat, terapi dan obat-obatan :
Kontraksi : Baik Cefotiaxon : 2 x 1
Genetalia : Lochea As. Met : 3 x 1
rubra Tablet Fe : 2 x 1
Ekstremitas : atas dan Vit. C : 3 x 1
bawah tidak oedema , EV : ibu telah minum
pergerakan aktif obat sesuai dengan
ajuran dari dokter .
3. Pemeriksaan penunjang :
HB : 11,9 gr% (di
periksa saat di IGD)

29
CATATAN PERKEMBANGAN

Subjektif Objektif Analisa pleaning


Tanggal : 10 Februari 2018 KU : Ibu baik Diagnosa : 1. Informasikakan kepada
Pukul : 10.00 WIB Kesadaran : Composmentis Ibu nifas post SC hari ke 3 atas ibu bahwa keadaan
indikasi ketuban pecah dini, umum ibu saat ini baik.
1. Ibu masih merasakan Pemeriksaan fisik keadaan umum ibu baik EV : ibu paham dengan
nyeri pada perut bekas 1. Pemeriksaan umum : informasi yang
luka operasi tetapi TD : 110/70 mmHg Masalah : dijelaskan
sudah sedikit berkurang Nadi : 87x/i Tidak ada 2. Beritahukan kepada ibu
rasa nyeri. Pernafasan : 20 x/i untu melakukan
2. Ibu sudah mandi Suhu : 36.7ºC Kebutuhan : personal hygine dengan
dibantu oleh suami 1. Infromasikan hasil cara membersihkan
2. Pemeriksaan khusus pemeriksaan bagian kemaluan dan
Kepala : Bersih 2. Personal hygine menggantik pembalut
tidak ada ketombe 3. Ajarkan teknik menyusui setiak kali BAK.
Rambut : Bersih 4. Kolaborasi dengan EV : Ibu mengerti
tidak rontok dokter dalam pemberian dengan informasi yang
Mata : Tidak terapi dan obat-obatan diberikan
anemis , Tidak ikterik 3. Ajarakan kepada ibu
Muka : Tidak teknik menyusui yang
ada cloasma gravidarum baik dan benar.
Mulut : Bersih a. Kepala bayi terletak
tidak pucat disiku bagian dalam
Gigi : Bersih tangan ibu.
tidak ada caries b. Badan bayi sejajar
Leher : Tidak dengan tangan ibu
teraba pembesaran dan perut bayi

30
kelenja limfe dan menempel pada
kelenjar tiroid perut ibu.
Payudara : Simetris c. Bibir bayi masuak
kiri dan kanan, colostrum kebagian areola ibu
sudah keluar dan bibir seperti
Abdomen : TFU 3 bibir ikan
jari dibawah pusat, d. Tangan ibu
Kontraksi : Baik berbentuk huruf C
Genetalia : Lochea pada bagian
rubra payudara ibu
Ekstremitas : atas dan EV : ibu sudah
bawah tidak oedema , melalukan teknik
pergerakan aktif menyusui dengan benar
4. Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
terapi dan obat-obatan :
Cefotiaxon : 2 x 1
As. Met : 3 x 1
Tablet Fe : 2 x 1
Vit. C : 3 x 1
EV : ibu telah minum
obat sesuai dengan
ajuran dari dokter .

