Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

DEMAM TYPOID

Disusun oleh :
dr. Roni Saputra

Pendamping :
dr. Aan Widhi Anningrum
dr.Noormayni Maya Sari

RSUD ABDUL AZIZ


MARABAHAN
INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 2016-2017
PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi.1,2
Di Indonesia, saat ini penyakit demam tifoid masih merupakan penyakit
endemik, terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya, seperti halnya di
negara-negara yang sedang berkembang lainnya. Hal ini berhubungan erat dengan
keadaan sanitasi, kebiasaan higiene yang tidak memuaskan dan tingkat pendidikan
yang rendah.3,4
Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-
undang No. 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini
merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak
orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.1 Penderita anak biasanya berumur di
atas satu tahun. Sebagian besar penderita (80%) yang dirawat di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta berumur di atas 5 tahun.5
Etiologi demam tifoid adalah kuman Salmonella typhi, basil gram negatif,
bergerak dengan rambut getar, dan tidak berspora.5 Ada dua sumber penularan
Salmonella typhi, yakni pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering adalah
pembawa. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman per gram
tinja. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan
yang tercemar oleh pembawa merupakan sumber penularan yang paling sering.
Pembawa adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus
mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu
tahun.1
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 sampai 14 hari. Gejala yang
timbul amat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia,
tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran
penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran
penyakit khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa
seorang ahli yang sangat berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk
membuat diagnosa klinis demam tifoid.1 Adapun gejala klinis yang umumnya
terjadi adalah demam 5 hari atau lebih, gangguan pencernaan, dan gangguan
kesadaran.6
Berikut dilaporkan sebuah kasus demam tifoid pada seorang anak laki-laki
berumur 9 tahun yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Abdul Aziz
Marabahan
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI

Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999 ). Tifoid adalah suatu penyakit
pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh
salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara oral
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M.
1999).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang
ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang
bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal
ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002).
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella (Smeltzer & Bare, 2002). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi (Mansjoer, A, 2009).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, C. Sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A.W., &
B. Setiyohadi, 2006). Tifoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, tifoid
disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus
abdominalis (Seoparman, 2007).
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama
tifus, merupakan penyakit infeksi akut oleh kuman Salmonela typhi yang
menyerang saluran pencernaan. Penyakit demam tifoid ini masih banyak
dijumpai di negara berkembang seperti di beberapa negara Asia Tenggara dan
Afrika, terutama di daerah yang kebersihan dan kesehatan lingkungannya
kurang memadai.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam
tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan
dan minuman yang terkontaminasi.

1.2 ETIOLOGI

Penyebab dari demam thypoid yaitu :


1. 96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil gram negative yang
bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-
kurangnya 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
b. Antigen H (flagella)
c. Antigen VI dan protein membran hialin
1. Salmonella paratyphi A
2. Salmonella paratyphi B
3. Salmonella paratyphi C
4. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus
(Wong ,2003).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2
dan suhu 370C dan mati pada suhu 54,40C (Simanjuntak, C. H, 2009).
Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan
Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran
pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang
sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan,
penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung
empedu atau didalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid
kelak akan menjadi karier sementara,sedang 2 % yang lain akan
menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut
merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk
urinarytype. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam
tifoid,terutama pada karier jenisintestinal,sukar diketahui karena gejala
dan keluhannya tidak jelas.
1.3 PATOFISIOLOGI

Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang


tercemar oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman
dapat dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka
basil Salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya menuju
lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum
distal dan kelejar getah bening mesenterika. Kuman Salmonella typi masuk
tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke
usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis
yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian menembus ke
lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial,
yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini
salmonella typi masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman
salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-
bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-
gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi
kemudian berdasarkan penelitian ekperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala
toksemia pada demam tifoid. Endotoksin salmonella typi berperan pada
patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal
pada jaringan tempat salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid
disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan
penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang.
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia)
melalui ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial
tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari
usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma,
dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk
sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai
tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar
plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis
ini dapat berlangsung hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan
perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan
dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu
pertama timbulnya penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran sel-sel) plak
peyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi
plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan
terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan
parut).
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi
antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama
masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng
soegijanto, 2002).

