Anda di halaman 1dari 3

MENJADI ANGGOTA DEWAN YANG TERHORMAT:

Menjadi Anggota DPR RI yYang Disiplin, Berkomitmen dDan Konsisten

Abstraksi
Menjadi anggota DPR-RI merupakan jabatan prestisius dalam tingkatan politik
nasional. TPasalnya tidak semua orang dapat “duduk” di Senayan jika tak mampu bersaing dan
mengungguli menggugurkan lawan-lawan politiknya saat berkontestasi di Ppemilu. Seorang
politisi bisa saja berdarah-darah untuk masuk ke dalam lingkaran kekuasaan di legislatif.
Belum lagi beban kerja anggota dewan yang dapat dikatakan tidaklah mudah. Dengan begitu
dapat dibayangkan jika seorang politisi yang memegang jabatan politis tersebut tak memiliki
perjuangan untuk membangun negeri yang tinggi. Salah-salah, sangat mungkin jika seorang
anggota dewan malah memanfaatkan menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan diri sendiri.
Inilah yang sangat mengkhawatirkan, sebuah hal mistis yang miris bagi kemajuan bangsa.
Kontroversi undang-undang MD3 yang mengatur soal alat kelengkapan dewan,
misalnya, terkesan memberi hak imunitas hukum yang lebih dan antikritik; anggota dewan
berhak memanggil paksa bagi pihak yang dianggap tidak kooperatif; disposisi pemeriksaan
bagi anggota dewan yang terlibat kasus hukum untuk mendapat persetujuan Mahkamah
Kehormatan Dewan terlebih dahulu. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut,
dikhawatirkan justru akan mengebiri praktik demokrasi di Indonesia.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, hal apa yang menjadi landasan jika undang-
undang tersebut bisa benar-benar diberlakukan? Bagaimana untuk tetap menjadi anggota
dewan yang terhormat jika undang-undangnya membuka celah bagi anggota dewan untuk imun
terhadap houkum dan antikritik? Jawabannya, mari kita diskusikan dalam kuliah umum yang
akan dipandu oleh politisi senior yang aktif menyuarakan soal etika di parlemen semasa ia
menjabat sebagai anggota DPR-RI. Dalam kuliah umum, kita akan sama-sama belajar untuk
bagaimana menjadi anggota dewan yang terhormat, disiplin, berkomitmen dan konsisten.

Tujuan Kegiatan
1. Peserta DPR-RI memahami tentang pentingnya menjadi dan menjaga kehormatan
sebagai anggota bagi dewan.
2. Peserta DPR-RI mengetahui tips dan trik untuk tetap menjadi anggota dewan yang
disiplin, berkomitmen, dan kKonsisten.
3. Peserta DPR-RI memahami standing-point sebagai anggota dewan dari Partai NasDem
dalam menyikapi kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah kehormatan dewan.

