Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh

terhadap pengobatan. Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau

dengan obat lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat

lain tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir

bersamaan. Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep, maka

mungkin terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapat memperkuat atau

memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua. Interaksi obat harus

lebih diperhatikan, karena interaksi obat pada terapi obat dapat menyebabkan kasus yang

parah dan tingkat kerusakan-kerusakan pada pasien, dengan demikian jumlah dan tingkat

keparahan kasus terjadinya interaksi obat dapat dikurangi.

Interaksi obat dianggap penting karena dapat menguntungkan dan merugikan. Salah

satu dari interaksi obat adalah interaksi obat itu sendiri dengan makanan. Interaksi antara obat

dan makanan dapat terjadi ketika makanan yang kita makan mempengaruhi obat yang sedang

kita gunakan, sehingga mempengaruhi efek obat tersebut. Interaksi antara obat dan makanan

dapat terjadi baik untuk obat dan makanan dapat terjadi baik untuk resep dokter maupun obat

yang dibeli bebas, seperti obat antasida, vitamin, dll.

Kadang-kadang apabila kita minum obat bersamaan dengan makanan, maka dapat

mempengaruhi efektivitas obat dibandingkan apabila diminum dalam keadaan perut kosong,

selain itu konsumsi secara bersamaan antara vitamin atau sumplemen herbal dengan obat juga

dapat menyebabkan terjadinya efek samping. Contoh reaksi yang dapat timbul apabila terjadi

interaksi antara obat dan makanan, diantaranya: Makanan dapat mempercepat atau

memperlambat efek dari obat, beberapa obat tertentu dapat menyebabkan vitamin dan

1
mineral tidak bekerja secara tepat ditubuh, menyebabkan hilangnya atau bertambahnya nafsu

makan, obat dapat mempengaruhi nutrisi tubuh, Obat herbal dapat berinteraki dengan obat

modern.

Selain itu, besar kecilnya efek interaksi obat dengan makanan antara tiap orang dapat

berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti : besarnya dosis obat

yang diminum, usia, kondisi tubuh dan kondisi kesehatan pasien, waktu konsumsi makan dan

waktu konsumsi obat. Untuk menghindari terjadinya interaksi obat dan makanan, bukan

berarti menghindari untuk mengkonsumsi obat atau makanan tersebut. Yang sebaiknya

dilakukan adalah pengaturan waktu antara obat dan makanan untuk dikonsumsi dalam waktu

yang berbeda. Dengan mempunyai informasi yang cukup mengenai obat yang digunakan

serta kapan waktu yang tepat untuk mengkonsumsinya, maka kita dapat menghindari

terjadinya interaksi antara obat dengan makanan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme interaksi obat dan makanan dalam tubuh ?

2. Apa efek yang timbul dari interaksi obat dan makanan ?

3. Apa yang dilakukan atau tindakan apa yang dilakukan agar bisa mengatasi interaksi

dari obat dengan makanan tersebut?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah disini adalah

1. Untuk mengetahui mekanisme interaksi obat dan makanan di dalam tubuh.

2. Untuk mengetahui efek yang timbul dari interaksi obat dan makanan.

3. Untuk mengetahui tindakan-tindakan yang dilakukan agar bisa mengatasi interaksi

dari obat dengan makanan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Interaksi obat adalah modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada

awalnya atau diberikan bersamaan sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih

berubah. Interaksi obat didefinisikan oleh Committee for Proprietary Medicine Product

(CPMP) sebagai suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhi oleh penambahan obat lain

dan menimbulkan pengaruh klinis. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi

efektifitas atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Tetapi interaksi bisa

saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan

obat injeksi dengan kandungan infus.

Prevalensi interaksi obat secara keseluruhan adalah 50% hingga 60%. Obat-obatan

yang mempengaruhi farmakodinamika atau farmakokinetika menunjukkan prevalensi sekitar

5% hingga 9%. Sekitar 7% efek samping pemberian obat di rumah sakit disebabkan oleh

interaksi obat.

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi respons tubuh terhadap pengobatan

terdapat faktor interaksi obat. Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk

dari lingkungan, atau dengan obat lain. Biasanya, pengaruh ini terlihat sebagai suatu efek

samping, tetapi terkadang pula terjadi perubahan yang menguntungkan. Obat yang

mempengaruhi disebut dengan precipitant drug, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut

sebagai object drug.

