Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN

Dosen :
Arif Bintoro Johan, S.Pd.T.,M.Pd.

Disusun Oleh :

Nama : Widi Nugroho

NIM : 2015006021

Kelas : 1A

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

YOGYAKARTA

2015
Aliran- Aliran pendidikan

Aliran Klasik dan Gerakan Baru dalam Pendidikan


Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan yang telah dimulai pada zaman Yunani
Kuno,dan berkembang dengan pesat di Eropa dan Amerika Serikat. Aliran-aliran klasik
yang meliputi aliran-aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konveregensi
merupakan benang-benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran
pendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang.

1. Empirisme Aliran

Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi


eksentral dalam perkembangan manusia, dan menyakan bahwa perkembangan anak
tergantung pada lingkungan,sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.Tokoh perintisnya
adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan
teori “Tabula Rasa“, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Kertas
putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Faktor bawaan
dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak melalui
hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang
diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangn anak. Menurut aliran
ini,penddidik sebagai faktor luar memrgang peranan sangat penting, sebab pendidik
menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan
sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta
watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.

Misalnya, ketika 2 anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan
yang berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani miskin, yang satu
dididik di lingkungan keluarga kaya raya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah
modern, dan ternyata pertumbuhan kedua anak tersebut tidak sama.

Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan


dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat
dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
2. Aliran Nativisme

Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan


dalam diri anak,sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhaur
(filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi lahir itu sudah dengan bawaan baik
dan buruk.Istilah Nativisme dari asal kata natie yang artinya adalah terlahir. Bagi
nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya
dalam mempengaruhi perkembangan anak.Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan
individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang
berpengaruhi terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil
pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut
aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme
berpendapat ,jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan
sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan baik. Pendidikan anak yang tidak
sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu
sendiri.

Dalam kenyataan sering ditemukan anak mirip orang tuanya(secara fisik)dan anak juga
mewarisi bakat-bakat orangtua. Tetapi pembawaan bukanlah satu-satunya faktor yang
menentukan perkembangan,masih banyak faktor lain yang mampengaruhinya.
Pandangan konvergensi akan memberikan penjelasan tentang kedua faktor yaitu
pambawaan(hereditas) dan dan lingkungan dalam perkembangan anak.Terdapat suatu
pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu
terdapat suatu “inti“ pribadi (G.Leibnitz;Monad) yang mendorong manusia untuk
mewujudkan diri, menentukan pilihan kemauan sendiri, dan menempatkan manusia
sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas. Pandanga-pandangan tersebut
tampak antara lain humanistic psychologi (Carl R.Rogers) ataupun phenomenologi/
humanistik lainnya.

Pendapat dari pendekatan phenomenologi/humanistik (Milhollan dan Forisha):

1. Pendekatan aktualisasi diri atau non-direktif (client centered) dari Cart R.Rogers dan
Abraham Maslow.
2. Pendekatan ’’Pendekatan Constructs’’ (George A.Kelly)yang menekankan memahami
hubungan ’’transaksional’’ antara manusia dan lingkungannya sebagai bekal memahami
perilakunya.

3. Pendekatan ’’Gestalt’’ baik yang klasik (Max Wertheimer dan Wolgang K) maupun
pengembangan selanjutnya (K.Lewin dan F.Perls).

4. Pendekatan ’’Search for Meaning’’ dengan aplikasinya sebagai Logoterapy dari Victor
Franki yang mengungkapkan batapa pentingnya semangat (human spirit) untuk
mengatasi berbagai tantangan/masalah yang dihadapi.

Pendekatan-pendekatan tersebut tetap menekankan betapa pentingnya ’’inti’’ privasi atau


jati diri manusia.

3. Aliran Naturalisme

Tokoh aliran ini adalah J.J.Rousseau seorang filsuf Prancis (1712-1778). Naturalisme
mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunya pembawaan
baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan,
sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme, karena berpendapat bahwa
pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan kata lain
pendidikan tidak diperlukan.