Berbagi pengalaman dengan Siswono Yudo Husodo


Ialah seorang politisi yang sudah malang melintang di dunia perpolitikan tanah air.
Namanya dikenal oleh banyak orang sebagai politisi dari zjaman ke zjaman, politisi yang
bertahan karena dedikasi, kepatuhan serta kecintaan pada bangsa. Sebelum berkarir di kancah
politik nasional, pria kelahiran tahun 1943 di Long Iram, Kutai Barat, Kalimantan Timur ini,
terlebih dahulu menjajaki karier dirinya sebagai seorang pengusaha,. sSebuah bidang yang
sebelumnya dahulunya tidak pernah ia impikan sebelumnya. Pilihan ini bukan karena ia suka,
namun karena arus idealismelah yang menggiringnya menjadi seperti itu. Idealisme Siswono
muda sebagai Soekarnois menempatkan dirinya menjadi pihak yang tersisihkan. Awal rezim
Soeharto berkuasa, gerakan de-Soekarnoisasi membuat diri Siswono menjadi sulit untuk
mendapatkan pekerjaan. Orang-orang yang dianggap pro-Soekarno tak diberi akses pekerjaan
di instansi mana pun termasuk sektor swasta bahkan pemerintah.
Siswono muda dipaksa mengadu nasib dengan usaha pertamanya di bidang jasa
konstruksi bangunan kecil-kecilan di garasi rumah orang tuanya. Sebuah bidang usaha yang
dipilih karena masih dekat dengan keahliannya sebagai lulusan Teknik Sipil ITB, tahun 1968.
Proyek demi proyek ia jalani, dari yang kecil hingga yang besar sampai hingga menjadikannya
seorang pengusaha properti ulung yang sukses.
Tahun 1983, Siswono mernambah profesi barunya sebagai seorang politisi. Bermula
dari ketika perkenalannya dengan Soedharmono, saat itu Menseneg, yang mengajaknya untuk
bergabung dengan Golongan Karya (Golkar) untuk menjadi pengurus di Dewan Pimpinan
Pusat. Siswono pun tak menampik tawaran itu. Baginya, partai bukan sekadar hanya soal
kendaraan politik untuk mempertahankan status quo sebagai salah seorang pesohor apalagi
untuk memperkaya diri, tapi partai adalah untuk menjadikannya sebagai wadah perjuangan
kemajuan bangsa.
Tahun 1983-1987, untuk pertama kalinyanya Siswono mengemban jabatan politik
sebagai anggota MPR-RI utusan DKI Jakarta. Selama satu periode jabatan ia mengemban
jabatannya jalankan secara baik hingga namanya semakin dikenal sebagai politisi pemula yang
berhasil. Hal ini lantas membuat dirinya untuk dilirik oleh Ppresiden Soeharto untuk mengisi
beberapa departemen. Akan tetapi, Soeharto tak lantas memberikan kesempatan begitu saja.,
Siswono kerap diberi tugas yang terkesan ringan tapi penting. Bagi seorang politisi sekaligus
pengusaha properti ternama, ia tidak diberi tugas untuk membangun gedung megah atau
ruangan pejabat yang mewah, namun ia hanya diberi tugas mengurus makam. Misalnya, tugas
seperti membangun makam Bbung Karno di Blitar, membangun makam Bbung Hatta di
Makam Pahlawan, serta memugar makam Adam Malik yang pada saat itu hampir rusak. Tugas-
tugas itu nya memang terkesan sederhana, namun pada dasarnya itu tugas-tugas tersebut adalah
sebuah kesempatan baginya untuk berdedikasi kepada para pahlawan, tugas yang diberikan
Soeharto sekaligus sebagai uji coba untuk melihat kepatuhan seorang Siswono. Ketika ia
dianggap memenuhi kriteria, maka akhirnya Soeharto mengangkatnya menjadi Menteri Negara
Perumahan Rakyat pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993) yang kemudian ditugaskan
kembali di Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) sebagai Menteri Transmigrasi dan
Pemukiman Perambah Hutan.
Sepuluh tahun menjadi menteri dengan kekuasaan yang luar biasa, Siswono menyadari
bahwa ia memang harus lebih baik dalam pengendalian diri. , dan iIa pun semakin bertekad
bahwa jabatan yang diembannya harus sepenuhnya bermanfaat bagi masyarakat. Dalam
banyak kasus, ia melihat bahwa banyak pejabat yang lupa akan hal itu, baru sebentar menjabat
namun sudah malah menyalah-gunakan jabatan. Ia menilai, latihan-latihan pengendalian diri
amatlah penting agar tidak terjerumus dalam kenistaan. Menjadi politisi pun baginya tidak saja
harus sederhana dan bersahaja, tapi juga pandai bersyukur dan penuh dengan pesona kearifan.
Dengan sikap dan sifat seperti itu maka secara otomatis akan dapat menjauhkan diri dari
kemunkaran seperti korupsi dan penyalahgunaan jabatan lainnya.
Runtuhnya rezim Soeharto dari tampuk kepemimpinan di negeri ini serta merta
‘membedol’ seluruh kabinet yang ia pimpin, tak terkecuali Siswono. Namun, perjuangan
Siswono di dunia politik tak berhenti sampai di situ. Masih di Golkar, ia ditugaskan sebagai
anggota Komisi IV DPR-RI, periode 1999-2004. Perjuangan demi perjuangan ia lakukan
hingga tahun 2004 Siswono memutuskan untuk masuk dalam bursa eksekutif nasional. Ia
mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden mendampingi Amien Rais yang didukung enam
partai. Tapi nasib berkata lain, ia harus mengakui kekalahan dan absen dari jabatan politik
selama satu periode atau sekurangnya lima tahun.
Tahun 2009, Siswono kembali menjabat sebagai wakil rakyat di parlemen. Ia juga
terpilih menjadi wakil ketua Badan Kehormatan (BK) DPR karena dinilai sebagai politisi
senior yang paling aktif menyuarakan soal sanksi-sanki indisipliner. Siswono menilai bahwa
salah satu yang harus dijaga oleh anggota dewan adalah soal etika, yakni sebuah unsur yang
jika dijalankan dengan baik akan menjaga dewan dari segala pelanggaran. Ia juga
menambahkan, dengan etika maka kehormatan sebagai anggota DPR akan tetap ada.
Selama menjabat di BK, Siswono sering berkomentar soal ringannya produk-produk
sanksi yang tertera pada undang-undang MD3. Baginya, BK tidak bisa keluar dari aturan main
yang mengikatnya. Peraturan mengenai Tatib, Kode Etik, dan Tata Beracara BK diakui masih
sangat jauh dari kata ‘menjerakan’, sehingga tak ayal masih banyak anggota dewan yang
terkesan abai bahkan menganggap BK hanya bagian dari alat kelengkapan dewan yang bersifat
formalitas. Sehingga hal iInilah kemudian yang menjadi penyebab terjadinya banyaknya
pelanggaran terjadi serta dan mengoyahkan kehormatan dewan yang semestinya dijaga.
Kiprah Siswono sebagai wakil ketua BK memang tidak sembarangan, ia dan beberapa
anggota lainnya pernah memberi sanksi setidaknya terhadap 26 anggota dewan dengan rincian
2 orang dipecat, 7 orang diberhentikan sementara dan 6 orang mengundurkan diri. Menurutnya,
ini penting dilakukan secara tegas karena soal pelanggaran etika tidak bisa ditoleransiir dan
jika dibiarkan akan menimbulkan budaya integritas yang permisif. Akan tetapi, bagi Siswono
pemberian sanksi seperti di atas terlampau kurang ‘menjerakan’. Harus ada sanksi berat yang
tertulis dalam undang-undang serta sanksi sosial yang memperkuat itu. Hal ini ia contohkan
seperti di negara-negara maju. Para politisi yang melanggar etika atau tersangkut masalah
hukum biasanya langsung mengundurkan diri karena selain dipenjara, masyarakat juga
mengucilkan keluarganya. Dengan begitu, anggota dewan semakin berpikir sebelum bertindak
karena mempertaruhkan keluarganya juga. Sebaliknya di Indonesia, koruptor yang keluar dari
pengadilan masih bisa tertawa dan melambaikan tangan.
Setidaknya 31 tahun Siswono mendedikasikan dirinya untuk bangsa di kancah politik
nasional. Akhirnya, pada tahun 2014 ia putuskan untuk pensiun dari jabatan politis dan kembali
ke Golkar sebagai pengurus. Keputusannya bulat namun tetap bermartabat, ia bukan tak
sanggup berkontestasi di pemilihan umum dan percaturan politik praktis, namun ia memberi
kesempatan kepada terhadap kaum yang lebih muda untuk berdedikasi sama seperti dirinya.
Pasca pensiun, Golkar tetap memposisikan Siswono tua sebagai orang yang luar biasa.
DitMenempatkannya sebagai Dewan Pertimbangan dan Dewan Pakar membuat Siswono
semakin diakui sebagai bahwa dirinyalah sosok sesepuh Golkar yang dihormati. Akan tetapi,
dinamika politik Golkar yang semakin memanas, dualisme kepemimpinan yang saling
menjatuhkan, serta solioditas yang semakin memudar di tubuh Golkar membuat Siswono
berpikir ulang untuk bertahan. Ia memutuskan hengkang dari Ggolongan yang membesarkan
namanya. Bukan karena tak mampu bersaing, namun baginya mempertahankan idealisme
dengan kendaraan yang berbeda arah tujuan adalah sesuatu yang tak mungkin.
Kini Siswono berlabuh di rumah yang baru, yakni di partai yang tak hanya sebagai
kendaraan politik semata namun menjadi sumber inspirasi gerakan perubahan. Tahun 2017 ia
bergabung dan berikrar bersama Partai NasDem, p. Partai yang dianggapnya bersih dan
memiliki nilai-nilai perjuangan nyata. Partai yang mengedepankan gagasan kemajuan bangsa
dibanding syahwat politik kekuasaan. Hal inilah yang patut disyukuri., Ddi rumah pergerakan
ini, Siswono siap untuk berbagi cara untuk berdedikasi dan merawat negeri tercinta.

Anda mungkin juga menyukai