Bab I, Ii, Iii
Bab I, Ii, Iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh
terhadap pengobatan. Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau
dengan obat lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat
lain tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir
bersamaan. Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep, maka
mungkin terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapat memperkuat atau
memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua. Interaksi obat harus
lebih diperhatikan, karena interaksi obat pada terapi obat dapat menyebabkan kasus yang
parah dan tingkat kerusakan-kerusakan pada pasien, dengan demikian jumlah dan tingkat
Interaksi obat dianggap penting karena dapat menguntungkan dan merugikan. Salah
satu dari interaksi obat adalah interaksi obat itu sendiri dengan makanan. Interaksi antara obat
dan makanan dapat terjadi ketika makanan yang kita makan mempengaruhi obat yang sedang
kita gunakan, sehingga mempengaruhi efek obat tersebut. Interaksi antara obat dan makanan
dapat terjadi baik untuk obat dan makanan dapat terjadi baik untuk resep dokter maupun obat
Kadang-kadang apabila kita minum obat bersamaan dengan makanan, maka dapat
mempengaruhi efektivitas obat dibandingkan apabila diminum dalam keadaan perut kosong,
selain itu konsumsi secara bersamaan antara vitamin atau sumplemen herbal dengan obat juga
dapat menyebabkan terjadinya efek samping. Contoh reaksi yang dapat timbul apabila terjadi
interaksi antara obat dan makanan, diantaranya: Makanan dapat mempercepat atau
memperlambat efek dari obat, beberapa obat tertentu dapat menyebabkan vitamin dan
1
mineral tidak bekerja secara tepat ditubuh, menyebabkan hilangnya atau bertambahnya nafsu
makan, obat dapat mempengaruhi nutrisi tubuh, Obat herbal dapat berinteraki dengan obat
modern.
Selain itu, besar kecilnya efek interaksi obat dengan makanan antara tiap orang dapat
berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti : besarnya dosis obat
yang diminum, usia, kondisi tubuh dan kondisi kesehatan pasien, waktu konsumsi makan dan
waktu konsumsi obat. Untuk menghindari terjadinya interaksi obat dan makanan, bukan
berarti menghindari untuk mengkonsumsi obat atau makanan tersebut. Yang sebaiknya
dilakukan adalah pengaturan waktu antara obat dan makanan untuk dikonsumsi dalam waktu
yang berbeda. Dengan mempunyai informasi yang cukup mengenai obat yang digunakan
serta kapan waktu yang tepat untuk mengkonsumsinya, maka kita dapat menghindari
B. Rumusan Masalah
3. Apa yang dilakukan atau tindakan apa yang dilakukan agar bisa mengatasi interaksi
C. Tujuan
2. Untuk mengetahui efek yang timbul dari interaksi obat dan makanan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Interaksi obat adalah modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada
awalnya atau diberikan bersamaan sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih
berubah. Interaksi obat didefinisikan oleh Committee for Proprietary Medicine Product
(CPMP) sebagai suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhi oleh penambahan obat lain
efektifitas atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Tetapi interaksi bisa
saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan
Prevalensi interaksi obat secara keseluruhan adalah 50% hingga 60%. Obat-obatan
5% hingga 9%. Sekitar 7% efek samping pemberian obat di rumah sakit disebabkan oleh
interaksi obat.
terdapat faktor interaksi obat. Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk
dari lingkungan, atau dengan obat lain. Biasanya, pengaruh ini terlihat sebagai suatu efek
samping, tetapi terkadang pula terjadi perubahan yang menguntungkan. Obat yang
mempengaruhi disebut dengan precipitant drug, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut
Sedangkan object drug, biasanya merupakan obat yang mempunyai kurva dose
response yang curam. Obat-obat ini menimbulkan perubahan reaksi terapeutik yang besar
dengan perubahan dosis kecil. Kelainan yang ditimbulkan bisa memperbesar efek terapinya.
3
Juga bila dosis toksik suatu object drug, dekat dengan dosis terapinya, maka mudah
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat
dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi rendah) seperti glikosida jantung,
obat makin banyak diketahui. Secara farmakologis, obat yang bertindak sebagai precipitant
a. Obat yang terikat banyak oleh protein plasma akan menggeser obat lain (object drug)
griseofulvin.