Naturalisme memiliki 3 prinsip tentang proses pembelajaran (M.Arifin dan Aminuddin


R), yaitu :

a. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya
secara alami.

b. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik


berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu
mendorong keberanian anak didik kearah pandangan yang positif dan tanggap terhadap
kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab
belejar terletak diri anak didik sendiri.

c. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat


menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak
didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri
dengan minat dan perhatiannya. Dengan demikian, aliran Naturalisme menitikberatkan
pada strategi pembelejaran yang bersifat paedosentris, artinya faktor kemampuan
individu anak didik menjadi pusat kegiatan proses belejar-mengajar.

4. Aliran Konveregensi

Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939),seorang ahli pendidikan Jerman.
Aliran ini merupakan kombinasi dari Aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini
berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah mamiliki bakat baik dan buruk,
sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi,
faktor pebawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting. Anak yang mempunyai
pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan yang baik akan menjadi baik. Sedangkan
bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan
lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan
yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak
didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.Dengan demikian, aliran Konferegensi
menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan/bakat dan
lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan
pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut
belum bisa ditetapkan.

Oleh karena itu, teori W. Stern disebut teori konveregensi (konveregen artinya memusat
kesatu titik). Jadi, menurut teori konveregensi :

1. Pendidikan mungkin tidak dilaksanakan.

2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak


didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi
yang kurang baik.

3. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.

5. Aliran Progresivisme

Tokoh aliran Progresivisme adalah Jonh Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa manusia
mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi
masalah yang bersifat menekan,ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam
dirinya. Aliran ini memandang bahwa peserta didik mampunyai akal dan kecerdasan.
Hal ini ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika disbanding
makhluk lain. Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif dan didukung oleh
kecerdasannya sebagai bekal menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan
kecerdasan menjadi tugas utama pendidik, yang secara teori mengerti karakter peserta
didiknya.

Peserta didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga
termanivestasikan di dalam tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam
pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu dioptimalkan. Artinya,
peserta didik diberi kesempatan untuk bebas dan sebanyak mungkin mengambil bagian
dalam kejadian-kejadian yang berlangsung di sekitarnya, sehingga suasana belajar timbul
di dalam maupun di luar sekolah.

6. Aliran Esensialisme

Aliran Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme.Sumbangan yang


diberikan keduanya bersifat eklektik. Artimya, dua aliran tersebut bertemu sebagai
pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-
nilai yang dapat mendatangkan kestabilan, Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan
yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagian. Nilai-nilai yang
dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama 4
abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans. Adapun pandangan tentang pendidikan dari
tokoh pendidikan Renaisans yang pertama adalah Johan Cornenius (1592-1670), yaitu
agar segala sesuatu diajar melalui indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa.
Tokoh kudua adalah Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) yang mengatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan Tuhan. Artinya
perlu ada penyesuaian dengan hokum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan
pendidikan itu oleh Herbart disebut sebagai pengajaran. Tokoh ketiga adalah William
T.Harris (1835-1909)yang berpendapat bahwa tugas pendidikan adalah menjadikan
realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke-satuan spiritual.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aliran Esensialisme menghendaki agar
landasan pendidikan adalah nilai-nilai esnsial, yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat
menuntun, dan telah turun menurun dari zaman ke zaman sejak zaman Renaisans.
7. Aliran Perenialisme

Tokoh aliran Perenialisme adalah Plato, Aris Toteles, dan Thomas Aquino. Perenialisme
memandangbahwa kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar pendidikan sekarang. Pandangan aliran ini tentang pendidikan adalah
belajar untauk berpikir. Oleh sebab itu, pesrta didik harus dibiasakan untuk berlatih
berpikir sejak dini. Pada awalnya, peserta didik diberi kecakapan-kecakapan dasar seperti
membaca, menulis, dan berhitung. Selanjutnya perlu dilatih pula kemampuan yang lebih
tinggi seperti berlogika, retorika, dan bahasa.