Sedangkan object drug, biasanya merupakan obat yang mempunyai kurva dose

response yang curam. Obat-obat ini menimbulkan perubahan reaksi terapeutik yang besar

dengan perubahan dosis kecil. Kelainan yang ditimbulkan bisa memperbesar efek terapinya.

3
Juga bila dosis toksik suatu object drug, dekat dengan dosis terapinya, maka mudah

keracunan obat bila terjadi suatu interaksi.

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas

dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat

dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi rendah) seperti glikosida jantung,

antikoagulan dan obat-obat sitostatika.

Dengan kemajuan teknologi dan pengalaman pemakaian obat-obatan, maka interaksi

obat makin banyak diketahui. Secara farmakologis, obat yang bertindak sebagai precipitant

drug mempunyai sifat sebagai berikut :

a. Obat yang terikat banyak oleh protein plasma akan menggeser obat lain (object drug)

dari ikatan proteinnya. Contoh : aspirin, fenilbutazon dan golongan sulfa

b. Obat yang menghambat atau merangsang metabolisme obat lain. Contohnya :

 Perangsang metabolisme : fenitoin, karbamazepan, rifampisin, antipirin, dan

griseofulvin.

 Penghambat metabolisme : alopurinol, simetidin, siklosporin, luminal,

ketokonazol, eritromisin, klaritromisin, dan siprofloksasin.

c. Obat yang mempengaruhi renal clearance object drug. Contohnya : furosemid

(diuretik) dapat menghambat ekskresi gentamisin sehingga menimbulkan toksik.

B. Mekanisme Interaksi Obat

Menurut jenis mekanisme kerjanya, interaksi obat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1. Interaksi farmasetik

Interaksi farmasetik terjadi jika antara dua obat yang diberikan bersamaan tersebut

terjadi inkompatibilitas atau terjadi reaksi langsung, yang umumnya di luar tubuh, dan

berakibat berubahnya atau hilangnya efek farmakologik obat yang diberikan. Sebagai

4
contoh, pencampuran penisilin dan aminoglikosida akan menyebabkan hilangnya efek

farmakologik yang diharapkan

2. Interaksi farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik adalah perubahan yang terjadi pada absorpsi, distribusi,

metabolisme atau biotransformasi, atau ekskresi dari satu obat atau lebih.

a) Interaksi pada proses absorpsi

Interaksi ini dapat terjadi akibat perubahan harga pH obat pertama. Pengaruh

absorpsi suatu obat kedua mungkin terjadi akibat perpanjangan atau pengurangan

waktu huni dalam saluran cerna atau akibat pembentukan kompleks

b) Interaksi pada proses distribusi

Dua obat yang berikatan tinggi dengan protein atau albumin bersaing untuk

mendapatkan tempat pada protein atau albumin di dalam plasma. Akibatnya terjadi

penurunan dalam pengikatan dengan protein pada salah satu atau kedua obat itu,

sehingga lebih banyak obat bebas yang bersirkulasi dalam plasma dan meningkatkan

kerja obat. Kompetisi dalam plasma dan meningkatkan kerja obat misalnya antara

digoksin dan kuinidin, dengan akibat peningkatan kadar plasma digoksin.

c) Interaksi pada proses metabolisme

Suatu obat dapat meningkatkan metabolisme dari obat yang lain dengan

merangsang (menginduksi) enzim-enzim hati. Dengan cara yang sama seperti pada

albumin plasma, mungkin terjadi persaingan terhadap enzim yang berfungsi untuk

biotransformasi obat, khususnya sitokrom P450 dan dengan demikian mungkin terjadi

metabolisme yang diperlambat. Biotransformasi suatu obat kedua selanjutnya dapat

diperlambat atau dipercepat berdasarkan penghambatan enzim atau induksi enzim

yang ditimbulkan oleh obat pertama.

5
d) Interaksi pada proses eliminasi

Interaksi pada eliminasi melalui ginjal dapat terjadi akibat perubahan hingga

pH dalam urin atau karena persaingan tempat ikatan pada sistem transport yang

berfungsi untuk sekresi atau reabsorpsi aktif. Kompetensi terjadi antara obat-obat

yang menggunakan mekanisme transport aktif yang sama di tubulus proksimal.

Contohnya, probenesid yang menghambat ekskresi banyak 15 obat, termasuk

golongan penisilin, beberapa sefalosporin, indometasin dan dapson. Mekanisme yang

sama, asetosal meningkatkan toksisitas metotreksat.

