KEPAILITAN
KEPAILITAN
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses terjadinya kepailitan.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tanggungjawab hukum bagi Pengurus terhadap
Perseroan yang dipailitkan.
3. Untuk memaparkan dan menganalisis kasus pailit yang terjadi pada PT Batavia Air dan
penyelesaiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Prosedur Kepailitan
Proses pengajuan permohonan pailit diajukan oleh pengadilan yang berwenang yaitu
pengadilan niaga yang berdomisili daerah tempat kedudukan debitur itu berada. Pengajuan
permohonan pailit diajukan oleh kreditur sebagaimana yang diatur pada pasal 2 UU No 37 Tahun
2004 yang telah dibahas sebelumnya oleh penulis. Permohonan pengajuan pailit diajukan kepada
pengadilan melalui panitera. Pengajuan selain dapat dilakukan oleh kreditur atau lembaga yang
diberikan kewenangan yaitu debitur itu sendiri. Debitur yang melakukan permohonan kepailitan
pada Perseroan Terbatas harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Surat permohonan bermaterai ditujukan kepada ketua pengadilan niaga
b. Akta pendafataran perusahaan yang dilagalisir oleh kantor perdagangan
c. Putusan sah Rapat umum Pemegang Saham (RUPS)
d. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
e. Neraca keuangan terakhir
f. Nama serta alamat debitur dan kreditur
Syarat yang harus dilakukan oleh kreditur yang melakukan permohonan kepailitan adalah:
a. Surat permohonan yang bermaterai yang ditanda tangani oleh Ketua Pengadilan Niaga
b. Akta pendaftaran perusahaan yang dilegalisir oleh ketua perdagangan
c. Surat perjanjian utang yang ditanda tangani kedua belah pihak
d. Perincian utang yang tidak terbayar
e. Nama dan alamat masing-masing kreditur/debitur
Panitera mendaftarkan permohonan kepailitan kepada ketua pengadilan niaga dalam
jangka waktu paling lambat 1 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka
waktu paling lambat 2 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan
pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas
permohonan kepailitan diselenggarakan paling lambat 20 hari sejak permohonan di mana dalam
hal ini terjadi rapat verifikasi atau pencocokan utang antara debitur dengan kreditur. Dalam rapat
verifikasi atau pencocokan utang seorang debitor wajib datang sendiri agar dapat memberikan
keterangan yang diminta oleh hakim pengawasmengenai sebab kepailitan dan keadaan harta pailit.
Pada rapat pencocokan utang setelah semua pihak hadir baik debitor, kurator, maupun kreditor,
hakim pengawasakan membacakan daftar piutang yang diakui sementara dan daftar yang dibantah
oleh kurator.
Tahap putusan atas permohonan kepailitan dikabulkan atau diputus oleh hakim apabila
fakta atau keadaan secara sederhana terbukti memenuhi persyaratan pailit. Fakta dua atau lebih
kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar sedangkan perbedaan besarnya
utang didalihkan oleh permohonan pailit dan termohon pailit tidak menghalangi jatuhnya putusan
pailit. Putusan pailit harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan
pailit didaftarkan dimana berdasarkan pada asas peradilan, cepat, sederhana, dan biaya murah,
putusan tersebut wajib diajukan kepada jurusita.
Pada proses pengurusan harta pailit ada beberapa pihak yang melakukan kepengurusan
yaitu:
a. Hakim pengawas yang melakukan pengawasan pada pengurusan dan pemberesan harta
pailit, diatur pada pasal 65 UU No 37 Tahun 2004
b. Kurator, memiliki tugas melakukan pemberesan harta pailit
Dalam hal kepailitan terdapat upaya yang dapat dilakukan yaitu perlawanan, kasasi ke
Mahkamah Agung, dan Peninjauan Kembali terhadap keputusan pailit yang mempunyai kekuatan
hukum tetap. Proses pengurusan kepailitan dianggap telah berakhir apabila telah terjadi hal-hal
seperti berikut:
a. Akur atau perdamaian, terjadi ketika terdapat perjanjian antara debitur pailit dengan para
kreditur di mana debitur menawarkan pembayaran sebagian dari utangnya dengan syarat
bahwa ia setelah melakukan pembayaran tersebut dibebaskan dari sisa utangnya.
b. Insolvensi atas pemberesan harta pailit, ketika terjadi insolvensi apabila kepailitan tidak
ditawarkan akur atau perdamaian atau tidak dipenuhinya suatu kesepakatan sehingga
terjadi keadaan tidak mampu membayar, sebagaimana diatur pada pasal 178 UU no 37
tahun 2004.
c. Rehabilitasi, permohonan rehabilitasi dapat diajukan oleh debitur pailit atau ahli warisnya
dengan dibuktikan bahwa kreditur telah menerima seluruh pembayaran piutangnya.
