Anda di halaman 1dari 29

Akulturasi Budaya pada

Arsitektur Masjid Sunan Giri

Novita Siswayanti
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
pipiet1515@gmail.com

Abstract
The Sunan Giri Mosque, one of the most remarkable mosques foun-
ded by Sunan Giri, displays a most interesting combination of traditional
Javanese and Hindu architecture. This paper uses research methods and
descriptive analysis by describing the components of the mosque as
analysis and interpretation. The Sunan Giri mosque displays the ‘Joglo
forms’ typical of Javanese buildings, but surrounded by four pillars, and
roofed in with overlapping ‘Meru’ just like in Hindu buildings, as is the
Kalamkara archway and the pulpit of the mosque-shaped padmasana
throne equipped with solar ornaments with Majapahit flourishes, the
pineapple, arch-shaped mosque paduraksa reminiscent of the shape of the
building on a grand kori kedathon in a Hindu Kingdom temple complex.

Keywords : Sunan Giri Mosque, Acculturation Culture,


Architecture

Abstrak
Masjid Sunan Giri salah satu masjid walisanga yang didirikan
oleh Sunan Giri yang arsitektur bangunannya vernacular
berakulturasi dengan tradisional Jawa dan budaya yang bercorak
Hindu. Artikel menggunakan metode penelitian analisis deskriptif
dengan mendeskripsikan komponen-komponen bangunan masjid
kemudian dilakukan analisis dan penafsiran. Akulturasi budaya
yang tampak terlihat pada Masjid Sunan Giri ialah arsitektur
bangunan Joglo tipikal bangunan Jawa yang disanggah dengan

299
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

empat soko guru;Mustaka pada atap masjid bertumpang mirip


meru pada bangunan Hindu, mihrab masjid yang berbentuk
lengkungan kalamakara seperti candi, mimbar masjid berbentuk
padmasana singgasana dilengkapi dengan ornamen surya
Majapahit, florish dan nanas, gapura masjid berbentuk paduraksa
mengingatkan pada bentuk bangunan kori agung pada kedathon di
komplek Kerajaan Hindu.

Kata Kunci : Masjid Sunan Giri, Akulturasi Budaya, Arsitektur

Pendahuluan
Sejalan dengan perkembangan Islam yang pesat dan
menyebar di berbagai wilayah terutama di Pulau Jawa, masjid
sebagai bangunan yang penting dalam syiar Islam. Masjid dijadi-
kan sebagai sarana penanaman budaya Islam sehingga terjadilah
akulturasi pertemuan dua unsur dasar kebudayaan yakni kebuda-
yaan yang dibawa oleh para penyebar Islam yang terpateri oleh
ajaran Islam dan kebudayaan lama yang telah dimiliki oleh
masyarakat setempat.1 Berakulturasinya dua budaya yang saling
mempengaruhi satu sama lain yang membentuk kebudayaan baru
tanpa menghilangkan unsur aslinya, Arsitektur merupakan kha-
zanah peradaban dan kekayaan sejarah yang memiliki karak-
teristik fisik yang unik. Dalam perkembangannya, bentuk dan
gaya bangunan di seluruh dunia memiliki citra dan ciri khas
tersendiri, demikian halnya masjid kuno bersejarah di Indonesia
berdesain regional yang memperlihatkan dominannya pengaruh
geografis dan bersifat vernacular berakulturasi dengan budaya
lokal atau bentuk-bentuk daerah setempat.2
Arsitektur masjid di Jawa tidak terlepas dari keberadaan
kebudayaan dan tradisi yang sudah ada sebelum Islam masuk di
wilayah tersebut. Tidak mengherankan, bila masa-masa awal
masuk nya Islam di tanah Jawa,bentuk masjid memakai gaya
arsitektur tradisional yang cenderung bernuansa Hinduisme.
Masjid-masjid kuno di Indonesia khususnya Jawa menunjukkan
keistimewaan dalam denah yang berbentuk bujursangkar dengan
1
Darori Amin, 2000, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama
Media, h. 187-189
2
Yulianto Sumalyo, 2006, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah
Muslim, Yogyakarta: Gajamada Universuty Press h. 478

300
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

pondasi yang tinggi serta pejal, atapnya bertumpang dua, tiga


atau lebih, dikelilingi kolam air pada bagian depan dan samping-
nya dan berserambi. Bagian-bagian lain seperti mihrab dengan
lengkung pola kalamakara, mimbar yang mengingatkan ukir-
ukiran pola-pola seni bangunan tradisional yang dikenal di
Indonesia sebelum kedatangan Islam.3
Seperti halnya arsitektur masjid pada zaman wali lebih cen-
derung mengakulturasikan dan mengkombinasikan arsitektur
tradisional yang bercorak Jawa dan Hindu yang masih sesuai atau
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bangunan utamanya
meng gunakan bentuk bangunan tradisional yaitu perpaduan dari
denah bangunan joglo dengan atap dari bangunan meru yakni
bangunan suci umat Hindu di Majapahit.Komposisi bangunan ini
disebut orang Jawa bentuk tajug atau masjidan yakni bentuk
bangunan limas yang berpuncak dan beratap tingkat ganjil, yakni
tiga atau lima.4
Masjid Sunan Giri salah satu masjid walisanga yang didirikan
oleh Sunan Giri yang memiliki kharismatik dalam memimpin
kekuasaannya di Giri Kedaton.Ia diangkat sebagai penasehat
Raden Patah Demak sekaligus sebagai ketua para walisanga.
Sunan Giri dikenal ahli dakwah yang humanis dan toleran, ia
tidak mengubah atau merusak prasasti atau bangunan pening-
galan agama Hindu ataupun Jawa. Ia membiarkan dan memakai
bagian-bagian atau kebiasaan-kebiasaan yang merupakan budaya
Hindu dan Jawa yang bisa ditoleransi dan tidak merusak akidah.
Sunan Giri mendirikan bangunan masjid yang arsitektur bangu-
nannya mencirikan akulturasi budaya yang bercorak Hindu dan
tradisional Jawa yang khas.5
Masjid Sunan Giri di Gresik Jawa Timur arsitektur bangunan
nya merepresentasikan berakulturasiny Islam dengan budaya
Hindu dan Jawa. Masjid Sunan Giri berarsitektur Joglo dengan
empat soko guru yang menyanggah bangunan masjid merepre-
3
Marwati Djoened Poesponegoro Nugraha Notosussanto,1993, Sejarah
Nasional Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Indonesia h. 192-193
4
Zein M Wiryoprawiro, 1986, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa
Timur, Surabaya: Bina Ilmu, h. 115
5
Dukut Imam Widodo Dkk, 2004,Grissee Tempo Doeloe, Gresik: Peme-
rintah Kabupaten Gresik, h. 30

