Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Di Indonesia, akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadaptenaga
kesehatan dengan dakwaan melakukan malpraktek makin meningkat dimana-
mana, termasuk di negara kita. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran
hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya. Disisi lain
para tenaga kesehatan dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas
profesinya dan dengan lebih hati-hati dan penuh tanggung jawab. Seorang tenaga
kesehatan hendaknya dapat menegakkan diagnosis dengan benar sesuai dengan
prosedur, memberikan terapi dan melakukan tindakan medik sesuai dengan
standar pelayanan medik dan tindakan itu memang wajar dan
diperlukan. Dinegara-negara maju tiga besar tenaga kesehatan yang menjadi
sasaran utama tuntutan ketidak layakan dalam praktek, yaitu spesialis bedah
(ortopedi, plastik dan syaraf), spesialis anestesi dan spesialis kebidanan dan
penyakit kandungan. Pada spesialis kebidanan dan kandungan salah satu
malpraktek yang dilakukan adalah aborsi.
Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi
kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan aborsi (Kompas, 3 Maret
2000). Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk
melakukan aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan
tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan atau bentuk
kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada
banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan
kematian.
Aborsi memang erat kaitanya dengan hak asasi manusia, disatu sisi
dikatakan bahwa setiap wanita berhak atas tubuh dan dirinya dan berhak untuk
menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta
bebas dari paksaan. Namum, disatu sisi lagi janin yang ada dalam kandungan juga
berhak untuk terus hidup dan berkembang. Dua hal tersebut memang saling
bertentangan satu sama lain karena menyangkut dua kehidupan. Jika aborsi yang

1
dilakukan adalah aborsi krminalis tentu saja hal tersebut sangat bertentangan
dengan hak asasi manusia. Dalam Undang-Undang HAM juga diatur mengenai
perlindungan anak sejak dari janin karena sekalipun seorang ibu mempunyai hak
atas tubuhnya sendiri tetapi tetap saja harus kita ingat bahwa hak asasi yang
dimiliki setiap orang tetap dibatasi oleh Undang-Undang. Tetapi ketika seorang
ibu harus menggugurkan kandungannya dengan indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi dapat mengancam nyawa ibu atau janin, secara hak sasai manusia dapat
dibenarkan karena si ibu tersebut juga punya hak untuk hidup dan
mempertahankan kehidupannya.

1.2 Perumusan Masalah


Mengapa kasus aborsi masih banyak dilakukan tenaga kesehatan
khususnya oleh bidan dan apa sajakah pasal-pasal yang mengatur aborsi?

1.3 Manfaat Penulisan


1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terutama
yang berkaitan dengan malpraktek aborsi.
2. Memahami permasalahan yang berkaitan dengan malpraktekaborsi serta
upaya- upaya untuk mencegahnya.
3. Memahami tuntutan hukum terhadap malpraktek aborsi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aborsi


Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh
Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah
kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah
tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia
janin (fetus) mencapai 20 minggu.
Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai aborsi. Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan Prof. Sutan Mohammad Zain,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996) abortus didefinisikan sebagai terjadi
keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan
sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).
Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan,
yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun
tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda (sebelum bulan ke empat
masa kehamilan).
Secara medis, aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan
sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan secara mandiri. Tindakan aborsi mengandung risiko yang cukup
tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai standar profesi medis(Akhmadi, 2009)
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah
“abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma)
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran
hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992
disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari tindakan medis tertentu itu,
hanya disebutkan syarat untuk melakukan tindakan medis tertentu.

3
Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai
tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU
Kesehatan).

2.2 Penyebab Aborsi


Adapun penyebab melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis
adalah:
1. Ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah. Perlu dipikirkan oleh pihak
sekolah bagaimana supaya tetap dipertahankan sekolah meski sedang hamil
kalau terlanjur.
2. Belum siap menghadapi orang tua atau memalukan orang tua dan keluarga.
Hal ini juga perlu legawa orang tua karena psikologis anak sangat besar.
3. Malu pada lingkungan sosial dan sekitarnya.
4. Belum siap baik mental maupun ekonomi untuk menikah dan mempunyai
anak.
5. Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh hamil atau menikah sebelum
waktu tertentu karena terikat kontrak.
6. Tidak senang pasangannya karena korban perkosaan.