Akibat hukum secara umum yang terjadi yang disebabkan oleh putusan pailit adalah
terhadap harta debitur akan dilakukan sitaan umum, perikatan debitur yang dibuat setelah putusan
pailit tidak dapat dibayarkan oleh harta pailit, dan perbuatan hukum yang dilakukan debitor
sebelum putusan pailit diucapkan dapat dibatalkan oleh pengadilan berdasarkan pada pasal 41 UU
No 37 Tahun 2004.
ANALISIS KASUS
Dari kasus yang terjadi, berdasarkan UU No. 37 tahun 2004 tentang kepailitian, putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menyatakan pailit pada PT Metro Batavia. Keputusan pailit
PT. Metro Batavia disebabkan oleh utang sebanyak USD 4,68 juta yang sudah lewat jatuh tempo
namun tidak kunjung di bayar. Tuntutan pailit ini telah diajukan semenjak 20 Desember 2012 dan
diputuskan pada tanggal 30 Januari 2013.
Penutupan Batavia Air pada tanggal 30 Januari ini merupakan salah satu kejadian yang
paling menyedihkan bagi industri penerbangan Indonesia. Di tengah pertumbuhan transportasi
udara yang cukup tinggi di Indonesia, Batavia Air malah menjadi terpuruk. Permohonan pailit
Batavia Air diajukan oleh International Lease Finance Corporation (ILFC) kepada Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat. Melihat kasus yang terjadi yang menimpa batavia airlines adalah preseden
buruk bagi konsumen penerbangan di Indonesia, belajar dari kasus yang ada, Adam Air dan
Mandala air penutupan operasi maskapai selalu menempatkan konsumen sebagai korban.
Batavia Air telah dinyatakan pailit karena tak mempu melunasi utang-utang dalam jutaan
Dollar itu yang muncul akibat perjanjian perbaikan pesawat yang tertuang dalam agreement on
Overhaul and repair pada 19 April 2007 dan 12 Mei 2008. Memang tak dapat dipungkiri bahwa
penggunaan utang sebagai modal operasional atau pun ekspansi usaha merupakan salah satu hal
yang dapat dilakukan oleh lembaga atau perusahaan. Menumpuknya utang oleh Batavia Air karena
ketika jatuh tempo pelunasan utang, yang terjadi adalah ketidakmampuan. Dalam hal ini,
menumpuknya utang mungkin saja disebabkan lemahnya aspek manajemen keuangan dalam tubuh
Batavia Air. Karena bagaimana pun kasus pailitnya Batavia Air diduga disebabkan oleh utang.
Apabila dikaji dari perspektif keuangan maka pailitnya Batavia Air mendeskripsikan pengelolaan
keuangan yang kurang bagus yang mana dapat terindikasi dari kemampuan menghasilkan nilai
lebih dari utang atau biasanya disebut sebagai cost lebih besar dari benefit. Terlebih sebagai
perusahaan swasta (private corporation) Batavia Air juga tidak memiliki kewajiban untuk
memberikan laporan keuangannya secara publik, sehingga dalam hal ini juga sulit untuk
memberikan dan menyimpulkan kondisi keuangan Batavia Air.
Dari kasus pailitnya Batavia Air dapat dipahami bahwa ada celah pemasukan dan
pengeluaran potensi bisnis yang tidak pasti. Oleh karena itu, pemanfaatan celah pasar yang
diharapkan pihak manajemen Batavia Air tidak berjalan sesuai rencana.
Proses Penyelesaian Pailit oleh Kurator
Penyelesaian pailit Batavia Air telah diputuskan untuk diurus oleh empat kurator, antara
lain Turman M Panggabean, Permata Nauli Daulay, Andra Reinhard Pasaribu, dan Alba
Sumahadi. Kantor kurator bertempat di Ruko Cempaka Mas B-24, Jl. Letjen Suprapto, Jakarta
Pusat. Beberapa aktifitas yang sudah terjadwali:
o 15 Feb 2013-Rapat Kreditur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pukul 09:00.
o 18 Feb 2013-Mengundang kreditur non-tiket dan agen untuk mengajukan tagihan kreditur
dan pajak di Kantor Kurator.
o 18 Feb-1 Maret 2013-Penumpang Batavia Air bisa muendaftarkan diri sebagai kreditur
Batavia Air.
o 14 Maret 2013-Verifikasi dan pencocokan piutang di kantor Kurator.