301
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

sentasikan bangunan khas vulnacular daerah Jawa. Mustaka pada


atap masjid bertumpang tiga mirip meru pada bangunan Hindu,
mihrab masjid yang berbentuk lengkungan kalamakara seperti
candi,mimbar masjid berbentuk padmasana singgasana dileng-
kapi dengan ornamen surya Majapahit,florish dan nanas,gapura
masjid berbentuk paduraksa mengingatkan pada bentuk bangun-
an kori agung pada kedathon di komplek Kerajaan Hindu. Antara
serambi dan halaman masjid terdapat kolam, pada serambi
masjid terdapat bedug dan kentongan, bagi masyarakat Jawa
bedug sebagai sesuatu yang dikeramatkan.6
Walaupun bangunan masjid sudah mengalami renovasi dan
penambahan pada bangunan, namun arsitektur bangunannya te-
tap terjaga.Jika dilihat dari segi usia sejak awal didirikan tahun
1544 Masehi dan dipindahkan bangunannya dari Giri Kedaton ke
Giri Gajah dekat makam Sunan giri tahun 1857 Masehi, menurut
UU RI nomor 11 tahun 2010 pasal 1 bangunan Masjid Sunan
Sunan Giri terkategori benda cagar budaya.Masjid itu merupakan
khazanah kekayaan budaya bangsa yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan.7
Dalam perkembangan selanjutnya, sejak awal berdiri hingga
sekarang, arsitektur Masjid Sunan Giri merepresentasikan ada-
nya akulturasi budaya masa pra Islam Hinduisme dengan tradi-
sional Jawa. Penelitian terhadap Masjid Sunan Giri menarik untuk
dikaji; bukan hanya menggali nilai-nilai budaya dan peninggalan
sejarah Islam di Indonesia, tetapi juga wujud akulturasi budaya
yang mencirikan budaya vernacular Jawa. Sebab,masjid ini
selain sebagai saksi sejarah yang paling nyata, masjid ini sebagai
salah satu bukti peninggalan arkeologi masa Islam dan simbol
keberadaan Islam.
Keunikan dan keistimewaan arsitektur bangunan Masjid
Sunan Giri yang vernacular dan merepresentasikan akulturasi
budaya tradisional Jawa dan masa pra Islam Hinduisme menarik

6
Uka Tjandrasasmita, Islamic Antiquities of Sendang Duwur, 1984:
Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, h. 31-34
7
Undang-undang No.11 tahun 2010 tentang cagar budaya www.kebuda-
yaan. kemdikbud.go.id

302
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

untuk mengkaji lebih detail bagaimana deskripsi arsitektur


Masjid Sunan Giri dan bagaimana wujud akulturasi budaya
arsitektur Masjid Sunan Giri.
Ada tiga tujuan dari kajian ini: pertama, untuk meng-
ungkapkan dan mendeskripsikan arsitektur Masjid Sunan Giri;
kedua, untuk mengetahui wujud akulturasi budaya pada arsitek-
tur Masjid Sunan Giri; ketiga, dapat menambah khazanah
keagamaan Nusantara, menggali nilai-nilai kearifan lokal dan
mengkonservasi dan melestari kan tempat-tempat ibadah keagamaan
bersejarah di Indonesia.
Penelitian Rumah Ibadah Besejarah Masjid Sunan Giri
Gresik menggunakan metode penelitian analisis deskriptif
dengan mendeskripsikan komponen-komponen bangunan masjid
kemudian dilakukan analisis dan penafsiran.Sedangkan pendekatan
yang dipakai dalam penelitian ini adalah historis dan arkeologis.
Pendekatan historis dilakukan untuk mendeskripsikan latar
belakang sejarah keberadaan Masjid Sunan Giri. Sedangkan pen-
dekatan arkeologis untuk mendeskripsikan struktur fisik bangunan
Masjid Sunan Giri dan makna yang terkandung di dalamnya,
dengan tujuan untuk mengungkap kehidupan manusia masa lalu
melalui kajian atas tinggalan-tinggalan kebendaanya.
Berdasarkan kedua pendekatan tersebut, metode pengum-
pulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: interview,
observasi, dan kajian pustaka meliputi kajian artefak, etnografi,
historis. Sedangkan sumber data primer diperoleh langsung dari
responden atau informan, pemuka adat dan sejarawan, imam dan
pengurus masjid, dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Semen-
tara data sekunder diperoleh dari Perpustakaan, Badan Pelestarian
Budaya, Badan Pusat Statistik dan Pusat Informasi Lainnya.
Kajian Pustaka Kajian dan penelitian tentang Masjid Sunan
Giri secara khusus belum pernah dikaji secara detail, namun
Universitas Kristen Petra tahun 2003 telah mengadakan studi
perbandingan terhadap interior masjid awal masuknya Islam di
Jawa Timur meliputi Masjid Sunan Ampel di Surabaya, Masjid
Sunan Giri Gresik dan Masjid Sendang Duwur di Lamongan.
Studi perbandingan ini mendeskripsikan interior ketiga masjid
yang diteliti secara deskriptif kemudian menuliskan persamaan
dan perbedaan yang tampak pada interior bangunan tersebut.