3. Interaksi farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah hal-hal yang menimbulkan efek-efek obat yang

aditif, sinergis (potensiasi), atau antagonis. Jika dua obat yang mempunyai kerja yang serupa

atau tidak serupa diberikan, maka efek kombinasi dari kedua obat itu dapat menjadi aditif

(efek dua kali lipat), sinergis (lebih besar dari dua kali lipat), atau antagonis (efek dari salah

satu atau kedua obat itu menurun).

C. Pasien yang Rentan Terhadap Interaksi Obat

Efek dan tingkat keparahan interaksi obat dapat bervariasi antara pasien yang satu

dengan yang lain. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi

obat, antara lain yaitu:

1) Pasien lanjut usia

2) Orang yang minum lebih dari satu macam obat

3) Pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati

4) Pasien dengan penyakit akut

5) Pasien dengan penyakit yang tidak stabil

6) Pasien yang memiliki karakteristik genetik tertentu

7) Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter


6
Reaksi yang merugikan dan interaksi obat yang terjadi pada pasien lanjut usia adalah

tiga sampai tujuh kali lebih banyak daripada mereka yang berusia pertengahan dan dewasa

muda. Pasien lanjut usia menggunakan banyak obat karena penyakit kronis dan banyaknya

penyakit mereka, oleh karena itu mereka mudah mengalami reaksi dan interaksi yang

merugikan.

Reaksi yang merugikan dan interaksi obat yang terjadi pada pasien lanjut usia lebih tinggi

karena beberapa sebab, yaitu:

1) Pasien lanjut usia menggunakan banyak obat karena penyakit kronik dan banyaknya

penyakit mereka.

2) Banyak dari pasien lanjut usia melakukan pengobatan diri sendiri dengan obat bebas,

memakai obat yang diresepkan untuk masalah kesehatan yang lain, menggunakan obat yang

diberikan oleh beberapa dokter, menggunakan obat yang diresepkan untuk orang lain, dan

tentunya proses penuaan fisiologis yang terus berjalan.

3) Perubahan-perubahan fisiologis yang berkaitan dengan proses penuaan seperti pada sistem

gastrointestinal, jantung dan sirkulasi, hati dan ginjal dan perubahan ini mempengaruhi

respon farmakologik terhadap terapi obat.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Obat

Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi obat antara lain :

1. Faktor Usia

Distribusi obat-obatan yang larut dalam lipid (obat-obatan yang larut dalam lemak)

mengalami perubahan yang jelas, dimana wanita usia lanjut memiliki jaringan lemak 33%

lebih banyak dibandingkan wanita yang lebih muda, sehingga terjadi akumulasi obat. Usia

juga mempengaruhi metabolisme dan klirens obat akibat perubahan yang terjadi pada hati

dan ginjal. Saat tubuh semakin tua aliran darah melalui hati berkurang dan klirens beberapa

7
obat dapat terhambat sekitar 30-40%. Selain itu enzim-enzim hati yang menjalankan

metabolisme obat mudah melimpah sehingga memperlambat metabolisme akibatnya terjadi

peningkatan konsentrasi obat-obatan tertentu.

Berdasarkan WHO kelompok usia lanjut dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu usia

60-74 tahun (young old), 75-84 tahun (old old) dan > 85 tahun (oldest old). Perubahan

fisiologis yang terjadi pada orang usia lanjut adalah penurunan massa otot, cairan tubuh, laju

filtrasi glomerulus, aliran darah ke hati serta peningkatan lemak tubuh.

Tabel 1. Perubahan farmakokinetika pada orang usia lanjut

Faktor Farmakokinetik Kemaknaan Klinis


Motilitas Gastrointestinal Dapat mempengaruhi kecepatan, namun tidak
mempengaruhi tingkat, penyerapan obat
pH Lambung Perubahan tidak bermakna pada penyerapan
obat
Fungsi Ginjal Penurunan eliminasi obat-obat yang
diekskresi melalui ginjal
Albumin dalam Serum Penurunan pengikatan protein sehingga
meningkatkan fraksi obat bebas
Total air tubuh Penurunan volume distribusi obat-obatan
yang larut dalam air
Rasio Lemak tubuh/massa tubuh Peningkatan volume distribusi obat-obatan
yang larut dalam lemak

2. Faktor Polifarmasi

Tujuan dari Polifarmasi ini tidak lain adalah untuk mencapai efek terapi yang

optimum mengurangi efek samping, menghambat timbulnya resistansi, mencegah

kemungkinan adanya efek toksik yang disebabkan oleh substansi zat aktif. Polifarmasi berarti

8
pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara

logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang diperkirakan.