Menurut jenis mekanisme kerjanya, interaksi obat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Interaksi farmasetik
Interaksi farmasetik terjadi jika antara dua obat yang diberikan bersamaan tersebut
terjadi inkompatibilitas atau terjadi reaksi langsung, yang umumnya di luar tubuh, dan
berakibat berubahnya atau hilangnya efek farmakologik obat yang diberikan. Sebagai
4
contoh, pencampuran penisilin dan aminoglikosida akan menyebabkan hilangnya efek
2. Interaksi farmakokinetik
metabolisme atau biotransformasi, atau ekskresi dari satu obat atau lebih.
Interaksi ini dapat terjadi akibat perubahan harga pH obat pertama. Pengaruh
absorpsi suatu obat kedua mungkin terjadi akibat perpanjangan atau pengurangan
Dua obat yang berikatan tinggi dengan protein atau albumin bersaing untuk
mendapatkan tempat pada protein atau albumin di dalam plasma. Akibatnya terjadi
penurunan dalam pengikatan dengan protein pada salah satu atau kedua obat itu,
sehingga lebih banyak obat bebas yang bersirkulasi dalam plasma dan meningkatkan
kerja obat. Kompetisi dalam plasma dan meningkatkan kerja obat misalnya antara
Suatu obat dapat meningkatkan metabolisme dari obat yang lain dengan
merangsang (menginduksi) enzim-enzim hati. Dengan cara yang sama seperti pada
albumin plasma, mungkin terjadi persaingan terhadap enzim yang berfungsi untuk
biotransformasi obat, khususnya sitokrom P450 dan dengan demikian mungkin terjadi
5
d) Interaksi pada proses eliminasi
Interaksi pada eliminasi melalui ginjal dapat terjadi akibat perubahan hingga
pH dalam urin atau karena persaingan tempat ikatan pada sistem transport yang
berfungsi untuk sekresi atau reabsorpsi aktif. Kompetensi terjadi antara obat-obat
3. Interaksi farmakodinamik
aditif, sinergis (potensiasi), atau antagonis. Jika dua obat yang mempunyai kerja yang serupa
atau tidak serupa diberikan, maka efek kombinasi dari kedua obat itu dapat menjadi aditif
(efek dua kali lipat), sinergis (lebih besar dari dua kali lipat), atau antagonis (efek dari salah
Efek dan tingkat keparahan interaksi obat dapat bervariasi antara pasien yang satu
dengan yang lain. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi
tiga sampai tujuh kali lebih banyak daripada mereka yang berusia pertengahan dan dewasa
muda. Pasien lanjut usia menggunakan banyak obat karena penyakit kronis dan banyaknya
penyakit mereka, oleh karena itu mereka mudah mengalami reaksi dan interaksi yang
merugikan.
Reaksi yang merugikan dan interaksi obat yang terjadi pada pasien lanjut usia lebih tinggi
1) Pasien lanjut usia menggunakan banyak obat karena penyakit kronik dan banyaknya
penyakit mereka.
2) Banyak dari pasien lanjut usia melakukan pengobatan diri sendiri dengan obat bebas,
memakai obat yang diresepkan untuk masalah kesehatan yang lain, menggunakan obat yang
diberikan oleh beberapa dokter, menggunakan obat yang diresepkan untuk orang lain, dan
3) Perubahan-perubahan fisiologis yang berkaitan dengan proses penuaan seperti pada sistem
gastrointestinal, jantung dan sirkulasi, hati dan ginjal dan perubahan ini mempengaruhi
Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi obat antara lain :
1. Faktor Usia
Distribusi obat-obatan yang larut dalam lipid (obat-obatan yang larut dalam lemak)
mengalami perubahan yang jelas, dimana wanita usia lanjut memiliki jaringan lemak 33%
lebih banyak dibandingkan wanita yang lebih muda, sehingga terjadi akumulasi obat. Usia
juga mempengaruhi metabolisme dan klirens obat akibat perubahan yang terjadi pada hati
dan ginjal. Saat tubuh semakin tua aliran darah melalui hati berkurang dan klirens beberapa
7
obat dapat terhambat sekitar 30-40%. Selain itu enzim-enzim hati yang menjalankan
Berdasarkan WHO kelompok usia lanjut dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu usia
60-74 tahun (young old), 75-84 tahun (old old) dan > 85 tahun (oldest old). Perubahan
fisiologis yang terjadi pada orang usia lanjut adalah penurunan massa otot, cairan tubuh, laju
2. Faktor Polifarmasi
Tujuan dari Polifarmasi ini tidak lain adalah untuk mencapai efek terapi yang
kemungkinan adanya efek toksik yang disebabkan oleh substansi zat aktif. Polifarmasi berarti
8
pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara
Banyak obat yang tidak ada hubungannya dengan penyakit pasien diberikan pada
pasien yang tentu saja merupakan pemborosan dan meningkatkan insiden penyakit karena
obat.
