Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah Konsep Asuhan keprawatan dengan FILARIASIS. Makalah
ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk tugas ASUHAN
PENYAKIT TROPIS.

Dalam penulisan makalah ini penulis memperoleh banyak bimbingan, saran, dan bantuan
dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu penulis ingin menyampaikan terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................... 1
Tujuan………………………………………………............... 2
Manfaat..................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN TEORI


Definisi .................................................................................... 3
Etiologi ..................................................................................... 4
Tanda dan Gejala ...................................................................... 9
Patofisiologi/ pathway .............................................................. 7
Penatalaksanaan ....................................................................... 8
a. pengobatan ......................................................................... 9
b. perawatan ........................................................................... 11

BAB 3 PENUTUP
kesimpulan ............................................................................... 14
saran ......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. latar Belakang

Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit
menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui
gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah
diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan
Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan
organkelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya
sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis
khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis (Abercrombie et al, 1997)
seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah
itu tidak muncul dan sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh
Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu
tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai
lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
Untuk memberantas filariasis sampai tuntas, WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global
(The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The
Year 2020) yaitu program pengeliminasian filariasis secara masal. Program ini dilaksanakan
melalui pengobatan masal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun
dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis untuk mencegah kecacatan. WHO sendiri
telah menyatakan filariasis sebagai urutan kedua penyebab cacat permanen di dunia. Di
Indonesia sendiri, telah melaksanakan eliminasi filariasis secara bertahap dimulai pada tahun
2002 di 5 Kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahunnya.
Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata. Masyarakat
juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan mengetahui mekanisme
penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya, diharapkan
program Indonesia Sehat Tahun 2010 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari
endemi filariasis.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh
cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (
kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi.
Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa
di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis,
dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan
darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah
terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan
karena nyamuk penularnya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas
WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global ( The Global Goal of Elimination of
Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020 (. Program eliminasi
dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama
5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis
untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan
eliminasi penyakit kaki gajah secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten
percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahun. Penyebab penyakit kaki
gajah adalah tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori. Vektor penular : Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk
dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai
vector penular penyakit kaki gajah.

B. Etiologi
1. Hsopes
Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumver infeksi bagi orang
lain yang rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih rentan
terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita dari penduduk asli. Pada umumnya laki-laki
lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk
mendapat infeksi. Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisisk
lenih berat.
2.Hospes Reservoar
Tipe B. Malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk
manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dan kera
terutama jenis Presbytis, meskipun hewan lain mungkin juga terkena infeksi.
3.Vektor
Bnyak spesies nyamuk ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada cacing
filarianya. W. Bancrofti yang terdapat didaerah perkotaan ditularkan oleh Cx.
Quinquefasciatus yang tempat perindukannya air kotor dan tercemar.
a.W. Bancrofti
didaerah pedesaan dapat ditularkan oleh bermacam spesies nyamuk. Di Irian
Jaya W.Bancrofti ditularka terutama oleh An. Farauti yang dapat menggunakan bekas
jejak kaki binatang (footprint) untuk tempat perindukannya. Selain itu ditemukan juga
sebagai vektor. An.Koliensis, An. Punctulatus, Cx. Annulirostris dan Ae.Konchi
W.Bancrofti didaerah lain dapat ditularkan spesis lain seperti An.Subpictus didaerah
pantai di NTT. Selain nyamuk Culex , Aedes pernah juga ditemukan sebagai vektor.
b.B. Malayi
yang hidup pada manusia dan hewan biasanya ditularkan oleh berbagai spesies
Mansonia seperti Ma.Uniformis, Ma.Bonneae, Ma. Dives dan lain-lain, yang
berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, Maluku dan lain-lain. B.
Malayi yang periodik di tularkan oleh An. Barbirostris yang memaki sawah sebagai
tempat perindukannya, seperti didaerah Sulawesi.
c. B.Timori,
spesies yang ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga sekarang hanya
ditemukan didaerah NTT dan Timor Timur, di tularkan oleh An.Barbirostris yang
berkembangbiak didaerah sawah, baik dekat pantai maupun daerah pedalaman.
4.Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup hospes, hospes
reservoar dan vektor, merupakan hal yang sangat penting untuk epidemiologi filariasis.Jenis
filariasis yang ada di suatu daerah endemi dapat diperkiran dengan melihat keadaan
lingkungannya. Pencegahan filariasis, hanya dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk.
Untuk mendapatkan infeksi diperlukan gigitan nyamuk ynag banyak sekali. Pengobatan
masal dengan DEC dapat menurunkan angka filariasis dengan jelas. Pencegahan dengan obat
masih dalam taraf penelitian.

