Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Tidak Menular (PTM) saat ini menjadi penyebab kematian terbanyak
di Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah
kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM
makin meningkat. Peningkatan PTM berdampak negatif pada ekonomi dan
produktivitas bangsa. Pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama dan
memerlukan biaya besar. Beberapa jenis PTM adalah penyakit kronik dan/atau
katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain
itu, salah satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan
permanen. (Depkes, 2011)

Saat ini Indonesia juga juga menghadapi tantangan meningkatnya berbagai


penyakit tidak menular. Sebuah studi yang dipulikasikan pada jurnal The Lancet
tahun 2018 mengurutkan 10 penyakit penyebab kematian yang banyak diidap
masyarakat Indonesia pada 2016 lalu. Menurut studi ini penyakit stroke berada di
urutan kedua setelah penyakit jantung iskemik, diikuti oleh diabetes di urutan
ketiga, TBC hinga diare yang berada pada urutan ke sepuluh.

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa


kelumpuhan saraf (deficit neurology) akiat terhambatnya aliran darah ke otak.
Secara sederhana stroke akut didefinisikan sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak akibat sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan
(stroke hemoragik). (Junaidi, 2011)

Secara global, penyakit serebrovaskular (stroke) adalah penyebab utama


kedua kematian. Stroke menjadi penyakit yang dominan terjadi pada pertengahan
usia dan orang dewasa yang lebih tua. WHO memperkirakan bahwa pada tahun
2015, stroke menyumbang 5,7 juta kematian di seluruh dunia, setara dengan 9,9
% dari seluruh kematian (WHO, 2015). Di Amerika, stroke menjadi penyebab
kematian 140.000 penduduk Amerika setiap tahun. Lebih dari 785.000 orang
menderita stroke di Amerika. Sekitar 610.000 orang diataranya baru menderita
stroke untuk pertama kali dan 185.000 orang diantaranya menderita stroke yang
berulang (AHA, 2016)

Di Indonesia, stroke juga merupakan penyebab kematian utama di hampir


seluruh RS di Indonesia, sekitar 15,4%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Kemenkes RI tahun 2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi
stroke di Indonesia dari 8,3 per 1000 penduduk (tahun 2007) menjadi 12,1 per
1000 penduduk pada tahun 2013 atau diperkirakan sebanyak 2.137.941 penduduk.
Ke depan, prevalensi penderita Stroke diprediksikan meningkat menjadi 25-30
per 1000 penduduk. Selain itu, sebagian dari pasien yang mengalami Stroke akan
berakhir dengan kecacatan. Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan tingkat
kecacatan Stroke mencapai 65% (Depkes, 2014). Dari hasil Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013, Jawa Barat memiliki prevalensi 6,6%. Dinas Kesahatan Kota
Bandung bekerja sama adengan Bloomberg Initiative memaparkan kajian tahun
2016. Hasil dari kajian tersebut menunjukan bahwa di kota Bandung angka
penyakit stroke mencapai 8,24% atau berjumlah 205.228 orang. (Pikiran Rakyat,
2016)

Dampak yang muncul akibat stroke dapat berupa gangguan fungsi sensorik,
motorik, dan kognitif (Lingga, 2013). Stroke baik yang iskemik atau hemoragik
dapat menyebabkan kerusakan hingga kematian pada sel otak. Akibat dari
keadaan tersebuat dapat menimbulkan suatu keadaan klinis sebagai akibat dari
kerusakan sel otak pada bagian tertentu tetapi juga dapat berakibat terganggunya
proses aktivitas mental atau fungsi kortikal luhur termasuk fungsi kognitif.
(Yudawijaya dkk, 2011)

Gangguan kognitif pasca stroke akan menimbulkan masalah dalam activity


daily living (ADL) jika tidak segera diatasi, sehingga akan menurunkan kualitas
hidup pasien. (Labertus, 2016). Proses kognitif atau proses mental luhur adalah
proses berfikir bersama-sama dengan mekanisme persepsi, belajar dan mengingat
memberikan informasi untuk membuat keputusan, membentuk fungsi psikologis
dan secara kolektif (Nugroho, 2004). Gangguan fungsi kognitif yaitu dapat berupa
gangguan cara berpikir, tidak mampu menganalisis bahasa, tidak mampu
mengenal persamaan, kalkulasi dan konsep. (Danovska et al, 2012).

Pemeriksaan kognitif sangat penting dilakukan pada kasus stroke untuk


menilai komponen kognitif yang terganggu sehingga dapat ditentukan
pendekatan stimulasi/rehabilitasi kognitif yang akan dilakukan (Kepmenkes,
2010). Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan instrument MMSE
(Mini Mental State Examination) atau MoCa-Ina (Montreal Cognitive Assesment
Indonesia).

Upaya untuk menanggulangi dan meningkatkan kualitas hidup penderita


gangguan kognitif adalah dengan stimulasi/rehabilitasi kognitif.
Stimulasi/rehabilitasi kognitif adalah aktivitas untuk meningkatkan atau
memperbaiki atau menanggulangi proses kerja otak (kognitif) dalam rangka
meningkatkan fungsi intelegensi (termasuk sesomotorik, praksis, dan
representatif) (Kepmenkes, 2010). Hal ini juga salah satu yang dapat dilakukan
perawat. Salah satu tindakan stimulasi/rehabilitasi kognitif yang dapat dilakukan
seperti brai gym (Dennison & Dennison, 2009)

Penelitian Dobkin tahun 2015 tidak menggambarkan seluruh aspek kognitif,


hanya menunjukan aspek memori dan bahasa dengan hasil 30% pasien stroke
mengalami gangguan memori dan 38% dari 881 pasien atau berjumlah kurang
lebih 335 pasein mengalami gangguan bica aphasia, 20% diantaranya mengalami
gangguan bicara berat.

Dari penelitian Firmansyah tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 42 penderita


stroke didapatkan 21 penderita mengalami gangguan kognitif. Penderita stroke
diperkirakan beresiko mengalami gangguan kognitif sekitar 50% sampai 75% dan
prevalensi menjadi demensia 3 bulan pasca stroke berkisar antara 23,5% sampai
61%. Penelitian lain di instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou
Manado yang dilakukan oleh Marchta et al, (2014) dari 50 pasien stroke non
hemoragik didapatkan sebanyak 28 orang (56%) yang memiliki gangguan fungsi
kognitif ringan (probable gangguan kognitif) dan sebanyak 2 orang (4%) yang
mengalami gangguan fungsi kognitif sedang (definite gangguan kognitif).
Prevalensi gangguan kognitif 3 bulan pasca stroke sebesar 22%.8.
Dari hasil penelitian ini, penulis merasa perlu mengetahui gambaran fungsi
kognitif pada pasien stroke di RS Al-Ihsan.

1.1 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran fungsi kognitif pada penderita stroke di RS Al-Ihsan?
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran fungsi kognitif pada penderita stroke di RS Al-Ihsan
1.2.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui dimensi atensi pada pasien stroke.
- Mengetahui dimensi bahasa pada pasien stroke.
- Mengetahui dimensi memori pada pasien stroke.
- Mengetahui dimensi visuospasial pada pasien stroke.
- Mengetahui dimensi fungsi eksekutif pada pasien stroke.

1.3 Manfaat Penelitian


1. Bagi institusi pendidikan
Dapat dijadikan sebagai data mengenai gambaran fungsi kognitif pada pasien
stroke.
2. Bagi tempat penelitian
Dapat dijadikan data dan pertimbangan untuk meningkatkan rehabilitasi kognitif
pada penderita stroke.
3. Bagi Penelitian
Menambah wawasandan dan pengalaman dalan penelitian mengenai gambaran
fungsi kognitif pada pasien stroke di RS Al-Ihsan Kota Bandung.

Anda mungkin juga menyukai