model itu adalah model Dick and Carrey yang dikembangkan oleh Walter
4. Adanya revisi pada analisis instruksional, dimana hal tersebut merupakan hal yang sangat baik,
karena apabila terjadi kesalahan maka segera dapat dilakukan perubahan pada analisis
komponen setelahnya.
5. Model Dick & Carey sangat lengkap komponennya, hampir mencakup semua yang dibutuhkan
tercapainya tujuan umum pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, setiap perancang harus
mempertimbangkan secara mendalam tentang rumusan tujuan umum pengajaran yang akan
kondisi lapangan.
Dick and Carrey menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamsah bahwa
“Tujuan pengajaran adalah untuk menentukan apa yang dapat dilakukan oleh anak didik
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran”. Di dalam buku akta mengajar V Depdikbud, tujuan
pembelajaran sangat penting dalam proses instruksional atau dalam setiap kegiatan belajar
mengajar, sebab tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara spesifik dan jelas, akan
a. Siswa untuk dapat mengatur waktu, dan pemusatan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai;
b. Guru untuk dapat mengatur kegiatan instruksionalnya, metodenya, dan strategi untuk mencapai
tujuan tersebut;
c. Evaluator untuk dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus dicapai oleh anak didik.
Rumusan tujuan umum pembelajaran menurut Dick and Carrey harus jelas dan dapat
diukur, berbentuk tingkah laku. Pandangan lain seperti (Uno Hamsah; juga Miarso)
operasional, Berbentuk hasil belajar, Berbentuk tingkah laku, dan Jelas hanya mengukur satu
tingkah laku”.
yaitu: Formulasi dalam bentuk yang operasional, bentuk produk belajar, dalam tingkah laku si
pelajar, jelas tingkah laku yang ingin dicapai, hanya mengandung satu tujuan belajar, tingkat
keluasan yang sesuai, rumusan kondisi pembelajaran jelas dan cantumkan standar tingkah laku
Adapun Degeng; juga Uno Hamsah, mengemukakan ada tiga komponen utama dari
suatu rumusan tujuan pembelajaran, yaitu: Prilaku, kondisi, dan derajat kriteria
komponen ini oleh Degeng, Uno Hamsah untuk lebih mudah mengingatnya disebut dengan
bawahan (subordinate skills). Jadi, posisi analisis pembelajaran dalam keseluruhan desain
pembelajaran merupakan perilaku prasyarat, sebagai prilaku yang menurut urutan gerak fisik
berlangsung lebih dahulu, perilaku yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau
secara kronologis terjadi lebih awal, sehingga analisis ini merupakan acuan dasar dalam
Dick and Carrey mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Uno hamzah
bahwa: Tujuan pengajaran yang telah diidentifikasi perlu dianalisis untuk mengenali
menguasainya dan langkah-langkah prosedural bawahan yang ada harus diikuti anak didik
Menurut Gagne, Briggs, dan Wager, sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamzah
keterampilan yang akan dijangkau oleh tujuan pembelajaran, serta memungkinkan untuk
menyatakan sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamzah bahwa “Analisis instruksional adalah
proses menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logik dan
sistematik”. Dengan melakukan analisis pembelajaran ini, akan tergambar susunan perilaku
hierarki, karena anak didik dituntut harus mampu memecahkan masalah atau melakukan
kegiatan informasi yang tidak dijumpai sebelumnya, seperti mengklasifikasi dengan ciri-cirinya,
bawahan yang seharusnya dikuasai tidak diajarkan, maka banyak anak didik tidak akan
memiliki latar belakang diperlukan untuk mencapai tujuan, dengan demikian pembelajaran
menjadi tidak efektif. Sebaliknya, apabila keterampilan bawahan yang berlebihan, pembelajaran
akan memakan waktu lebih lama dari semestinya, dan keterampilan yang tidak perlu diajarkan
malah mengganggu anak didik dalam belajar menguasai keterampilan yang diperlukan.
Cara yang digunakan untuk mengidentifikasi subordinate skills dengan cara memilih
Biasanya untuk mata kuliah atau mata pelajaran tertentu keseluruhan tujuan merupakan
hierarki, yaitu dengan memilih apa yang harus diketahui dan dilakukan oleh anak didik,
sehingga dengan pembelajaran sedikit mungkin untuk dipelajari atau dikuasai melalui belajar.
Mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik siswa sangat perlu dilakukan untuk
kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, minat, atu
kemampuan awal. Untuk mengungkap kemampuan awal mereka dapat dilakukan dengan
pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan dengan materi ajar sesuai panduan
kurikulum. Adapun minat, motivasi, kemampuan berpikir, gaya belajar, dan lain-lainnya dapat
dilakukan dengan bantuan tes baku yang telah dirancang para ahli. Misalnya tes gaya belajar
bisa menggunakan tes yang dibuat olerh keffe, tes berpikir formal bisa menggunakan tes
Menurut Dick dan Carrey, sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamzah menyatakan
a. Tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan, atau diperbuat oleh anak
didik;
b. Menyebutkan tujuan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang
hadir pada waktu anak didik berbuat;
c. Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang
Gegne, Briggs, dan Mager menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamzah
a. Menyediakan suatu sarana dalam kaitannya dengan pembelajaran untuk mencapai tujuan;
Tes acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara langsung mengukur istilah patokan
kelayakan penampilan siswa dalam tujuan, keberhasilan siswa dalam tes ini menentukan
apakah siswa telah mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan atau belum, tes acuan
patokan (criterion-referenced test) disebut juga tes acuan tujuan (objective-referenced test).
Bagi seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan,
b. Menceking hasil belajar dan menemukan kesalahan pengertian, sehingga dapat diberikan
d. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, Dick and Carrey, merekomendasikan 4 (empat)
macam tes acuan patokan, yaitu 1) Test entrybehaviors merupakan tes acuan patokan untuk
2) pretes merupakan tes acuan patokan yang berguna bagi keperluan tujuan yang telah
dirancang sehingga diketahui sejauh mana pengetahuan anak didik terhadap semua
keterampilan yang berada di atas batas, yakni keterampilan prasyarat. Maksud dari pretes ini
bukanlah untuk menentukan nilai akhir (perolehan belajar) tetapi lebih mengenal profil anak
Tes sisipan merupakan tes acuan patokan yang melayani dua fungsi penting, yaitu 1)
mengetes setelah satu atau dua tujuan pembelajaran diajarkan, sebelum pascates, 2) untuk
mengetes kemajuan anak didik, sehingga dapat dilakukan perbaikan (remedial) yang
dibutuhkan sebelum pascates yang lebih formal. Pascates atau postes; merupakan tes acuan
patokan yang mencakup seluruh tujuan pembelajaran yang mencerminkan tingkat perolehan
dimaksudkan untuk membantu siswa agar memperoleh kemudahan dalam belajar. Untuk itu
sebelum mengembangkan materi perlu dilihat kembali karakteristik siswa. Dalam tulisan lain
dianjurkan melihat pula karakteristik materi. Dick and Carrey, mengemukakan sebagaimana
yang dikutip oleh Uno hamzah bahwa dalam merencanakan dalam satu unit pembelajaran ada
strategi pembelajaran merupakan hasil nyata yang digunakan untuk mengembangkan material
pembelajaran, menilai material yang ada, merevisi material, dan merencanakan kegiatan
pembelajaran dapat lebih bermakna bagi si pelajar. Komponen strategi pembelajaran terdiri
a. Kegiatan Prapembelajaran
Mengapa harus ada kergiatan prapembelajaran? Kegiatan prapembelajaran dianggap penting
karena dapat memotivasi anak didik atau siswa untuk mempelajari mata pelajaran matematika.
Di samping dapat memotivasi juga mereka akan mendapat petunjuk-petunjuk yang sesuai
untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga pada akhir pembelajaran siswa mampu
menguasainya.
