Anda di halaman 1dari 22

5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Malang sebagai kota yang berpotensi akan wisata tentu dapat

menjadi tempat yang baik bagi perkembangan bisnis terutama pada sektor

rekreasi belanja. Hal ini disebabkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke

Malang meningkat setiap tahunnya. Menurut Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata

Kota Malang pada tahun 2016 peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke

Kota Malang lebih dari 10%. Pada tahun 2016 saja sudah tercatat 3 juta

wisatawan lokal dan 5.000 wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Kota

Malang (Kompas.com:2016). Hal ini tentu menjadi peluang yang menjanjikan

bagi bisnis pusat perbelanjaan untuk dapat meningkatkan penjualan produknya tak

terkecuali pusat belanja modern. Para pelaku bisnis tentunya berusaha keras untuk

dapat menarik calon konsumen mereka dengan berbagai cara agar pusat

perbelanjaan mereka ramai pengunjung.

Dengan begitu banyak kompetitor yang menekuni bisnis ini maka

konsumen akan lebih leluasa memilih sesuai dengan selera mereka. Menurut

Engel, Blackwell dan Miniard dalam “Perilaku Konsumen” terdapat beberapa

yang menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen untuk menentukan keputusan

yaitu motivasi, ketergugahan, pengetahuan, suasana hati,ciri kepribadian serta

sikap yang sudah ada. Hal ini tentu sudah dipahami oleh pelaku bisnis untuk

menarik calon konsumennya.


6

Saat ini banyak pusat perbelanjaan modern yang tumbuh di Kota Malang.

Sebut saja saja MATOS,MOG, CIBER MALL, PLAZA ARAYA, MALL ALUN-

ALUN dan yang saat ini yang sedang berkembang adalah MALL DINOYO CITY

( MDC). Pusat perbelanjaan modern ini bukan sekedar menjual produk berupa

barang tapi tempat untuk menjual barang tersebut. Karena jika tempat tersebut

tidak ada yang mengisi dengan barang jualan maka pilihan berbelanja juga akan

terbatas. Oleh sebab itu sangat penting bagi setiap pusat perbelanjaan untuk

mencari para penyewa atau pengisi tempat untuk berjualan.

Dalam memasarkan atau mensosialisasikan produknya kepada konsumen,

sektor rekreasi belanja membutuhkan seseorang yang mampu untuk

berkomunikasi dengan menarik sehingga minat masyarakat pada produk-produk

akan menjadi tinggi. Komunikasi merupakan suatu aspek penting dalam

kelangsungan hidup manusia karena tanpa adanya komunikasi, kehidupan tidak

akan berjalan dengan seimbang.

Ada beberapa hal yang mengatur mengenai dengan siapa kita bicara,

dalam keadaan seperti apa serta dengan nada dan cara apa kita berkomunikasi

dengan tepat. Maka dari itu, sangat penting bagi perusahaan menciptakan citra

atau publikasi yang positif merupakan prestasi, reputasi dan sekaligus menjadi

tujuan utama bagi aktivitas public relations dalam melaksanakan perannya di

perusahaan yang diwakilinya (Ruslan, 2007: 27). Citra atau image merupakan

sebuah tolak ukur bagaimana perusahaan dipandang baik atau buruk oleh

kalangan masyarakat secara luas. Citra pada suatu brand atau merek di sebuah

perusahaan akan dikaitkan dengan pandangan masyarakat terhadap merek atau


7

brand yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut, termasuk dari produk-produk

yang dikeluarkan oleh perusahaan. Public relations diperhitungkan sebagai

langkah terbaik dalam menjaga dan memelihara citra perusahaan dalam dunia

bisnis. Public relations diharapkan mampu menciptakan citra positif kepada

konsumen hingga mereka tetap loyal kepada merek produk maupun percaya pada

kredibilitas perusahaan.

Mall Dinoyo,Pr mall Dionyo , citradari brand imagenya, gambaran

seditik dari mall dinoyo, alasan mengambil judul knapa di mall dinoyo

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana Peran Public Relations Mall Dinoyo dalam membangun brand

image?

b. Apa saja hambatan-hambatan Public Relations Mall Dinoyo dalam

membangun brand image?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan memahami Strategi Branding Pantai Temajuk

Sebagai Surga di Ekor Borneo dan hambatan yang dialami.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

secara ilmiah kepada pembaca, serta diharapkan penelitian ini dapat

menjadi bahan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

b. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan ilmu

pengetahuan mengenai peran Public Relations Mall Dinoyo dalam

membangun brand image.