303
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

Referensi yang digunakan untuk mengungkapkan akulturasi


budaya arsitektur Masjid Sunan Giri adalah Sejarah Perjuangan
dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri (2014) berisikan tentang
biografi Sunan Giri, peranan dan kedudukan beliau di kalangan
para walisongo dalam penyebaran dan pengembangan Agama
Islam di tanah nusantara; Arsitektur Masjid dan Monumen
Sejarah Muslim (2006) yang berisikan tipologi arsitektur masjid
di mulai dari awal perkembangan di wilayah Arab dan sekitarnya
abad ke-VII hingga zaman modern akhir abad XX di seluruh
dunia. Aspek arsitektur yang dikaji melingkupi tata letak,tata
ruang,bentuk, pola, struktur, bahan, konstruksi dan dekorasi;
Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur (1986) yang
berisikan tentang deskripsi perkembangan tipologi masjid-masjid
di Jawa Timur yang secara stratifikasi dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu masjid di zaman wali, masjid di zaman penjajahan
dan masjid di zaman kemerdekaan. Masjid Kuno Indonesia
(1999) berisikan informasi secara deskripsi singkat tentang
masjid-masjid kuno di Indonesia yang termasuk peninggalan
sejarah dan purbakala.
Asal Usul Bangunan Masjid Sunan Giri
Masjid Sunan Giri adalah masjid kuno peninggalan Sunan
Giri. Masjid ini dinamai Masjid Besar Ainul Yaqin Sunan Giri
karena berada di dekat makam Sunan Giri. Masjid ini adalah
pindahan dari masjid yang dibangun oleh Sunan Giri di Giri
Kedaton. Nama masjid ini dinisbatkan kepada nama pendiri
masjid Sunan Giri sekaligus untuk menapak tilas jejak per-
juangan dan penyebaran Islam di Jawa Timur tepatnya Gresik.
Secara administratif Masjid Sunan Giri ini berada di wilayah
Gresik, 20 km dari kota Surabaya dan terletak di Dusun Giri
Gajah Desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik Pro-
pinsi Jawa Timur. Letak Masjid Sunan Giri sebelah utara berba-
tasan dengan pabrik PT Semen Gresik, sebelah selatan dengan
jalan raya, sebelah timur dengan pemukiman penduduk, dan
sebelah barat berbatasan dengan pemakaman.8

8
Wawancara dengan Amir Syarifudin tanggal 2 April 2016

304
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

Pendiri Masjid Sunan Giri ialah Sunan Giri sebagaimana


disebutkan dalam tahun Condrosengkolo yang berbunyi Lawang
Gapuro Gunaning Ratu’ (1399 Saka) Bangunan ini berdiri di atas
sebuah Bukit Kedaton Sidomukti (jarak 500 meter arah tenggara
dari Masjid Besar Ainul Yakin Sunan Giri) yaitu tempat kediam-
an dan pondok pesantren Giri Kedaton pimpinan Sunan Giri.
Mula-mula tempat ibadah tersebut belum dinamakan masjid
dalam arti ditempati berjamaah shalat Jumat tetapi merupakan
langgar atau surau atau mushola. Baru pada tahun 1407 Saka
(1484 Masehi) atau menurut Condrosengkolo yang berbunyi
‘Pendito Nepi Akerti Ayu-Ayu’ secara resmi oleh Sunan Giri
dijadikan Masjid Jami’.9
Sunan Giri wafat pada tahun yang disebut dalam Condro-
sengkolo berbunyi: ‘Sariro Sirno Tataning Ratu’ (1428 Tahun
Saka/ 1505 M) dan dimakamkan di atas Bukit Giri (sebelah barat
laut Bukit Kedaton). Berpuluh-puluh tahun sesudah Sunan Giri
wafat, keadaan Masjid Sunan Giri kurang mendapat perhatian
dari masyarakat, pandangan masyarakat beralih pada makam
Sunan Giri yang di atas Bukit Giri. Keadaan inilah yang
mendorong Nyi Ageng Kabunan (salah seorang janda dan cucu
Sunan Giri) untuk memindahkan Masjid Sunan Giri dari Bukit
Kedaton ke Bukit Giri berdekatan dengan Makam Sunan Giri.
Pemindahan ini dilakukan oleh Nyi Ageng Kabunan pada tahun
1544 Masehi atau 684 Hijriah pada masa Sunan Prapen. 10
Masjid Sunan Giri sudah berdiri dengan megahnya di atas
Bukit Giri seluas 150 meter persegi yang sekarang ini disebut
Masjid Wedok (Masjid Perempuan) semakin penuh dengan
penduduk yang shalat berjamaah dan tidak mampu lagi menam-
pung masyarakat muslimin setempat. Maka melihat keadaan itu,
terpanggillah hati seorang tokoh yang masih keturunan dari Syeh
Khoja (pendamping Sunan Giri) yang bernama Haji Yakub
Rekso Astomo untuk bangkit dan mempelopori perluasan bangu-
nan Masjid Sunan Giri. Perluasan bukanlah merombak masjid

9
IGN. Anom, 1999, Masjid Kuno Indonesia, Jakarta: Direktorat Per-
lindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Pusat, h.182
10
Wawancara dengan Mukhtar Djamil, 3 April 2016