3. Faktor Penyakit
kandung kemih yang buruk, dan insomnia adalah beberapa kondisi yang perlu diperhatikan
karena penderita penyakit seperti ini berpeluang lebih tinggi mengalami interaksi obat-
penyakit.
4. Faktor Genetik
Karena faktor genetik sebagian orang memproses (metabolisme) obat secara lambat
akibatnya suatu obat bisa berakumulasi di dalam tubuh sehingga menyebabkan toksisitas.
Dampak klinis interaksi obat dilakukan dari beberapa obat yang saling berinteraksi
dimana hal yang paling utama adalah interaksi yang berpengaruh signifikan terhadap klinis.
9
4 Major atau Moderat Possible
5 Minor untuk seluruh kelas Possible dan Unlikely
a) Level signifikansi 1 risiko yang ditimbulkan berpotensial mengancam individu atau dapat
b) Level signifikansi 2 efek yang timbul akibat penurunan dari status klinik pasien sehingga
c) Level signifikansi 3 efek yang dihasilkan ringan; akibatnya mungkin dapat menyusahkan
atau tidak dapat diketahui tetapi secara signifikan tidak mempengaruhi terapi sehingga
d) Level signifikansi 4 efek yang dihasilkan dapat berbahaya dimana respons farmakologi
e) Level signifikansi 5 efek yang dihasilkan ringan dimana respons klinik dapat berubah
namun ada beberapa yang tidak mengubah respons klinik.
pasien yang memperoleh obat-obatan yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain.
Langkah berikutnya adalah memberitahu dokter dan mendiskusikan berbagai langkah yang
dapat diambil untuk meminimalkan berbagai efek samping obat yang mungkin terjadi.
1) Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi jika risiko interaksi obat lebih besar
2) Menyesuaikan dosis jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat,
maka perlu dilaksanakan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi
10
3) Memantau pasien jika kombinasi obat yang saling berinteraksi diberikan, pemantauan
diperlukan.
4) Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya jika interaksi obat tidak bermakna klinis, atau
jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal,
G. Interaksi antara Makanan, Zat Gizi yang Terkandung dalam Makanan, dan Obat
Makanan dan zat gizi yang terkandung dalam makanan jika dikonsumsi secara
farmakodinamika dan efek terapi suatu obat secara keseluruhan. Nutrien tertentu di dalam
saluran pencernaan dan/ atau di dalam sistem fisiologi tubuh seperti di dalam darah dapat
meningkatkan atau mengganggu kecepatan absorpsi dan metabolisme obat. Interaksi obat
dengan makanan bisa terjadi karena obat resep atau obat bebas dan obat bebas terbatas seperti
antasida, vitamin dan zat besi. Makanan yang mengandung zat-zat aktif yang berinteraksi
dengan obat-obat tertentu dapat menimbulkan efek buruk yang tidak diharapkan.
Zat-zat gizi termasuk makanan, minuman dan suplemen makanan bisa mengubah efek
obat yang digunakan pasien. Seperti halnya makanan obat-obatan yang diminum harus
diserap melalui mukosa lambung atau usus kecil. Akibatnya adanya makanan di dalam sistem
pencernaan dapat menurunkan absorpsi suatu obat. Biasanya interaksi semacam ini dapat
dihindari dengan meminum obat satu jam atau dua jam setelah makan. Serat makanan juga
Karakteristik fisik dan kimia suatu obat adalah faktor yang sangat menentukan potensi
interaksinya dengan makanan. Obat yang berbeda di dalam kelompok obat yang sama atau
formulasi obat-obatan identik yang berbeda bisa menunjukkan karakteristik kimia yang
berbeda sehingga menghasilkan interaksi obat dengan makanan yang benar-benar berbeda.
11
Terjadinya interaksi makanan dengan obat tergantung pada ukuran dan komposisi
makanan serta waktu pemberian obat dalam kaitannya dengan makan. Misalnya
tinggi atau karena peningkatan daya larut obat (misalnya albendazol dan isotretinoin) atau
perangsangan sekresi asam lambung (misalnya griseofulvin dan halofantrin). Atau kandungan
serat yang tinggi dapat menurunkan bioavailabilitas obat-obatan tertentu (misalnya digoksin
Bioavailabilitas dan efek sebagian besar obat saling berkaitan sehingga perubahan
bioavailabilitas merupakan suatu parameter efek interaksi obat dengan makanan yang sangat
penting. Interaksi farmakokinetik obat dengan makanan yang paling penting disebabkan oleh
perubahan absorpsi suatu obat karena reaksi kimia yang terjadi antara obat dengan makanan
atau respons fisiologi terhadap makanan; perubahan keasaman lambung, sekresi asam
empedu, atau motilitas saluran percernaan. Interaksi makanan dengan obat yang hanya
mempengaruhi tingkat absorpsi obat sering terjadi secara klinis namun jarang signifikan.
Namun untuk beberapa obat, ansorpsi cepat yang menghasilkan konsentrasi tertinggi obat
mungkin tidak dianjurkan karena terjadinya efek negatif yang terkandung konsentrasi
digunakan sebagai indikasi-indikasi obat dengan makanan. Relevan tergantung pada titik obat
(misalnya anti kuman, antihipertensi, obat penurun lipid atau anti koagulan).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat interaksi antara makanan dan obat dimana
dampak interaksi makanan dengan obat tergantung pada sejumlah faktor seperti dosis obat,
usia subjek, ukuran dan kondisi kesehatan. Terlepas dari faktor-faktor ini, waktu konsumsi
makanan dan obat juga memperlihatkan peran penting. Pencegahan interaksi obat bukan
12
berarti menghindari obat atau makanan. Dalam kasus tetrasiklin dan produk susu, keduanya
mesti dikonsumsi pada waktu yang berbeda tidak harus menghilangkan salah satunya.
Informasi yang memadai tentang obat-obatan dan waktu minum obat bisa membantu
Tidak semua obat dipengaruhi makanan, namun banyak obat yang dapat dipengaruhi
oleh makanan dan waktu makan. Misalnya, minum obat bersamaan dengan waktu makanan
dapat mempengaruhi absorpsi obat. Makanan dapat memperlambat dan menurunkan absorpsi
obat. Itulah sebabnya obat-obatan ini mesti diminum saat perut dalam keadaan kosong. Disisi
lain, beberapa obat lebih mudah ditoleransi ketika diminum pada waktu makan.sebaiknya
ditanyakan ke dokter atau apoteker apakah obat bisa digunakan bersamaan dengan snack atau
makanan utama, atau apakah obat mesti digunakan ketika perut dalam keadaan kosong.
mengubah pH lambung, sekresi, dan motilitas saluran pencernaan, serta waktu transit. Hal ini
13
Fenitoin, dan gastrik meningkatkan pelarutan
Propoksifen dan penyerapan.
14
nisoldipin)
Antikoagulan Makanan yang kaya vitamin K Asupan makanan seperti
(seperti brokoli, tauge, bayam, ini mesti dibatasi, dan
dan kangkung) dapat menurunkan jumlah yang dikonsumsi
efektivitas antikoagulan sehingga setiap hari tetap konstan.
meningkatkan risiko pembekuan.
Bisfosfat Makanan bahkan jus jeruk, kopi, Alendronat dan
(alendronat, atau air mineral, dapat risedronat diminum
ibandronat dan menurunkan absorpsi dan dengan air putih paling
risedronat) efektivitas obat-obatan ini. tidak setengah jam
sebelum makanan,
minuman, atau obat
pertama pada hari itu
diminum, dan ibandronat
mesti diminum paling
tidak satu jam
sebelumnya
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau dengan obat
lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat lain tersebut
mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan. Interaksi
antara obat dan makanan dapat terjadi ketika makanan yang kita makan mempengaruhi obat
yang sedang kita gunakan, sehingga mempengaruhi efek obat tersebut. Interaksi antara obat
dan makanan dapat terjadi baik untuk obat dan makanan dapat terjadi baik untuk resep dokter
maupun obat yang dibeli bebas, seperti obat antasida, vitamin, dll.
Makanan dan zat gizi yang terkandung dalam makanan jika dikonsumsi secara
farmakodinamika dan efek terapi suatu obat secara keseluruhan. Nutrien tertentu di dalam
saluran pencernaan dan/ atau di dalam sistem fisiologi tubuh seperti di dalam darah dapat
meningkatkan atau mengganggu kecepatan absorpsi dan metabolisme obat. Interaksi obat
dengan makanan bisa terjadi karena obat resep atau obat bebas dan obat bebas terbatas seperti
B. Saran
Makanan, diharapkan pembaca sekalian dapat memaklumi apabila masih dapat kekurangan
dalam pembuatan makalah ini. Pembaca sekalian yang menjadikan makalah ini sebagai
panduan dalam membuat makalah selanjutnya, maka diharapkan dapat melengkapi referensi
yang berkaitan dengan bahasan. Kritik dan saran dari pembaca pun sangat kami harapkan,
16