8. Aliran Konstruktivisme

Gagasan pokok aliran ini dawali oleh Giambatista Vico, seorang estimolog Italia. Ia
dipandang sebagai cikal bakal lahirnya Konstruksionisme. Ia mengatakan bahwa Tuhan
adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Bagi Vico,
pengetahuan dapat menunjuk pada skruktur konsep yang dibentuk. Pengetahuan tidak
bisa lepas dari subyek yang mengetahui.

Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget
mengemukakan bahwa pengetahuan interaksi kontinyu antara individu satu dengan
lingkungannya. Artinya, pengatahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang.
Menurut Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide
baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian
baru (Paul Supamo).

Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses
dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru
dengan struktur kognitif yang dimiliki.Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif
terhadap situasi baru, dan Ekuilibrasi adalah penyesuain kembali yang secara terus
menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Suwardi).

Kesimpulannya, aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil
konstruksi kognitif dalam dari seseorang, melalui pemgalaman yamg diterima lewat
panca indera, yaitu indra penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman dan perasa.

Dengan demikian, aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan
dengan seseorang kepada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang yang bisa
dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, perbuatan itu
akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika pembalajaran ini ditujukan
untuk menggali pengalaman.

Sumber : http: //soddis.blogspot.co.id/2014/01/aliran-aliran-pendidikan.html

Asas-asas pokok dalam pendidikan

1.Tutwuri Handayani

Asas Tutwuri Handayani merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki


Hadjar Dewantara seorang perintis kemerdekaan pendidik nasional. Tutwuri Handayani
mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yan dimiliki mengikuti dari belakang dan
memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak mencari jalan
sendiri, dan apabila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya(Hamzah,
1991,90). Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hadjar Dewantara pada masa penjajahan
dan masa perjuangan kemerdekaan. Dalam era kemerdekaan gagasan tersebut serta merta
diterima sebagai salah satu asas pendidikan Nasional Indonesia (jurnal pendidikan. No
2:24).

Asas Tutwuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk dapat melakukan usaha
sendiri, dan ada kemungkinan megalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan
(hukuman) pendidik (karya Ki Hadjar Dewantara, 1962: 59). Hal itu tidak menjadikan
masalah, karena menurut Ki Hadjar Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak
didik akan membawa pidananya sendi, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang
mendorong datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang di
alami anak tersebut bersifat mendidik. Menurut asas Tutwuri Handayani(1) pendidikan
dilakukan tidak dilakukan menggunakan syarat paksaan. (2) pendidikan adalah
penggulowenthah yang mengandung makna momong, among, ngemong,(karya Ki Hadjar
Dewantara, hal 13). Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan
tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat.
Momong memiliki mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya.
Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yzng ingin di usahakan anak sendiri dan
memberi bantuan pada saat anak membutuhkan. (3) pendidikan menciptakan tertib dan
damai (orde envrede). (4) pendidikn tidak ngujo (memanjakan anak), dan (5) pendidikan
menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri diatas kaki
sendiri (mandiri dalam diri anak didik).

2. Belajar Sepanjang Hayat

”Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah illmu sejak
buaian hingga lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada belajar”.
Maksud dari petikan kalimat diatas adalah jangan pernah berhenti belajar dan belajar.
Belajar tidak hanya secara formal tetapi juga informal belajar formal adalah belajar
melalui pendidikan formal seperti SD, SMP, SMA/K, dan perguruan tinggi dan lain-
lainnya. Belajar informal adalah belajar dimana saja, kapan saja dan dalam kondisi
apapun. Dimana saja maksudnya adalah tidak harus memilih tempat dalam dalam belajar,
seperti harus dirumah, harus ditempat yang aman dan lain sebagainya. Kapan saja
maksudnya, belajar tidak pilih-pilih waktu, setiap waktu luang, atau kesempatan yang ada
dapat dijadikan bahan pembelajaran dari setiap langkah hidupnya. Dalam kondisi apapun,
maksudnya tidak pilih pada saat gembira/bahagia saja tetapi sedih gembira, duka lara dan
lain-lainnya di jadikan pembelajaran.

