Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG FRAKTUR

A. DEFINISI

Fraktur adalah suatu patahan pada kontiunitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin

tak lebih dari suatu retakan suatu pengisutan atau primpilan korteks biasanya patahan

lengkap dan fragmen tulang bergeser kalau kulit di atasnya masih utuh keadaan ini disebut

fraktur tertutup. Kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut

fraktur terbuka. Yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (A. Graham &

Louis, S. 2000)

B. ETIOLOGI

Menurut Oswari E, (2000) penyebab fraktur adalah :

a. Kekerasan langsung : kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian bersifat frakturterbuka dengan garis patah melintang / miring

b. Kekerasa tidak langsung : kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat

yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan

c. Kekerasan akibat tarikan otot : kekerasan akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.

Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya

dan penarikan

C. PATOFISIOLOGI

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya

dalam tubuh yang stres, gangguan fisik, gangguan metabolik patologis, kemampuan otot

mendukung tulang turun baik yang terbuka maupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah

akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka

terjadi perubahan perubahan perfusi jaringan, hematoma akan mengeksudasi plasma dan

poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan didalam tubuh. Fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman

nyeri selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menkmbulkan

nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu frakktur terbuka dapat

mengenai dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi

terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan

kerusakan integritas kulit. Jejas yang ditimbulkan karena adnya fraktur dapat menyebabkan

rupturnya pembuluh darah sekitar yang menyebabkan terjadinya perdarahan.

D. PATHWAYS
E. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan

ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci

sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang

untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak

secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan

tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa

diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak

dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya

tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot

yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu

sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus

dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan

perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau

hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru

tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling

terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan
pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah

tersebut.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

 Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :

1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena

terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri

tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik

imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat

dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.

a) Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

b) Pemasangan gips

Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips

yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.

Indikasi dilakukanpemasangan gips adalah :

o Immobilisasi dan penyangga fraktur

o Istirahatkan dan stabilisasi

o Koreksi deformitas

o Mengurangi aktifitas

o Membuat cetakan tubuh orthotik

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :

o Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan

o Gips patah tidak bisa digunakan

o Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien

o Jangan merusak / menekan gips

o Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk


o Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk

itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu,

fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.

a. Penarikan (traksi) :

Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada

ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah

tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan

traksi antara lain :

1) Traksi manual

Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada

keadaan emergency.

2) Traksi mekanik, ada 2 macam :

 Traksi kulit (skin traction)

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot.

Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.

 Traksi skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced

traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat

metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.

 Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :

1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot

2. Memperbaiki & mencegah deformitas

3. Immobilisasi

4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)


5. Mengencangkan pada perlekatannya

 Prinsip pemasangan traksi :

1. Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik

2. Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan

pemberat agar reduksi dapat dipertahankan

3. Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus

4. Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol

5. Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada

pecahan-pecahan tulang.

Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak

keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut

fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada

tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik

menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-

fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi

dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah

direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik

berupa pen, sekrup, pelat, dan paku. Keuntungan perawatan fraktur dengan

pembedahan antara lain :

 Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah

 Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada

didekatnya

 Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai

 Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain


 Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-

kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi

sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan.

3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali

Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan

menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat

gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.

4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula

Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi.

Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian primer

1. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat

kelemahan reflek batuk

2. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit

dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

3. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,

bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,

dingin, sianosis pada tahap lanjut

b. Pengkajian sekunder

1. Aktivitas/istirahat

b. kehilangan fungsi pada bagian yangterkena

c. Keterbatasan mobilitas
2. Sirkulasi

a. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

b. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

c. Tachikardi

d. Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

e. Cailary refil melambat

f. Pucat pada bagian yang terkena

g. Masa hematoma pada sisi cedera

3. Neurosensori

a. Kesemutan

b. Deformitas, krepitasi, pemendekan

c. kelemahan

4. Kenyamanan

a. nyeri tiba-tiba saat cidera

b. spasme/ kram otot

5. Keamanan

a. laserasi kulit

b. perdarahan

c. perubahan warna

d. pembengkakan local

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka

neuromuskuler

Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan

keperaawatan
Kriteria hasil:

a. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin

b. Mempertahankan posisi fungsinal

c. Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit

d. Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan

b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit

c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang

sakit dan tak sakit

d. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika

bergerak

e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas

f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup

keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi

dengan melakukan aktivitas

g. Ubah psisi secara periodic

h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

2. Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang

Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan

Kriteria hasil:

a. Klien menyatajkan nyei berkurang

b. Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat

c. Tekanan darah normal

d. Tidak ada peningkatan nadi dan RR

Intervensi:
a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri

b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring

c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas

hiburan

d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi

e. Jelaskan prosedur sebelum memulai

f. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif

g. Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan

nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan

h. Observasi tanda-tanda vital

i. Kolaborasi : pemberian analgetik

3. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan

Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan

Kriteria hasil:

a. Penyembuhan luka sesuai waktu

b. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi:

a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae

b. Monitor suhu tubuh

c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol

d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh

e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan

f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol

g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi

h. Kolaborasi pemberian antibiotik.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC, 2001

Doengoes, E. Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC, 1999

Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC, 1999

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


FKUI,1999

NANDA. Diagnosis Keperawatan 2000. Alih bahasa mahasiswa PSIK – FK


UGM Angkatan 2002

Nettina, Sandra . M. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC, 2000

Ed. J. Marion, M. Maas, Sale Morhead. Nursing OutcomesClassification..


Second Edition, Mostby, St. Louis New York, 1996

Ed. Mc. Closkey, J. C. Gloria, M. Bulechek. Nursing Intervention Clasification.


Second Edition, Mostby, St. Louis New York, 1996

Anda mungkin juga menyukai