305
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

yang lama dan masjid yang lama tidak mengalami perubahan


namun memperbaiki pada bagian-bagian yang telah rusak.11
Menurut catatan sejarah pembantu utama Haji Yakub Rekso
Astomo dalam pembangunan ini adalah seorang muhandis atau
arsitek kenamaan yang bernama Baskambang alias Syiman dari
Kota Gresik. Akhirnya pada tahun 1857 Masehi usaha perluasan
masjid Sunan Giri selesai dibangun. Masjid Sunan Giri terdiri
dari dua bangunan yaitu bangunan lama atau asli di Sebelah
Selatan yang berkapasitas lebih kurang 200 jamaah dan ba-
ngunan Haji Yakub Resto Astomo atau tambahan di Sebelah
Utara dengan kapasitas lebih kurang 1000 jamaah.
Pada tahun 1950 masehi di daerah Giri dan sekitarnya terjadi
gempa bumi yang hebat hingga berakibat banyak rumah
penduduk Giri dan dinding serta pintu gapura Masjid Sunan Giri
mengalami kerusakan.Untuk perbaikan ini H. Zainal Abidin (juru
kunci Makam Sunan Giri) mangajak rakyat dari tiga desa yaitu
Desa Giri, Desa Klangonan, dan Desa Sidomukti (sekarang
Kelurahan Sidomukti) untuk berswadaya memperbaiki bangunan
masjid. Pembangunan tahap kelima berbentuk perluasan dan
pemindahan pendopo masjid dari halaman muka masjid ke
sebelah utara halaman pendopo. Pembuatan pendopo ini dimak-
sudkan untuk tempat penampungan para tamu dari luar kota yang
memerlukan tempat istirahat, terutama pada saat peringatan
haulnya Sunan Giri yaitu setiap Hari Jumat ketiga pada Bulan
Maulid Rabiul Awal.12

Tata Letak Bangunan Masjid Sunan Giri


Letak Masjid Sunan Giri yang berada di atas perbukitan dan
berdampingan dengan pemakaman menggambarkan unsur
budaya masa Hindu. Hal ini mengingatkan bangunan candi yang
berada di perbukitan sebagai tempat peribadatan yang sakral yang
berhubungan dengan raja sebagai dewa. Wali dianggap masya-
rakat muslim keramat dan memiliki karamah raja-raja pada masa

Wawancara dengan Mohamad Ma’arif, 1 April 2016


11
12
Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Malang dan Panitia Penelitian
dan Pemugaran Sunan Giri, 2014, Sejarah Perjuangan Dan Dakwah Islamiah
Sunan Giri cetakan III, Malang: Pustaka Luhur, h. 165-169

306
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

Hindu yang mengingatkan pula pada masa perkembangan Islam


pandito raja-pandito ratu. Mereka berziarah ke makam para wali
napak tilas meneladani perjuangan para wali sekaligus beribadah
di masjid.13
Di samping itu lokasi masjid yang berada di sekitar perkam-
pungan penduduk, sebelah kanan tangga sepanjang jalan menuju
masjid terdapat pasar para pedagang berjualan beraneka macam
barang dagangan yang lazimnya di sebelah selatan masjid.
Bangunan masjid yang dikelilingi oleh pagar dan terdapat gapura
paduraksa bentuk meru untuk memasuki wilayah masjid meng-
isyaratkan morfologi kota-kota di Indonesia pada masa pertum-
buhan dan perkembangan Islam.14
Konstruksi bangunan Joglo pada Masjid Sunan Giri yang
terdiri dari zona-zona ruang yang tertata dalam satu komplek
bangunan menampilkan keharmonisan dan keterpaduan arsitek-
tur yang indah dan unik. Zona-zona bangunan kecil yang
melengkapi infrastruktur dan tersedianya sarana prasarana yang
terstruktur dalam bentuk dan fungsi yang berbeda-beda menam-
pak kan nilai-nilai estetika dan kekhasan beragam budaya yang
terlihat. Adapun tata bangunan Masjid Besar Ainul Yakin Sunan
Giri dapat dibagi dalam tiga zona, yaitu zona ritual, zona transisi,
dan zona sosial.
Zona ritual yang digunakan sebagai tempat peribadatan
terdiri dari liwan bangunan utama masjid dan masjid wedok
(pawestren) tempat ibadah bagi perempuan. Zona transisi sebagai
perbatasan antara tempat ibadah dengan tempat umum terdiri
dari pintu gapura dan serambi. Gapura yang berada di sebelah
selatan dan utara masjid sebagai pintu masuk ke dalam halaman
masjid. Serambi masjid yang berada di sebelah timur dan utara
masjid bentuknya terbuka tanpa dinding sebagai tempat per-
singgahan atau peistirahatan bagi para jamaah atau pengunjung
masjid.
13
Tim Penyusun Buku Gresik Dalam Perspektif Sejarah, 2003 Gresik
Dalam Perspektif Sejarah,Gresik: Kepala Dinas Pariwisata Informasi dan
Komunikasi Kabupaten Gresik, h.17-19
14
Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Kota
Muslim di Indonesia Dari Abad XIII Sampai XVIII Masehi, Jakarta, 2000,
Menara Kudus, h.69.

307
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

Zona sosial terdiri atas ruang pendopo, tempat wudhu, ruang


seketariat, tpa/tpq dan kamar mandi. Pendopo masjid terletak di
Sebelah Timur ruang utama masjid berfungsi sebagai tempat
untuk majelis taklim, haulan Sunan Giri atau memperingati hari-
hari besar Islam. Ruang kantor guru-guru TPA/TPQ, Ruang
sekretariat berada di sebelah timur ruang utama masjis berfungsi
sebagai ruang tempat berkumpulnya dewan kemakmuran masjid
dan penyimpanan administrasi kemasjidan. Sebelah utara ruang
utama masjid terdapat sarana berwudu dan kamar mandi tempat
bagi jamaah untuk membersihkan badan atau bersuci. Halaman
depan serambi masjid biasa digunakan anak-anak tpa/tpq belajar.