Seperti dikemukakan oleh Andrias Harefa (2000) bahwa pembelajaranakan mampu


membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa
dan mandiri. Manusia mengalami transfomasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi
mampu atau dari ketergantungan menjadi mandiri. Dan transformasi diri ini seharsnya
terus terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tetap menyadari keberadaannya yang bersifat
prisent continous, on going process,atau on becoming Persoalannya adalah, sebagian
besar manusia tidak mendisiplinkan dirinya untuk tetap belajar tanpa henti

3. Kemandirian Dalam Belajar

Kemandirian belajar adalah suatu usaha yang dilakukan untuk melakukan aktivitas
belajar dengan cara mandiri atas dasar motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi
tertentu sehingga bisa dipakai untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
Sehingga dalam kemandirian belajar,seorang siswa harus proaktif serta tidak tergantung
kepada guru. Sikap mandiri seseorang tidak terbentuk dengan cara yang mendadak,
namun melalui proses sejak masa anak-anak. Dalam perilaku mandiri antara tiap individu
tidak sama, kondisi ini dipengaruhi oleh banyak hal. Hal yang mempengaruhi atau faktor
penyebab sikap mandiri seseorang itu dibagi menjadi dua, yaitu faktor dari dalam
individu dan faktor dari luar individdu.

Kemandirian belajar siswa, akan menuntut mereka untuk aktif sebelum pelajaran
berlangsung dan sesudah proses belajar. Murid yang mandiri akan mempersiapkan materi
yang akan dipelajari sesudah proses belajar mengajar selesai, murid akan belajar kembali
mengenai materi yang sudah disampaikan sebelumnya degan cara membaca atau
berdiskusi sehingga murid yang menerapkan belajar mandiri akan mendapat prestasi
lebih baik jika dibandingkan dengan murid yang tidak menerapkan prinsip mandiri.
Contoh masalah aktual pendidikan dan solusinya