Adapun penyebab lain dari kejadian aborsi ini antara lain adalah
1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak
mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak
memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah
melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang
dikandungnya cacat secara fisik.
3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang
hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan
korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan
oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah
tangganya.

4
4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih
belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya
terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata
berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia
yang mengancam nyawa ibu.
6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’,
pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan
yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang
terlanjur hamil.

2.3 Cara aborsi yang sering dilakukan


1. Manipulasi fisik, yaitu dengan cara melakukan pijatan pada rahim agar janin
terlepas dari rahim. Biasanya akan terasa sakit sekali karena pijatan yang
dilakukan dipaksakan dan berbahaya bagi oragan dalam tubuh.
2. Menggunakan berbagai ramuan dengan tujuan panas pada rahim. Ramuan
tersebut seperti nanas muda yang dicampur dengan merica atau obat-obatan
keras lainnya.
3. Menggunakan alat bantu tradisional yang tidak steril yang dapat
mengakibatkan infeksi. Tindakan ini juga membahayakan organ dalam tubuh.

2.4 Jenis-jenis Aborsi


2.4.1 Missed abortion
Pada kasus missed abortion, kematian janin terjadi tanpa adanya
pengeluaran dari hasil konsepsi. Alasan mengapa janin yang meninggal tidak
keluar masih belum jelas. Biasanya didahului dengan tanda dan gejala abortus
imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang setelah
pengobatan. Tes kehamilan menjadi negatif, tanda-tanda kehamilan tidak ada, dan
denyut jantung janin tidak dapat terdeteksi.

5
2.4.2 Abortus terapeutik
Abortus yang dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu atas
pertimbangan kesehatan wanita, dimana apabila kehamilan itu dilanjutkan akan
membahayakan dirinya. Misalnya pada wanita dengan kelainan jantung. Dapat
juga dilakukan atas pertimbangan kelainan janin yang berat.
2.4.3 Abortus septik
Abortus spontan dapat diikuti dengan komplikasi infeksi. Infeksi dapat
terjadi akibat tindakan abortus yang tidak sesuai dengan prosedur (misalnya oleh
dukun). Infeksi yang terjadi pada umumnya endometritis, yang bisa berkembang
menjadi parametritis dan peritonitis.
2.4.4 Abortus berulang
Abortus berulang adalah abortus yang terjadi sebanyak 3 kali atau lebih
pada 3 bulan pertama kehamilan. Abortus berulang primer terjadi pada wanita
yang belum pernah memiliki anak yang hidup sebelumnya. Abortus berulang
sekunder adalah abortus yang terjadi pada wanita yang sebelumnya sudah pernah
memiliki anak lahir hidup.

2.5 Dampak Aborsi


1. Pendarahan sampai menimbulkan shock dan gangguan neurologis/syaraf di
kemudian hari, akibat lanjut perdarahan adalah kematian.
2. Infeksi alat reproduksi yang dilakukan secara tidak steril. Akibat dari
tindakan ini adalah kemungkinan remaja mengalami kemandulan di
kemudian hari setelah menikah.
3. Risiko terjadinya ruptur uterus (robek rahim) besar dan penipisan dinding
rahim akibat kuretasi. Akibatnya dapat juga kemandulan karena rahim yang
robek harus diangkat seluruhnya.
4. Terjadinya fistula genital traumatis, yaitu timbulnya suatu saluran yang secara
normal tidak ada yaitu saluran antara genital dan saluran kencing atau saluran
pencernaan.