b. Penyajian Informasi
Mengapa harus ada penyajian informasi? Karena dengan adanya penyajian informasi, anak
didik (siswa) akan tahu seberapa jauh material pembelajaran yang harus mereka pelajari,
Mengapa peran siswa dianggap penting? Anak didik (siswa) harus diberi kesempatan berlatih
(terlibat) dalam setiap langkah pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, apakah itu
dalam bentuk tanya jawab atau mengerjakan soal-soal latihan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Kertas-kertas kerja, baik perorangan maupun kelompok setelah diberi komentar
atau penilaian oleh guru dikembalikan sebagai umpan balik untuk mereka terhadap apa yang
telah dikerjakan. Semakin terlibat siswa pada setiap kegiatan pembelajaran, diharapkan
semakin baik perolehan belajar anak didik (siswa) tersebut. Dem,ikian halnya juga dengan
keterlibatan pembelajaran dalam hal pemberian umpan balik tugas-tugas anak didik (siswa)
d. Pengetesan
Untuk keperluan pengetesan ada empat macam tes acuan patokan yang dapat digunakan,
yaitu: (1) tes tingkah laku masukan; (2) prates; (3) tes sisipan; dan (4) pascates. Apakah perlu
keempat macam tes acuan patokan tesebut diberikan? Mengapa:/ untuk pengetesan keempat
macam tes acuan patokan tersebut perlu dilakukan, karena sesuai dengan fungsinya akan
dalam mata pelajaran tertentu dapat dikuasai seluruhnya oleh anak didik (siswa) diukur pada
penguasaan pascates. Dalam hal ini jika dibawah 80%, kepada mereka diberikan remedial dan
tugas, kemudian diuji kembali sampai dinyatakan lulus. Bagaimana dengan siswa yang telah
dinyatakan lulus? Bagi mereka yang sudah lulus, sementara yang lainnya belum, maka klepada
Mengapa harus ada penetapan alokasi waktu? Hal ini dilaksudkan agar menjadi
pedoman bagi pengajar dalam pelaksanaan pembelajaran (tatap muka), sehingga tidak
menyimpang dari alokasi waktu yang telah ditetapkan. Setiap tatap muka terdiri atas 100 menit
dengan rician waktu: (i) pembukaan + penyajian informasi = 45 menit; (ii) tanya jawab atau
diskusi = 30 menit; (iii) penyimpulan hasil diskusi oleh guru = 25 menit. Jumlah pertemuan = 16
Dick and Carrey menyarankan sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamzah bahwa ada
tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran,
b. Pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pembelajaran.
mungkin saja disampaikan tanpa bantuan pengajar, jika tidak ada, pengajar harus memberi
penjelasan.
c. Pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi
Kebaikan dari strategi ini adalah pengajar dapat dengan segera memperbaiki dan
memperbarui pembelajaran bila bila terjadi perubahan isi. Adapun kerugiannya adalah sebagian
besar waktu tersita untuk menyampaikan informasi, sehingga sedikit sekali waktu untuk
data untuk perbaikan pembelajaran. Dengan kata lain karena melalui evaluasi formatif akan
yang dikutip oleh Uno Hamzah bahwa ada tiga fase pokok penilaian formatif, yaitu:
a. Fase perorangan atau fase klinis. Pada fase ini perancang bekerja dengan siswa secara
perseorangan untuk memperoleh data guna menyempurnakan bahan pembelajaran. Data yang
b. Fase kelompok kecil, yaitu kelompok siswa yang terdiri atas delapan sampai sepuluh orang yang
merupakan wakil cerminan populasi sasaran mempelajari bahan secara mandiri, dan kemudian
c. Fase uji lapangan. Boleh diikuti oleh banyak siswa; sering 30 orang sudah mencukupi. Tekanan
dalam uji coba lapangan ini adalah pada pengujian prosedur yang diperlukan untuk
memberlakukan pembelajaran itu dalam suatu keadaan yang sangat nyata mungkin.
Mengapa dilakukan evaluasi kelompok kecil? Hal ini dilakukan untuk mengetahui
keefektifan perubahan yang telah dibuat, dan untuk mengetahui masalah-masalah yang
dihadapi anak didik jika menggunakan bahan tersebut. Mengapa uji coba di lapangan perlu
dilaksanakan? hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah perubahan-perubahan yang telah
dibuat dari hasil penilaian perseorangan dan penilaian kelompok kecil telah efektif jika
bahan pembelajaran sehingga lebih menarik, efektif bila digunakan dalam keperluan
ditetapkan. Untuk dapat merevisi pembelajaran, dilakukan sesuai data yang diperoleh dari
evaluasi formatif, yaitu penilaian perseorangan, penilaian kelompok kecil, dan hasil akhir uji
coba lapangan. Dick and Carreymengemukakan sebagaimana yang dikutip oleh Uno
Untuk keperluan bahan pembelajaran ada empat macam keterangan pokok yang
menjadi sumber dalam melakukan revisi, yaitu: 1) ciri anak didik dan tingkah laku masukan;