Anda di halaman 1dari 34

FILARIASIS

MAKALAH CASE III BLOK TROPICAL MEDICINE

Tutorial A-3
Nama Tutor: dr. Suci Yulianti, Sp.KFR

Anggota Tutorial:
Lilia Choirunnisa 1510211007
Muhamad Rizki Haykal 1510211012
Debora Asdha 1510211015
Toni Kusumawardana 1510211041
Farida Ulfa 1510211057
M. Ilham Fadhlirrahman Syarief 1510211102
Arrens Muhammad Bahrudin 1510211111
Immaculata Agata 1510211120
Yvonne Marsaulina Harianja 1510211136
TAHUN AJARAN 2018/2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN”
JAKARTA

KASUS III (2 kali pertemuan)

TOPIK: FILARIASIS

Halaman 1

Seorang dokter yang sedang bertugas di Puskesmas mendapatkan seorang pasien


bernama Pak Roni berusia 38 tahun yang mengeluh nyeri dan bengkak pada tungkai
kanannya sejak 5 hari yang lalu. Nyeri pada tungkai disertai dengan kulitnya yang
tampak merah.

Keluhan disertai dengan lesu dan lemah, rasa mengganjal di pangkal paha yang
terasa panas dan sakit, serta buah pelir kanan yang terasa nyeri, tampak merah dan
membengkak. Di mana keluhan ini berulang beberapa kali dalam setahun terakhir ini,
yang hilang saat istirahat dan timbul setelah bekerja berat.

Selain itu disertai dengan keluhan demam menggigil sejak kurang lebih 2
minggu yang lalu. Keluhan demam disertai nyeri kepala, mual muntah dan nyeri
ototsebenarnya sudah sering dirasakan pasien sejak 6 bulan yang lalu dan sudah
memeriksakan diri ke Puskesmas setempat kemudian diperiksa darahnya. Seperti
halnya para penduduk daerah tersebut yang merupakan daerah miskin PakRoni setiap
harinya bermata pencaharian sebagai petani di Nanggroe Aceh Darussalam.

Pak Roni tinggal bersama istri dan anaknya di rumah kayu yang ditinggalnya
berventilaai terbuka serta di kelilingi rawa-rawa di sekitarnya. Banyak nyamuk di
sekitar rawa dan rumahnya.saat tidur pasien tidak menggunakan kelambu. Riwayat
bepergian keluar kota disangkal. Beberapa tetangganya mengalami keluhan yang
sama dengan keluhan pasien dan saat ini kaki tetangganya juga membengkak
sebelah. Riwayat pengobatan sebelumnya Pak Roni sering minum obat penurun
panas karena keluhan demam yang diderita, sembuh namun kembali berulang.

Pertanyaan :

1. Identifikasi masalah pasien!

2. Hipotesis apa yang dapat anda buat setelah mendapat anamnesis tersebut?

3. Informasi apa lagi yang anda butuhkan untuk menangani pasien ini?

4. Apa saja fase pada penyakit yang diderita pasien ini? Fase apa yang
kemungkinan saat ini terjadi pada pasien?

Halaman 2

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum: tampak sakit sedang, kesadaran: kompos mentis

BB: 62 kg TB: 163 cm

Tanda-tanda vital:

T: 110/80 mmHg R: 24x/menit

N: 84x/menit S: 38,8℃

Status generalis:
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher: KGB tidak membesar, faring dan tonsil dalam batass normal

Thoraks:

Cor: Batas kanan: linea sternalis dekstra

Batas kiri: 2 jari interior linea midaksilaris sinistra

Batas atas: intercostal space III kiri

Bunyi jantung murni reguler, murmur (-), S3 gallop (-)

Pulmo: Vokal fremitus normal kiri=kanan, VBS kiri=kanan, ronkhi -/-, wheezing
-/-

Abdomen: datar, lembut, bising usus (+) normal, turgor kulit baik

Ekstremitas:

Ekstremitas inferior dekstra: edema non pitting, rubor, calor, dolor, functio laesa
(tanda radang +)