1.4 GEJALA DAN TANDA


Penyakit ini bisa menyerang saat bakteri tersebut masuk melalui
makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu
usus halus. Kemudian mengikuti peredaran darah, bakteri ini mencapai hati
dan limpa sehingga berkembang biak disana yang menyebabkan rasa nyeri
saat diraba. Gejala klinis demam tifoid pada anak dapat bervariasi dari yang
ringan hingga yang berat. Biasanya gejala pada orang dewasa akan lebih
ringan dibanding pada anak-anak. Kuman yang masuk ke dalam tubuh anak,
tidak segera menimbulkan gejala. Biasanya memerlukan masa tunas sekitar 7-
14 hari. Masa tunas ini lebih cepat bila kuman tersebut masuk melalui
makanan, dibanding melalui minuman.
Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran
klinis yang ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis
besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain :
1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar
namun menjelang malamnya demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah.
Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin
makan yang asam-asam atau pedas.
3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang
biak di hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan
akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual.
Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa
masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna
menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi
diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit
buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan
rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa
menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan
nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan
kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.

1.5 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan
sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum
klinis demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang
ringan berupa panas disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan
bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik
yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa
perforasi usus atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis
berdasarkan gambaran klinisnya saja.
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul
pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba,
dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh
karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi. Sifat demam juga
muncul saat sore menjelang malam hari. Menggigil tidak biasa didapatkan
pada demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis
malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian
demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit
kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala
meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan
menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang mendominasi
gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang
tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul
gambaran peritonitis akibat perforasi usus.
Pengamatan selama 6 tahun (1987-1992) di Lab/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya terhadap 434 anak berumur 1-12
tahun dengan diagnosis demam tifoid atas dasar ditemukannya S.typhi dalam
darah dan 85% telah mendapatkan terapi antibiotika sebelum masuk rumah
sakit serta tanpa memperhitungkan dimensi waktu sakit penderita, didapatkan
keluhan dan gejala klinis pada penderita sebagai berikut : panas (100%),
anoreksia (88%), nyeri perut (49%), muntah (46%), obstipasi (43%) dan diare
(31%). Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran delirium (16%),
somnolen (5%) dan sopor (1%) serta lidah kotor (54%), meteorismus (66%),
hepatomegali (67%) dan splenomegali (7%). Hal ini sesuai dengan penelitian
di RS Karantina Jakarta dengan diare (39,47%), sembelit (15,79%), sakit
kepala (76,32%), nyeri perut (60,5%), muntah (26,32%), mual (42,11%),
gangguan kesadaran (34,21%), apatis (31,58%) dan delirium (2,63%).
Sedangkan tanda klinis yang lebih jarang dijumpai adalah disorientasi,
bradikardi relatif, ronki, sangat toksik, kaku kuduk, penurunan pendengaran,
stupor dan kelainan neurologis fokal. Angka kejadian komplikasi adalah
kejang (0.3%), ensefalopati (11%), syok (10%), karditis (0.2%), pneumonia
(12%), ileus (3%), melena (0.7%), ikterus (0.7%).
Berikut gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
b. Pada kasus–kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu:
Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan
meningkat.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam,
bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah
dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental
berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang
ditemukan pada orang Indonesia.
Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur – angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
c. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah – pecah.
Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang
ditemui tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut
kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat
terjadi diare.
d. Gangguan keasadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam
yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah.
Disamping gejala–gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula
ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
bintik – bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler
kulit.Biasanya dtemukan alam minggu pertama demam kadang – kadang
ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan
epistaksis.
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat
F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke
makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa
dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama
terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan
pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal (Sudoyo, A.W., & B.
Setiyohadi. 2006). Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14
hari (bervariasiantara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang
tertelan. Selamamasa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis
(soegijanto,S, 2002).

1.6 PENCEGAHAN
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan
perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan
pencegahan tersier.
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin
yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia
telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
1. Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul
yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum
makan. Vaksin ini kontraindiksi pada wanita hamil, ibu
menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama
proteksi 5 tahun.
2. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis
vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine
(Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5
ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang
diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping
adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada
tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat
demam pada pemberian pertama.
3. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux.
Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3
tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui,
sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah
endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid
dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit
secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk
mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
a. Diagnosis klinik.
b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
c. Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
 Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui
penigkatan usaha surveilans demam tifoid.
 Perawatan umum dan nutrisi yang cukup.
 Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba
(antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat.
pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat
menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam
kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman
diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau
amoksilin.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari
penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat,
sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi
ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu
dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk
mengetahui kuman masih ada atau tidak.