31
Subjektif Objektif Analisa Pleaning
Tanggal : 11 Februari 2018 KU : Ibu baik Diagnosa : 1. Informasikakan kepada
Pukul : 10.30 WIB Kesadaran : Composmentis Ibu nifas post SC hari ke 4 atas ibu bahwa keadaan
indikasi ketuban pecah dini, umum ibu saat ini baik.
1. Keadaan ibu mulai Pemeriksaan fisik keadaan umum ibu baik EV : ibu paham dengan
membaik. 1. Pemeriksaan umum : informasi yang
2. Ibu sudah berjalan-jalan TD : 110/70 mmHg Masalah : dijelaskan
keluar ruangan Nadi : 80x/i Tidak ada 2. Memberitahu ibu untuk
Pernafasan : 23x/i melakukan pembersihan
Suhu : 37,3ºC Kebutuhan : pada luka jahitan
1. Infromasikan hasil operasi.
2. Pemeriksaan khusus pemeriksaan EV : ibu mengerti dan
Kepala : Bersih 2. Membersihkan luka mau dibersihkan luka
tidak ada ketombe jahitan post sc jahitannya
Rambut : Bersih 3. Kolaborasi dengan 3. Berkolaborasi dengan
tidak rontok dokter dalam pemberian dokter dalam pemberian
Mata : Tidak terapi dan obat-obatan terapi dan obat-obatan :
anemis , Tidak ikterik Cefotiaxon : 2 x 1
Muka : Tidak As. Met : 3 x 1
ada cloasma gravidarum Tablet Fe : 2 x 1
Mulut : Bersih Vit. C : 3 x 1
tidak pucat EV : ibu telah minum
Gigi : Bersih obat sesuai dengan
tidak ada caries ajuran dari dokter .
Leher : Tidak
teraba pembesaran
kelenja limfe dan

32
kelenjar tiroid
Payudara : Simetris
kiri dan kanan, colostrum
sudah keluar
Abdomen : TFU 3
jari dibawah pusat,
Kontraksi : Baik
Genetalia : Lochea
rubra
Ekstremitas : atas dan
bawah tidak oedema ,
pergerakan aktif

33
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang kesenjangan yang terjadi
antara tinjauan pustaka dan hasil tinjauan kasus pada pelaksanaan manajemen
asuhan kebidanan pada Post Partum NY. “A” P1A0H1 Post SC atas indikasi
Ketuban Pecah Dini (KPD), dapat mempermudah dalam membahas materi,
penulis akan membahas berdasarkan tahap – tahap proses manajemen asuhan
kebidanan yang terdiri dari 7 langkah Varney yaitu dari pengkajian, interprestasi
data , diagnosa atau masalah potensial, identifikasi masalah yang memerlukan
penanganan segera, rencana asuhan dan pelaksanaan tindakan serta evaluasi.

Penulis dapat menemukan kesamaan antara tinjauan teori dengan keadaan


di lapangan, namun kesenjangan masih tetap ada. Berikut ini akan di bahas
tentang ada atau tidaknya kesenjangan antara tinjauan pustaka dan hasil dari
tinjauan kasus yang dapat di lapangan.

4.1 Pengkajian
S (subjectif )
Dari kasus Ny “A” dengan keluhan keluar air – air sejak ± 20 jam yang
lalu, tidak ada merasakan nyeri pinggang menjalar ke ari – ari, tidak ada keluar
lendir campur darah, tidak ada demam, tetapi mengalami keputihan berulang
selama hamil. Menurut Manuaba (2007) keluhan pada ibu hamil dengan KPD
adalah ketuban pecah sebelum waktunya tanpa disertai tanda inpartu dan setelah
satu jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu, jadi tidak ada terjadi
kesenjangan antara teori dengan kasus pada Ny ”A”, dan dilakukan penanganan
aktif melalui tindakan Secsio Sesarea apabila tindakan konservatif mengalami
kegagalan.
Setelah dilakukan operasi dan memasuki ruang perawatan, pasien
mengeluh nyeri pada luka operasi Secsio Seasarea. Pada pengkajian subjektif

34
ditemukan masalah utama yaitu pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi, hal
ini sesuai dengan pendapat Kriebs ( 2008) bahwa pengkajian pada pasien dengan
post Secsio Sesarea akan ditemukan keluhan nyeri akibat luka post operasi SC.

O (objektif)

Pada kasus Ny “A” data objektif dapat dilakukan dari kesadaran ibu, tanda
– tanda vital, keadaan luka jahitan, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan
pengeluaran darah pervaginam ibu, jadi tidak ada kesenjangan antara teori dan
yang terjadi dilapangan pada kasus Ny ”A”.

Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus Ny “A” ibu telah melakukan pemeriksaan laboraturium seperti


Hb setelah post SC. Dari bahasan kasus dan teori yang penulis dapatkan bahwa
tidak ada terjadi kesenjangan antara teori dengan kasus pada Ny ”A”.

4.2 Interprestasi Data


a. Diagnosa
Pada kasus ibu nifas post SC hari ke 2 atas indikasi KPD, keadaan umum
ibu baik.
Berdasarkan hal diatas tidak ada penulis menemukan kesenjangan antara
teori dan praktek yang ada di lapangan karena dari hasil pemeriksaan telah
dilakukan berdasarkan teori Varney.

b. Masalah
Cemas, nyeri pingang, sakit pinggang, konstipasi, haemoroid, sesak nafas,
insomnia, kram pada kaki, varises, sering kencing, nyeri pada luka operasi.

Menurut teori masalah yang terjadi pada ibu normal dirasakan pada setiap
ibu yang mengalami nyeri luka post sc dan pada kasus di lapangan ibu
mengatakan sering BAK. Berarti tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus di
lapangan.

35
c . Kebutuhan
Informasi tentang hasil pemeriksaan, penjelasan tentang keluhan
yang dirasakan ibu, penjelasan tentang cara mengurangi keluhan ibu,
dukungan psikologis, nutrisi, personal hygiene, jadwal kunjungan
(Kusmiyati, 2010).
Berdasarkan masalah yang dialami ibu maka kebutuhan ibu adalah
:
Informasikan hasil pemeriksaan, anjurkan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi ibu, anjurkan ibu untuk tidak banyak
bergerak, anjurkan ibu untuk tirah baring miring ke kiri atau kanan untuk
mobilisasi dini setelah operasi sc, melakukan perawatan luka post sc ibu
agar tetap kering dan bersih, anjurkan keluarga untuk membantu ibu
mengonsumsi obat dari dokter.
Berdasarkan hal diatas penulis tidak ada menemukan adanya
kesenjangan antara teori dan praktek yang ada di lapangan karena dari
hasil pemeriksaan telah dilakukan berdasarkan teori varney.

4.3 Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Menurut Manuaba (2004), diagnosa potensial yang mungkin terjadi adalah


potensial terjadi infeksi pada luka jahitan post secsio sesarea. Jadi tidak ada
kesenjangan antara teori dengan kasus. Pada kasus Ny ”A” P1A0H1 nifas post sc
tidak terjadi infeksi karena pemberian terapi sesuai dengan orderan dokter dan
perawatan luka post sc sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien.

Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau diagnosa


potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi, langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan sambil mengamati klien, pada tinjauan pustaka manajemen kebidanan
mengidentifikasi yang mungkin akan terjadi berdasarkan pengumpulan data,
pengamatan yang cermat dan observasi yang akurat dan kemudian dievaluasi
apakah terdapat kondisi yang tidak normal dan apabila tidak mendapatkan

36
penanganan segera akan membawa kedampak yang lebih bahaya sehingga
kehidupan (Sudarti,2010).

4.4 Identifikasi Kebutuhan Yang Memerlukan Penanganan Segera

Dalam kasus inu penulis ,menentukan beberapa tindakan yang harus


dilakukan penanganan segera untuk mengatasi terjadinya infeksi seperti
kolaborasi dengan dokter SpOG, pemberian antibiotik, observasi kontraksi dan
pengeluaran pervaginam, keadaan umum dan tanda – tanda vital ibu. Selain itu
antisipasi untuk pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit serta kolaborasi dengan
ahli gizi untuk pemberian diet.

