Anda di halaman 1dari 4

Nama : Elvira Pratiwi

NIM : G4A018002

Aku Harus Apa?

Koas E merupakan koas jaga malam di bangsal perawatan anak. Malam itu, salah satu
orang tua pasien dengan gelisah melaporkan kondisi anaknya yang terlihat sesak setelah
mengonsumsi salah satu obat yang diberikan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP)
tersebut. Koas E kemudian memeriksa dan melaporkan keadaan pasien kepada dokter
konsulan A malam itu via whatsapp. Namun, tidak ada jawaban atas pertanyaannya. Sekitar
satu jam setelahnya, orangtua kembali melaporkan keadaan anaknya yang justru semakin
sesak, tak bisa berbaring, sulit berbicara, dan mengeluarkan banyak keringat. Perawat
kemudian menghampiri dan didapatkan laju napas dan saturasi oksigen yang semakin
memburuk. Koas E kemudian menelepon dokter konsulan A beberapa kali, namun tidak
kunjung diangkat. Lalu, perawat memasangkan nasal kanul pada pasien. Setelah ditunggu
beberapa saat kondisi pasien tak kunjung membaik justru semakin sesak dan kedua kaki
terasa dingin, ayahnya semakin khawatir dan ibunya menangis melihat kondisi anaknya yang
baik-baik saja pagi tadi. Koas E mencoba menghubungi dokter konsulan B beberapa kali dan
juga tidak diangkat. Tidak didapatkannya jawaban konsul pasien membuat koas E
memberanikan diri untuk menelepon DPJP pasien yang bukan merupakan dokter konsulan
malam itu, pun diperoleh hasil yang nihil. Perawat yang juga mengawasi keadaan pasien pun
ikut khawatir melihat perburukan pasien dan akhirnya menanyakan kepada koas E apa yang
akan dilakukan. Koas E merasa takut untuk memberikan jawaban kepada perawat.

Nama: Prastika Dicha Izwara


NIM: G4A018001

“Nasib si Kecil”

Saat itu saya sebagai koas stase bedah sedang berjaga di IGD. Tiba-tiba datang
seorang anak laki-laki usia 5 tahun diantar oleh seorang perempuan paruh baya dengan
keluhan sesak napas seusai tertabrak motor. Pengendara motor yang menabrak melarikan diri,
sementara pengantar ini merupakan saksi yang menolong korban. Setelah saya dan teman
koas lain melakukan Primary Survey, serta anamnesis tentang kronologis kejadian bersama
dokter umum yang berjaga, diusulkanlah pemeriksaan penunjang berupa rontgent thorax dan
usg fast cito. Saya sebagai koas langsung melakukan konsul cito ke konsulen saat itu, dengan
usulan diagnosis susp pneumothorax. Setelah hasil penunjang keluar, diagnosis ditegakkan
sebagai pneumothorax. Namun, jawaban konsulen saat itu membingungkan. Pasien diusulkan
thoracostomy WSD cito jam 21.00 karena beliau masih di luar kota sementara disitu tidak
ada residen. Padahal saat itu masih jam 17.30, artinya anak tersebut harus bertahan lebih
lama, menunggu pertolongan itu datang. Jalan lain yang diusulkan yaitu rujuk pasien segera.
Saya paham ini kasus kegawatdaruratan, semestinya anak tersebut mendapat penanganan
segera. Teman saya yang lain langsung melakukan inform consent kepada keluarga untuk
pilihan penanganan operasi atau rujuk segera, sementara saya mengusulkan ke dokter umum
yang berjaga untuk dilakukan chest tube sebagai penanganan awal. Namun dokter umum
menolak dengan alasan “nanti kan akan dilakukan operasi langsung, sebaiknya nanti saja
sekalian”. Sementara itu, keluarga masih berunding menentukan setuju atau tidak dilakukan
operasi. Mereka merupakan keluarga menengah, namun belum mempunyai BPJS.
Perundingan tersebut memakan waktu cukup lama. Hingga bagian anestesi selesai melakukan
pemeriksaan, keluarga masih belum memberi keputusan. Keadaan pasien semakin
memburuk, saya semakin khawatir dan segera mendesak keluarga memberi keputusan. Tepat
jam 20.10 keluarga menandatangani surat persetujuan tindakan, namun belum dilakukan
operasi pasien menghembuskan nafas terakhir.

Nama : Laurensia Elsa Nihita


NIM : G4A018008

ISU ETIK DI RUMAH SAKIT

1. Pasien Ny. X mengalami sesak napas hebat karena penyakit jantung. Kemudian dokter
muda jaga IGD yang saat itu bukan stase tersebut melihat pasien Ny. X. Dokter muda
tersebut segera menghampiri pasien dan keluarga menanyakan keluhan dan kronologis.
Kemudian dokter muda tersebut segera menghampiri dokter umum yang berjaga di IGD
dan menyampaikan keluhan pasien dan kondisi pasien yang gawat. Dokter umum di IGD
hanya mengatakan bahwa pasien tidak dapat dikonsulkan ke dokter spesialis jantung
karena pasien belum dilakukan pemeriksaan EKG. Lalu dokter muda tersebut segera
melakukan pemeriksaan EKG terhadap pasien. Setelah itu, dokter muda tersebut segera
kemali menghampiri dokter umum IGD agar segera dikonsulkan. Setelah 15 menit, suami
pasien menghampiri dokter muda tersebut, minta tolong untuk membantu istrinya.
Keadaan pasien semakin parah, namun masih sadar. Pasien berusaha melepaskan oksigen
yang terpasang dan sudah berpamitan kepada suami pasien. Dokter muda tersebut segera
berlari menghampiri dokter IGD yang mengonsulkan pasien, namun ternyata belum ada
jawaban dari dokter spesialis. 10 menit kemudian, keadaan pasien semakin memburuk,
pasien mulai kehilangan kesadaran. Dokter muda tersebut kembali menghampiri dokter
IGD untuk menyampaikan keadaan pasien. Lalu dokter IGD dan dokter muda segera
melakukan RJP. Namun pasien tetap tidak terselamatkan.
2. Pasien Tn. Y terdiagnosis syok sepsis di IGD RSMS. Pasien sudah dikonsulkan kepada
dokter spesialis anestesi agar dapat dirawat di ruang ICU. Dokter spesialis anestesi sudah
menyetujui agar pasien dirawat di ICU sejak pukul 06.00. Namun karena ada kecurigaan
pasien terkena leptospirosis, perawat ICU menolak pasien untuk dirawat di ruang ICU
biasa, sehingga harus menunggu ruang rawat ICU isolasi sembari menunggu hasil
laboratorium. Pasien baru bisa masuk ruang ICU pukul 18.00.

Nama: Rakhmi Fatharani

NIM: G4A018004

Kasus 1

Seorang dokter spesialis memiliki pasien poli dalam sehari lebih dari 100. Namun, dokter
tersebut selalu ingin pulang sebelum jam 2 siang karena sesuai dengan jam kerja. Sebagai
koas, saya bertugas anamnesis pasien dan mengukur tekanan darah sebelum pasien masuk ke
ruangan dokter. Saat anamnesis pasien, banyak sekali pasien yang ingin bercerita mengenai
keluhannya namun sebagai koas, kami dituntut untuk bekerja cepat sehingga hanya
anamnesis sangat singkat. Di dalam ruangan poli, dokter memanggil dua sampai tiga pasien
untuk masuk ke ruangan kemudian pasien berdiri berjejer di depan dokter. Apabila terdapat
pasien baru, dokter bertanya mengenai keluhannya secara singkat kemudian pasien disuruh
membuka bajunya meskipun di sebelahnya terdapat pasien lain.

Kasus 2

Saat saya jaga di ruang perinatologi, saya seringkali menemukan kasus ventilator dilepas oleh
perawat kemudian diganti Nasal Kanul padahal kondisinya bayi saat itu masih belum stabil
dan belum ada perintah dari DPJP.

Anda mungkin juga menyukai