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
1. Identitas penderita
Nama penderita : An. M. Jar’i
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 9 Tahun
2. Identitas orang tua / wali
AYAH : Nama : Tn. H
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Desa Pedalaman Baru
IBU : Nama : Ny. S
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Desa Pedalaman Baru

II. ANAMNESIS
Aloanamnesa dengan : Ayah dan ibu pasien
Tanggal / jam : 27 -Oktober- 2017/ 10.00 Wita
1. Keluhan utama : Panas
2. Riwayat penyakit sekarang :
Anak datang ke Poli Klinik Anak RSUD Abdul Azis Marabahan dengan
keluhan demam. Sekitar 8 hari sebelum masuk Rumah Sakit, anak
tampak lesu, sering mengeluh pusing dan terlihat tidak bersemangat.
Sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit, anak mulai panas, tidak
mendadak, muncul perlahan dan tidak terlalu tinggi, namun berangsur-
angsur meningkat setiap harinya. Oleh ibunya, anak diberi obat penurun
panas, panas turun beberapa saat setelah minum obat, namun kemudian
naik lagi. Panas terus-menerus sepanjang hari, meningkat terutama pada
malam hari dan tidak begitu panas pada pagi dan siang hari. Pada waktu
malam hari penderita tekadang mengigau, tidak berkeringat dan tidak
ada kejang. Kurang lebih 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit, anak
mengeluh nyeri di daerah ulu hati, anak juga mengalami mual dan
muntah, serta tidak ada buang air besar hingga masuk Rumah Sakit.
Muntah sering, dengan frekuensi 2 hingga 4 kali dalam sehari. Isi
muntahan berupa air yang diminum, dan terkadang berisi apa yang
dimakan. Nafsu makan anak menurun sejak terjadinya demam, namun
minum masih kuat. Buang air kecil normal seperti biasa, berwarna
kuning muda, dan tidak ada sakit waktu buang air kecil. Anak tidak ada
mengeluh nyeri otot atau nyeri pinggang, serta tidak ada riwayat
bepergian ke luar kota.

3. Riwayat penyakit dahulu


(-)

4. Riwayat kehamilan dan persalinan :


Riwayat antenatal : Saat hamil ibu tidak pernah memeriksakan
kehamilannya ke bidan ataupun ke Puskesmas
dan tidak pernah mendapat suntik TT
Riwayat natal :
Spontan / tidak spontan : Spontan belakang kepala
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir : ibu tidak ingat
Lingkar kepala : -
Penolong : Bidan desa
Tempat : Rumah
Riwayat neonatal : Langsung menangis, badan kemerahan, dan
gerak aktif

5. Riwayat imunisasi
Nama Dasar Ulangan
(umur dalam hari/bulan) (umur dalam bulan)
BCG 2 bulan
Polio 2 bln 3 bln - -
Hepatitis B - - -
DPT - - -
Campak -

6. Makanan :
Anak mendapat ASI sejak lahir sampai 4 bulan, dilanjutkan bubur
saring sampai 9 bulan, berisi sayuran, serta lauk (hati ayam, ikan, dan
lain-lain) yang dihancurkan. Hingga sekarang, kecuali pada saat sakit,
anak makan nasi ditambah lauk, tidak suka sayur, sebanyak 1 piring dan
biasanya habis.

7. Riwayat keluarga :
ket : tidak ada riwayat penyakit keturunan dalam keluarga
Susunan keluarga
No Nama Umur L/P Jelaskan : Sehat, Sakit (apa)
Meninggal (umur, sebab)
1 Hardiansyah 35 th L Sehat
2 Siti Rahma 30 th P Sehat
3 Hari Yayan 9,4 th L Sakit
4 Noor Aida 3,5 th P Sehat