Banyak obat yang tidak ada hubungannya dengan penyakit pasien diberikan pada

pasien yang tentu saja merupakan pemborosan dan meningkatkan insiden penyakit karena

obat.

3. Faktor Penyakit

Diabetes, hipotensi atau hipertensi, tukak, glaucoma, pelebaran prostat, kontrol

kandung kemih yang buruk, dan insomnia adalah beberapa kondisi yang perlu diperhatikan

karena penderita penyakit seperti ini berpeluang lebih tinggi mengalami interaksi obat-

penyakit.

4. Faktor Genetik

Karena faktor genetik sebagian orang memproses (metabolisme) obat secara lambat

akibatnya suatu obat bisa berakumulasi di dalam tubuh sehingga menyebabkan toksisitas.

E. Dampak Klinis Interaksi Obat

Dampak klinis interaksi obat dilakukan dari beberapa obat yang saling berinteraksi

dimana hal yang paling utama adalah interaksi yang berpengaruh signifikan terhadap klinis.

Tabel 2. Dampak klinis interaksi obat berdasarkan level kejadian

Level Skala Interaksi Obat


Level signifikan Level Level Lokumentasi
1 Major Established, probable atau
suspected
2 Moderat Established, probable atau
suspected
3 Minor Established, probable atau
suspected

9
4 Major atau Moderat Possible
5 Minor untuk seluruh kelas Possible dan Unlikely

a) Level signifikansi 1 risiko yang ditimbulkan berpotensial mengancam individu atau dapat

mengakibatkan kerusakan yang permanen.

b) Level signifikansi 2 efek yang timbul akibat penurunan dari status klinik pasien sehingga

dibutuhkan terapi tambahan atau perawatan di rumah sakit.

c) Level signifikansi 3 efek yang dihasilkan ringan; akibatnya mungkin dapat menyusahkan

atau tidak dapat diketahui tetapi secara signifikan tidak mempengaruhi terapi sehingga

treatment tambahan tidak diperlikan.

d) Level signifikansi 4 efek yang dihasilkan dapat berbahaya dimana respons farmakologi

dapat berubah sehingga diperlukan terpi tambahan

e) Level signifikansi 5 efek yang dihasilkan ringan dimana respons klinik dapat berubah
namun ada beberapa yang tidak mengubah respons klinik.

F. Penatalaksanaan Interaksi Obat

Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada terhadap

pasien yang memperoleh obat-obatan yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain.

Langkah berikutnya adalah memberitahu dokter dan mendiskusikan berbagai langkah yang

dapat diambil untuk meminimalkan berbagai efek samping obat yang mungkin terjadi.

Strategi dalam penataan obat ini meliputi :

1) Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi jika risiko interaksi obat lebih besar

daripada manfaatnya, maka harus dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti.

2) Menyesuaikan dosis jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat,

maka perlu dilaksanakan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi

kenaikan atau penurunan efek obat tersebut.

10
3) Memantau pasien jika kombinasi obat yang saling berinteraksi diberikan, pemantauan

diperlukan.

4) Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya jika interaksi obat tidak bermakna klinis, atau

jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal,

pengobatan pasien dapat diteruskan tanpa perubahan.

G. Interaksi antara Makanan, Zat Gizi yang Terkandung dalam Makanan, dan Obat

Makanan dan zat gizi yang terkandung dalam makanan jika dikonsumsi secara

bersamaan dengan obat-obat tertentu dapat mempengaruhi bioavailabilitas, farmakokinetika,

farmakodinamika dan efek terapi suatu obat secara keseluruhan. Nutrien tertentu di dalam

saluran pencernaan dan/ atau di dalam sistem fisiologi tubuh seperti di dalam darah dapat

meningkatkan atau mengganggu kecepatan absorpsi dan metabolisme obat. Interaksi obat

dengan makanan bisa terjadi karena obat resep atau obat bebas dan obat bebas terbatas seperti

antasida, vitamin dan zat besi. Makanan yang mengandung zat-zat aktif yang berinteraksi

dengan obat-obat tertentu dapat menimbulkan efek buruk yang tidak diharapkan.

Zat-zat gizi termasuk makanan, minuman dan suplemen makanan bisa mengubah efek

obat yang digunakan pasien. Seperti halnya makanan obat-obatan yang diminum harus

diserap melalui mukosa lambung atau usus kecil. Akibatnya adanya makanan di dalam sistem

pencernaan dapat menurunkan absorpsi suatu obat. Biasanya interaksi semacam ini dapat

dihindari dengan meminum obat satu jam atau dua jam setelah makan. Serat makanan juga

mempengaruhi absorpsi obat.

Karakteristik fisik dan kimia suatu obat adalah faktor yang sangat menentukan potensi

interaksinya dengan makanan. Obat yang berbeda di dalam kelompok obat yang sama atau

formulasi obat-obatan identik yang berbeda bisa menunjukkan karakteristik kimia yang

berbeda sehingga menghasilkan interaksi obat dengan makanan yang benar-benar berbeda.

11
Terjadinya interaksi makanan dengan obat tergantung pada ukuran dan komposisi

makanan serta waktu pemberian obat dalam kaitannya dengan makan. Misalnya

bioavailabilitas obat-obatan lipofilik biasanya meningkat dengan kandungan lemak yang

tinggi atau karena peningkatan daya larut obat (misalnya albendazol dan isotretinoin) atau

perangsangan sekresi asam lambung (misalnya griseofulvin dan halofantrin). Atau kandungan

serat yang tinggi dapat menurunkan bioavailabilitas obat-obatan tertentu (misalnya digoksin

dan lovastatin) karena pengikatan terhadap serat.

Bioavailabilitas dan efek sebagian besar obat saling berkaitan sehingga perubahan

bioavailabilitas merupakan suatu parameter efek interaksi obat dengan makanan yang sangat

penting. Interaksi farmakokinetik obat dengan makanan yang paling penting disebabkan oleh

perubahan absorpsi suatu obat karena reaksi kimia yang terjadi antara obat dengan makanan

atau respons fisiologi terhadap makanan; perubahan keasaman lambung, sekresi asam

empedu, atau motilitas saluran percernaan. Interaksi makanan dengan obat yang hanya

mempengaruhi tingkat absorpsi obat sering terjadi secara klinis namun jarang signifikan.

Namun untuk beberapa obat, ansorpsi cepat yang menghasilkan konsentrasi tertinggi obat

mungkin tidak dianjurkan karena terjadinya efek negatif yang terkandung konsentrasi

(misalnya kapsul misoprostol dan nifedipin).

Hubungan antara parameter farmakokinetik dengan efek farmakologi tidak selalu

sederhana. Umumnya perubahan-perubahan bioavailabilitas yang terkait makan hanya bisa

digunakan sebagai indikasi-indikasi obat dengan makanan. Relevan tergantung pada titik obat

(misalnya anti kuman, antihipertensi, obat penurun lipid atau anti koagulan).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat interaksi antara makanan dan obat dimana

dampak interaksi makanan dengan obat tergantung pada sejumlah faktor seperti dosis obat,

usia subjek, ukuran dan kondisi kesehatan. Terlepas dari faktor-faktor ini, waktu konsumsi

makanan dan obat juga memperlihatkan peran penting. Pencegahan interaksi obat bukan

12
berarti menghindari obat atau makanan. Dalam kasus tetrasiklin dan produk susu, keduanya

mesti dikonsumsi pada waktu yang berbeda tidak harus menghilangkan salah satunya.

Informasi yang memadai tentang obat-obatan dan waktu minum obat bisa membantu

mencegah masalah interaksi obat.

Tidak semua obat dipengaruhi makanan, namun banyak obat yang dapat dipengaruhi

oleh makanan dan waktu makan. Misalnya, minum obat bersamaan dengan waktu makanan

dapat mempengaruhi absorpsi obat. Makanan dapat memperlambat dan menurunkan absorpsi

obat. Itulah sebabnya obat-obatan ini mesti diminum saat perut dalam keadaan kosong. Disisi

lain, beberapa obat lebih mudah ditoleransi ketika diminum pada waktu makan.sebaiknya

ditanyakan ke dokter atau apoteker apakah obat bisa digunakan bersamaan dengan snack atau

makanan utama, atau apakah obat mesti digunakan ketika perut dalam keadaan kosong.

Makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat didalam traktus gastrointestinalis dengan

mengubah pH lambung, sekresi, dan motilitas saluran pencernaan, serta waktu transit. Hal ini

menyebabkan perubahan kecepatan absorpsi atau tingkat absorpsi obat.

a. Absorpsi obat yang meningkat karena adanya makanan

Obat Mekanisme Perhatian


Eritromisin Tidak diketahui Gunakan bersama makanan
Griseofulvin Obat larut dalam lipid, absorpsi Gunakan bersama makanan
lebih tinggi dengan makanan dengan kadar lemak tinggi
kaya lemak.
Karbamazepin Peningkatan produksi -
empedu,pelarutan dan
penyerapan lebih tinggi.
Hudralazin, Makanan dapat menurunkan Minum saat makan dengan
Labetalol, dan ekstraksi dan metabolisme makanan yang kaya lemak.
Metaprolol pertama.
Nitrofurantoin, Perlambatan pengosongan Minum saat waktu makan

13
Fenitoin, dan gastrik meningkatkan pelarutan
Propoksifen dan penyerapan.

b. Absorpsi obat yang tertunda atau menurun karena adanya makanan

Obat Mekanisme Perhatian


Ampisilin Mengurangi volume cairan perut Gunakan bersama air
Amoksisilin Mengurangi volume cairan perut Gunakan bersama air
INH Makanan akan menaikkan pH Minum saat perut kosong
saluran cerna dan memperlambat
waktu pengosongan lambung
Linkomisin Mekanisme tidak diketahui Minum saat perut kosong
Sulfonamida Mekanisme tidak diketahui Gunakan bersama
dengan makanan yang
akan memperpanjang
waktu pengosongan
lambung
Tetrasiklin Berikatan dengan ion kalsium dan Gunakan 1 jam atau 2
garam besi membentuk kelat yang jam setelah makan, dan
tidak larut hindari susu
Metenamin Hindari makanan
beralkali
Kinidin Efeknya meningkat karena terlalu Hindari makanan
banyak kinidin beralkali
Kinin Efeknya meningkat karena terlalu Hindari makanan
banyak kini akan mengakibatkan beralkali
efek samping yang merugikan
Benzodiazepin Dengan jus anggur menghambat Hindari Jus Anggur
tertentu (seperti enzim yang terlibat dalam
triamzolam), metabolisme sehingga
Antagonis kalsium mengidentifikasi efek obat
(felodipin, tertentu.
nifedipin, dan

14
nisoldipin)
Antikoagulan Makanan yang kaya vitamin K Asupan makanan seperti
(seperti brokoli, tauge, bayam, ini mesti dibatasi, dan
dan kangkung) dapat menurunkan jumlah yang dikonsumsi
efektivitas antikoagulan sehingga setiap hari tetap konstan.
meningkatkan risiko pembekuan.
Bisfosfat Makanan bahkan jus jeruk, kopi, Alendronat dan
(alendronat, atau air mineral, dapat risedronat diminum
ibandronat dan menurunkan absorpsi dan dengan air putih paling
risedronat) efektivitas obat-obatan ini. tidak setengah jam
sebelum makanan,
minuman, atau obat
pertama pada hari itu
diminum, dan ibandronat
mesti diminum paling
tidak satu jam
sebelumnya

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau dengan obat

lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat lain tersebut

mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan. Interaksi

antara obat dan makanan dapat terjadi ketika makanan yang kita makan mempengaruhi obat

yang sedang kita gunakan, sehingga mempengaruhi efek obat tersebut. Interaksi antara obat

dan makanan dapat terjadi baik untuk obat dan makanan dapat terjadi baik untuk resep dokter

maupun obat yang dibeli bebas, seperti obat antasida, vitamin, dll.

Makanan dan zat gizi yang terkandung dalam makanan jika dikonsumsi secara

bersamaan dengan obat-obat tertentu dapat mempengaruhi bioavailabilitas, farmakokinetika,

farmakodinamika dan efek terapi suatu obat secara keseluruhan. Nutrien tertentu di dalam

saluran pencernaan dan/ atau di dalam sistem fisiologi tubuh seperti di dalam darah dapat

meningkatkan atau mengganggu kecepatan absorpsi dan metabolisme obat. Interaksi obat

dengan makanan bisa terjadi karena obat resep atau obat bebas dan obat bebas terbatas seperti

antasida, vitamin dan zat besi.

B. Saran

Demikianlah hasil pembahasan dalam makalah mengenai Interaksi Obat dan

Makanan, diharapkan pembaca sekalian dapat memaklumi apabila masih dapat kekurangan

dalam pembuatan makalah ini. Pembaca sekalian yang menjadikan makalah ini sebagai

panduan dalam membuat makalah selanjutnya, maka diharapkan dapat melengkapi referensi

yang berkaitan dengan bahasan. Kritik dan saran dari pembaca pun sangat kami harapkan,

guna perbaikan dimasa mendatang.

16

Anda mungkin juga menyukai