Deskripsi Arsitektur Masjid


Arsitektur adalah hasil proses perancangan dan pembangu-
nan para designer dalam memenuhi kebutuhan fisik sekaligus
metafisik, memenuhi unsur raga maupun kejiwaan masyarakat.15
Setiap konstruksi bangunannya mengandung makna sebagai
penanda khazanah budaya masyarakat Sebagaimana halnya
Masjid Sunan Giri arsitektur ruangannya melingkupi interior dan
eksterior bangunan vernacular mengekspresikan seni rasa pikiran
budaya lokal.
Konstruksi bangunan Masjid Sunan Giri berakulturasi antara
masa pra Islam dengan tipologi Masjid Kuno Jawa. Konstruksi
bangunan Joglo disanggah dengan empat soko guru beratap
tumpang tiga dan bermustaka bentuk nanas khas Hindu, mimbar
masjid berbentuk florish dan terdapat surya majapahit, serambi
mengelilingi seluruh ruang ibadah dan di dalamnya terdapat
bedug pada masa pra Islam sebagai seni tabuhan untuk ritual
keagamaan. Pagarnya bergapura bentuk tugu bentar mengingat-
kan pada bentuk bangunan kori pada kedathon di komplek
Kerajaan Hindu.
Adapun arsitektur Masjid Besar Ainul Yakin Sunan Giri
ialah

15
Achmad fanani, Arsitektur Masjid, 2009, Yogyakarta: Bentang, h.11

308
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

Atap Masjid

Gambar 1. Atap Masjid (Dokumen: Novita Siswayanti, 2016)

Masjid Sunan Giri beratap tumpang berbentuk tajuk atau


limasan laksana piramida berundak-undak tiga tingkatan. Atap
masjid makin ke atas makin mengecil dan meruncing menjulang
ke angkasa menyerupai meru.Pada bagian puncaknya terdapat
mustaka (memolo) berfungsi sebagai penutup celah yang ada pada
ujung atap agar air hujan tidak masuk kedalam masjid, sekaligus
menguatkan ujung atap. Mustaka berbahan perunggu bewarna
kuning keemasan berbentuk nanas yang kelopaknya sedang
mekar sebagai ciri khas masjid tradisional Jawa.Atap masjid
berbahan genteng warna merah bata dibuat curam dan terjal agar
air hujan cepat meluncur ke bawah. Di antara atap terdapat
lubang angin gunanya sebagai ventilasi pertukaran udara. Plafon
atap masjid terdapat jendela kaca untuk pencahayaan sirkulasi
yang letaknya diselang-seling dengan ornamen kaligrafi bertulis-
kan kalimat Allah.

Ruang Utama Masjid

309
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

Gambar 2.Ruang Utama Masjid. Dokumen: Novita Siswayanti, 2016


Konstruksi Bangunan Masjid Sunan Giri berbentuk joglo,
pada ruang utama masjid atau liwan disanggah oleh 16 tiang-
tiang dari kayu jati yang kokoh: 4 soko guru dan 12 soko rawa
yang dihubung kan dengan sabuk penyambung antartiang dan
sunduk penghubung langsung ke dinding. Pada tiap sabuk antar
tiang terdapat ornamen ukiran khas tradisional Jawa. Tapaknya
berbentuk lingga menur bulatan bewarna kuning keemasan
dengan ornamen wajikan segitiga melingkari tiang.
Pada liwan ruang utama masjid terdapat tiga buah pintu
utama berbentuk kori agung yang penuh dengan ornamen dan dua
pintu penghubung ke ruang pawestren dan ruang pertemuan.
Dinding masjid dilapisi dengan keramik bewarna hijau dan
dituliskan huruf Shad sebagai penanda batas shaf untuk shalat.
Pada dinding masjid terdapat jendela berbentuk kisi-kisi
berjerejak vertikal yang sekaligus berfungsi sebagai teralis dan
ventilasi udara.Jendela masjid bewarna hijau toska ini pada
bagian dalamnya menggantung papan sebagai tempat meletakkan
Al-Qur’an Lantai masjid seluruhnya dilapisi dengan karpet.

Mihrab Masjid

310
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

Gambar 3. Mihrab Masjid. Dokumen: Novita Siswayanti, 2016

Di beberapa masjid di Jawa terdapat dua rongga yang


berdekatan, yang satu untuk mihrab (dalam bahasa Jawa disebut
pangimaman, bahasa Sunda: paimaman, artinya tempat imam),
sedangkan rongga yang lain berisi mimbar (dalam bahasa Jawa
pangimbaran, bahasa Sunda paimbaran artinya tempat mimbar).
Mihrab Masjid Sunan Giri berbentuk setengah lingkaran
menjorok ke depan menghadap ke arah Barat Laut sekaligus
sebagai penanda arah kiblat. Mihrab atau gedongan tempat sakral
disucikan tempat utama dihormati yang digunakan untuk peng
imaman sebagai keharusan tempat shalat bagi imam yang tidak
boleh sejajar dengan jamaah shalat. Mihrab masjid berbentuk
kubah bergaya moorish, pada atapnya terdapat mustaka
berbentuk padma bewarna kuning keemasan. Pada kiri kanannya
diapit dengan plaster berbahan marmer putih tulang pada seluruh
permukaannya.

Mimbar Masjid

311
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

Gambar 4. Mimbar Masjid. Dokumen: Novita Siswayanti, 2016

Mimbar Masjid Sunan Giri diletakkan pada sebuah ruangan


yang berdampingan dengan ruangan mihrab masjid. Ruangan itu
berbentuk moor beratap kubah dengan mustaka padma bewarna
kuning keemasan yang diapit oleh plaster pada kiri kanannya.
Mimbar masjid sebagai tempat duduk atau kursi atau tahta yang
menjadi bagian dari bangunan masjid sejak masa Rasulullah.
Mimbar masjid biasa digunakan Rasulullah untuk mengajar atau
pun menyiarkan pengumuman.16
Mimbar masjid Sunan Giri dibangun pada masa Sunan Prapen
ini berbentuk kursi tahta kerajaan menghadap ke arah jamaah
masjid agar khatib terlihat oleh para jamaah yang hadir. Mimbar
masjid bewarna hijau toska yang penuh dengan ornamen bewara
kuning keemasan berukiran tembus pada kayu-kayu penyanggah
kursi. Mimbar masjid Sunan Giri berbentuk padmasama serupa
dengan mimbar masjid Demak pada ornamennya terdapat surya
matahari yang menghubungkan dua ekor naga yang terletak di
atap mimbar.