8. Riwayat sosial lingkungan :


Anak tinggal bersama kedua orang tua dan seorang adik di sebuah
rumah kontrakan yang terbuat dari kayu, ventilasi dan pencahayaan
cukup. Air untuk minum dan MCK berasal dari PDAM.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
GCS : 4–5–6
2. Pengukuran
Tanda vital:Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 86 X/menit, kualitas: kuat, reguler
Suhu : 37,7 OC
Respirasi : 25 X/menit, reguler
Berat badan : 25 kg
Panjang/tinggi badan : 135 cm
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Sianosis : Tidak ada
Hemangioma : Tidak ada
Turgor : Cepat kembali
Kelembaban : Cukup
Pucat : Tidak ada
Lain-lain : -
4. Kepala : Bentuk : Mesosefali
UUB : Sudah menutup
UUK : Sudah menutup
Lain-lain : -
Rambut : Warna : Hitam
Tebal / tipis : Tebal
Jarang / tidak (distribusi) : Tidak
Alopesia : Tidak ada
Lain-lain : -
Mata : Palpebra : Tidak edem, tidak cekung
Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm
Simetris : Isokor
Reflek cahaya : +/+
Kornea : Jernih
Telinga : Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada Lokasi : -
Hidung : Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Lain-lain : -
Mulut : Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa basah, berwarna merah
muda
Gusi : - Mudah berdarah / tidak
- Pembengkakan : Tidak ada
Gigi-geligi : Lengkap
Lidah : Bentuk : Simetris
Pucat / tidak
Tremor / tidak
Kotor / tidak
Warna : Badian tengah agak putih, dan
tepinya kemerahan
Faring : Hiperemi : Tidak ada
Edem : Tidak ada
Membran / pseudomembran : Tidak ada
Tonsil : Warna : Merah muda
Pembesaran : Tidak ada
Abses / tidak : Tidak ada
Membran / pseudomembran : Tidak ada
5. Leher :
- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat
Tekanan : Tidak meningkat
- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada
- Kaku kuduk : Tidak ada
- Masa : Tidak ada
- Tortikolis : Tidak ada
6. Toraks :
a. Dinding dada / paru
Inspeksi : Bentuk : Simetris
Retraksi : Tidak ada Lokasi : -
Dispnea : Tidak ada
Pernapasan : Gerakan simetris
Palpasi : Fremitus fokal : Simetris kanan – kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : Suara napas dasar : Vesikuler
Suara napas tambahan: Tidak ada ronkhi dan tidak
ada wheezing
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat
Palpasi : Apeks : Tidak teraba Lokasi : -
Thrill : Tidak ada
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra
Auskultasi : Frekuensi : 86 X / menit, Irama : Reguler
Suara dasar : S1 dan S2 tunggal
Bising : Tidak ada

7. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Simetris, supel
Lain-lain : -
Palpasi : Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Masa : Tidak teraba
Ukuran : -
Lokasi : -
Permukaan : -
Konsistensi : -
Nyeri : Daerah epigastrika
Perkusi : Timpani / pekak : Timpani
Asites : Tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
8. Ekstremitas :
Umum : Akral atas dan bawah hangat, tidak
ada edem dan tidak ada parese
Neurologis
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal Normal Normal
Tonus Normal Normal Normal Normal
Trofi Normal Normal Normal Normal
Klonus - - - -
Reflek fisiologis + + + +
Reflek patologis - - - -
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal
Tanda meningeal - - - -

9. Susunan saraf : Tidak ada kelainan


10. Genitalia : Tidak ada kelainan
11. Anus : Tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA


Darah : Hb 11,5 g/dL; WBC 5.580/mmk;
RBC 4,32 juta/mmk
Urin : -
Feses : -

V. RESUME
Nama : An. M jar’i
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 9 tahun
Berat badan : 25 kg
Keluhan utama : panas
Uraian : + 8 hari SMRS anak tampak lesu, pusing, dan
tidak bersemangat. Sejak + 4 hari SMRS anak
mulai panas, tidak mendadak, muncul perlahan
dan tidak terlalu tinggi, remitten. Setelah minum
obat penurun panas, panas turun namun kemudian
naik lagi, terus naik, terutama saat malam hari,
mengigau (+), berkeringat (-), kejang (-). 3 hari
SMRS anak mengeluh nyeri di ulu hati, mual (+),
muntah (+), muntah sering dengan frekuensi 2 – 4
X/hari, berisi air atau makanan. Nafsu makan
menurun namun minum tetap kuat. BAB (-)
hingga MRS, BAK (+) normal, ikterik (-), nyeri
(-). Tidak ada riwayat keluar kota atau ke hutan.