Ekstremitas inferior sinistra: dalam batas normal

Ptekie -/-

Status lokalis:

KGB inguinal dekstra: membesar, ukuran 3x3x2 cm, keras, rubor, kalor, NT (+)

Scrotum dekstra: edema, rubor, nyeri menjalar ke inguinal

Testis dekstra: membesar, diameter ± 10 cm, palpasi lunak

Pertanyaan:

1. Masalah apa saja yang anda dapat pada pemeriksaan fisik di atas?

2. Hipotesis apa yang dapat anda buat dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik di atas?

3. Pemeriksaan tambahan apa yang dibutuhkan untuk pasien tersebut?


Halaman 3

Pemeriksaan Laboratorium:

Pemeriksaan darah:

Hb : 13,6 gr/dL

Ht : 40%

Leukosit : 12.000/mm3

Trombosit : 315.000 uL

MCV : 85 fL

MCH : 30 pg

MCHC : 35 g/dL

Eosinofil : 2000sel/mm3

Diff count : 1/9/3//50/32/5

Morfologi Apus Darah Tepi: Eosinofilia

Eritrosit : normokrom normositer

Leukosit : leukositosis, eosinofilia

Trombosit : jumlah cukup, morfologi normal

Pemeriksaan mikroskopis sediaan darah jari (SDJ): mikrofilaria Wuchereria bancrofti


(+)

Antibodi Filaria (++)

Pemeriksaan urin: chyluria (-)

Pertanyaan:

1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium di atas?


2. Pemeriksaan penunjang apa lagi yang dapat menegakkan diagnosis anda?

3. Apa yang anda ketahui tentang tropical eosinophilia?

4. Mengapa pada pemeriksaan laboratorium, terdapat pemeriksaan urin?

5. Apa yang dimaksud dengan chyluria? Bagaimana mekanisme terjadinya


chyluria?

FILARIASIS

Definisi

Infeksi yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti.

Epidemiologi

Filariasis tersebar luas di daerah yang beriklim di seluruh dunia. Banyak di pedesaan,
tapi bisa juga diperkotaan. Banyak menyerang usia dewasa muda, sosial-ekonomi
rendah, dan pria.

Etiologi

Filariasis disebabkan salah satunya oleh nematoda jaringanWuchereria bancrofti, dari


filum nematoda dan kelas phasmidia.

Parasitologi

Ukuran dan bentuk cacing dewasa (makrofilaria) betina adalah 65 – 100 mm x 0,25
mm dengan bentuk halus seperti benang, dan berwarna putih susu. Sementara
makrofilaria jantan berukuran 40 mm x 0,1 mm dengan bentuk ekor melingkar.
Cacing betina dewasa menghasilkan 50.000 mikrofilaria setiap harinya. Mikrofilaria
adalah larva imatur yang ditemukan di darah/kulit dan mencapi tingkat infektif di
dalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria memili ciri-ciri sebagai berikut : ukuran 250 – 300
mikron x 7 – 8 mikron; ruang kepala panjang sama dengan lebar; badan mempunyai
inti teratur; ujung ekor kosong; lekuk badan halus; dan memiliki sarung pucat.

Larva stadium I memiliki panjang 135 – 375 mikron, bentuk seperti sosis, ekor
panjang dan lancip, dan masa perkembangan ½ - 5 ½ hari. Larva stadium II memiliki
panjang 310 – 1370 mikron, bentuk lebih panjang dari stadium I dan gemuk, ekor
panjang dan lancip, dan masa perkembangan 6 ½ - 9 ½ hari. Sementara larva stadium
III memiliki panjang 1300 – 2000 mikron, bentuk langsing, ekor mempunyai 3 papil
bulat, dan masa perkembangan 9 ½ - 13 ½ hari.

Mikrofilaria hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi terutama pada
waktu malam hari (periodisitas nokturna). Pada siang hari terdapat di kapiler organ-
organ dalam (paru, ginjal, jantung, dan lain-lain). Cacing dewasa jantan maupun
betina hidup di saluran dan kelenjar limfe.

Terdapat 3 strain Wuchereria bancrofti

• Periodik nokturna
• Subperiodik diurna
• Subperiodik nokturna
Hospes

Hospes definitif parasit ini adalah manusia sementara hospes perantara/vektor adalah
nyamukAnopheles yang menggigit pada malam hari dan banyak terdapat di pedesaan,
Culex yang menggigit pada malam hari dan banyak di perkotaan, serta Aedes yang
menggigit pada siang hari dan banyak terdapat di pedesaan.

Siklus Hidup
Gejala Klinis

Gejala klinis disebabkan oleh mikrofilaria dan cacing dewasa baik yang hidup
maupun yang mati. Dibagi dalam beberapa stadium yaitu :

1. Stadium mikrofilaremia tanpa gejala klinis


• Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran kelenjar limfe terutama
daerah inguinal. Pada pemeriksaan darah ditemukan mikrofilaria dalam
jumlah besar ditambah eosinofilia.Cacing dewasa akan menyumbat limfe
dan menyebabkan dilatasi limfe (limfaektasia). Jika jumlah cacing sangat
banyak, akan mengakibatkan limfaektasia intensif yaitu disfungsi sistem
limfatik

2. Manifestasi akut / dengan peradangan


 Ditandai dengan demam tinggi, menggigil, lesu, sakit kepala, dan muntah.
Limfangitis dan limfadenitis lebih sering pada ekstremitas bawah, dapat
mengenai alat kelamin dan payudara. Berlangsung 3 – 15 hari dan bisa
terjadi selama beberapa kali / tahun. Limfangitis dapat meluas ke daerah
distal dari kelenjar yang terkena tempat cacing ini tinggal. Pada pria dapat
terjadi funikulitis ditambah penebalan dan nyeri, epididimitis, orkitis,
pembengkakan skrotum, saluran sperma membengkak menyerupai tali
serta nyeri pada saat perabaan.

3. Manifestasi kronik / menahun / dengan penyumbatan


• Terjadi selama beberapa bulan – tahun, bervariasi dari ringan – berat dan
diikuti dengan berkembangnya penyakit obstruksi kronis akibat
penurunan fungsi limfe. Gejalanya adalah hidrokel, limfedema,
elefantiasis yang mengenai seluruh lengan, testis, payudara, vulva.
Kadang terjadi “chyluria” yaitu urin berwarna putih susu trjadi akibat
dilatasi pembuluh limfe pada sistem ekskretori dan urin.

Tingkat limfedema tungkai :

• Tingkat 1 : edema pitting pada tungkai yang reversible bila tungkai


diangkat.
• Tingkat 2 : edema pitting/non-pitting ireversible bila tungkai diangkat.
• Tingkat 3 : edema non-pitting, tidak dapat kembali normal bila tungkai
diangkat, kulit menebal.
• Tingkat 4 : edema non-pitting dengan jaringan fibrosis & verukosa pada
kulit (elefantiasis).

Manifestasi klinis lain yang mungkin muncul adalah hematuria, glomerulonefritis,


monoarthritis sendi lutut, kelumpuhan saraf, tenosynovitis, infeksi sekunder oleh
bakteri.

Diagnosis

1. Diagnosis parasitologi dan imunologi


Ditemukan mikrofilaria dalam darah, cairan hidrokel, dan cairan “chyluria”.
Pemeriksaan menggunakan metode pewarnaan Giemsa atau Wright, dan
sediaan darah tebal/tipis. Pengambilan darah dilakukan pada malam hari
setelah pukul 20.00. PCR dilakukan untuk mendeteksi DNA parasit. ELISA
dan ICT untuk deteksi antigen parasit yang bersirkulasi.

2. Diagnosis radiologik
USG Doppler di skrotum menggambarkan pergerakan aktif cacing (filaria
dance sign). Selain itu, dapat dilakukan limfoskintigrafi dengan menggunakan
dextran atau albumin yang ditandai dengan zat radioaktif, akan menunjukkan
abnormalitas sistem limfatik .

Diagnosis Banding

• Infeksi bakteri
• Tromboflebitis
• Trauma
• Penyakit sistemik granulamatosa
• Sarkoidosis
• Lepra

Pengobatan

1. Perawatan umum
Pasien diharuskan istirahat di tempat tidur dan pindah tempat ke daerah yang
lebih dingin. Berikan antibiotik untuk infeksi sekunder dan abses. Lakukan
pengikatan pada daerah bendungan untuk mengurangi edema.

2. Pengobatan spesifik
Dalam mengobati infeksi, dapat digunakan Dietilcarbamazine (DEC) dengan
dosis 6 mg/kgBB/hari slm 12 hari, dapat diulang 1 – 6 bln kemudian atau
Ivermektin dosis tunggal 400 mg/kgBB atau Albendazol dosis tunggal 400
mg.

3. Pengobatan penyakit
Terapi bedah yang dapat dilakukan adalah limfangioplasti, prosedur jembatan
limfe, transposisi flap omentum, eksisi radikal dan graft kulit, anastomosis
pembuluh limfe tepi ke dalam, bedah mikrolimfatik. Untuk menangani
chyluria perlu terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan cairan, suplemen
tambahan.

Pencegahan

Pencegahan individu berupa obat nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, dan
penggunaan insektisida. Pencegahan massal yaitu berupa 2 regimen obat albendazol
400 mg & ivermectin 200 mg/kgBB, dosis tunggal, per tahun atau DEC dalam bentuk
garam 0,2 – 0,4 % selama 9 – 12 bulan.

Edukasi yang perlu diberikan kepada masyarakatan adalah pada ekstremitas yang
terkena, cuci dengan sabun dan air sebanyak 2 kali sehari, menaikkan tungkai yang
terkena pada malam hari, ekstremitas digerakkan teratur untuk melancarkan aliran,
menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, dan mengobati luka kecil dengan krim
antiseptik atau antibiotik.

Prognosis

Prognosis kasus dini dan sedang cukup baik. Namun untuk kasus lanjut dengan
edema tungkai, prognosis buruk.
Filariasis Brugia

Definisi
Filariasis brugia adalah infeksi yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugia
timori

Epidemiologi
 B. malayi ditemukan di Asia, termasuk Indonesia
 B. timori hanya terdapat di Indonesia

Cara penularan
B. malayi ditularkan melalui vector nyamuk Anopheles jika di sawah dan
nyamuk Mansonnia yang banyak di rawa-rawa sedangkan B. timori melalui nyamuk
Anopheles yang banyak di sawah, pantai dan pedalaman

Etiologi
Perbedaan B. malayi B. timori
Makrofilaria Panjang : 2,2-2,3 cm Panjang : 2,1-3,3 cm
Lebar : 0,09 mm Lebar : 0,1 cm

Mikrofilaria Ruang kepala : panjang = 2 kali Ruang kepala : panjang = 3 kali lebar
lebar Lekuk badan : agak kaku
Lekuk badan : kaku
Gambar

Gejala
- Demam 5-15 hari
- Adenolimfangitis yang hilang timbul
- Adenolimfangitis dapat menjadi bisul/abses pecah  menjadi scar/jaringan
parut pada 1 kelenjar limfe (khas)

Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi : leukosistosis dan eosinofilia
2. Parasitologi : dengan pewarnaan Giemsa dan waktu pengambilan specimen
pada malam hari
3. Serologi : untuk memeriksa antigen terhadap brugia (ELISA)
4. PCR : untuk deteksi DNA brugia
Terapi
1. Dietilkarbamezepin
Dosis : 6mg/kg BB/ hari selama 12 hari

2. Ivermektin
Dosis : 400 mg/kg BB

3. Albendazol
Dosis : 400 mg dosis tunggal setiap hari untuk 2-3 minggu
FILARIASIS (BRUGIA MALAYI)

Filariasis (penyakit kaki gajah) merupakan penyakit menular menahun yang


disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis
merupakan 1 dari 6 penyakit tropis mayor (malaria, shistosomiasis, filariasis,
leishmaniasis, trypanosomiasis).

Gejala klinis filariasis terdiri dari gejala klinis akut dan kronis. Pada dasarnya
gejala klinis filariasis yang disebabkan oleh infeksi Wucheria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori adalah sama, tetapi gejala klinis akut tampak lebih jelas dan
lebih berat pada infeksi oleh Brugia malayi dan Brugia timori. Infeksi Wuchereria
bancrofti dapat menyebabkan kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi
infeksi oleh Brugia malayi dan Brugia timori tidak menimbulkan kelainan pada
saluran kemih dan alat kelamin (Depkes RI, 2009d).

Gejala Klinis Akut


Gejala klinis akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang
disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses. Abses dapat pecah dan
kemudian mengalami penyembuhan dengan menimbulkan parut, terutama di daerah
lipat paha dan ketiak. Parut lebih sering terjadi pada infeksi Brugia malayi dan
Brugia timori dibandingkan dengan infeksi Wuchereria brancofti, demikian juga
dengan timbulnya limfangitis dan limfadenitis. Sebaliknya, pada infeksi Wuchereria
brancofti sering terjadi peradangan buah pelir (orkitis), peradangan epididimis
(epididimitis) dan peradangan funikulus spermatikus (funikulitis) (Depkes RI,
2009d).
Gejala Klinis Kronis
A. Limfedema
Pada infeksi Wuchereria brancofti terjadi pembengkakan seluruh kaki,
seluruh lengan, skrotum, penis, vulva, vagina, dan payudara, sedangkan pada infeksi
Brugia, terjadi pembengkakan kaki di bawah lutut, lengan di bawah siku dimana siku
dan lutut masih normal.
B. Lymph Scrotum
Adalah pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit skrotum, kadang-kadang
pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut mudah pecah dan cairan limfe
mengalir keluar dan membasahi pakaian. Ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan
kecil pada kulit, yang dapat pecah dan membasahi pakaian, ini mempunyai risiko
tinggi terjadinya infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut berulang dan
dapat berkembang menjadi limfedema skrotum. Ukuran skrotum kadang-kadang
normal kadang-kadang sangat besar.
C. Kiluria
Kiluria adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah di
ginjal (pelvis renal) oleh cacing filaria dewasa spesies Wuchereria brancofti,
sehingga cairan limfe dan darah masuk ke dalam saluran kemih. Gejala yang timbul
adalah air kencing seperti susu, karena air kencing banyak mengandung lemak dan
kadang-kadang disertai darah (haematuria), sukar kencing, kelelahan tubuh,
kehilangan berat badan.
D. Hidrokel
Hidrokel adalah pembengkakan kantung buah pelir karena terkumpulnya
cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua
kantung buah zakar, dengan gambaran klinis dan epidemiologis sebagai berikut :
1) Ukuran skrotum kadang-kadang normal tetapi kadang-kadang sangat besar sekali,
sehingga penis tertarik dan tersembunyi .
2) Kulit pada skrotum normal, lunak dan halus.
3) Kadang-kadang akumulasi cairan limfe disertai dengan komplikasi, yaitu
komplikasi dengan chyle (chylocele), darah (haematocele) atau nanah (pyocele).
Uji transiluminasi dapat digunakan untuk membedakan hidrokel dengan
komplikasi dan hidrokel tanpa komplikasi. Uji transiluminasi ini dapat dikerjakan
oleh dokter puskesmas yang sudah dilatih.
4) Hidrokel banyak ditemukan di daerah endemis Wuchereria bancrofti dan
dapat digunakan sebagai indikator adanya infeksi Wuchereria bancrofti (Depkes RI,
2009d).

Diagnosis
Pemeriksaan fisik merupakan cara diagnosis paling cepat dan murah dan dapat
digunakan dalam pelaksanaan rapid survey (Soeyoko, 2002). Untuk konfirmasi
diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan (Staf Pengajar Departemen Parasitologi
FKUI, 2008) :

a. Diagnosis Parasitologi
Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan hidrokel atau
cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan teknik konsentrasi Knott.
Pada pemeriksaan hispatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat
dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai tumor. Deteksi
biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi parasit melalui DNA parasit
dengan menggunakan reaksi rantai polymerase (Polymerase Chain Reaction/PCR).

b. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah
bening inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak.
Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk infeksi filaria oleh Wuchereria
bancrofti. Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin
yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas sistem
limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.

c. Diagnosis Imunologi
Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang menggunakan
antibodi monoklonal telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen Wuchereria
bancrofti dalam sirkulasi darah. Deteksi antibodi dengan menggunakan antigen
rekombinan telah dikembangkan untuk mendeteksi antibodi subklas IgG4 pada
filariasis brugia.

BRUGIA TIMORI

Hospes dan nama penyakit

• Brugia timori hanya terdapat pada manusia.

• Penyakit yang disebabkan oleh B.timori disebut filariasis timori.

Distribusi geografik

• B.timori hanya terdapat di Indonesia Timur di Pulau Timor, Flores, Rote,


Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Teanggara Timur.

Daur hidup dan morfologi

• Cacing dewasa jantan dan betina hidup di pembuluh limfe.

• Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu.

• Cacing betina berukuran 21-23 mm x 0,1 mm dan yang jantan 13-23 mm x


0,08 mm.
• Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung. Ukuran
mikrofilaria B.timori 280-310 mikron x 7 mikron.

• Periodisitas mikrofilia B.timori mempunyai periodik nokturna.

• B.timori ditularkan oleh nyamuk An.barbirostri.

• Daur hidup parasit ini cukup panjang, tetapi lebih pendek daripada
W.bancrofti. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari
dan pada manusia kurang lebih 3 bulan.

• Didalam tubuh nyamuk parasit ini mengalami dua kali pergantian kulit,
berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan III.

Patologi dan gejala klinis

• Stadium akut: ditandai dgn serangan demam dan peradangan saluran dan
kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali.

• Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan


peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat diladang dan
sawah.

• Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh tanpa


pengobatan.

• Kadang peradangan pada kelenjar limfe ini menjalar ke bawah, mengenai


saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas
untuk filariasis.

• Peradangan pada saluran limfe ini dpat terlihat sebgain garis merah yang
menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke jar. Sekitar,
menimbulkan infiltrasi pd seluruh paha atas

• Pd st. Ini tngkai bawah ikut membengkak & menimbulkan gejala limfodema

• Limfadenitis dpt berkembang jd bisul, pecah jadi ulkus

• Bila ulkus sembuh → jar. Parut

Limfadema biasanya hilang lagi setelah gejala peradangan sembuh → elephantiasis


ENTEROBIUS VERMICULARIS

Klasifikasi E. Vermicularis
• Enterobius vermicularis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

• Kingdom : Metazoa

• Philum : Nemathelmintes

• Kelas : Nematoda

• Sub kelas : Plasmidia

• Ordo : Rhabditia

• Famili : Oxyuroidea

• Genus : Enterobius

• Spesies : Enterobius vermicularis

Morfologi telur E. Vermicularis

Ukuran telur E. vermicularis yaitu 50-60 mikron x 20-30 mikron (rata-rata 55 x 26


mikron). Telur berbentuk asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus
sinar dan salah satu sisinya datar. Telur ini mempunyai kulit yang terdiri dari dua
lapis yaitu : lapisan luar berupa lapisan albuminous, translucent, bersifat mechanical
protection. Di dalam telur terdapat bentuk larvanya.
Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak 11.000 butir setiap harinya selama
2 samapi 3 minggu, sesudah itu cacing betina akan mati.

Morfologi cacing E. Vermicularis

• Cacing dewasa E. vermicularis berukuran kecil, berwarna putih, yang betina


jauh lebih besar dari pada yang jantan.

• Ukuran cacing jantan adalah 2-5 mm, cacing jantan mempunyai sayap dan
ekor yang melingkar seperti tanda tanya.

• Ukuran cacing betina adalah 8-13 mm x 0,4mm, cacing betina mempunyai


sayap , bulbus esofagus jelas sekali, ekornya panjang dan runcing.
Siklus hidup E. Vermicularis

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif E. Vermicularis dan tidak


diperlukan hospes perantara. Cacing dewasa betina mengandung banyak telur pada
malam hari dan akan melakukan migrasi keluar melalui anus ke daerah : perianal dan
perinium. Migrasi ini disebut Nocturnal migration.

Di daerah perinium tersebut cacing-cacing ini bertelur dengan cara kontraksi uterus,
kemudian telur melekat didaerah tersebut. Telur dapat menjadi larva infektif pada
tempat tersebut, terutama pada temperatur optimal 23-26 ºC dalam waktu 6 jam.

Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelan telur matang sampai
menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi kedaerah perianal, berlangsung kira-
kira 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung kira-kira 1 bulan
karena telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu
sesudah pengobatan.

Cara penularan Enterobius vermicularis dapat melalui tiga jalan :


1. Penularan dari tangan ke mulut penderita sendiri (auto infection).

2. Melalui pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur yang


infektif.

3. Penularan secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita


sendiri, oleh karena larva yang menetas di daerah perianal mengadakan
migrasi kembali ke usus penderita dan tumbuh menjadi cacing dewasa.

Epidemiologi

• Insiden tinggi di negara-negara barat terutama USA 35-41 %.

• Yang sering diserang yaitu anak-anak umur 5-14 tahun.

• Pada daerah tropis insiden sedikit oleh karena cukupnya sinar matahari, udara
panas, kebiasaan ke WC.

• Udara yang dingin, lembab dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang
baik bagi pertumbuhan telur.

ENTEROBIASIS
Enterobiasis adalah kejadian infeksi kecacingan yang diakibatkan oleh masuknya
cacing spesies Enterobiasis vermicularis pada tubuh manusia yang ditandai
dengan timbulnya rasa gatal daerah sekitar anus pada kasus infeksi berat.

Gejala

• Pruritus ani

• Berkurangnya nafsu makan

• Berat badan menurun

• Insomnia

Terapi dan pencegahan

• Pengobatan enterobiasis efektif jika semua penghuni rumah juga di


obati, infeksi ini dapat menyerang semua orang yang berhubungan dengan
penderita.

Obat pilihan 1

• Mebendazol

Dosis :

Bentuk sediaan tablet 100 mg dan sirop 20 mg/ml. Dewasa/anak-anak besar


dari 2 tahun : 2 x 100 mg/hari selama 3 hari dan pengobatan dapat diulang
dalam 2-3 minggu.

• Pirantel Pamoat

Dosis :

Bentuk sediaan : Sirop berisi 50 mg pirantel pamoat basa/mL, tablet 125 dan
250 mg. Dosis tunggal dianjurkan 10 mg/kgBB dapat diberikan setiap saat
tanpa dipengaruhi oleh makanan dan minuman.

Obat Pilihan 2
• Albendazol

Dosis :

Dewasa/anak diatas 2 tahun : dosis tunggal 400 mg bersamaan dengan makanan.

Pencegahan dengan menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, ganti sprei
teratur, ganti celana dalam setiap hari, membersihkan debu-debu kotoran di rumah,
potong kuku secara rutin, hindari mandi cuci kakus (MCK) di sungai. Kalau perlu
toilet dibersihkan dengan menggunakan desinfektan.

Trichuris Trichiura

 Manusia adlh hospes cacing ini

 Penyakit yang di sebabkan trikuriasis

 Cacing bersifat kosmopolit, terutama ditemukan di daerah panas dan lembab


seperti di indonesia.

 Trichocephalus dispar (cacing cambuk)

P: 5 cm/4cm

Anterior langsing seperti cambuk, pnjang 3/5 dari panjang seluruh tubuh

Posterior > gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul, pd cacing jantan
melingkar dan terdapat satu spikulum.

Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum dengan baian anterior (cambuk)
msk ke mukosa usus.

Seperti tempayang

Telur yg dibuahi dikeluarkan bersama tinja

Matang dlm waktu 3-6 mgg

Telur matang(telur yg berisi larva)

Hospes menelan telur matang


Larva keluar dr dinding telur danmsk ke dlm usus halus

 Gejala klinis

Cacing memasukan kepala ke mukosa usus, shingga menyebabkan iritasi dan Cacing
ini jg menghisap darah sehingga menyebabkan anemia

Pd infeksi berat, terutama anak , cacing tersebar di kolon dan rektum. Kadang terihat
direktum yg mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita.

 Tata Laksana

Albendazol 400 mg (dosis tunggal)

Mebendazol 100 mg (dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut)


Ascaris lumbricoides
Taksonomi
Kingdom: Animalia
Filum: Nemathelminthes
Kelas: Nematoda
Subkelas: Secernentea
Ordo: Ascaridida
Superfamili: Ascaridoidea
Famili: Ascarididae
Genus: Ascaris
Spesies: Ascarislumbricoides

Karakteristik

• Ukurancacingdewasa

Jantan Panjang 15-30 cm, lebar 0,2-0,4cm

Betina Panjang 20-35cm, lebar 0,3-0,6cm

• Umurcacingdewasa 1-2 tahun

• Lokasicacingdewasa Usushalus

• Ukurantelur Panjang 60-70m, lebar 40-50m

• Jumlahtelur/cacingbetina/hari ± 200.000 telur


Siklus Hidup

Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya 60-
90%.
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu 25O-30OC merupakan kondisi yang
sangat baik untuk berkembangnya telur A.lumbricoides menjadi bentuk infektif.

Hospes
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides.

Gejala Klinis
Gangguan karena larva biasanya terjadi di paru. Pada orang yang rentan terjadi
perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai
batuk, demam, dan eosinophilia. Pada foto toraks tampak infiltrate yang menghilang
dalam waktu 3 minggu. Keadaan tersebut disebut sindrom Loefller.
Gangguan cacing dewasa biasanya ringan. Biasanya penderita mengalami
gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
Pada anak dapat terjadi malabsorpsi. Efek serius terjadi bila cacing
menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi.
Diagnosis
Selama fase pulmonal akan ditemukan eosinophilia. Diagnosis ditegakkan
dengan menemukan telur cacing pada tinja atau karena cacing dewasa keluar tubuh
dan ditemukan dalam tinja.

Pengobatan
Cacing ini seringkali berada dalam usus manusia bersama dengan cacing
tambang.
Piperazin. Merupakan obat pilihan utama, diberikan dengan dosis sebagai berikut:
BB 0-15 kg: 1 g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut.
BB 15-25 kg: 2 g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut.
BB 25-50 kg: 3 g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut.
BB > 50 kg: 3½ g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut.
ES: pusing, rasa melayang dan gangguan penglihatan.
Heksilresorsinol.Obat ini baik untuk infestasi cacing dalam usus. Diberikan setelah
pasien dipuasakan terlebih dahulu, kemudian diberikan 1 g disusul dengan pemberian
sebanyak 30 g MgSO4, yang diulangi 3 jam kemudian untuk tujuan mengeluarkan
cacing.
Pirantel Pamoat. Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis 10mg/kgBB,
maksimal 1 g. ES: mual, diare, pusing, ruam kulit, dan demam.
Levamisol. Dosis tunggal 150 mg.
Albendazol. Dosis tunggal 400 mg.
Mebendazol. Dosis 100 mg 2 x sehari selama 3 hari.

REFERENSI
 ILMU PENYAKIT DALAM JILID III
 Parasitologi UI
 Buku Ajar “DIVISI INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIS”

Anda mungkin juga menyukai