Pintu Masjid

16
Aboebakar, 1955,Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah Dalamnja,
Bandjarmasin Adil dan Co Jakarta,h. 299

312
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

Gambar 5. Pintu Masjid. Dokumen: Novita Siswayanti, 2016

Pintu masuk ke dalam ruang utama Masjid Sunan Giri


berjumlah tiga buah. Pintu berukuran tinggi 204 cm dan lebar
157 cm ini berbentuk gapura paduraksa dengan atap berbentuk
meru bertingkat enam. Pintu bewarna dasar hijau toska ini penuh
dengan ornamen kaligrafi dan ukiran sulur-sulur bunga teratai
berangkai. Ornamen-ornamen tersebut diukir tembus dan timbul
pada dinding pintu yang berbahan kayu jati dengan variasi warna
hijau toska dan kuning keemasan. Pada kusen kiri kanan pintu
terdapat ornamen kaligrafi bergaya kufi bertuliskan huruf Arab.
Pada bagian dasar masing-masing pintu bertuliskan angka-angka
tahun beraksara Jawa, Arab dan Latin yang menunjukkan makna
tahapan pembangunan dan perenovasian masjid.

Pawestren

313
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

Gambar 6. Pawestren. Dokumen: Novita Siswayanti, 2016

Pawestren Sunan Giri terletak di sebelah selatan ruang


utama masjid. Ruangan ini disebut juga Masjid Wedok, ruangan
khusus kaum perempuan untuk melakukan kegiatan peribadatan
maupun pengajian. Pawestren berbentuk bangunan masjid ber-
atap tumpang, berplafon tulisan kaligrafi dan disanggah dengan
empat tiang soko guru bewarna hijau toska.
Pawestren ini merupakan bangunan masjid yang pertama
dibangun oleh Nyai Ageng Kabonan pada masa Sunan Prapen.
Masjid yang dipindahkan dari Bukit Kedaton ke Bukit Giri dekat
Makam Sunan. Sunan Prapen (1548-1605) seorang negarawan
pemimpin rohani yang berhasil mewujudkan Giri Gresik sebagai
pusat peradaban pesisiran Islam dan ekspansi ekonomi dan
politik di Indonesia Timur sepanjang pantai Jawa Timur hingga
pulau Bali dan Lombok. Sunan Prapen juga yang pertama kali
menyelenggara kan Haulan Sunan Giri.17

Serambi Masjid

Gambar 7. Serambi Masjid Dokumen: Novita Siswayanti, 2016

17
Tim Penyusun Buku Gresik Dalam Perspektif Sejarah, Op. Cit, h.33

314
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

Serambi Masjid Sunan Giri menghadap ke arah Timur


sehingga matahari pagi menerangi lingkungan serambi, Serambi
masjid berukuran panjang 15 meter dan lebar 6 meter memiliki
dua model tiang. Pada tiang pertama bangunan serambi pertama
disanggah oleh empat buah soko emper yang terbuat dari kayu
bewarna hijau toska. Pada atap serambi terdapat cagak sabuk
horisontal dengan ornamen terpahat pada kayu.Sedangkan pada
tiang kedua serambi masjid berbentuk kolom-kolom dibatasi
dengan enam tiang moorish berbentuk kubah bewarna putih.
Serambi masjid bagian luar bergaya arsitektur gotik pertemuan
dua pilar atau tiang bergaya lengkung tapal kuda seperti
bangunan Islam di Mezquito Spanyol. Bentuk kolom pada
arsitektur bertujuan mencipta kan suasana yang ramah agar setiap
orang yang memasuki masjid dapat duduk sama rendah tanpa
perbedaan derajat
Serambi masjid terbuka tanpa dinding beralaskan keramik,
sehingga siapa pun yang duduk di serambi dapat menikmati
hembusan angin segar Bukit Giri dan suasana masjid. Serambi
masjid dilengkapi dengan bencet tanda waktu shalat dan juga
ucapan selamat datang. Dari serambi masjid sebelah selatan dan
timur terdapat pintu untuk masuk ke ruang pawestren dan
pendopo masjid. Dari halaman masjid menuju ke serambi ter-
dapat kolam yang airnya jernih sebagai pembatas suci sekaligus
memperindah lingkungan masjid sehingga tampak asri dan indah
seperti halnya masjid-masjid tradisional di Jawa.
Pada serambi masjid juga terdapat bencet merupakan alat
penunjuk waktu yang menggunakan Sinar Matahari, sedangkan
dalam bahasa Sunda Bencet disebut Istiwa’ dan dalam bahasa
Arab Bencet disebut Miswala. Bencet terbuat dari batu marmer,
pada bagian batu marmer terdapat garis-garis melingkar dan pada
ujung garis-garis melingkar terdapat tanda tiang berbentuk balok
yang terbuat dari besi.18

Bedug

18
Wawancara dengan Mohamad Ma’arif, 6 April 2016

315
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

Gambar 8. Bedug Dokumen: Novita Siswayanti, 2016

Bedug merupakan alat musik tabuh seperti gendang yang


memiliki fungsi sebagai alat komunikasi tradisional,baik dalam
kegiatan ritual keagamaan,informasi,sosial maupun politik. Bedug
Masjid Sunan Giri digunakan sebagai penanda waktu shalat yang
dipukulkan mengiringi kumandang azan. Bedug Masjid Sunan
Giri ada dua buah yang diletakkan di serambi masjid sebelah
utara. Bedug terbuat dari batang kayu jati dan kayu kelapa yang
pada bagian tengahnya dilubangi sehingga berbentuk tabung
besar. Kemudian ditutup dengan kulit sapi yang berfungsi sebagai
membran atau selaput gendang bila ditabuh bedug menimbulkan
suara berat bernada rendah tapi dapat terdengar sampai jarak
cukup jauh. 19

Pendapa

19
Wawancara dengan Sukan, 3 April 2016

316
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

Gambar 9. Pendapa Dokumen: Novita Siswayanti, 2016

Pendopo Masjid Sunan Giri berada di sebelah utara masjid.


Bangunan yang bentuknya ruangan terbuka dan tidak diberi
dinding penutup ini dibangun pada tahun 1957. Secara filosofis
pendopo melambangkan terbuka tanpa pembatas ruangan melam-
bangkan keterbukaan, kerukunan, kebersamaan prinsip keterbu-
kaan dan keramah tamahan. Pendopo masjid dipergunakan pada
setiap acara-acara besar Islam seperti Maulid Nabi, Isra Miraj
maupun Haul Sunan Giri.

Gapura

Gambar 10. Gapuro Dokumen: Novita Siswayanti, 2016


Gapuro pada bangunan Masjid Besar Ainul Yaqin Sunan Giri
terletak di sebelah timur dan selatan pekarangan masjid. Gapuro

317
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

berbentuk Gapuro Paduraksa (Gapuro beratap) sebagai pintu


gerbang untuk memasuki pekarangan masjid. Gapura berbentuk
trapesium bertingkat susun tujuh makin ke atas makin kecil, pada
masing-masing sudut gapuro dihiasi dengan simbar-simbar
(hiasan daun) dan pada kemuncaknya terdapat hiasan mustaka
atau memelo yang berbentuk bunga padma atau bunga teratai
merah kuncup yang arti nya melambangkan keabadian,
kekekalan dan kelanggengan.

Masjid Sunan Giri sebagai wujud Akulturasi Budaya


Sunan Giri salah seorang walisanga yang memiliki kharis-
matik dalam memimpin kekuasaannya di Giri Kedaton. Pesantren-
nya tidak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam
arti sempit, tetapi juga sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Upaya politiknya sangat disegani oleh Majapahit bahkan ketika
Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri ber-
tindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan
Demak. Pada tahun 1487 Masehi ia dinobatkan oleh jaringan
Walisanga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah
Jawa. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut
sebagai Prabu Satmata. 20
Dalam membangun potensi agama Sunan Giri menerapkan
pola dakwah bil-hikmah. Sunan Giri dikenal ahli dakwah yang
humanis dan toleran, ia tidak mengubah atau merusak prasasti
atau bangunan peninggalan agama Hindu ataupun Jawa. Ia
membiarkan dan memakai bagian-bagian atau kebiasaan-
kebiasaan yang merupakan budaya Hindu dan Jawa yang bisa
ditoleransi dan tidak merusak akidah. Hal ini dapat dilihat pada
arsitektur bangunan Masjid Sunan Giri yang bercorak Hindu
maupun tradisional Jawa seperti atap Masjid Sunan Giri
berbentuk limasan atau tumpang susun tiga, suatu bentuk atap
yang menjadi tradisi masjid di Jawa; serambi masjid ada relief
kalamakara bermotifkan sulur dedaunan lambang Hindu pem-

20
Mustakim,2005,Gresik Sejarah Bandar Dagang dan Jejak Awal Islam
Tinjuan Historis Abad XIII Sampai XVII Masehi, Jakarta Timur: Cv
Mitraunggul Laksana cet 1, h. 50

318
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

batas atau penghancur kezaliman ataupun bentuk gapura nya


mirip meru bangunan Hindu.21
Akulturasi budaya dan terjalinnya hubungan politik yang
baik antara Giri Kedaton dengan Kerajaan Majapahit juga
tampak pada ornamen yang terdapat di mimbar masjid.Ornamen
Suryo Majapahit pada mimbar Masjid Sunan Giri berbentuk bulat
bewarna hijau toska seperti matahari sebagai simbol Kerajaan
Majapahit.Surya Majapahit perlambang pemujaan dewa matahari
pada masa Hindu yang juga merupakan ornamen sakral di Jawa
abad IX-XVI Masehi. Surya Majapahit berhiaskan motif lung-
lungan bewarna kuning keemasan yang dipahat langsung pada
balok kayu mimbar Masjid Sunan Giri sebagai perlambang pelita
dan penerang bagi kejayaan Islam dan umat Islam.22
Arsitektur Masjid Sunan Giri mencirikan masjid kesultanan
kedaton masa kebesaran Islam di tanah Jawa. Bangunan masjid
yang mencirikan kekhasan gaya arsitektur masjid tradisional di
Jawa berbentuk bangunan rumah joglo berdenah segiempat bujur
sangkar di atas konstruksi tanah bebatur, pondasinya pejal dan
tinggi, disanggah dengan empat tiang utama yang terbuat dari
kayu jati atau soko guru yang besar dengan serambi di depan dan
di samping nya, beratap tajug bersusun tiga. Pada bagian depan
dan samping terdapat parit berair atau kubah.23 Rumah joglo
mengisyaratkan kepercayaan kejawen masyarakat Jawa yang
berdasarkan sinkretisme adanya keharmonisan hubungan antara
manusia dengan sesama dan antara manusia dengan lingkungan
alam sekitarnya mikro dan makro kosmos.24
Masjid Sunan Giri berkonstruksi bangunan joglo seperti
halnya Masjid Agung Demak yang berada pada pondasi yang
masif dan bebatur (tanah diratakan lebih tinggi dari tanah

21
Dukut imam widodo, op.cit, h. 30
22
Iswahyudi,Perkembangan Makna Simbolik Motif Hias Medalion pada
Bangunan Sakral di Jawa Abad IX-XVI,Jurusan Pendidikan Seni Rupa PBS
UNY,h.22-23
23
Tim Penyusun Buku Gresik Dalam Perspektif Sejarah, 2003 Gresik
Dalam Perspektif Sejarah, Gresik:Kepala Dinas Pariwisata Informasi dan
Komunikasi Kabupaten Gresik, h.17-19
24
Rumah Joglo Rumah Adat Jawa Tengah dan Jawa Timur, www.
overfans.com