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
GCS : 4 – 5 – 6
Tensi : 100/70 mmHg
Denyut nadi : 86 kali/menit
Pernapasan : 25 kali/menit
Suhu : 37,7 OC
Kulit : Turgor cepat kembali, pucat (-)
Kepala : Mesosefali, UUB dan UUK sudah menutup
Mata : Isokor, cekung (-), anemis (-), ikterik (-)
Telinga : Simetris, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir basah dan merah muda, oral thrush
(+)
Toraks / paru : Simetris, sonor, sn. vesikuler, ronkhi (-),wheezing
(-)
Jantung : S1 dan S2 tunggal, iktus (-), apeks (-), thrill (-)
Abdomen : Bising usus (+) menurun
Ekstremitas : Akral hangat, edem (-), parese (-)
Susunan saraf : Tidak ada kelainan
Genital : Tidak ada kelainan
Anus : Tidak ada kelainan

VI. DIAGNOSA
1. Diagnosa banding : Demam typoid
Demam berdarah dengue derajat I
2. Diagnosa kerja : Suspect demam tifoid
3. Status gizi : Gizi Normal (standar WHO NCHS)

VII. PENATALAKSANAAN
- Istirahat total
- IVFD D5 ¼ NS 17 tetes makro/menit
- Peroral - Cerftriaxone 1 g / 12 jam
- Paracetamol 400 mg 3 x /hari
- Diet lunak, rendah serat, tidak merangsang, tinggi kalori, tinggi protein

VIII. USUL PEMERIKSAAN


- Pemeriksaan serologis (Tes Widal)
IX. PENCEGAHAN
- Menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan
- Imunisasi aktif

PEMBAHASAN

Demam tifoid adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh Salmonella


typhi, kuman gram negatif berbentuk batang yang hanya ditemukan pada
manusia.7 Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang memiliki
lebih dari 2300 serotipe. Salmonella typhi merupakan salah satu Salmonellae yang
termasuk dalam jenis gram negatif, memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak
bersporulasi, termasuk dalam basil anaerobik fakultatif dalam fermentasi glukosa,
mereduksi nitrat menjadi nitrit.8
Penularan penyakit demam tifoid adalah secara “faeco-oral”, dan banyak
terdapat di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Kuman
Salmonella typhi masuk ke tubuh melalui mulut bersama dengan makan atau
minuman yang tercemar. Sesudah melewati asam lambung, kuman menembus
mukosa usus dan masuk peredaran darah melalui aliran limfe. Selanjutnya, kuman
menyebar ke seluruh tubuh. Dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dll),
kuman berkembangbiak dan masuk ke dalam peredaran darah kembali
(bakteriemia kedua). Meskipun melalui peredaran darah kuman menyebar ke
semua sistem tubuh dan menimbulkan berbagai gejala, proses utama ialah di
ileum terminalis. Bila berat, seluruh ileum dapat terkena dan mungkin terjadi
perforasi atau perdarahan. Kuman melepaskan endotoksin yang merangsang
terbentuknya pirogen endogen. Zat ini mempengeruhi pusat pengaturan suhu di
hipotalamus dan menimbulkan gejala demam. Walaupun dapat difagositosis,
kuman dapat berkembang biak di dalam makrofag karena adanya hambatan
metabolisme oksidatif. Kuman dapat menetap atau bersembunyi pada satu tempat
dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya relaps atau
pengidap (pembawa).2
Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis, yaitu anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Klinis didapatkan adanya demam, lidah tifoid, meteorismus,
dan hepatomegali serta roseola. Diagnosis ini disokong oleh hasil pemeriksaan
serologis, yaitu titer Widal O positif dengan kenaikan titer 4 kali atau pemeriksaan
bakteriologis didapatkan adanya kuman Salmonella typhi pada biakan darah.3,5,9
Pasien sejak 8 hari sebelum masuk Rumah Sakit tampak lesu, mengeluh
pusing, dan terlihat tidak bersemangat. Gejala ini diduga merupakan gejala
prodromal pada masa inkubasi Salmonella typhi, yakni perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.5
Empat hari kemudian, pada pasien ini didapatkan demam, tidak mendadak,
muncul perlahan, tidak terlalu tinggi, dan pada sore hingga malam hari demam
lebih tinggi dibandingkan pada pagi dan siang hari, dan berangsur-angsur
meningkat setiap harinya. Tipe demam demikian sesuai dengan gejala yang
ditimbulkan akibat infeksi Salmonella typhi.10
Pada malam hari, pasien sering mengigau dalam tidurnya, tidak berkeringat.
Hal ini dimungkinkan adanya gangguan kesadaran yang merupakan salah satu
gejala dari demam tifoid.5
Selain demam, pasien juga mengalami mual dan muntah, di mana muntah
terjadi dari 2 hingga 4 kali dalam sehari, isi muntahan berupa air dan kadang-
kadang berupa apa yang dimakan, dan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
pasien tidak ada buang air besar disertai menurunnya nafsu makan. Pada demam
tifoid, dalam minggu pertama perjalanan penyakit, keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yakni demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di
perut, batuk dan epistaksis. Dan pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu
badan meningkat.1
Jika perjalanan penyakit demam tifoid pasien terus dimonitor, maka
biasanya pada minggu kedua didapatkan gejala-gejala yang lebih jelas. Gejala
yang timbul pada minggu kedua berupa demam, bradikardi relarif, lidah yang
khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,
delirium, atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.1
Oleh karena dari gejala yang diperoleh pada pasien ini belum terlalu jelas,
maka ada beberapa penyakit infeksi akut lain yang dapat dijadikan sebagai
diagnosa banding, yaitu :

