Anda di halaman 1dari 2

Mafia Tanah Hambat

Investasi
Koran Sindo
Sabtu, 12 Oktober 2019 - 06:05 WIB
loading...

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan
Djalil menyebut, investor terganjal oleh ulah para mafia tanah. Foto/SINDOnews

MENGAPA investor asing lebih tertarik berinvestasi di Vietnam ketimbang masuk


Indonesia? Sebuah jawaban menarik dilontarkan Menteri Agraria dan Tata Ruang
(ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil. Menurutnya, investor
terganjal oleh ulah para mafia tanah. Vietnam menarik karena terbebas dari mafia tanah.
Beberapa waktu lalu, tak kurang dari 33 perusahaan dari China yang merelokasi pabriknya ke
luar negeri, umumnya memilih Vietnam dan tak satu pun melirik Indonesia.

Kejadian mengenaskan itu oleh Presiden RI Joko Widodo dijadikan momentum untuk
mengoreksi diri, dan meminta semua kementerian dan lembaga yang terkait investasi untuk
berbenah serius. Dari menyederhanakan perizinan hingga mencabut aturan yang selama ini
kontradiktif dengan keinginan investor terutama investor asing.

Apa yang diungkapkan mantan menkominfo pada era Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono ini tidak bisa ditampik. Dicontohkan, ulah mafia tanah telah menggagalkan
investasi dari Lotte Chemical. Perusahaan asal Korea Selatan itu siap berinvestasi senilai
USD4 miliar, yang jika dihitung kurs Rp14.000 per dolar AS maka nilainya setara dengan
Rp56 triliun.

Lotte Chemical yang berencana membangun pabrik petrochemical di Banten terpaksa


mundur teratur karena terhambat persoalan tanah akibat permainan para mafia tanah.
Bandingkan dengan Vietnam yang sangat memanjakan investor dengan berbagai kemudahan
yang diberikan, di antaranya memberikan hak pakai lahan secara cuma-cuma untuk waktu
yang panjang.

Dalam menjalankan aksi, mafia tanah bekerja berkelompok dan sangat sistematis sehingga
tidak mudah terlacak. Mafia tanah di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata karena
mereka bisa memainkan objek tanah hingga nilainya triliunan rupiah. Meski sulit dilacak,
Kementerian ATR/BPN tidak mengenal kata menyerah dengan menghadirkan empat layanan
pertanahan secara elektronik.

Pertama, layanan elektronik Hak Tanggungan yang terdiri atas pendaftaran hak tanggungan,
roya, cessie, dan subrogasi. Kedua, layanan elektronik Informasi Pertahanan untuk Zona
Nilai Tanah. Ketiga, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah dan pengecekan. Keempat,
modernisasi layanan permohonan surat keputusan pemberian hak atas tanah. Layanan yang
masih diuji coba pada 42 kantor pertanahan sebagai bagian dari upaya memperbaiki
administrasi pertanahan, dan memberantas aktivitas para mafia tanah yang ada.

Terlepas dari persoalan mafia tanah yang menjadi salah satu pengganjal masuknya investor
asing di negeri ini, ternyata daya saing Indonesia memang sedang anjlok lima peringkat dari
daftar negara paling kompetitif di dunia. Belum lama ini, berdasarkan publikasi World
Economic Forum (WEF), peringkat daya saing Indonesia berada di level 50 dengan skor
64.6.
Selanjutnya, Indonesia bertengger di peringkat keempat di antara negara ASEAN, di mana
Singapura menempati peringkat pertama, Malaysia bercokol pada urutan 27, dan Thailand
pada level 40. Walau peringkat Indonesia melorot dibandingkan tahun sebelumnya, hasil
survei menunjukkan sejumlah aspek telah mengalami perbaikan.

Keunggulan Indonesia versi WEF adalah ukuran pasar dan stabilitas makroekonomi,
memiliki budaya bisnis yang dinamis, sistem keuangan yang stabil, serta tingkat adopsi
teknologi yang tinggi. Akan tetapi, akses terhadap teknologi masih terbilang terbatas yang
berpengaruh pada kapasitas inovasi dalam perekonomian nasional.

Adapun aspek paling berpengaruh dalam penurunan daya saing adalah rendahnya tingkat
pendidikan sumber daya manusia. Hal itu diamini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
bahwa sumber daya manusia Indonesia mayoritas lulusan sekolah dasar dan sekolah
menengah pertama. Karena itu, mantan petinggi Bank Dunia itu berjanji memaksimalkan
anggaran pendidikan yang mencapai Rp508 triliun untuk tahun depan.

Sementara itu, pendapat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution


seputar penurunan peringkat daya saing Indonesia, disebabkan negara lain yang lebih cepat
mengubah aturan iklim investasi. Saat ini pemerintah sedang melakukan harmonisasi hingga
pemangkasan kebijakan yang dinilai menghambat investasi, yang meliputi tidak kurang dari
72 undang-undang lama sejak 1960 hingga 1990.

Persoalan di balik gelaran karpet merah dalam mengundang investor asing untuk turut
membangun negeri ini saling terkait satu sama lain. Selama ini, masalah perizinan selalu
mengambil porsi terbesar yang menghambat investor asing mendapat perhatian maksimal.
Ternyata, aksi mafia tanah juga menjadi pengganjal serius bagi investor asing yang akan
menanamkan modal di Indonesia. Ayo, berantas mafia tanah!

Anda mungkin juga menyukai