Anda di halaman 1dari 3

Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik.

Istilah ini
mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan,[1][2][3][4] dan komputasi kognitif.

Industri 4.0 menghasilkan "pabrik cerdas". Di dalam pabrik cerdas berstruktur moduler, sistem siber-fisik
mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang
tidak terpusat. Lewat Internet untuk segala (IoT), sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama
dengan satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Lewat komputasi awan, layanan internal dan
lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai.[1]

Memasuki era revolusi industri 4.0, berbagai aktivitas sosial, pendidikan, ekonomi dan sebagainya selalu
dikaitkan dengan penggunaan mesin-mesin otomasi yang terintegrasi dengan jaringan internet.
Kecanggihan teknologi era ini membuat banyak kondisi berubah. Semua sektor bisnis, pendidikan, dan
politik telah berevolusi. Lalu bagaiaman dengan sektor pertanian di era revolusi 4.0?

Kontribusi sektor pertanian yang besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, sebagaimana
dilansir dari LINE Jobs, kini menurun secara signifikan. Sektor pertanian tidak lagi menjadi salah satu
sumber perekonomian terbesar di Indonesia. Untuk mencukupi kebutuhan penduduk yang terus
bertambah, dunia pertanian kemudian mengadopsi istilah Revolusi Pertanian 4.0, dimana pertanian
diharapkan melibatkan teknologi digital dalam proses pengembangannya.

Konsep pengembangan pertanian yang banyak dikembangkan pada saat ini adalah konsep pertanian
cerdas, yang biasa juga disebut smart farming atau precision agriculture. Konsep ini merujuk pada
penerapan TIK pada bidang pertanian. Tujuan utama penerapan terknologi tersebut adalah untuk
melakukan optimasi berupa peningkatan hasil (kualitas dan kuantitas) dan efisiensi penggunaan sumber
daya yang ada.

Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk


mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.[1]

Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan beternak perbedaannya
terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan
prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.[1]

Berdasarkan ukuran hewan ternak, bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan
hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil
seperti ayam, kelinci dan lain-lain.[2].

Pemerintah membuka lebar kesempatan untuk berinvestasi di bidang peternakan Indonesia. Hal ini
diperkuat dengan adanya regulasi yang mempermudah penanaman saham salah satunya melalui
Penanaman Modal Asing (PMA). Undang-undang Penanaman Modal mendefinisikan PMA adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing. Dalam hal ini baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun
yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Penanam modal asing adalah perseorangan
warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal
di Indonesia. Sedangkan modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga
negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian
atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.

Penanaman modal asing wajib dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). PT PMA memiliki perbedaan
dengan PT lainnya. Dalam PT PMA, baik Warga Negara Asing maupun Badan Hukum Asing dapat
mendirikan PT PMA di Indonesia. Namun demikian, dalam beberapa aspek bisnis yang dijalankan, PT
PMA tetap membutuhkan Warga Negara Indonesia maupun Badan Hukum Indonesia untuk dapat
menjalankan usahanya. Misalnya, ketentuan mengenai batasan kepemilikan saham oleh asing dalam
Daftar Negatif Investasi maupun mengenai kedudukan direktur personalia.

Pemerintah membuka lebar-lebar peluang investasi di bidang peternakan di dalam negeri. Hal itu
ditunjukkan salah satunya melalui regulasi yang akan mempermudah penanaman modal di bidang
peternakan.

"Untuk memudahkan kalangan dunia usaha menanamkan modal, pemerintah telah mengeluarkan
berbagai regulasi," ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I
Ketut Diarmita, Selasa (20/2).

Lebih lanjut ia merinci, Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2006 yang, antara lain menyebut bidang
usaha peternakan sapi, baik potong maupun perah, terbuka bagi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA).

Industri peternakan nasional pada tahun depan diprediksi menghadapi sejumlah tantangan, baik dari
potensi masuknya produk impor maupun regulasi pemerintah.

Erwidodo, mantan Duta Besar RI untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), mengatakan beberapa
tantangan di sektor peternakan adalah daya saing yang masih rendah mencakup biaya produksi yang
masih tinggi, produktivitas masih rendah, dan biaya logistik yang lebih tinggi.

“Kebijakan peternakan dan investasi juga masih berorientasi memenuhi kebutuham pasar domestik. Ini
yang membuat kita tidak siap menghadapi persaingan global,” katanya dalam Seminar Nasional Bisnis
Peternakan, Rabu (22/11/2017).
Padahal, tambahnya, dalam menghadapi tantangan kuncinya adalah daya saing. Maka dari itu,
pemerintah melalui kebijakannya harus meningkatkan daya saing itu.

Anda mungkin juga menyukai