1. Campak
Terdapat gejala demam, batuk, pilek, mata merah (konjungtivitis), anoreksia,
malaise, dan gejala khasnya adalah timbulnya enamtem di mukosa bukal
(bercak koplik) yang merupakan tanda patognomonis untuk campak.2,6 Dari
pasien hanya ditemukan gejala demam, anoreksia dan malaise, tetapi gejala
khas campak tidak ditemukan.
2. Demam berdarah dengue derajat I
Pada minggu pertama penyakit ini biasanya tidak ditemukan gejala umum
yang khas, hanya terdapat demam antara 2 hingga 7 hari tanpa adanya
manifestasi perdarahan. Akan tetapi, pada uji tourniquet didapatkan hasil
yang positif.2
3. Meningitis
Penyakit ini mempunyai gejala untuk anak berumur lebih dari 2 tahun
adalah panas, menggigil, muntah, dan nyeri kepala. Selain itu juga adanya
kejang, gangguan kesadaran, serta positifnya tanda-tanda rangsang
meningeal seperti kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. 11 Pada pasien
tidak didapatkan adanya tanda-tanda perangsangan meningeal.
4. Tuberkulose paru
Pada anak kebanyakan penderita penyakit ini adalah asimptomatik. Keluhan
dapat berupa demam yang sering (sub febril), anoreksia, berat badan
menurun, keringat malam, hemoptoe jarang sekali. Yang terpenting adalah
adanya sumber penularan atau kontak di lingkungan pasien.6,12 Pasien pada
kasus ini memiliki status gizi yang normal dan tidak ada keringat malam
ataupun hemoptoe.
5. Malaria
Adanya demam yang turun naik atau intermitten disertai dengan menggigil,
diare, muntah, dan terkadang kejang merupakan beberapa gejala penyakit
malaria.13 Akan tetapi pada pasien ini tidak didapatkan menggigil serta tidak
adanya riwayat keluar kota atau ke hutan.

6. Infeksi saluran kemih


Penyakit ini memiliki beberapa gejala seperti demam tanpa diketahui
sebabnya, nyeri perut atau pinggang, tidak dapat menahan kencing,
polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna. 14 Pada
pasien ini tidak ditemukan nyeri perut atau pinggang, serta tidak adanya
kelainan dalam buang air kecil.
Agar semua diagnosa banding tersebut di atas dapat disingkirkan, maka
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang guna membuktikan pemeriksaan yang
tidak didapatkan pada anamnesa maupun pemeriksaan fisik.
Biakan darah, pemeriksaan darah rutin, dan tes serologis Widal dilakukan
guna menegakkan diagnosis demam tifoid, pemeriksaan serologis IgM untuk
mendeteksi kemungkinan adanya infeksi campak, tes tourniquet untuk melihat
adanya manifestasi perdarahan pada penderita demam berdarah dengue. Biakan
liquor serebrospinal diharapkan dapat mengetahui ada tidaknya infeksi pada
selaput meningeal. Tes Mantoux digunakan untuk membuktikan ada atau tidaknya
infeksi tuberkulose. Pemeriksaan darah rutin dan hapusan darah tepi berfungsi
untuk mendeteksi adanya kemungkinan terinfeksi malaria.
Dari keseluruhan diagnosa banding yang ada, diagnosa klinis adalah suspect
demam tifoid. Di mana pada periksaan penunjang berupa biakan darah,
pemeriksaan darah rutin dan tes serologis Widal diharapkan dapat menegakkan
diagnosa klinis pasien ini.