8
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

2.2 Humas / Public Relations

2.1.1 Pengertian Humas

Menurut Lettimore, Baskin, Heiman dan Toth (2010 : 4) dalam bukunya

“Public Relation Profesi dan Praktik” Humas adalah suatu kegiatan yang

berhubungan dengan kepemimpinan dan mengatur organisasi/institusi, membantu

mendefinisikan filosofi, serta memfasilitasi perubahan organisasi untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Para praktisi public relation berkomunikasi dengan

masyarakat internal dan ekternal yang relevan untuk mengembangkan hubungan

yang positif serta menciptakan konsistensi anatara tujuan organisasi dengan

harapan masyarakat. Mereka juga yang mengembangkan, melaksanakan dan

mengevaluasi program-program organisasi yang mempromosikan pertukaran

pengaruh serta pemahaman diantara konstutuen organisasi dan masyarakat.

2.1.2 Peran dan Fungsi Humas

Mengacu pada pendapat Ruslan (2007:20), PR berfungsi sebagai bagian

penting penganalisis situasi, memiliki peran yang intens dalam pengembangan

prosedur, kebijakan, produk dan aksi perusahaan. Mereka juga memiliki power

mengubah sesuatu yang seharusnya diubah. Mereka harus terlibat dalam segala

bentuk perubahan organisasi. Melalui peran ini mereka menjadi paham spirit

setiap program baik motivasi maupun tujuan mengapa program harus

dilaksanakan, mereka mensupport perubahan strategis organisasi, keputusan yang


sifatnya taktis dan memiliki komitmen pada perubahan dan mampu

menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam rangka pencapaian tujuan

program.

2.3 Brand Image

Citra merek (brand image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi

terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap

merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa

keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra

yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkanuntuk melakukan

pembelian. Setiadi (2003) berpendapat: Citra merek mengacu pada skema memori

akan sebuah merek, yang berisikan interpretasi konsumen atas atribut, kelebihan,

penggunaan, situasi, para pengguna, dan karakteristik pemasar dan/atau

karakteristik pembuat dari produk/merek tersebut. Citra merek adalah apa yang

konsumen pikirkan dan rasakan ketika mendengar atau melihat nama suatu merek

(hlm.180).

Image konsumen yang positif terhadap suatu brand lebih memungkinkan

konsumen untuk melakukan pembelian. Brand yang lebih baik juga menjadi dasar

untuk membangun citra perusahaan yang positif. Pengertian citra menurut Kotler

(2002) bahwa “Citra adalah seperngkat keyakinan, ide, dan kesan, yang dimiliki

oleh seseorang terhadap suatu objek” (hlm.629).

Menurut Kotler dalam Simamora (2003) “syarat merek yang kuat

adalah brand image”(hlm.37).Namun ia mempertajam brand image itu sebagai

posisi merek (brand position), yaitu brand image yang jelas berbeda unggul

24
secara relatif dibanding pesaing. Citra akhirnya akan menjadi baik, ketika

konsumen mempunyai penaglaman yang cukup dengan realitas baru. Realitas

baru yang dimaksud yaitu bahwa sebenarnya organisasi bekerja lebih efektif dan

mempunyai kinerja yang baik.

Brand image atau brand description, yakni deskripsi tentang asosiasi dan

keyakinan konsumen terhadap merek tertentu (Tjiptono, 2005: 49). Menurut

Kotler, Armstrong (2001) “Brand imageadalah keyakinan tentang merek tertentu”

(hlm.225). Citra atau asosiasi merepresentasikan persepsi yang bisa merefleksikan

kenyataan yang objektif ataupun tidak. Citra yang terbentuk dari asosiasi inilah

yang mendasari dari keputusan membeli bahkan loyalitas merek (brand loyalty)

dari konsumen.

Citra merek meliputi pengetahuan dan kepercayaan akan atribut merek

(aspek kognitif), konsekuensi dari penggunaan merek tersebut, dan situasi

penggunaan yang sesuai, begitu juga dengan evaluasi, perasaan dan emosi yang

diasosiasikan dengan merek tersebut (aspek afektif). Citra merek didefinisikan

sebagai persepsi konsumen dan preferensi terhadap merek, sebagaimana yang

direfleksikan oleh berbagai macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan

konsumen. Meskipun asosiasi merek dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk

tapi dapat dibedakan menjadi asosiasi performansi dan asosiasi imajeri yang

berhubungan dengan atribut dan kelebihan merek.

2.3.1 Fungsi dan Peran Brand Image

Boush dan Jones (dalam Kahle & Kim, 2006: 6-8) mengemukakan bahwa citra

merek (brand image) memiliki beberapa fungsi, di antaranya:

25
1. Pintu masuk pasar (Market Entry)

Berkaitan dengan fungsi market entry, citra merek berperan

penting dalam hal pioneering advantage, brand extension, dan brand

alliance. Produk pionir dalam sebuah kategori yang memiliki citra merek

kuat akan mendapatkan keuntungan karena biasanya produk follower

kalah pamor dengan produk pionir, misalnya Aqua. Bagi follower

tentunya akan membutuhkan biaya tinggi untuk menggeser produk pionir

yang memiliki citra merek kuat tersebut. Di sinilah keuntungan produk

pionir (first-mover/pioneering adavantages) yang memilki citra merek kuat

dibandingkan produk pionir yang memiliki citra lemah atau produk

komoditi tanpa merek.

2. Sumber nilai tambah produk (Source of Added Product Value)

Fungsi berikutnya dari citra merek adalah sebagai sumber nilai

tambah produk (source of added product value). Para pemasar mengakui

bahwa citra merek tidak hanya merangkum pengalaman konsumen dengan

produk dari merek tersebut, tapi benar-benar dapat mengubah pengalaman

itu. Sebagai contoh, konsumen terbukti merasa bahwa makanan atau

minuman dari merek favorit mereka memiliki rasa yang lebih baik dari

kompetitor jika diuji secara unblinded dibandingkan jika diuji secara

blinded taste tests (Allison & Uhl, 1964). Dengan demikian citra merek

memiliki peran yang jauh lebih kuat dalam menambah nilai produk dengan

26
mengubah pengalaman produk (Aaker & Stayman, 1992; Puto & Wells,

1984).

3. Penyimpan nilai perusahaan (Corporate Store of Value)

Nama merek merupakan penyimpan nilai dari hasil investasi biaya

iklan dan peningkatan kualitas produk yang terakumulasikan. Perusahaan

dapat menggunakan penyimpan nilai ini untuk mengkonversi ide

pemasaran strategis menjadi keuntungan kompetitif jangka panjang.

Misalnya, merek Hallmark diuntungkan dari keputusan yang dibuat

selama 1950 untuk mensponsori beberapa program televisi berkualitas

tinggi secara khusus setiap tahun.

4. Kekuatan dalam penyaluran produk (Channel Power)

Sementara itu, nama merek dengan citra yang kuat berfungsi baik

sebagai indikator maupun kekuatan dalam saluran distribusi (channel

power). Ini berarti merek tidak hanya berperan penting secara horizontal

dalam menghadapi pesaing mereka, tetapi juga secara vertikal dalam

memperoleh saluran distribusi dan memiliki kontrol ,dan daya tawar

terhadap persyaratan yang dibuat distributor (Aaker, 1991; Porter, 1974).

Sebagai contoh, strategi merek ekstensi Coca Cola bisa dibilang

menyelesaikan tiga fungsi sekaligus. Perpanjangan izin masuk pasar

dengan biaya lebih rendah, menghambat persaingan dengan menguasai

shelf space, dan juga dapat memberikan daya tawar dalam hal negosiasi

27
perdagangan, karena Coca Cola dianggap memiliki kekuatan dalam

meningkatkan penjualan.

2.3.2 Manfaat Brand Image

Manfaat merek bagi produsen menurut Keller dalam Tjiptono (2005:20-21),

dikatakan bahwa merek berperan sebagai :

1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan

produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan

pencatatan akuntansi

2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur yang unik. Merek bisa mendapatkan

perlindungan property intelektual. Nama merek bisa diproteksi melalui

merek dagang terdaftar (registered trademarks), proses pemanufakturan

bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalu hak

cipta (copyrights) dan desain. Hak-hak property intelektual ini

memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman

dalam merek yang dikembangkannya dan meraup manfaat dari aset

bernilai tersebut.

3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka

bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain waktu. Loyalitas

merek seperti ini menghasilkan predictability dan security permintaan bagi

perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan bagi

perusahaan lain untuk masuk pasar.

28
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk

dari para pesaing.

5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,

loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk di dalam benak

konsumen.

6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.

Faktor Pembentuk Brand Image

Menurut Arnoul, et al. (2005:120-122) faktor yang membentuk citra merek

adalah:

1. Faktor lingkungan

Faktor ini dapat memengaruhi di antaranya adalah atribut-atribut

teknis yang ada pada suatu produk di mana faktor ini dapat dikontrol oleh

produsen. Di samping itu, sosial budaya juga termasuk dalam faktor ini.

2. Faktor personal

Faktor personal adalah kesiapan mental konsumen untuk

melakukan proses persepsi, pengalaman konsumen sendiri, mood,

kebutuhan serta motivasi konsumen. Citra merupakan produk akhir dari

sikap awal dan pengetahuan yang terbentuk lewat proses pengulangan

yang dinamis karena pengalaman.

2.3.3 Dimensi Brand Image

29
Menurut Bambang Sukma Wijaya (2011) menyimpulkan bahwa dimensi-

dimensi utama yang mempengaruhi dan membentuk citra sebuah merek tertuang

dalam gambar.

1. Brand Identity

Dimensi pertama adalah brand identity atau identitas merek. Brand

identity merupakan identitas fisik yang berkaitan dengan merek atau

produk tersebut sehingga konsumen mudah mengenali dan

membedakannya dengan merek atau produk lain, seperti logo, warna,

kemasan, lokasi, identitas perusahaan yang memayunginya, slogan, dan

lain-lain.

2. Brand Personality

Dimensi kedua adalah brand personality atau personalitas merek. Brand

personality adalah karakter khas sebuah merek yang membentuk

kepribadian tertentu sebagaimana layaknya manusia, sehingga khalayak

konsumen dengan mudah membedakannya dengan merek lain dalam

kategori yang sama, misalnya karakter tegas, kaku, berwibawa, ningrat,

atau murah senyum, hangat, penyayang, berjiwa sosial, atau dinamis,

kreatif, independen, dan sebagainya.

3. Brand Association

Dimensi ketiga adalah brand association atau asosiasi merek. Brand

association adalah hal-hal spesifik yang pantas atau selalu dikaitkan

30
dengan suatu merek, bisa muncul dari penawaran unik suatu produk,

aktivitas yang berulang dan konsisten misalnya dalam hal sponsorship atau

kegiatan social responsibility, isu-isu yang sangat kuat berkaitan dengan

merek tersebut, ataupun person, simbol-simbol dan makna tertentu yang

sangat kuat melekat pada suatu merek, misalnya “ingat beras ingat

cosmos”, art + technology = apple, bola = Djarum, koboi = Marlboro, kulit

putih = Ponds, Surya Paloh = MetroTV, Korupsi = Partai Demokrat,

Konflik = PSSI, Gramedia = Buku, Lifebuoy = Kebersihan, anak muda

rebel = A Mild, dan sebagainya.

4. Brand Attitude & Behavior

Dimensi keempat adalah brand attitude atau sikap dan perilaku

merek. Brand attitude and behavior adalah sikap atau perilaku komunikasi

dan interaksi merek dengan konsumen dalam menawarkan benefit-benefit

dan nilai yang dimilikinya. Kerap sebuah merek menggunakan cara-cara

yang kurang pantas dan melanggar etika dalam berkomunikasi, pelayanan

yang buruk sehingga mempengaruhi pandangan publik terhadap sikap dan

perilaku merek tersebut, atau sebaliknya, sikap dan perilaku simpatik,

jujur, konsisten antara janji dan realitas, pelayanan yang baik dan

kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas membentuk persepsi

yang baik pula terhadap sikap dan perilaku merek tersebut. Jadi brand

attitude and behavior mencakup sikap dan perilaku komunikasi, aktivitas

dan atribut yang melekat pada merek saat berhubungan dengan khalayak

konsumen, termasuk perilaku karyawan dan pemilik merek.

31
5. Brand Benefit & Competence

Dimensi kelima adalah brand benefit and competence atau manfaat

dan keunggulan merek. Brand benefit and competence merupakan nilai-

nilai dan keunggulan khas yang ditawarkan oleh suatu merek kepada

konsumen yang membuat konsumen dapat merasakan manfaat karena

kebutuhan, keinginan, mimpi dan obsesinya terwujudkan oleh apa yang

ditawarkan tersebut. Nilai dan benefit di sini dapat bersifat functional,

emotional, symbolic maupun social, misalnya merek produk deterjen

dengan benefit membersihkan pakaian (functional benefit/values),

menjadikan pemakai pakaian yang dibersihkan jadi percaya diri

(emotional benefit/values), menjadi simbol gaya hidup masyarakat modern

yang bersih (symbolic benefit/values), dan memberi inspirasi bagi

lingkungan untuk peduli pada kebersihan diri, lingkungan dan hati nurani

(social benefit/values). Manfaat, keunggulan dan kompetensi khas suatu

merek akan memengaruhi brand image produk, individu atau

lembaga/perusahaan tersebut.

32
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan langkah yang sangat tepat

untuk menganalisis peristiwa sosial yang terjadi. Metode ini juga relatif

sederhana, yakni hanya menggambarkan tentang karakteristik (ciri-ciri) individu

serta situasi atau kelompok tertentu dengan cara yang tidak sulit (Ruslan,

2006:12)

Menurut Sukmadinata (2009:60) penelitian kualitatif adalah penelitian

yang ditujukan untuk menggambarkan dan menganalisis suatu kejadian, peristiwa,

aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi serta pemikiran seseorang maupun

kelompok. Secara singkat penelitian kualitiatif memiliki dua tujuan yakni

Menggambarkan dan mengungkap serta menggambarkan dan menjelaskan suatu

kejadian yang ada.

Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berupaya

menggambarkan dan mengimplementasikan objek secara sederhana. Hal ini

dilakukan dengan tujuan mengumpulkan data, mengolah data, menyimpulkan,

dan melaporkan data sesuai dengan tujuan penelitian. (Sukardi ,2011:167).

Menurut Muhammad Ali dalam Sebliawan (2011 :62) penelitian kualitatif

adalah penelitian yang dilakukan untuk memecahkan dan menjawab permasalahan

yang dihadapi pada situasi sekarang. Hal ini dilakukan dengan langkah-langkah

33
34

pengumpulan, klarifikasi, dan analisis/pengolahan data serta memberikan

gambaran tentang keadaan objektif situasi.

Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa penelitian kualitatif adalah

penelitian yang digunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang ditujukan untuk

mendiskripsikan dan menggambarkan peristiwa-peristiwa yang ada, baik yang

bersifat alamiah maupun rakayasa manusia, serta berupaya untuk mengungkap

dan menjawab permasalahan yang dihadapi pada situasi sekarang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun penelitian ini dilakukan di MALL Dinoyo Kota Malang yang

berlokasi di Jalan xxxxxxxxxxxxxxxxxxx. Lokasi penelitian merupakan lokasi

dimana penelitian akan dilakukan. Penentuan lokasi ini jelas berkaitan dengan

penelitian kualitatif yang nantinya digunakan sebagai penelitian lapangan

(Sutopo,2006:64). Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2020

3.3 Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini berusaha untuk memahami peran public

relations dalam menciptakan brand Image mall Dinoyo dalam upaya peningkatan

jumlah pengunjung dan hambatan yang terjadi dalam membangun brand image.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data merupakan fakta, fenomena, dan dokumen-dokumen yang akan

diproses oleh peneliti (Ruslan, 2010:29). Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh atau

dikumpulkan oleh peneliti secara langsung/respon dari sumber data (Sugiyono,


35

2011:54). Untuk mendapatkan data primer, peneliti perlu menggunakan teknik

yang baik agar pengumpulan data dapat dikumpulkan dengan mudah.

Guna memperolah data yang valid dan objektif serta dapat dipertanggung

jawabkan perlu adanya sumber data. Sumber data menurut Ruslan (2011 :293)

diperoleh dari :

a) Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang ditemukan langsung setelah

adanya interaksi terhadap pihak institusi (Sugiono, 2011:225). Data primer

disini merupakan data asli yang diperoleh atau dikumpulkan langsung

dilokasi penelitian oleh peneliti. Yang dijadikan data primer dalam

penelitian ini adalah hasil wawancara dengan informan penelitian.

b) Data Sekunder

Sumber data Sekunder adalah data penunjang penelitian. Adapun yang

dijadikan data sekunder dalam penelitian ini adalah data berupa dan data-

data yang berhubungan dengan penelitian.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiono (2011:229 ) pengumpulan data merupakan salah satu

aspek yang berperan dalam kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penelitian.

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

Wawancara, Observasi dan Dokumentasi.

A. Wawancara

Menurut Bungin (2007:108) Wawancara adalah proses memperoleh

keterangan yang dilakukan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
36

pewawancara dengan narasumber atau informan, dengan atau menggunakan

pedoman wawancara dimana pewawancara dan narasumber terlibat dalam

kehidupan sosial yang relatif lama.

Adapun menurut Sutopo (2009:99), Wawancara dilakukan dengan dua

cara yaitu sebagai berikut :

1. Wawancara struktur merupakan wawancara yang dilakukan dengan

pertanyaan yang telah ditentukan oleh orang yang akan melakukan

wawancara.

2. Wawancara tidak terstruktur merupakan pertanyaan yang diajukan tidak

disusun terlebih dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan responden.

Responden terdiri dari orang-orang yang dipilih yaitu orang-orang yang

mengetahui informasi yang diperlukan.

Dalam menentukan sumber data, peneliti memutuskan siapa dan berapa

orang (narasumber) yang akan diminta datanya, serta dokumen apa yang akan

dikaji secara cermat sebagai sumber informasi utamanya.

Informan adalah orang yang mempunyai informasi terkait data penelitian.

Untuk membantu peneliti agar dalam waktu yang singkat banyak informasi yang

dapat diketahui. Informasi disini berfungsi sebagai internal sampling, karena

informasi ini dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran atau

membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari sumber lainnya (Moleong,

2004 :90).

B. Observasi
37

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan

menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya (Bungin, 2007 :

115).Karena itu Observasi merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan

pengamatan melalui hasil kerja panca indra mata dibantu panca indra lainnya.

Observasi secara langsung dilakukan dilokasi penelitian untuk mendapatkan data

yang akurat. Penelitian ini dilakukan langsung di Dinas Parawisata Kepemudaan

dan Olahraga Kabupaten Sambas.

C. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang

digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Inti dari penggunaan metode

dokumentasi ini adalah untuk menelusuri data histori (Bungin, 2007:121).

Kegiatan pengumpulan data ini, peneliti mengambil dari dokumen-dokumen yang

berhubungan dengan humas setda serta literatur yang relevan dengan penelitian

yang dilakukan.

3.6 Kriteria Informan

Dalam menentukan sumber data, peneliti memutuskan siapa dan berapa

orang (narasumber) yang akan diminta datanya, serta dokumen apa yang akan

dikaji secara cermat sebagai sumber informasi utamanya.

Informan adalah orang yang mempunyai informasi terkait data penelitian.

Untuk membantu peneliti agar dalam waktu yang singkat banyak informasi yang

dapat diketahui. Informasi disini berfungsi sebagai internal sampling, karena

informasi ini dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran atau


38

membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari sumber lainnya (Moleong,

2004 :90).

Adapun kriteria informan dalam penelitian ini yakni :


39

3.7 Keabsahan Data

Untuk mengetahui kebenaran data yang diperoleh diperlukan keabsahan

data dalam penelitian. Dalam penelitian ini untuk mengetahui kebenaran data

yang diperoleh peneliti menggunakan Trianggulasi. Menurut Patton dalam Sutopo

(2006 : 92).

Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan untuk menguji

kebenaran data dalam penelitian kualitatif. Penelitian ini diuji dengan

Trianggulasi Sumber. Trianggulasi Sumber dilakukan dengan menggunakan

berbagai sumber data yang berbeda dengan maksud data yang diperoleh dari satu

sumber bisa lebih teruji bila dibandingkan dengan data yang sama dengan sumber

yang berbeda.

Bagan 1.

Trianggulasi Sumber

Sumber : Sutopo (2006:94)

3.8 Analisis Data

Dalam analisis data penelitian ini, menggunakan teori dari Miles dan

Huberman, 1984 yang dikutip Sutopo, 2006 yaitu dengan 3 proses. Yang pertama

dengan Reduksi data (mengoreksi data yang diperoleh pada yang penting),
40

kemudian Sajian Data (menyajikan data yang diperoleh), dan membuat

kesimpulan dari sajian data yang diperoleh.

Reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas,

memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan

mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.

Sajian data merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci untuk

menceritakan dan menjawab setiap permasalahan yang ada. Kesimpulan

merupakan hasil temuan yang ditemukan pada saat penelitian.

Gambar 1

Siklus Proses Analisis Interaktif

Sumber : Sutopo (2006 : 231)

Anda mungkin juga menyukai