1. Masalah Pemerataan Pendidikan


Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk
memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi
pembanggunan sumber daya manusia untuk menjujung pembangunan. Karena tiap-
tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk di terima
menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan
pengajaran pada sekolah itu terpenuhi. Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang
erkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan
masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan, maka setelah
pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya
pemerataan mutu pendidikan.
Pemecahan masalah pemerataan pendidikan ini dapat di lakukan dengan :
a.)Membangun gedung-gedung sekolah seperti SD inpres atau tempat-tempat belajar
di seluruh pelosok Indonesia.
b.)Menggalakkan pendidikan dasar untuk membangkitkan kemauan belajar bagi
masyarakat/ keluarga di Indonesia yang kurang mampu agar mau menyekolahkan
anaknya.
c.)memberikan beasiswa bagi siswa-siwa berprestasi dari daerah hingga ke
perguruan tinggi, harapannya agar jika sudah lulus dari menempuh pendidikannya,
dapat kembali ke daerah nya untuk membangun daerahnya sendiri.
d.)Sistim guru kunjung yaitu gurulah yang harus mendatangi murid-muridnya, sistem
ini dapat diterapkan di daerah pedalaman yang minat untuk mendapat pendidikan nya
masih rendah
e.) Kejar paket A dan B harapannya tingkat pendidikan sudah mencapai taraf sekolah
menengah sehingga dapat di gunakan untuk untuk mencari pekerjaan atau
melanjutkan ke tingkat atas, sehingga tingkat pendidikan tidak terlalu rendah.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum tercapai taraf seperti
yang diharapkan. Hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses
belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan
terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika terjadi belajar yang tidak optimal
menghasilkan skor ujian yang baik maka hampir dipastikan bahwa hasil ujian belajar
tersebut adalah semu. Ini berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih
terletak pada masalah pemrosesan pendidikan.
Pemecahan masalah mutu pendidikan dapat dilakukan dengan :
a.)Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah khususnya untuk SLTA dan
PT, yaitu seleksi untuk masuk SLTA dan Perguruan Tinggi swasta biasanya hanya
sebagai formalitas saja, biasanya siapa yang berani membayar akan langsung dapat
diterima dan tes seleksi tidak akan berpengaruh terharhadap diterimanya masukan
mentah. Seleksi harapannya dapat digunakaan sebagai bahan pemetaan kemampuan
yang di miliki masukan mentah sehingga dapat di kelompokkan sesuai kemempuan
masing-masing.
b.)Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut, misalnya
berupa pelatihan, penataran, seminar dan lain-lain. Dengan dilakukan pengembangan
kemampuan tenaga pendidik harapannya mutu pendikan akan semakin berkembang
dan meningkat dan tidak hanya diam ditempat tidak ada peningkatan mutu
pendidikan dari tahun ketahun, sehingga tenaga pendidik akan terus berkembang
dalam melakukan pengajarannya sehingga mutu keluaran akan terus meningkat dan
dapat bersaing dengan negara-negara maju.
c.)Pengembangan prasarana dan penyempurnaan sarana belajar yang menciptakan
lingkungan yang tentram untuk belajar, hal ini dapat terwujud apabila semua saling
berperan aktif dalam point ini karena tentu saja hal ini tidak akan terwujud tanpa
adanya kerjasama antar semua pihak karena hal ini juga akan membutuhkan dana
yang sangat besar sehingga perintah harus menganggarkan biaya yang besar untuk
mencapai hal ini.
3. Masalah efisiensi pendidikan.
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan
mendayagunakan sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika
penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi, jika terjadi
yang sebaliknya, efisiensi berarti rendah.
Beberapa efisiensi pendidikan yang penting adalah:
Bagaimana tenga kependidikan difungsikan, bagaimana prasarana dan saran
pendidikan digunakan, bagaimana pendidikan diselenggarakan, dan masalah efisiensi
dalam memfungsikan tenaga.
Masalah ini meliputi pengangkatan penempatan, dan pengembangan tenaga kerja.
Masalah efisiensi dalam penggunaan prasarana dan saran pendidikan yang tidak
efisien bisa terjadi karen kurang matangnya perencanaan dan sering juga
karenaperubahan kurikulum.
Pemecahan masalah efisiensi pendidikan dapat dilakukan dengan :
a.)Memfungsikan tenaga kependidikan sesuai dengan bidang yang di kuasai seorang
pendidik, dilapangan sering di temukan, misalnya seorang guru yang menguasai
ilmu fisika juga mengajar bahasa yang dimana hal itu tentu pendidik itu
tidak/kurang kompeten dalam bidang bahasa hal ini sangat tidak efektif dan efisien.
b.)Memfungsikan prasaran dan sarana pendidikan digunakan, seorang pendidik
haruslah cerdik dalam menggunakan sarana dan prasarana yang ada dengan
semaksimal mungin. Hal ini agar tidak ada sarana dan prasaran yang tidak
dimanfaatkan dengan baik , misalnya karena kemampuan pendidik yang rendah
tidak mampu menggunakan sarana prasarana justru malah merusak sarana tersebut
hal ini tentu tidak efektif dan efisien karena harus mengeluarkan biaya lagi karena
pengetahuan dan kemampuan pendidik yang rendah.

Referensi:

http://bagoes1st.blogspot.co.id/2013/12/pengantar-pendidikan-tugas-pengantar.html
http://soddis.blogspot.co.id/2014/01/aliran-aliran-pendidikan.html
http://qym7882.blogspot.co.id/2009/03/asas-asas-pendidikan-dan-penerapannya.html
http://sancanation.blogspot.co.id/2011/01/problem-aktual-pendidikan.html

http://blogterpercayaku.blogspot.co.id/2015/03/masalah-masalah-pendidikan-di-
indonesia.html
http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/permasalahan-pokok-pendidikan-
dan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai