Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Patient Safety dewasa ini menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di
seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (WHO, 2013). Tidak hanya
rumah sakit di negara maju yang menerapkan keselamatan pasien untuk menjamin
mutu pelayanan yang baik, tetapi juga rumah sakit di negara berkembang seperti
Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no 1691/2011 tentang keselamatan
pasien rumah sakit. Rumah Sakit (KARS) juga mengembangkan standar akreditasi
rumah sakit yang mengadopsi badan akreditasi internasional JCI (Joint
Commission International) sehingga terbit standar Akreditasi Rumah Sakit versi
2012 menggantikan standar akreditasi rumah sakit yang lama.
Salah satu standar akreditasi rumah sakit versi 2012 tersebut menyebutkan
tentang Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) yang mengadopsi international patient
safety goals (IPSG). Ada 6 sasaran keselamatan pasien yaitu :
1. Sasaran keselamatan pasien ke-1 tentang ketepatan identifikasi pasien
2. Sasaran keselamatan pasien ke-2 tentang peningkatan komunikasi yang efektif
4. Sasaran keselamatan pasien ke-3 tentang peningkatan kewaspadaan terhadap
high alert drug
5. Sasaran keselamatan pasien ke-4 tentang kepastian tepat-lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat-pasien operasi.
6. Sasaran keselamatan pasien ke-5 tentang pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan
7. Sasaran keselamatan pasien ke-6 tentang pengurangan risiko pasien jatuh.
Depkes melaporkan setiap tenaga kesehatan di Rumah Sakit termasuk
didalamnya perawat wajib menerapkan keselamatan pasien (Patient safety) untuk
mencegah insiden keselamatan pasien. Joint Commission International (JCI) &
Wolrd Health Organitation (WHO) melaporkan beberapa negara terdapat 70%
kejadian kesalahan pengobatan. JCI & WHO melaporkan kasus sebanyak 25.000-
30.000 kecacatan yang permanen pada pasien di Australia 11% disebabkan karena
kegagalan komunikasi. WHO menyebutkan pemberian injeksiyang tidak aman
yaitu pemberian injeksi tanpa alat yang steril, berkontribusi 40%di seluruh dunia,
diprediksikan 1,5 juta kematian di USA setiap tahun disebabkanpemberian injeksi
yang tidak aman atau insiden keselamatan pasien (IKP).
Di Indonesia, pelaporan insiden keselamatan pasien berdasarkan propinsi
pada tahun 2010 ditemukan Jawa Barat 33,33%, Banten dan Jawa Tengah 20%,
DKI 16,67%, Bali 6,67%, dan Jatim 3,33%. Bidang spesialisasi unit kerja yang
paling banyak ditemukan kesalahan adalah unit Bedah, Penyakit Dalam, dan anak
dibandingkan unit kerja lainnya. Berdasarkan dari tim kesehatan rumah sakit
perawat dilaporkan melakukan insiden keselamatan sebesar 4,55% (KKP-RS
(2010).
Pemberi pelayanan keperawatan khususnya perawat berkontribusi terhadap
terjadinya kesalahan yang mengancam keselamatan pasien. Perawat merupakan
tenaga kesehatan dengan jumlah terbanyak dirumah sakit, pelayanan terlama (24
jam secara terus menerus) dan tersering berinteraksi pada pasien dengan berbagai
prosedur dan berbagai tindakan perawat. Satu perawat mungkin harus bertanggung
jawab terhadap enam atau lebih pasien (Cahyono, 2012). Setiap kesalahan dalam
prosedur yang dijalani beresiko terjadinya kejadian yang tidak diharapkan.
Kesalahan faktor manusia dapat terjadi karena masalah komunikasi, tekanan
pekerjaan, kesibukan dan kelelahan (Cahyono, 2012).
Tercapainya keselamatan pasien juga didukung oleh beberapa komponen yang
dapat menentukan keberhasilan keselamatan pasien. Menurut Behal (dalam
Cahyono, 2008) ada beberapa faktor yang dapat menentukan keberhasilan program
keselamatan pasien, meliputi: lingkungan eksternal, kepemimpinan, budaya
organisasi, praktik manajemen, struktur dan sistem, tugas dan keterampilan
individu individu terkait keselamatan, lingkungan kerja.
RSU PKU Muhammadiyah, Bantul merupakan Rumah Sakit Kelas C yang
memiliki kewajiban menerapkan Keselamatan Pasien di seluruh area pelayanan
Lagipula mulai tahun 2012 RSU PKU Muhammadiyah, Bantul menggunakan
standar akreditasi baru untuk rumah sakit yang berfokus pada pasien yaitu standar
Joint Commission International (JCI) dan menggunakan IPSG sebagai standar
patient safety.
Keselamatan pasien mulai diperkenalkan di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
sejak Agustus 2006. Hal tersebut mengacu pada kebijakan DEPKES RI tahun
2006. Pada tahun yang sama juga telah dilakukan pembentukan Tim Keselamatan
Pasien Rumah sakit beserta pembuatan sistem kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono. (2012). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Depkes RI. (2008). Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP). (Edisi2). Jakarta.
Bhakti Husada
Depkes RI. 2011. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
KARS. 2012. Instrumen Akreditasi Rumah Sakit standar Akreditasi versi 2012. Jakarta.
Kemenkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes RI.
KEPMENKES RI. 2011. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien. KKP-RS: Jakarta.
Komite Keselamatan Pasien RS (KKPRS). 2010. Laporan Insiden Keselamatan Pasien
Kuartal 2.
Sunaryo. 2009. Keselamatan Pasien dan risiko klinis. Diponegoro Universty Press.
Semarang.
World Health Organization. 2007. Patient Identification. Patient Safety Solutions; 1 (2).
World Health Organization. 2009.Human Factors in Patient Safety Review of Topics and
Tools
World Health Organization. 2013. World Alliance for Patient Safety

Anda mungkin juga menyukai