6
2.6 Contoh Kasus
Judul : Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan
Kasus:
Minggu,18 Mei 2008 20:00 WIB
KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila
Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa
Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya.
Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang oleh bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang
bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan
Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan
yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena
sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso
kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila
yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti
istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga
membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk
menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya
mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi sebagai
bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah
Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa
pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila
dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu
dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga
yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan
Endang yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan
aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan
obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco

7
Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang,
pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan mengeluarkan
sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam
setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang
Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu
(18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami
kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh
Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat
menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas
Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare
Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup
menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00
WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di
rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas
membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus
rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada
korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena
dianggap menyebabkan kematian Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku
kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum
memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk
mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.
Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP
tentang pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya
sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU
Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama
Endang membuka praktik aborsi tersebut.(Hari Tri Wasono, 2008)

8
2.7 Pembahasan Hukum
Aborsi menurut pandangan hukum di Indonesia :
1. Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau
bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang
mendukung terlaksananya aborsi akan mendapat hukuman.
Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita
ataumenyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling
banyak empat puluh ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani
pekerjaannya maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pekerjaan itu.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.

9
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa
diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian
itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:


a. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh
orang lain, diancam hukuman empat tahun.
b. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil
itu mati diancam 15 tahun
c. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara
dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
d. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang
dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya
ditambah sepertiganya dan hak untuk praktek dapat dicabut.

2. Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

10
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

3. Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009


Tentang Kesehatan, dijelaskan pula tentang aborsi.
Pasal 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan;
c. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.

11
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
1. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
5. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu,
tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

2.8 Pemecahan Masalah atau Solusi


Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia abortus didefinisikan sebagai
terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran
(dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).
Aborsi yang dilegalkan diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 15, sedangkan Pembaharuan
Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
dijelaskan pula pada Pasal 75 ayat 2 dan pasal 76.

12
Pada kasus di atas dijelaskan bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi
illegal. Kasus diatas berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap
(perselingkuhan) yang mengakibatkan sang wanita hamil, Pria dan wanita sepakat
untuk menggugurkan kandungan yang berumur 3 bulan itu ke bidan. Bidan
menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut dengan imbalan Rp 2.000.000,00.
Semua ahli madya kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus
dari pendidikan. Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan
tugas sabaik-baiknya menurut undang-undang yang berlaku. Tetapi pada kasus
ini bidan E melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan sengaja dan adanya niat
memberikan suntikan oxytocin duradril 1,5 cc yang dicampur dengan cynano
balamin. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita tersebut dan
berakhir dengan kematian.
Kasus aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan dari
ayah korban yang meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan
menghukum pelaku. Kasus ini mengakibatkan bidan E terjerat pasal 348 KUHP
tentang pembunuhan daan melanggar Undang Undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 1992 atau pada Undang-undang yang baru yaitu Undang-undang
Kesehatan No 36 tahun 2009.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992
bidan E bisa dijerat dengan Pasal 80 dengan ketentuan dipidana dengan penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan menurut pembaharuan Undang
Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 dijerat dengan pasal 194 dengan
ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Malpraktik aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak dilakukan di
sekitar kita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun. Sebagai contoh dari kasus di
atas, diketahui bahwa seorang bidan dengan sengaja telah melakukan praktik
aborsi kepada salah satu pasiennya, dimana bidan itu sadar betul kalau tindakan
tersebut adalah bukan kewenangannya. Tindakan aborsi mengandung risiko yang
cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai standar profesi medis. Risiko yang
mungkin timbul antara lain, perdarahan, infeksi pada alat reproduksi, rupture
uteri, bahkan bisa sampai terjadi kematian. Pasal-pasal yang mengatur tentang
tindakan aborsi pun tidak sedikit, dengan berbagai ancaman hukuman, namun hal
ini tidak menyurutkan niat para oknum tenaga medis untuk tetap melakukan
praktik aborsi yang ilegal.

3.2 Saran
Semua tenaga kesehatan, baik dokter, bidan ataupun yang lainnya harus
memahami betul apa-apa yang menjadi kewenangannya dan apa-apa pula yang
bukan menjadi kewenangan dari profesinya. Peraturan per Undang-undangan
yang telah disusun sedemikian rupa dan diadakan pembaharuan, janganlah hanya
dianggap sebagai peraturan tertulis semata, namun harus di patuhi dan
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://3.bp.blogspot.com/
http://www.indosiar.com/fokus/
http://www.ilmukesehatan.com/
http://www.suzannita.com/author/suzannita/
http://assets.kompas.com/data/2k10/kompascom2011/images/logo_kompas.png

15

Anda mungkin juga menyukai