Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM ASPIRASI MEKONIUM (SAM)

DISUSUN OLEH :
ARIEF SETIYO PAMBUDI

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2014/2015
BAB I
MEKONIUM ASPIRASI SYNDROM

A. DEFENISI
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang diakibatkan
oleh terhisapnya mekonium kedalam saluran pernafasan bayi. Sindroma Aspirasi
Mekoniuim terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan
ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah
dilahirkan. Mekonium adalah tinja janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental,
lengket dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu.
Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban, sindroma ini sangat
parah. Mekonium yang Terhirup lebih kental sehingga penyumbatan saluran udara
lebih berat.

B. ETIOLOGI
Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses persalinan
berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi post-matur (lebih dari 40 minggu).
Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan oksigen. Hal ini
dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot anus, sehingga
mekonium dikeluarkan ke dalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam
rahim. Cairan ketuban dan mekoniuim becampur membentuk cairan berwarna hijau
dengan kekental yang bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin
bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban
dan mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa
menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga
terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu,
mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan
suatu pneumonia kimiawi.
Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan terhirupnya
cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi yang menderita
sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan.
Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan
kematian pada bayi baru lahir.
Faktor resiko terjadinya sindroma aspirasi mekonium:
 Kehamilan post-matur
 Pre-eklamsi
 Ibu yang menderita diabetes
 Ibu yang menderita hipertensi
 Persalinan yang sulit
 Gawat janin
 Hipoksia intra-uterin (kekurangan oksigen ketika bayi masih berada dalam rahim).

C. PATOFISOLOGI
SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut fetal
distress. Pada keadaan ini, janin yang mengalami distres akan menderita hipoksia
(kurangnya oksigen di dalam jaringan). Hipoksia jaringan menyebabkan terjadinya
peningkatan aktivitas usus disertai dengan melemasnya spinkter anal. Maka lepaslah
mekonium ke dalam cairan amnion. Apa yang terjadi bila mekonium terhisap ke dalam
saluran pernafasan? Mekonium tersebut akan menyumbat (sebagian ataupun seluruh)
saluran pernafasan bayi dimana dalam hal ini akan menjadi berbahaya jika tidak segera
ditangani.

D. GEJALA DAN TANDA


Gejalanya berupa:
 Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya mekonium di
dalam cairan ketuban
 Kulit bayi tampak kehijauan (terjadi jika mekonium telah dikeluarkan lama
sebelum persalinan)
 Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah
 Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis)
 Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
 Apneu (henti nafas)
 Tampak tanda-tanda post-maturitas

E. KOMPLIKASI

1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Aspirasi pnemonia
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk
menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama kehidupannya. Tapi
sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru. Dengan
demikian, prognosis jangka panjang tetap baik.
Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru
kronik, bahkan mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga ketulian.
Pada kasus yang jarang terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian

F. PENGOBATAN
Setelah kepala bayi lahir, dilakukan pengisapan lendir dari mulut bayi. Jika
mekoniumnya kental dan terjadi gawat janin, dimasukkan sebuah selang ke
dalam trakeabayi dan dilakukan pengisapan lendir. Prosedur ini dilakukan secara
berulang sampai di dalam lendir bayi tidak lagi terdapat mekonium. Jika tidak ada
tanda-tanda gawat janin dan bayinya aktif serta kulitnya berwarna kehijauan, beberapa
ahli menganjurkan untuk tidak melakukan pengisapan trakea yang terlalu dalam karena
khawatir akan terjadipneumonia aspirasi.
Jika mekoniumnya agak kental, kadang digunakan larutan garam untuk
mencuci saluran udara. Setelah lahir, bayi dimonitor secara ketat. Pengobatan lainnya
adalah:
 Fisioterapi dada (menepuk-nepuk dada)
 Antibiotik (untuk mengatasi infeksi)
 Menempatkan bayi di ruang yang hangat (untuk menjaga suhu tubuh)
 Ventilasi mekanik (untuk menjaga agar paru-paru tetap mengembang).
Gangguan pernafasan biasanya akan membaik dalam waktu 2-4 hari, meskipun
takipneu bisa menetap selama beberapa hari. Hipoksia intra-uterin atau hipoksia akibat
komplikasi aspirasi mekonium bisa menyebabkan kerusakan otak. Aspirasi mekonium
jarang menyebabkan kerusakan paru-paru yang permananen

G. PENATALAKSANAAN
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan dikirim
ke unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]). Tata laksana
yang dilakukan biasanya meliputi :
1. Umum
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikoksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk mencegah
terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada dengan
maksud untuk melepaskan lendir yang kental.