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus diduga demam tifoid pada seorang anak laki-
laki berusia 9 tahun dengan berat badan 25 kg yang dirawat di ruang anak RSUD
Abdul Aziz. Diagnosa demam tifoid ditegakkan berdasarkan anamnesa yang
dilakukan pada ibu dan ayah kandung pasien dan dari hasil pemeriksaan fisik
yang didapatkan pada pasien, yakni demam selama 4 hari, remitten, disertai rasa
mual dan muntah, dengan frekuensi 2 – 4 kali dalam sehari dengan isi air atau
makanan yang dimakan. Selain itu pasien selama 3 hari terakhir tidak ada buang
air besar. Status gizi anak sendiri tergolong normal. Dapat disimpulkan bahwa
anak diduga mengalami infeksi akut oleh kuman Salmonella typhi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Juwono R. Penyakit tropik dan menular : Demam tifoid. Dalam: Noer MS,
Waspadji S, Rachman AM, et al, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid I. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1996. h. 435-442.

2. Kaspan MF, Soejoso DA, Soegijanto S, et al. Penyakit tropik dan menular:
Demam tifoid. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, penunting.
Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu kesehatan anak. Surabaya:
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. 1994. h. 187-189.

3. Sumarno, Nathin MA, Ismael S. Tumbelaka WAFJ. Masalah Demam Tifoid


pada Anak. Medika 1980; 20.

4. Rampenan TH, Laurentz. Demam tifoid. Dalam: Rampenan TH, penyunting.


Infeksi tropik pada anak:. Jakarta: EGC. 1995. h. 53-71.

5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Tifus abdominalis. Dalam: Hasan R, Alatas H, Latief A, et al,
penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid 2. Jakarta: Infomedika.
1985. h. 593-598.

6. Gunawan G. Infeksi: Demam tifoid. Dalam: Yunanto A, Gunawan G dan


Muhyi R, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi bagian/SMF ilmu
kesehatan anak. Edisi I. Banjarmasin: Rumah Sakit Umum Daerah Ulin. 2000.
h. 16-17

7. Wheeler DT. typhoid fever. Department of ophthalmology, Oregon health


scienses university; 2001 (online). Available from: URL:
http://www.emedicine.com/med/topic2331.htm.

8. Corales R. Typhoid fever. Department of infectious disease and tropical


medicine, Birmingham heartlands hospital; 2004 (online). Available from:
URL: http://www.emedicine.com/med/topic2331.htm

9. Jonggu MCH. Demam Tifoid dengan Renjatan Septik. MKUH volume 7.


1986: 16-18.
10. Alatas H. Demam tifoid. Dalam : Sunoto, Tambunan T, Madiyono B, Alatas
H, penyunting. Buku panduan tata laksana prosedur baku pediatrik UPF anak
rumah sakit cipto mangunkusumo fakultas kedokteran universitas indonesia.
Jakarta: UPF Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1990. h. 278-280.

11. Suharso D. Neurologi: Meningitis. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas


Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu kesehatan
anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. 1994. h. 154-
158.

12. Santosa G dan Makmun MS. Pulmologi: Tuberkulosis paru. Dalam: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi
lab/UPF ilmu kesehatan anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Soetomo. 1994. h. 238-240.

13. Zulkarnain, Iskandar. Malaria berat (malaria pernisiosa). Dalam: Noer MS,
Waspadji S, Rachman AM, et al, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid I. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
1996. h. 504-507.

14. Noer MS. Nefrologi: Infeksi saluran kemih. Dalam: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu
kesehatan anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo.
1994. h. 191-121.

Anda mungkin juga menyukai