Namun untuk para pemegang tiket calon penumpang, salah satu Kurator Batavia Air
(Turman Panggabean) sudah menyatakan bawah penggantian tiket calon penumpang dapat
dilakukan dengan syarat ada investor baru. Jadi sepertinya sudah pupus harapan bagi pemegang
tiket untuk bisa mendapatkan uang refund atau pengembalian.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan
intisari permasalahan, adalah sebagai berikut
1. Proses pengajuan permohonan pailit diajukan oleh pengadilan yang berwenang yaitu
pengadilan niaga yang berdomisili daerah tempat kedudukan debitur itu berada. Pengajuan
permohonan pailit diajukan oleh kreditur sebagaimana yang diatur pada pasal 2 UU No 37
Tahun 2004. Permohonan pengajuan pailit diajukan kepada pengadilan melalui panitera.
Panitera mendaftarkan permohonan kepailitan kepada ketua pengadilan niaga dalam
jangka waktu paling lambat 1 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. Dalam
jangka waktu paling lambat 2 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit
didaftarkan pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang
pemeriksaan atas permohonan kepailitan diselenggarakan paling lambat 20 hari sejak
permohonan. Tahap putusan atas permohonan kepailitan dikabulkan atau diputus oleh
hakim apabila fakta atau keadaan secara sederhana terbukti memenuhi persyaratan pailit.
Putusan pailit harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan
pernyataan pailit didaftarkan dimana berdasarkan pada asas peradilan, cepat, sederhana,
dan biaya murah, putusan tersebut wajib diajukan kepada jurusita.
2. Pengurus perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kepailitan perseroan,
jika kepailitan perseroan tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari pengurus
perseroan. Namun pengurus tidak dapat dibebani tanggung jawab apabila dapat
membuktikan kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; telah
melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan peniiuh tanggung jawab
untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; tidak
mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang dilakukan; dan telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kepailitan.
3.2 Saran
1. Sebaiknya kementerian perhubungan menerapkan klasifikasi kesehatan perusahaan
penerbangan. Perlu ada kategori airline dalam kondisi pengawasan khusus dan dilakukan
pembatasan kegiatan usaha, sebelum airline ditutup atau berhenti beroperasi. Dalam reformasi
hukum kepailitan, perlu adanya pendekatan yang berbeda dalam menangani perkara kepailitan
untuk perusahaan yang bergerak di bidang pelayangan publik. Sama halnya di sektor
keuangan, dimana untuk menyatakan pailit perlu ada persetujuan dari otoritas keuangan
(kementerian keuangan dan Bank Indonesia). Sudah waktunya prinsip yang sama di terapkan
di sektor perhubungan. Untuk menyatakan sebuah operator jasa transportasi dinyatakan pailit
perlu ada persetujuan dari Kementrian Perhubungan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adrian Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta.
Jono, 2010, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta.
Munir Fuady, 1999, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung.
M. Yahya Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta.
Rahayu Hartini, 2007, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang.
S.R. Sianturi, 1996, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia Dan Penerapannya, Alumni Ahaem-
Petehaem, Jakarta.
Sofjan Sastrawidjaja, 1996, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana Sampai dengan Alasan Peniadaan
Pidana), Armico, Bandung.
Zaeni Asyhdie, 2005, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Kamus
Daryanto, 1997, Kamus Bahasa Indonseia Lengkap, Apollo, Surabaya.
Kamus Hukum Ekonomi, 1997, ELIPS.
JURNAL
Adi Nugroho Setiarso, 2013, Analisis Yuridis terhadap Keadaan Insolvensi Dlam Kepailitan (Studi
Normatif Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kapilitan dan
Penundaan kewajiban Pembayaran), Jurnal tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, Malang.
Ari Purwandi, 2011, Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah, Jurnal tidak
diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Widjaya Kusuma Surabaya, Surabaya.
INTERNET
Batavia Air Pailit, (online), http://ekonomi.kompasiana.com, (14 November 2013).
Batavia Langsung Ganti Tiket, (online), http://bangka.tribunnews.com, (16 November 2013).
Happy Rayna Stephanny, Batavia Air Pailit (online), http://www.hukumonline. com, (14 November
2013).
Tim Kurator Mulai Data Utang Batavia, (online), http://www.merdeka.com, (16 November 2013)
ii