C. Tanda dan Gejala


a. Demam berulang-ulang selama 3 s/d 5 hari setiap 1-2 bulan
b. Pada paha dan ketiak terjadi pembengkakan kelenjar getah bening yang tampak
kemerahan, panas dan sakit
c. Pembengkakan tungkai atau lengan, buah dada, buah jakar yang terlihat kemerahan
dan terasa panas karena terbendungnya cairan getah bening

E. Patofisiologi
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju
pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3
menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk – produk yang akan
menyebabkan dilaasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat
aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut maka akan terbentuk
limfedema. (Witagama,dedi.2009)
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit
mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF α.
Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eosinofilia yang
berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga akan merangsang ekspansi
sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang terbentuk akan berikatan dengan
parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia
dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk
membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi
inflam dan granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang
dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini
menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan
perjalanan yang kronis. (harun,riyanto.2010)
E. Penatalaksanaan
1.Upaya Pencegahan Filariasis
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk
(mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur,
menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit
dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak
memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat
anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi
terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu
saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
2.Upaya Pengobatan Filariasis
Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis
dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh
mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC
adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibat
Wuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari.
Sedangkan untuk filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan
5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam,
menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan
oleh Brugia malayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat.
Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan
dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan
dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun.
Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC. Obat lain yang juga dipakai
adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang
mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh
mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif
berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika,
khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan
pembedahan.

3.Upaya Rehabilitasi Filariasis


Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun,
kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang
membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang
membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.
F. Konsep asuhan keperawatan filariasis

1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan imun. Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk
infektif yang mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa
demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat
dan muncul lagi setelah bekerja berat.
b. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas (
Perubahan TD, frekuensi jantung)

2. diagnose keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar
getah bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi
pada kulit

3. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
peradangan pada
kelenjar getah bening. Hasil yang diharapkan : Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
No. Intervensi Rasional
1. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial
2. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh
3. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya
sediakan Sediakan selimut yang tipis.
4. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).

4. Rasionalisal :
1. Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh yang
mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas secara konduksi
2. Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital
3. Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien.
4. Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi
5. Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan
6. Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe Hasil yang diharapkan :
Nyeri hilang
a. intervensi
1. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
2. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
3. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat anelgetik).

b. Rasional :
1. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan
koping.
2. Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri
3. Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem syaraf simpatis,
mengakibatkan kerusakan lanjutan
4. Diberikan untuk menghilangkan nyeri.
2. Diagnosa keperawatan : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan fisik
Hasil yang diharapkan :
- Menyatakan gambaran diri lebih nyata
- Menunjukan beberapa penerimaan diri daripada pandangan idealisme
- Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
a) Intervensi :
1. Akui kenormalan perasaan
2. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan – tanggapannya mengenai keadaan yang
dialami
3. Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan penolakan
atau tudak terlalu menpermasalahkan perubahan aktual
4. Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal
(bercerita tentang keluarga)
5. Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai individu
6. Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dan prognosa dengan jujur
jika pasien sudah berada pada fase menerima
7. Kolaborasi :
Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi Pengenalan perasaan
tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan mengatasinya secaraefektif.

b) Rasional
1. Memberi petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya, adanya perubahan peran
dan kebutuhan, dan berguna untuk memberikan informasi pada saat tahap
penerimaan
2. Mengidentifikasi tahap kehilangan / kebutuhan intervensi.
3. Melihat pasien dalam kluarga, mengurangi perasaan tidak berguna, tidak berdaya,
dan persaan terisolasi dari lingkungan dan dapat pula memberikan kesempatan
pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan.
4. Membina suasana teraupetik pada pasien untuk memulai penerimaan diri
5. Fokus informasi harus diberikan pada kebutuhan – kebutuhan sekarang dan segera
lebih dulu, dan dimasukkan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang.
6. Mungkin diperlukan sebagai tambahan untuk menyesuaikan pada perubahan
gambaran diri.

4. Diagnosa keperawatan : Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan


pada anggota tubuh
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan aktivitas
a. intervensi :
1. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
3. Berikan lingkungan yang tenang
4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
5. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas

b. Rasionalisi
1. Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi
2. Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk
penyembuhan
3. tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
4. Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi

3. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit


imun, lesi pada kulit
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang.
a. Intervensi:
1. Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali).
2. Gunakan pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat tidur dan
pada waktu duduk di kursi.
3. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak.
5. Kolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan mencegah
terjadinya dekubitus.
b. Rasionalisasai ;
1. Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang dapat menyebabkan
kerusakan aliran darah seluler.
2. Tingkatkan sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk mengurangi panas/
kelembaban.
3. Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah – daerah yang beresiko
terinfeksi dan nekrotik.
4. Meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan partisipasi pasien.
5.Mungkin membutuhkan perawatan profesional untuk masalah kulit yang dialami.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam
sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat
menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar
limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara
deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif
menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam
tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe.
Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
3. Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan
melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol
dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat
dilakukan dengan operasi.

B. Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena
penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi
beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula,
diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai