Anda di halaman 1dari 2

5

3.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan subjektif, pemeriksaan objektif,


dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan subjektif berupa anamnesa dengan menanyakan
identitas pasien, keluhan utama (CC), present illnes, past medical history, dan past dental
history. Sedangkan pemeriksaan objektif dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi
dilakukan dengan mengamati bentuk, ukuran, dan warna dari lesi. Pemeriksaan palpasi
dilakukan dengan meraba lesi untuk mengetahui kontur dari organ tubuh atau jaringan yang
mengalami gangguan (Scully C, 2013). Berdasarkan pemeriksaan anamnesa diketahui pasien
berusia 7 tahun sejak 1 bulan terakhir mengalami pembengkakan yang terus membesar pada
area gigi 21, tanpa keluhan rasa sakit, dan tidak ada riwayat trauma maupun infeksi. Dari
pemeriksaan inspeksi diketahui adanya pembengkakan di atas mahkota gigi 21 yang baru
erupsi, memiliki warna merah kebiruan, dan translusen. Pemeriksaan palpasi diketahui lesi
teraba keras dan berfluktuasi. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan hasil diagnosa sementara
pasien eruption cys (Greenburg, 2003). Dimana sesuai pengertian dari eruption cyst yang
terjadi pada usia 5 hingga 9 tahun yaitu pada saat gigi permanen mulai erupsi. Tidak adanya
keluhan rasa sakit menandakan bahwa tidak terjadi infeksi pada kista (Chatzistefanou I dkk,
2015).

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencapai diagnosis akhir dan menentukan


penatalaksanaan yang tepat. Pemeriksaan radiografi bertujuan untuk mengetahui derajat
keparahan serta keterlibatan tulang alveolar dalam kasus ini (Thrall DE., 2018). Berdasarkan
hasil pemeriksaan radiografi dengan CT-Scan diperoleh hasil adanya lesi yang terdapat di
sekitar gigi. Lesi tersebut memiliki batas radioplaque dengan inti sedikit radiolusen yang
menandakan bahwa belum terbentuk banyak fluid di dalam kista tersebut. Tidak ada
keterlibatan tulang alveolar ataupun resorpsi akar dari kasus ini sehingga gigi masih dalam
keadaan vital (Ongole, 2013). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan histopatologi yang bertujuan
untuk mengetahui adanya perubahan abnormal pada tingkat jaringan. Pemeriksaan
histopatologi menunjukkan adanya keratinized squamous epithelium yang terlihat pada aspek
superfisial sepanjang gingiva. Bagian ini terpisah dari kista oleh adanya jaringan ikat padat
yang ketebalannya bervariasi dan biasanya menunjukkan adanya infiltrasi sel inflamasi kronis.
Adanya infiltrasi sel inflamasi kronis merupakan respon dari adanya trauma mastikasi. Pada
kasus ini disebutkan bahwa pasien mengalami kesulitan dalam mengunyah yang disebabkan
adanya pembengkakan, sehingga ketika trauma mastikasi ini terus terjadi dapat menimbulkan
infiltrasi sel inflamasi kronis. Adanya infiltrasi sel inflamasi kronis juga menyebabkan
5

peningkatan intensitas lapisan kista sehingga dalam kasus ini kista terus bertambah besar
selama satu bulan terakhir (Shear, 2007).

Gambar _. Hasil Pemeriksaan Radiografi dan Histopatologi eruption cyst pada kasus
(Figueiredo, 2012).

Scully, Crispian. 2013. Oral and Maxillofasial Medicine the basic Diagnosis and Treatment.
3rd ed. Elsevier. Churchill Livingstone.

Ongole R dan Praveen. 2013. Oral Medicine, Oral Diagnosis, and Oral Radiology. 2nd ed.
Elsevier. India.

Shear M. dan Speight PM. 2007. Cyst of the Oral and Maxillofacial Regions. 4th ed. Oxford.
Blackwell Munksgaard.

Greenberg MS dan Glick M. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis & Treatment. 10th ed.
BC Decker Inc. Spain.

Thrall DE. 2018. Veterinary Diagnostic Radiology. 7th ed. Elsevier. ST. Louise, Missouri

Chatzistefanou I, Kogias V, Antoniades K. 2015. Oral and Maxillofacial Diseases:


Odontogenic Cyst. SMGroup. Thessaloniki

Anda mungkin juga menyukai