Pada SAM berat dapat juga dilakukan:


 Pemberian terapi surfaktan.
 Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen tinggi ke dalam
paru bayi.
 Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat di dalam
ventilator. Penambahan ini berguna untuk melebarkan pembuluh darah sehingga
lebih banyak darah dan oksigen yang sampai ke paru bayi. Bila salah satu atau
kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil, patut dipertimbangkan untuk
menggunakan extra corporeal membrane oxygenation(ECMO). Pada terapi ini,
jantung dan paru buatan akan mengambil alih sementara aliran darah dalam tubuh
bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup langka
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero
posterior, hiperinflation, flatened diaphragm akibat obstruksi dan terdapatnya
pneumothorax ( gambaran infiltrat kasar dan iregular pada paru )
 Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik dengan
penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2
PATWAYS
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
MEKONIUM ASPIRASI SYNDROM
A. PENGKAJIAN FISIK
1. Riwayat antenatal ibu
2. Status infant saat lahir
- Stress intra uterin
- Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
- Apgar skor dibawah 5
- Terdapat mekonium pada cairan amnion
- Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen
- Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x pernafasan
per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
- Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah mekonium
dalam paru
- Cyanosis
- Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero
posterior (AP)
3. Pengkajian Behavioral
- Disminished activity

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN


1. Resiko tingi insufisiensi pernafasan berhubungan dengan aspirasi meconium
2. Koping keluarga yang tidak efektif berhubungan dengan kecemasan, rasa bersalah
dan kemungkinan perawatan jangka panjang
3. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan kalori.
4. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan IWL dari peningkatan
pernafasan
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pneumonia sebagai akibat mekonium
pada paru
6. Resiko tinggi injury karena peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
sistem saraf pusat yang immature dan respon stress fisiologik
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas pulmonary dan
neuromuskular, penurunan energi dan kelelahan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko Tingi Insufisiensi Pernafasan Berhubungan Dengan Aspirasi Meconium
Tujuan : Mencegah dan mengeluarkan mekonium yang teraspirasi pada saat lahir
atau setelahnya.
KH : Pernafasan Dalam Batas Normal, Tidak Terjadi Aspirasi, Gagal Nafas Tidak
terjadi.
Intervensi
a) Observasi kebutuhan akan suctioning nasofaring saat kepala bayi lahir.
R : Mekonium dalam cairan amnion merupakan indikasi dilakukan suction
sebelum bayi baru lahir bernafas
b) Lakukan suction pada trakhea infant dengan selang endotrakheal setelah
kelahiran.
R : Prosedur ini dilakukan sebelum menstimulasi infant jika ditemukan
mekonium untuk mencegah aspirasi lebih lanjut
c) Lanjutkan suction pada mulut bayi untuk mengeluarkan partikel mekonium
yang lebih besar.
R : Infant yang teraspirasi mekonium memerlukan resusitasi, khususnya infant
yang mengalami disstress pernafasan
d) Berikan istirahat dan ketenangan pada infant.
R : Menangis atau agitasi dapat meningkatkan tekanan intra thorakal,
menyebabkan pneumothorax
2. Koping Keluarga Yang Tidak Efektif Berhubungan Dengan Kecemasan, Rasa Bersalah
Dan Kemungkinan Perawatan Jangka Panjang
Tujuan : Meminimalkan kecemasan, rasa bersalah dan memberikan dukungan selama
krisis situasi.
KH : keluarga tidak merasa cemas lagi,
Intervensi dan Rasional
a) Kaji ekpressi verbal dan non verbal, perasaan dan penggunaan koping mekanisme.
R : Data tersebut diperlukan untuk membantu perawat untuk membangun koping
yang konstruktif pada keluarga
b) Anjurkan orangtua mengungkapkan perasaannya tentang keadaan sakit anaknya,
perawatan yang lama, dan prosedur yang dilakukan pada anaknya.
R : Verbalisasi membantu mempertahankan rasa percaya, menurunkan tingkat
kecemasan orangtua dan meningkatkan keterlibatan orangtua
c) Berikan informasi yang konsisten dan akurat tetang kondisi dan perkembangan
bayinya, perawatan di masa yang akan datang, dan potensial problem pernafasan.
R : Informasi akan menurunkan kecemasan terhadap keadaan bayinya.
d) Informasikan kepada orangtua tentang kebutuhan setelah pulang dan intruksikan
prosedur yang penting saat di rumah.
R : Beberapa infant membutuhkan bantuan ventilator setelah pulang ke rumah.
e) Rujuk orangtua pada perawat komunitas dan informasikan tentang fasilitas
kesehatan yang bisa dihubungi.
R : Rujukan memberikan support kepada keluarga untuk terus mengontrol keadaan
bayinya.

3. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Imaturitas Pulmonary Dan


Neuromuskular, Penurunan Energi Dan Kelelahan
Tujuan : Pasien dapat mempertahankan oksigenasi secara adekua
KH :
 Jalan nafas tidak terhambat
 Pola dan frekuensi nafas sesuai dengan umur dan berat badan bayi
 Oksigenasi jaringan adekuat
Intervensi dan Rasional
a) Berikan posisi untuk mengoptimalkan pertukaran udara :
R : Berikan posisi prone jika memungkinkan, dimana posisi ini membantu
oksigenasi, mentolerir lebih baik terhadap feeding, dan lebih memberikan
kenyamanan saat tidur
R : Berikan posisi supinasi dengan leher ektensi dan hidung yang memungkinkan
untuk bersin untuk mencegah penyempitan jalan nafas
b) Hindari hiperektensi leher
R : menurunkan diameter trachea
c) Observasi deviasi fungsi nafas, seperti tanda grunting, cyanosis, nasal flaring,
apnea
R : mencegah terjadinya kekurangan oksigen dalam tubuh
d) Lakukan suction dengan tehnik yang benar
R : tehnik yang tidak benar dapat menyebabkan infeksi, kerusakan saluran nafas,
pneumothorak dan perdarahan intraventrikuler pada infant
e) Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainase bila perlu
R : untuk memfasilitasi drainase secret
f) Observasi tanda distress pernafasan seperti masal flaring, retraksi, takipnea, apnea,
grunting, sianosis, saturasi O2 rendah
R : mencegah tubuh kekurangan oksigen
g) Pertahankan suhu lingkungan normal
R : untuk tidak meningkatkan kebutuhan oksigen

4. Resiko Tinggi Injury Karena Peningkatan Tekanan Intrakranial Berhubungan Dengan


Sistem Saraf Pusat Yang Immature Dan Respon Stress Fisiologik
Tujuan : Pasien dapat memperlihatkan nilai TIK normal
KH :Infant menunjukkan tidak terjadinya peningkatan TIK atau perdarahan intra
ventrikular
Intervensian Rasional
a) Turunkan stimulasi lingkungan
R : Stimulasi akan meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan resiko
peningkatan tekanan intracranial
b) Kurangi tindakan rutin yang mengganggu periode istirahat
R : Meminimalkan stress
c) Atur perawatan selama periode terjaga selama memungkinkan
R : Untuk mencegah gangguan saat istirahat/tidur
d) Tutup inkubator dengan kain atau penutup
R : menurunkan rangsang cahaya dan gangguan dari luar terhadap periode istirahat
infant
e) Kaji tanda stress fisik dan over stimulasi
R : Untuk menentukan intervensi yang tepat
f) Hindarkan medikasi dan solution hipertonik
R : Dapat meningkatkan aliran darah ke otak
g) Berikan oksigenasi adekuat karena hipoksia
R : Meningkatkan aliran darah ke otak dan TIK
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Melson, Kathryn A. & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Palnning, Second
Edition, Springhouse Corporation, Springhouse, 1994

Anda mungkin juga menyukai