Pada kasus Ny “A” P1A0H1 penanganan segera yang dilakukan yaitu


berkolaborasi dengan dokter SpOG untuk memberikan terapi post secsio sesarea
yaitu injeksi Cefotiaxon 2x1, Asam Mefenamat 3x1 per oral, Tablet Fe 2x1 per
oral, Vitamin C 500 mg 3x1 per oral, serta perawatan luka dengan kassa steril.
Pada kasus ini tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus dilapangan

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan konsultasi


serta kolaborasi dengan tim kesehatan lain berdasarkan kondisi pasien apakah
dibutuhkan tindakan segera atau tidak (Mangkuji,2013).

4.5 Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Menurut Sarwono (2008) , perencanaan pada ibu nifas post secsio sesarea
antara lain :

a. Observasi keadaan umum dan tanda – tanda vital.


b. Observasi pengeluaran lochea.
c. Bimbing untuk mobilisasi dini.
d. Perawatan luka post operasi.
e. Pasang kateter dan observasi eliminasi.
f. Beri KIE tentang KB.
g. Bantu penuhi kebutuhan diet pasien.
h. Beri cairan infus.
i. Beri terapi sesuai dengan orderan dokter.

37
Pada kasus Ny “A” P1A0H1 nifas dengan post secsio sesarea perencanaan
yang dilakukan antara lain :

a. Periksa keadaan umum ibu dan tanda – tanda vital.


b. Periksa kontraksi uterus, pendarahan, pengeluaran lochea, dan tanda –
tanda infeksi.
c. Periksa tanda – tanda infeksi pada luka jahitan.
d. Peri perawatan luka sesuai dengan program terapi dan menjaga daerah
luka agar tetap bersih dan kering.
e. Beri nutri tinggi kalori protein dan memberikan ibu makan – makanan
yang lunak seperti bubur dan minum setelah flatus.
f. Beri informasi tentang keadaan bayi dan dukungan moril.
g. Beri terapi sesuai orderan dokter yaitu :
 Cefotiaxon 2x1
 Asam Mefenamat 3x1
 Tabet Fe 2x1
 Vitamin C 3x1
h. Memberi KIE tentang pentingnya ASI eksklusif

Berdasarkan data diatas tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan


kasus dilapangan.

Langkah ini merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah
diidentifikasi atau merupakan lanjutan dari setiap masalah yang berkaitan dengan
kerangka pedoman tentang apa yang akan terjadi berikutnya, penyuluhan,
konseling dan rujukan untuk masalah sosial, ekonomi, kultural, atau masalah
psikologis bila diperlukan (Mangkuji,2013).

4.6 Melaksanakan Perencanaan

Merupakan tahap pelaksanaan dari semua bentuk rencana tindakan


sebelumnya. Tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan sesuai dengan standar
asuhan kebidanan (Mangkuji,2013).

38
Pelaksanaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat. Pada
langkah ini penulis menemukan kesenjangan antara teori dengan kasus dilapangan
pada perawatan luka post secsio sesarea, pelepasan jahitan dan nyeri.

a. Perawatan luka post secsio sesarea adalah kassa perut dilihat pada 1 hari
pasca bedah, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti. Kassa
perut dapat diganti pada hari ke 3 – 4 sebelum pulang dan seterusnya
pasien mengganti setaip hari. Luka betadine sedikit.
b. Nyeri pada luka bekas insisi pada teori dirasakan dalam waktu 24 jam
pertama dan akan berkurang setelah hari pertama dan hari kedua dengan
pemberian obat analgesik Pada kenyataan dilapangan nyeri dirasakan
pada hari pertama dan berkurang pada hari keempat dengan pemberian
obat analgesik. Hal ini mungkin dikarenakan kondisi fisik ibu /daya tahan
tubuh ibu yang kurang stabil.

Pelaksanaan perencanaan yang dilakukan pada Ny “A” sesuai dengan


diagnosa yaitu pasien Post SC atas indikasi KPD. Pada kasus ini perencanaan
sudah dibuat sesuai dengan teori dan interprestasi data yang sudah ada sesuai
dengan kebutuhan ibu. Dari pengamat penulis intervensi yang dibuat sesuai
dengan teori yang ada sehingga dalam kasus ini tidak ditemukan kesenjangan
antara teori dengan praktek lapangan.

4.7 Evaluasi

Melakukan evaluasi sesudah asuhan yang dilaksanakan untuk menilai


apakah asuhan yang diberikan efektif dan pengecekan apakah asuhan tersebut
yang meliputi pemenuhan kebutuhan benar telah terpenuhi, rencana dianggap
efektif jika memang efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa
sebagian besar telah efektif dan sebagian lagi tidak (Mangkuji,2013).

Evaluasi akhir yaitu keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis,


tanda – tanda vital normal. Tidak ada tanda – tanda infeksi pada luka post sc,
pasien diperbolehkan untuk pulang pada hari keempat dengan kontrol satu minggu
lagi. Berdasarkan data uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada
kesenjangan antara teori dengan kasus dilapangan.

39
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penulis telah melakukan asuhan kebidanan pada NY.E G3P2A0H2
usia kehamilan 36-37 minggu di BPM Ade Irma Suryani S.ST pada tanggal
17 November 2017. Adapun asuhan kebidanan meliputi:
1. Kelompok mengkaji data subjektif dan data objektif pada kasus Ibu Nifas
Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari Ke-2 Dengan Indikasi
Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm Batusangkar Tanggal 09 – 11
Februari 2018.
2. Kelompok mampu melakukan interpretasi data (diagnosa, masalah, serta
menentukan kebutuhan pasien) berdasarkan data-data yang telah
dikumpulkan pada kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post
Partum Sc Hari Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A
Hanafiah, Sm Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari 2018.
3. Kelompok mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial pada
kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari Ke-2
Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm Batusangkar
Tanggal 09 – 11 Februari 2018.
4. Kelompok mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada kasus
Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari Ke-2 Dengan
Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm Batusangkar Tanggal
09 – 11 Februari 2018.
5. Kelompok mampu melakukan dengan baik asuhan sesuai dengan
diagnosa, masalah, dan kebutuhan pasien pada kasus Ibu Nifas Pada Ny.
“A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di
Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari
2018.
6. Kelompok mampu melaksananakan asuhan yang telah direncanakan baik
secara mandiri, kolaborasi ataupun rujukan pada kasus Ibu Nifas Pada Ny.
“A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di

40
Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari
2018.
7. Kelompok mampu mengevaluasi hasil asuhan yang telah dilakukan pada
kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post Partum Sc Hari Ke-2
Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm Batusangkar
Tanggal 09 – 11 Februari 2018.
8. Kelompok mampu mendokumentasikan manajemen asuhan yang telah
dilaksanakan pada kasus Ibu Nifas Pada Ny. “A” 22 Th P1A0H1Post
Partum Sc Hari Ke-2 Dengan Indikasi Kpd Di Rsud Prof. Dr. M.A
Hanafiah, Sm Batusangkar Tanggal 09 – 11 Februari 2018.

5.2 Saran
a. Bagi Penulis
a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan, serta agar penulis dapat
melaksanakan manajemen asuhan kebidanan pada kasus persalinan
prematur, dan dapat mengaplikasikan nya dibangku perkuliahan
b. Persiapan bagi penulis untuk menghadapi uji kompetensi.
b. Bagi Instansi Pelayanan RSUD Prof. Dr. M.A Hanafiah, Sm
Batusangkar
Sebagai bahan masukan untuk upaya peningkatan mutu pelayanan
asuhan kebidanan dalam penanggulangan pada ibu post partum sc dengan
indikasi kpd.
c. Bagi Instansi Pendidikan
a. Sebagai bahan bacaan tentang manajemen asuhan kebidanan dan
manajemen asuhan kesehatan pada ibu bersalin prematur.
b. Sebagai salah satu rujukan bahan ajar tentang manajemen asuhan
kebidanan dan manajemen asuhan kesehatan pada ibu bersalin
prematur.

41

Anda mungkin juga menyukai