Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi otak


Sistem saraf manusia dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat yang terdiri
dari otak dan medula spinalis, dan sistem saraf perifer yang terdiri dari sistem
saraf aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf otonom.
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia
dan sel schwann). Neuron adalah sel saraf yang peka terhadap rangsang yang
menerima input aferen atau sensorik dari ujung-ujung saraf perifer khusus atau
dari organ reseptor sensorik, dan menyalurkan motorik atau eferen ke otot-otot,
kelenjar yang merupakan organ efektor. Neuron aferen dan eferen dihubungkan
oleh interneuron atau disebut neuron asosiasi yang banyak terdapat di substansia
grisea. Neuroglia merupkan penyokong, pelindung, dan sumber nutrisi untuk
neuron otak dan medula spinallis. Sel schwann merupakan pelindung dan
penyokong neuron-neuron dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat. Semua
orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda.1
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari
berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa
yang ada di dalam darah arterial. Otak harus menerima lebih kurang satu liter
darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat
istirahat agar berfungsi normal.2
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan
arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri
serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah
bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri

34
35

subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna


vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani
darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang
arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil menembus
ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri
serebri lainya.3

Gambar 2.1. Pembuluh Darah di Otak

Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri (lipatan
duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior). Hemisfer otak yang
mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus
frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan
mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik).1
Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik.
Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran
lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari
36

mesensefalon, pons dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas
berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan. Pada medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang
terus memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung
jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior,
berhubungan dengan medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.1
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi dari
otak sebagai pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area
broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris,
sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ

Gambar 2.2. Bagian-Bagian Otak

Saraf kranialis berjumlah 12 pasang dan langsung bersumber dari otak. N. I


Olfaktorius, N. II Optik, N. III Olfaktorius, N. IV Troklearis, N. V Trigiminal, N.
VI Abdusen, N. VII Fasialis, N. VIII Vestibulokoklearis, N. IX Glossofaringeus,
N. X Vagus, N. XI Hipoglosus, dan N. XII Aksesorius.1,4
Susunan neuromuskular tersusun atas Upper Motor Neuron (UMN) dan
Lower Motor Neuron (LMN). UMN merupakan kumpulan saraf motorik yang
menyalurkan impuls dan area motorik di korteks serebri sampai motorik saraf
kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis. Berdasarkan perbedaan
anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan
ekstrapiramidal.1
37

Susunan piramidal merupakan semua neuron yang menyalurkan impuls


motorik secara langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam
kelompok UMN. Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi
metoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motorneuron di kornu
anterior medula spinalis. Akson-akson tersebut membentuk jaras kortikobulbar
dan kortikospinal. Serabut saraf yang bersinaps dengan nervus kranialis
membentuk traktus kortikobulbar. Sedangkan serabut saraf yang bersinaps dengan
nervus spinalis mengirim informasi untuk pergerakan volunter ke otot skelet
membentuk traktus kortikospinal.1
- Traktus kortikospinal1
Serabut yang berasal dari korteks motorik akan berjalan secara
konvergen melalui corona radiata massa putih serebri menuju tungkai
posterior capsula interna. Lalu berkumpul merapat dalam susunan
somatotropik dan memasuki bagian tengah pedunculus otak tengah. Serat-
serat yang merupakan berkas padat berjalan turun ke bawah di tengah pons
dan kemudian muncul melewati piramid. Dari bagian ventral medula
oblongata, serabut saraf kortikospinal terlihat seperti gambaran piramid.
Inilah yang menyebabkan penamaan traktuspiramidalis.
Pada piramid di daerah inferior dari medula, 85-90 % serabut saraf
kortikospinal menyilang ke sisi lain dari otak melalui garis tengah
(decusasio piramidalis). Disebut traktus kortikospinal lateralis atau traktus
piramidalis lateralis. Sisanya 10-15% terus berjalan ipsilateral dalam
funiculus anterior. Karena berjalan turun sepanjang sisi korda spinalis,
serabut saraf yang tidak menyilang yang bersinaps dengan nervus spinalis
pada sisi ipsilateral dari tubuh disebut traktus piramidalis direk. Juga disebut
traktus piramidalis ventralis atau traktus kortikospinal anterior sebab mereka
berjalan turun melalui aspek ventral dari korda spinalis.
Traktus kortikospinal menstimulasi motor neuron pada medulla spinalis
yang bertugas menggerakkan otot-otot aksial tubuh, tangan dan tungkai.
Traktus kortikospinal lateral berakhir di motor neuron yang bekerja untuk
pergerakkan sebagian besar segmen distal tangan dan tungkai. Sedangkan
38

traktus kortikospinal medial berakhir di motor neuron untuk pergerakkan


otot aksial tubuh dan segmen proksimal tangan dan tungkai.
Nervus spinalis hanya menerima inervasi kontralateral dari traktus
kortikospinalis. Ini berarti lesi traktus piramidalis unilateral di atas titik
persilangan pada piramid akan menyebabkan paralisis otot yang dipersarafi
nervus spinalis di sisi berlawanan dari tubuh. Sebagai contoh, lesi di sisi kiri
traktus piramidalis di atas titik persilangan dapat menyebabkan paralisis sisi
kanan tubuh.
- Traktus Kortikobulbar.1
Traktus kortikobulbar membawa pesan motorik yang paling
penting untuk bicara dan menelan.Akson kortikobulbar dari korteks
berjalan turun diantara ikatan dari kapsula interna.
Serabut traktus kortikobulbar meninggalkan traktus piramidalis
pada daerah otak tengah dan melakukan perjalanan ke arah dorsal. Di
dalam perjalanannya menuju nukleus saraf otak, ada beberapa serabut
saraf yang menyilang sedangkan sisanya tetap berjalan ipsilateral.
Nukleus yang terlibat adalah saraf otak yang mengontrolpersarafan
volunter otot wajah dan mulut, NV, NVII (keluar dari pons), NIX, NX,
NXI dan NXII (keluar dari medullaoblongata).
Hampir semua nervus kranialis menerima inervasi bilateral dari
serabut saraf traktus piramidalis. Ini berarti bahwa keduanya, yakni
anggota kanan dan kiri dari sepasang nervus kranialis diinervasi oleh
daerah korteks motorik hemisfer kanan dan kiri. Sehingga jika ada lesi
unilateral dari traktus piramidalis, kedua sisi tubuh tetap menerima
pesan motorik dari korteks. Pesan untuk pergerakan ini mungkin tidak
sekuat sebelumnya tapi tidak akan menyebabkan paralisis.
Dua pengecualian untuk pola ini adalah fungsi NXII yang
menginervasi pergerakan lidah dan bagian dari NVII yang menginervasi
otot muka bagian bawah. Mereka hanya menerima inervasi kontralateral
dari traktus piramidalis. Ini berarti mereka menerima informasi hanya
dari serabut saraf di sisi berlawanan dari otak. Oleh sebab itu, lesi
unilateral upper motor neuron dapat menyebabkan ‘facial drop’
39

unilateral atau masalah dengan pergerakan lidah di sisi berlawanan dari


tubuh. Sebagai contoh, lesi di serabut saraf kiri traktus piramidalis
menyebabkan ‘facial drop’ sisi kanan dan kesulitan gerak sisi kanan
lidah.1

2.2 Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor.
Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem
arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor
ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya
(kemampuan untuk membeku). Dari faktor pertama, yang terpenting adalah
tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya
akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak
(yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).3
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya
bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka
terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO.
Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis,
aliran darah lambat, akibat ADO menurun.3
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan
pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan
tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.2
40

2.3 Definisi Stroke Iskemik


Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan kurangnya alirah darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan
darah dan oksigen di jaringan otak
Stroke menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke dengan
defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak.
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease
(CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI)
mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak
(GPDO).3
Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak
(brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).4 Stroke adalah
gangguan fungsi otak yang menyebabkan defisit neurologi yang bersifat fokal
atau global berlangsung mendadak gejalanya lebih dari dua puluh empat jam dan
dapat menyebabkan kematian tanpa penyebab lain selain gangguan vaskular.3

2.4 Epidemiologi
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke
(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%).
Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per
1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per
1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000
penduduk).6
41

2.5 Etiologi Stroke Iskemik


Pada tingkatan makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke iskemik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap
proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya
kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark
serebri.7
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.8
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan
bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
 Fibralisi atrium;
 Infark kordis akut;
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial,
jantung miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
“caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari
right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85%
42

di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark


miokard.7
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
risiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah
polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).7

2.6 Faktor Risiko Stroke Iskemik


A. Non modifiable risk factors
 Usia
 Jenis kelamin
 Keturunan / genetik
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan
pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi,
apabila diketahui adanya faktor risiko ini, memungkinkan untuk
diidentifikasinya pasien dengan risiko yang tinggi, sehingga dapat dilakukan
terapi yang lebih cepat terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.5
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit stroke.
Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua
kali pada pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada
pria.5
43

Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena beberapa


hal, antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan atau gaya
hidup yang mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan bahwa riwayat
dari ayah dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko stroke.7 Risiko
stroke juga meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu mempunyai
penyakit jantung koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun (laki-laki) atau 65
tahun (wanita).5
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient
ischemic attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang
tidak memiliki riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga
memiliki risiko yang sama.5
B. Modifiable risk factors
 Behavioral risk factors4
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, anti platelet, obat
kontrasepsi
 Physiological risk factors4
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues,arthritis,traumatik,AIDS,lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan(obesitas)
7. Polisitemia,viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan
8. Kelainanan atomi pembuluh darah
Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu ICH.
Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi.7 Pada kasus
stroke hemoragik, sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi.10 Risiko ICH
diketahui meningkat berhubungan dengan tingkat tekanan darah sistolik.
44

Hipertrofi ventrikel kiri juga berhubungan dengan peningkatan stroke


hemoragik sebanyak dua sampai tujuh kali.4
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial juga
merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui berhubungan
dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup kronik, dan
gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke.Obat-obatan lain
seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga meningkatkan
risiko stroke. Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol, diketahui apabila
konsumsi alkohol satu hingga dua gelas per hari dapat menurunkan risiko
sebanyak 30%. Namun, peminum berat dapat merusak miokardium.4
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan rendahnya
kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang sama juga terjadi
pada merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor risiko tambahan
untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan meningkatkan risiko stroke dan
PJK sebanyak 50%.4

2.7 Klasifikasi Stroke Iskemik


Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) yang dibagi
atas subtipe :

 Trombosis serebri
 Emboli serebri
 Hipoperfusi sistemik
Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses
patologik (kausal).2
a. Berdasarkan Manifestasi Klinik
- Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
45

- Defisit Neurologik Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic Neurological


Deficit)
Gejala neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari satu minggu.
- Stroke Progresif (Progressive Stroke)
Gejala neurologi makin lama makin berat
- Stroke Komplet (Completed Stroke/permanent Stroke)
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal
 Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar
dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik
terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan
darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya
kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan
pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.2
 Stroke Emboli
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak.2
c. Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya
1. Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara,
gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya
atau gejala neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 3
minggu.
46

3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang


gejala klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan
sampai semakin berat.
4. Stroke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan
defisit neurologis yang menetap dan sudah tidak berkembang
lagi.2

Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak yang


mengalami iskemia atau infark. Serangan pada beberapa arteri akan
memberikan kombinasi gejala yang lebih banyak pula. Bamford (1992)
mengajukan klasifikasi klinis stroke sebagai berikut:6
1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
Gambaran klinik:
a. Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral
sisi lesi)
b. Hemianopia (kontralateral sisi lesi)
c. Gangguan fungsi luhur: misalnya afasia, gangguan visuo-
spasial, hemineglect, agnosia, apraxia.
Infark tipe TACI ini penyebabnya adalah emboli kardiak atau
trombus arteri ke arteri, maka dnegan segera pada penderita ini
dilakukan pemeriksaan fungsi kardiak dan jika pemeriksaan ke
arah emboli arteri ke arteri mendapatkan hasil normal, maka
dipertimbangkan untuk pemeriksaan elektrokardiografi.

2. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)


Gejela lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari sirkulasi
serebral pada sistem karotis, yaitu:
a. Defisit motorik/sensorik dan hemianopia
b. Defisit motorik/sensorik disertai dengan gejala fungsi luhur
c. Gejala fungsi luhur dan hemianopia
d. Defisit motorik/sensorik murni yang kurang ekstensif dibanding
infark lakunar (hanya monoparesis-monosensorik)
e. Gangguan fungsi luhur saja
47

Gambaran klinis PACI terbatas secara anatomik pada daerah


tertentu dan percabangan arteri serebri media bagian kortikal,
atau pada percabangan arteri serebri media pada penderita
dengan kolateral kompensasi yang baik atau pada arteri serebri
anterior. Pada keadaan ini kemungkinan embolisasi sistematik
dari jantung menjadi penyebab stroke terbesar dan pemeriksaan
tambahan dilakukan seperti pada TACI.

3. Lacunar Infarct (LACI)


Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small deep
infarct) yang lebih sensitif dilihat dengan MRI dari pada CT-
scan otak. Adapun tanda-tanda klinisnya:
a. Tidak ada defisit visual
b. Tidak ada gangguan fungsi luhur
c. Tidak ada gangguan fungsi batak otak
d. Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil
e. Gejalanya:
- Pure motor stroke (PMS)
- Pure sensory stroke (PSS)
- Ataksik hemiparesis (termasuk ataxia dan paresis unilateral,
dysarthria-hand syndrome)
Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli karena
biasanya pemeriksaan jantung dan arteri besar normal, sehingga
tidak diperlukan pemeriksaan khusus untuk mencari emboli
kardiak.
48

4. Posterior Circulation Infarct (POCI)


Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis.
Penyebabnya sangat heterogen dibanding dengan tiga tipe
sebelumnya. Adapun gejala klinisnya adalah:
a. Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan
motorik/sensorik kontralateral
b. Gangguan motorik/sensorik bilateral
c. Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal)
d. Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral
e. Isolated hemianopia atau buta kortikal
Heterogenesitas penyebab POCI menyebabkan pemeriksaan
kasus harus lebih teliti dan lebih mendalam. Salah satu jenis
POCI yang sering disebabkan emboli kardiak adalah gangguan
batang otak yang timbulnya serentak dengan hemianopia
homonym.

2.8 Patofisiologi Stroke Iskemik


Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya
adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri
besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik,
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan
cara5:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek.
49

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.5
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air
yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila
terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik
karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan
mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya
akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran
sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak
membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian
terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri
lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang
rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium.
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel.5
50

2.9 Manifestasi Klinis


Jenis stroke (hemoragik atau nonhemoragik) secara umum tidak
menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis
hemoragik sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi saat
bekerja.
Tabel 2.1. Perbedaan klinis stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik
Gejala atau Stroke non hemoragik Stroke hemoragik
pemeriksaan
Gejala yang TIA (+) TIA (-)
mendahului
Beraktivitas/istirahat Istirahat, tidur atau segera Sering pada waktu
setelah bangun tidur aktifitas
Nyeri kepala dan Jarang Sangat sering dan hebat
muntah
Penurunan kesadaran Jarang Sering
waktu onset

Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang


sedang
Rangsangan meningen Tidak ada Ada
Defisit neurologis fokal Sering kelumpuhan dan Defisit neurologik cepat
gangguan fungsi mental terjadi
CT-Scan kepala Terdapat area hipodensitas Massa intrakranial dengan
area hiperdensitas
Angiografi Dapat dijumpai gambaran Dapat dijumpai aneurisma,
penyumbatan, AVM, massa intrahemisfer
penyempitan dan atau vasospasme
vaskulitis
51

A. Pada Stroke Non-Haemoragik


 Sering terjadi pada bangun pagi/waktu istirahat
 Ada Riwayat TIA
 Tidak nyeri kepala, kejang,
 Tidak muntah,
 biasanya kesadaran normal
 tidak ada gejala meningeal
Membedakan Trombosis dan Emboli
 Trombosis :
- Sering terjadi pada bangun pagi.
- Sering terjadi pada usia lanjut
 Emboli :
- Kejadian mendadak dgn gejala yg menetap
- Sering bersumber pada penyakit jantung
- Sering pada usia muda
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut
adalah:
b. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna8
- Buta mendadak (amaurosis fugaks).
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
- Gangguan mental
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
- Bisa terjadi kejang-kejang.
52

d. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media


- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
- Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
e. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasiliar
- Kelumpuhan di satu sampai keempat ektremitas
- Meningkatnya refleks tendon
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
- Gejala-gejala sereblum seperti tremor dan kepala berputar (vertigo)
- Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
- Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria)
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,
kebutaan setengah lapangan pandang pada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopia homonim).
- Gangguan pendengaran
- Rasa kaku di wajah, mulut dan lidah.
f. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
- Koma
- Hemiparesis kontralateral
- Ketidakmampuan membaca (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
53

g. Gejala akibat gangguan fungsi luhur


Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,
sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik.
Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan
orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,
walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital),
yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf,
tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya
disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan
mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan,
melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan
gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia
jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh
sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah
laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatan massa di otak.Dementia adalah hilangnya fungsi.
54

2.10 Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil:
a. Penemuan Klinis
 Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
 Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
 Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
 Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu
diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada
fase akut. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang
terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor
serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark,
perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun
perdarahan subarakhnoid (PSA).9
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan
darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan
bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit,
Doppler, Elektrokardiografi (EKG).9
55

Sistem skor
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat
penting dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf
ketepatan pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke non-
hemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang
bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat
terbatas dan belum tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai
(misalnya CT-Scan). Untuk itu beberapa peneliti mencoba membuat
perbedaan antara kedua jenis stroke dengan menggunakan tabel dengan
sistem skor.9
Skor diagnosis stroke menurut Siriraj

(2,5 X DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) – (3 X TA) – 12

1 Kesadaran ( x 2,5 ) Bersiaga 0


Pingsan 1
Semi koma, koma 2
2 Muntah ( x 2 ) No 0
Yes 1
3 Nyeri kepala dalam No 0
2 jam ( x 2 ) Yes 1
4 Tekanan Diastolik ( DBP ) DBP x 0,1
5 Atheroma markers ( x 3 ) None 0
diabetes, angina, 1/> 1
claudicatio intermitten

Konstanta - 12
Total skor =
Interpretasi skor
Skor ≤ -1 = Infark
≥1 = Hemoragik
56

Skor diagnosis stroke menurut Prof. Djoenaidi Widjaja


SKOR TOTAL SKOR
1.TIA sebelum serangan 1
2.Permulaan serangan :
- Sangat mendadak (1-2 menit) 6,5
- Mendadak (beberapa menit – 1 jam) 6,5
- Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3.Waktu serangan :
- Waktu kerja 6,5
- Waktu istirahat / tidur 1
- Waktu bangun tidur 1
4.Sakit kepala waktu serangan :
- Sangat hebat 10
- Hebat 7,5
- Ringan 1
- Tidak ada 0
5.Muntah :
- Langsung habis serangan 10
- Mendadak (beberapa menit – beberapa jam) 7,5
- Pelan (satu hari atau lebih) 1
- Tak ada 0
6.Kesadaran :
- Hilang waktu serangan (langsung) 10
- Hilang mendadak (beberapa menit – beberapa 10
jam) 1
- Hilang pelan-pelan (satu hari atau lebih) 1
- Hilang sementara kemudian sadar pula 0
(sepintas)
- Tidak ada
57

7.Tekanan darah :
- Waktu serangan sangat tinggi ( > 200 / 110 ) 7,5
- Waktu MRS sangat tinggi ( > 200 / 110 ) 7,5
- Waktu serangan tinggi ( > 140 / 110 ; < 200 / 1
110 ) 1
- Waktu MRS tinggi (> 140 / 110 ; > 200 / 110 )
8.Tanda rangsangan selaput otak
- Kaku kuduk hebat 10
- Kaku kuduk ringan 5
- Tidak ada 0
9.Fundus Okuli
- Perdarahan subhyaloid 10
- Perdarahan retina (flamed shaped) 7,5
- Normal 0
10.Pupil
- Isokor 0
- Anisokor 5
- Pin point kanan / kiri 10
- Midriasis kanan / kiri 10
- Kecil + reaksi lambat 10
- Kecil + reaktif 10
11.Darah
- Leukositosis > 10.000/mm3 1
- CPK meningkat 1
12.Febris :
- < 1 hari 1
- > 1 hari 0
TOTAL SKOR
Keterangan :
Bila skor :
≥ 20, maka ini tergolong stroke perdarahan
< 20, maka ini termasuk infark
58

Gambar 2.3. Algoritma Stroke Gajah Mada


Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.9
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke.9
59

Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).10

Gambar 2.4 CT Scan pada stroke non hemoragik

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3
jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.10
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat
diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.10
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
60

pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh


darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan
jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.10
b. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut.10

Gambar 2.5 Gambaran MR Angiografi

c. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi
aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.10
61

2.11 Tatalaksana
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan
pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya
pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah
pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya
intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan risiko atau keuntungan dari
pemberian terapi trombolitik.13
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak
adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi
dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi.13
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid
1500-2000 ml dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari
cairan mengandung glukosa dan isotonic.Pemberian nutria per oral
jika fungsi menelanya baik.jika fungsi menelannya terganggu
sebaiknya dianjrkan melalui selang nasogastrik.13
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait
dengan prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi
pada trombolisis.Pasien dengan normoglokemik tidak boleh
diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah
besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu
iskemik serebral eksaserbasi.Pengontrolan gula darah harus
dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah
yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula
darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk
mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.13
62

d. Kadar glukosa darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose
40% iv sampaoi kembali normal dan di cari penyebabnya.13
e. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh
karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala
ditinggikan sekitar 30-45 derajat.13
f. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial
pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan
aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan
tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang
nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain
didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika
pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220
mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien
direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.13
g. Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien
stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak
direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah
sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang
dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka
tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala
stroke serta komplikasinya harus ditangani.13
63

h. Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik


antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-
20 mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis
dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai
dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan
nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga
mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam
setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan
terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV
via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan
darah berkurang 10-15 persen.14
i. Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik
lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka
dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan
darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi
komplikasi perdarahan.Preparat antihipertensi yang dapat diberikan
adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang
satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine
infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.13
j. Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah
harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30
menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam
terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15
persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama
opname maka agen berikut dapat diberikan14
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg
maka dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit
yang dapat diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300
mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.
64

2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140


mmHg dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau
nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal
15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD
dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
k. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami
demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah
onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah
penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan
dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.14
l. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non
hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah
onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin
digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat 14
m. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama
setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan,
pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan
preparat antiepileptik tetap direkomendasikan14

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya.14
65

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological


Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu
tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg
(maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus
IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal.Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%.Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat
telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.14
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute
Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6
jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik
tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang
menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800
pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak
lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang
meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan
intraserebral dijumpai sebesar 8,8%.Tetapi rt-PA belum mendapat ijin
untuk digunakan di Eropa.14
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw
dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random
dalam skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya
kurang jelas.Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang
jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari
streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute Stroke
Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan menggunakan
streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam
setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan
streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan14.
66

b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa
infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,
trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli.Pada
keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut 14
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal.Terkait dengan protein
plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi:
lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam
dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.14
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat
terionisir.Normal terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan
protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah.
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan.Heparin melepas
lipoprotein lipase.Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto
paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus
kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50
mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose.
Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal:
5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit.
Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian
obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal.Akan tetapi
kemungkinan perlu diberi protamine sulphute dengan intravenous
lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg
protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit).14
67

c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu
peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal
eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran
darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi
hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi
jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen
plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas
darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum
1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.14
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2.Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai
dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa
(ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan
dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari.
Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum.
Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.Hidrolise ke asam
salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80
persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara
konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).Ekskresi lewat urine,
tergantung pH.Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang
lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
68

epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga:


sindrom Reye.14
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin
antara lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada
dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan12-
hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil samping kreasi asam
arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase).Sintesis senyawa ini
tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun
penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah
aspirin.14
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen
merusak pembentukan agregasi platelet.Sayang ada yang
mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.14

2.12 Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.13
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi
meskipun agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras
adalah indikator independen untuk potensi pembengkakan dan
kerusakan. Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan
intrakranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun
kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih
lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi
hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5%
dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik.
Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan
neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma
yang memerlukan evakuasi.
69

3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan.


Post-stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa
pasien yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic
seizure disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola
dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul
sebagai akibat neurologis injury.

2.13 Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting
adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan
selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam
10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia
lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut,
sekitar satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara
sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.5

2.14 Hubungan Dislipidemia Dan Stroke


Dislipidemia merupakan kelainan atau gangguan pada kadar lemak dalam
darah. Gangguan tersebut berupa kenaikan kadar kolestrol total, LDL-C, kenaikan
trigliserida serta penurunan HDL-C akan menimbulkan terjadinya atherosklerosis.
Atherosklerosis terjadi karena adanya kerusakan endotel pembuluh darah dan
mengakibatkan perubahan permeabilitas endotel pembuluh darah. Kerusakan
endotel dalam kasus adanya dislipidemia karena terjadi cedera toksik pada endotel
dengan adanya kerusakan endotel faktor pertumbuhan (growth factor) akan
dilepaskan dan akan merangsang masuknya monosit dan lipid beserta
komponenya masuk ke dalam endotel pembuluh darah. Monosit yang terangsang
tadi akan menyusup diantara sel endotel dan mengambil posisi subendotel. Di
subendotel monosit akan berubah menjadi makrofag. Makrofag sendiri berfungsi
memakan dan membersihkan lipid dan komponenya yang sudah teroksidasi
melalui scavenger receptor.
70

Scavenger receptor inilah yang akan menyebabkan terjadinya pembentukan sel


busa (foam cell) dan sebagai cikal bakal terbentuknya fatty streak.17
Fatty streak merupakan penumpukan lipid di subintima pembuluh darah yang
merupakan lesi awal dari atherosklerosis dan menjadi plak fibrosa. Plak yang
matang akan mengalami ruptur dan merusak pembuluh darah. Rupturnya plak
fibrosa akan merangsang adhesi, aktivasi dan agregasi trombosit. Proses agregasi
trombosit meningkatkan terjadinya koagulasi darah dan menyebabkan timbulnya
pembentukan trombus.17
Trombus yang terbentuk akan menyumbat percabangan pembuluh darah di
serebral. Jika pembentukan trombus terjadi di luar pembuluh darah serebral
(ekstrakranial) dan terlepas yang dinamakan emboli akan menyumbat pembuluh
darah di serebral. Penyumbatan pembuluh darah di serebral menyebabkan suplai
oksigen ke serebral menjadi berkurang. Berkurangnya suplai oksigen ke serebral
menjadi berkurang. Berkurangnya suplai oksigen ke serebral akan meningkatkan
sistem kolateral mengkompensasinya. Jika kompensasi tersebut tidak dapat
terlaksana akan menyebabkan penyakit serebral yang mendadak yaitu stroke.17
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan endotel pembuluh
darah dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap
lipoprotein, sehingga dapat mempercepat terjadinya proses aterosklerosis. Lesi
ateroma dapat menjadi sangat rapuh, sehingga jika tekanan darah seseorang
tinggi, maka lesi ateroma dapat lepas dan menjadi aterotrombus yang akan
menyumbat pembuluh darah distal dari lokasi pembuluh yang mengalami
aterosklerosis.17
71

2.15 Hubungan Hiperurisemia dengan Stroke


Stroke merupakan penyebab kematian kedua tertinggi, sekaligus penyebab
hilangnya produktivitas dan disabilitas keempat seluruh dunia, dan terhitung
jumlah kematian akibat stroke sebanyak 6,2 juta penduduk pada tahun 2008.
Berdasarkan WHO , kematian akibat stroke berjumlah 5,7 juta penduduk dan 16
juta kejadian pertama stroke pada tahun 2005 dan angka ini masing-masing
mungkin dapat mencapai 7,8 juta dan 23 juta penduduk pada tahun 2030. 8,9
Hiperurisemia telah lama diketahui memiliki hubungan dengan penyakit
kardiovaskular, hipertensi, sindroma metabolic, dan penyakit renal.Hubungan
antara asam urat dengan stroke masih belum jelas. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa peningkatan kadar asam urat berkaitan erat dengan dengan
factor resiko stroke, sehingga hiperurisemia merupakan marker pada pasien
dengan resiko tinggi stroke, peneliti yang lain berpendapat bahwa asam urat
merupakan factor resiko independent stroke dan secara langsung berkaitan dengan
patofisiologi penyakit serebrovaskular. Sedangkan pendapat peneliti lain
berlawanan, yaitu asam urat memliki fungsi sebagai antioksidan yang
memberikan perlindungan terhadap kerusakan iskemik di otak. Saat ini, peran
asam urat pada penyakit serebrovaskular memang menjadi perdebatan.8,9,11
Asam urat dapat berperan sebagai antioksidan , sehingga merupakan bagian
dari mekanisme proteksi tubuh melawan oksigen radikal yang menginduksi
toksisitas. Oksidan menyebabkan peroksidase lipid, yang menghasilkan spesies
reaktif, yang kemudian dapat merusak komponen seluler termasuk DNA,
membrane sel, dan organel-organel lainnya. Asam urat dapat mensupresi
peroksidase lipid , sehingga mengurangi kerusakan oksidatif.
Secara teoritis, dalam fungsinya sebagai antioksidan, asam urat dapat
bersifat protektif melawan oksidatif dan kerusakan iskemik di otak.Berdasarkan
logika tersebut, para peneliti telah menguji kemungkinan hubungan protektif
antara hiperurisemia dan stroke.Kadar antioksidan yang rendah pada plasma
berkaitan erat dengan buruknya prognosis stroke iskemik.Hanya sedikit studi yang
telah membuktikan hipotesis dari efek protektif hiperurisemia dengan pasien
stroke. Chamorro et al, telah membuktikan 12 persen peningkatan penyembuhan
72

yang baik pada pasien stroke iskemik untuk peningkatan kadar asam urat setiap
milligram perdesiliter. Kebalikan dari studi ini, beberapa peeliti telah
menghubungkan asam urat sebagai marker penyakit vaskular atau bahkan
memiliki efek langsung pada kerusakan vaskular.13
Beberapa penlitian telah melaporkan adanya peningkatan resiko stroke pada
pasien dengan peningkatan kadar asam urat. Hiperurisemia juga ditemukan
memberikan prognosis buruk pada pasien dengan riwayat stroke sebelumnya.
Pasien tersebut mungkin dapat terjadi peningkatan resiko stroke ulang, dan
penyakit jantung yang menyebabkan kematian.Peningkatan asam urat juga
memiliki hubungan pada factor resiko stroke seperti resistensi insulin, hipertensi,
obesitas, abnormalitas lipid, dan juga penyakit arteri koroner. Bahkan ketika
factor resiko kardiovaskular lainnya telah terkontrol, hubungan sginifikan antara
stroke dan hiperurisemia tetap ada, yang menggambarkan bahwakadar asam urat
merupakan prediktor independen pada resiko stroke dan tidak hanya sebagai
marker pada saat onset penyakit.8,9,11
Mekanisme bagaimana hiperurisemia berkaitan dengan penyakit
aterosklerotik masih belum diketahui. . Satu hipotesis yaitu hiperurisemia
meningkatkan resiko stroke melalui hubungannya dengan factor resiko stroke
lainnya.Hiperurisemia dapat mempertahakan hipertensi dengan cara menyebabkan
kerusakan renal yang dapat mengganggu system renin-angiotensin. Hiperurisemia
juga berhubungan dengan resistensi insulin/sindrom metabolik, penurunan kadar
kolesterol HDL.11
Hubungan langsung asam urat dengan fisologi vaskular juga telah diteliti.
Peningkatan kadar asam urat berkaitan dengan peningkatan kekakuan arterial,
disfungsi endotel, dan buruknya respon terhadap agen vasodilator pembuluh
darah.Asam urat dapat menyebabkan disfungsi endothelial dengan mencetuskan
oksidasi LDL-C, menstimulasi pengeluaran granulosit, dan mencetuskan infiltrasi
makrofag pada dinding vaskular.Walaupun asam urat secara khusus sebagai
antioksidan, beberapa peneliti menunjukkan bahwa asam urat dapat bersifat pro-
oksidan pada beberapa kondisi.Kerusakan oksidatif diketahui merupakan bagian
dari serebral iskemik, dan dapat memperluas ukuran infark.13
73

Gambar 2.6. Mekanisme gangguan akibat Hiperurisemia 6


Serum asam urat merupakan produk akhir enzimatik dari metabolism
purin. Walaupun tidak diterima secara universal, hiperurisemia definisikan
sebagai konsentrasi serum asam urat melebihi 6,8 mg/dL. Pada model hewan
stroke iskemik akut, telah menunjukkan serum asam urat mungkin dapat bersifat
neuroprotektif.Pada manusia, tingginya serum asam urat dapat dijadikan sebagai
predictor independent terhadap hasil yang lebih baik setelah onset stroke iskemik
akut. Pada pihak lain, tingginya kadar serum asam urat juga berkaitan dengan
hipertensi, dyslipidemia, diabetes tipe 2, penyakit ginjal kronis, stroke, dan
kejadian kardiovaskular. Selama beberapa dekade terakhir, beberapa penelitian
prospektif telah menilai hubungan antara hiperurisemia dengan resiko terjadinya
stroke.Namun, peran hiperurisemia terhadap terjadinya stroke masih menjadi
kontroversial.11
Pada penelitian prospektif Li Min, dkk yang menganalisis 15 penelitian
prospektif yang meliputi 22,571 kasus dan 1,042,358 partisipan secara statistik
positif memiliki hubungan antara hiperurisemia dengan insiden resiko stroke dan
mortalitas.
74

Stroke dianggap merupakan penyakit heterogenous yang memiliki


penyebab yang multifaktrorial, yaitu hipertensi, diabetes, merokok,
hyperlipidemia, atrial fibrilasi, obesitas dan lain-lain.Sebagian besar stroke
disebabkan oleh penyumbatan arterial sekunder dari aterosklerosis.Maka dari itu,
perlu diidentifikasi secara signifikan factor resiko yang berkontribusi terjadinya
aterosklerosis, yang sangat penting dalam pathogenesis dari stroke. Bukti yang
luar biasa menunjukkan bahwa hiperurisemia berkaitan dengan hipertensi,
obesitas, penyakit renal, konsumsi alcohol, penurunan kadar HDL,
hipertrigliseridemia, hiperinsulinemia, dan penurunan sensitivitas insulin,
komponen pada sindrom metabolic. Terdapat juga beberapa bukti bahwa asam
urat dapat memiliki peran langsung terhadap proses terbentuknya aterosklerosis,
karena plak aterosklerosis pada manusia mengandung lebih banyak asam urat
daripada arteri control.8,9,11,15
Patogenesis asam urat pada penyakit serebrovaskular juga masih
perlu di uraikan, walaupun pada penlitian eksperimental telah menunjukkan
bahwa hiperurisemia berkaitan dengan disfungsi endothelial, peningkatan stress
oksidatif, pembentukan thrombus, peningkatan mediator inflamatori sistemik di
sirkulasi.
Meskipun pada beberapa decade terakhir beberapa penelitian ekstensif
meneliti peran kadar asam urat pada penyakit kardiovaskular atau penyebab
mortalitas , namun hubungan antara hiperurisemia dan resiko insiden stroke dan
mortalitas masih belum jelas penyebabnya.
75

2.16 Hubungan Hipertensi dan Stroke


Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke otak. Otak
orang dewasa menggunakan 20% darah yang di pompa oleh jantung pada saat
keadaan istirahat, dan darah dalam keadaan normal mengisi 10% dari ruang
intracranial. ADO secara ketat meregulasi kebutuhan dari metabolik otak, rata-rata
aliran ADO dipertahankan 50 ml per 100 gram jaringan otak per menit pada
manusia dewasa.2
Sangat penting untuk mempertahankan ADO dalam batas yang normal
karena terlalu banyak ADO dapat meningkatkan tekanan intrakranial sehingga
dapat menekan dan merusak jaringan otak, sedangkan terlalu sedikit ADO akan
menyebabkan suplai darah yang tidak adekuat. Iskemik akan terjadi jika aliran
darah ke otak di bawah 18-20 ml per 100 gram otak permenit dan kematian
jaringan otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10 ml per 100 gram jaringan otak
per menit. Di dalam jaringan otak terdapat biochemical cascade atau yang disebut
sebagai iskemik cascade yang menyebabkan jaringan otak menjadi iskemik, yang
lebih lanjut menyebabkan kerusakan dan kematian dari sel-sel otak.2
ADO ditentukan oleh beberapa faktor seperti viskositas darah, kemampuan
pembuluh darah dalam berdilatasi, tekanan perfusi serebral yang ditentukan oleh
tekanan darah dan tekanan intrakranial. Pembuluh darah serebral mempunyai
kemampuan untuk mengubah aliran darah dengan cara mengubah diameter lumen
pembuluh darah, proses ini disebut dengan autoregulasi. Konstriksi pembuluh
darah akan terjadi bila tekanan darah meningkat dan akan berdilatasi bila tekanan
darah menurun.11
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang berbeda pada
pembuluh darah sedang dan pembuluh darah kecil otak. Berdasarkan ini stroke
yang timbul akibat hipertensi dapat dibedakan atas dua golongan yang gambaran
patologi dan kliniknya berbeda13. Pada pembuluh darah sedang, seperti a. karotis,
a vertebrobasilaris atau arteri di basal otak, perubahan patologiknya adalah berupa
aterosklerosis, dan manifestasi kliniknya adalah stroke iskemik. Di sini peranan
hipertensi hanyalah sebagai salah satu faktor risiko di samping faktor-faktor lain
seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok dan lain-lain.
76

Pembuluh darah kecil otak, ialah cabang-cabang penetrans arteri yang


menembus ke dalam jaringan otak, berukuran diameter 50–200 mikron. Dasar
kelainan pada pembuluh darah jenis ini adalah spasme dan lipohialinosis; spasme
terjadi pada hipertensi akut seperti hipertensi maligna, dan manifestasi kliniknya
adalah Infark lakunar. Lipohialinosis juga terjadi pada hipertensi kronik,
pembuluh darah dengan lipohialinosis ini dapat mengalami mikro aneurisma yang
dapat pecah dan terjadi Perdarahan Intraserebral. Berbeda dengan aterosklerosis,
pada lipohialinosis hipertensi dapat dikatakan merupakan faktor penyebab satu-
satunya.1

Gambar 2.7. Pengaruh hipertensi pada pembuluh darah otak11

Anda mungkin juga menyukai