319
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

sebelumnya). Bangunan masjid disanggah oleh empat soko guru


sakaning guru tiang penyangga simbol adanya pengaruh ke-
kuatan yang berasal dari empat penjuru mata angin (pajupat)
manusia berada di tengah perpotongan arah mata angin.Saka
guru juga melambangkan kesatuan atau kegotongroyongan unsur
masyarakat Indonesia. Sunan Kalijaga menyusun soko guru dari
tatal yaitu pecahan-pecahan kayu kecil yang disatukan sehingga
kuat dan menjadi salah satu tiang utama.25
Atap Masjid Sunan Giri beratap tumpang berbentuk tajuk
atau limasan laksana piramida berundak-undak tiga tingkat.
Bentuk atap tumpang pada Masjid Sunan Giri dan masjid-masjid
di Jawa mengambil bentuk meru (gunung) dari zaman Hindu-
Jawa. Atap tumpang mengingatkan bangunan Meru tempat suci
di Pura, tempat bersemayam para dewa.26 Atap masjid makin ke
atas makin mengecil dan meruncing menjulang ke angkasa
menyerupai stilasi gunung. Menurut filosofis orang Jawa gunung
adalah tempat yang tinggi dan disakralkan sebagai simbol
sesuatu bernilai magis. Pada bagian puncaknya terdapat mustaka
(memolo) berbahan perunggu bewarna kuning keemasan
berbentuk nanas yang kelopaknya sedang mekar sebagai ciri
khas masjid tradisional Jawa.
Pada beberapa masjid di Jawa terdapat dua rongga yang
berdekatan berbentuk ceruk maju ke garis utama bangunan
masjid dan menghadap ke arah barat laut. Rongga tersebut yang
satu untuk mihrab (dalam bahasa Jawa disebut pangimaman,
bahasa Sunda: paimaman, artinya tempat imam), sedangkan
rongga yang lain berisi mimbar (dalam bahasa Jawa disebut
pangimbaran, bahasa Sunda: paimbaran, artinya tempat mim-
bar).27 Masjid Sunan Giri seperti halnya Masjid Cikoneng
Banten mempunyai dua rongga yaitu mihrab berfungsi sebagai
arah kiblat dan imam memimpin shalat. Sedangkan rongga yang
lainnya berfungsi sebagai tempat mimibar bagi khatib menyam-
paikan khutbah. Mimbar Masjid Sunan Giri berbentuk padma-

25
Achmad Fanani, Arsitektur Masjid, 2009, Yogyakarta: Bentang, h.11
26
Sagimun, 1988, Peninggalan Sejarah Masa Perkembangan Agama-
Agama di Indonesia, Jakarta: CV. Haji Masagung, h. 74
27
Aboebakar, op.cit., h.287

320
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

sana kursi tahta kerajaan serupa dengan mimbar masjid Demak


pada ornamennya terdapat surya matahari lambang Majapahit.
Mimbar seperti singgasana atau umpak sebagai legitimasi kekua-
saan bahwa tradisi Majapahit diteruskan ke Kesultanan Islam
simbol Islam.
Di Jawa masjid-masjid kuno mempunyai bagian yang
dinama kan pawestren atau pa-istri-an yaitu ruangan sebelah
selatan yang terpisah oleh dinding tulisan untuk perempuan.
GP.Pijfer berpendapat bahwa hal itu khusus ditemukan di Jawa
yang membuktikan bahwa zaman dahulu di Jawa kaum wanita
turut serta mengambil bagian dalam melakukan sembahyang di
masjid bersama sama dengan kaum pria.28 Pada bagian selatan
bangunan utama Masjid Sunan Giri terdapat pawestren yang
bentuknya sebuah bangunan utuh seperti sebuah masjid. Awal-
nya pawestren ini adalah bangunan masjid yang pertama yang
dipindahkan dari Bukit Kedaton ke Bukit Giri pada masa Sunan
Prapen. Pawestren ini disebut masjid wedok atau masjid perem-
puan. Namun sekarang beralih fungsi sebagai ruangan khusus
perempuan untuk melaksanakan aktifitas peribadatan maupun
pengajian.
Umumnya masjid-masjid di Jawa Tengah dan Jawa Timur
memiliki serambi atau disebut juga pendapa sebuah ruangan
terbuka dan tidak diberi dinding penutup seperti bangunan
tradisional Jawa. Istilah pendopo berasal dari kata mandapa
dalam bahasa Sansekerta mengacu pada suatu bagian dari kuil
Hindu di India yang berbentuk persegi dan dibangun langsung di
atas tanah. Di Indonesia khususnya Masjid Sunan Giri, arsitektur
mandapa atau pendopo tersebut dimodifikasi menjadi sebuah
ruang besar dan terbuka yang sering digunakan untuk zikir
bersama, memperingati Hari Besar Islam maupun Haul Sunan
Giri. Secara filosofis serambi atau pendopo melambangkan
prinsip keterbukaan dan keramah tamahan Sedangkan serambi
atau beranda Masjid Sunan Giri digunakan oleh para penziarah
makam atau pengunjung untuk beristirahat dan menunggu waktu
shalat.

28
Uka tjandrasasmita, op.cit., h. 168

321
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

Pada bangunan masjid di Jawa abad XVII untuk memasuki


serambi masjid di depannya terdapat kolam yang mengelilingi-
nya untuk keperluan bersuci dan berwudu. Terutama bagi masjid
yang jauh dari kali atau sungai. Beberapa masjid dikelilingi oleh
selokan air mengingatkan kita pada telaga telaga suci yang
biasanya terdapat pada Candi Hindu misalnya Candi Jawi.29 Pada
masjid-masjid kuno air sebagai refleksi surgawi dan kehidupan
selalu menjadi bagian yang berperan penting dan majemuk untuk
wudu, menyejukan dan mem perindah lingkungan. Terlebih lagi
adanya air akan menguap karena panas, dapat menyerap panas di
sekitarnya. Pada Masjid Sunan Giri antara serambi dan halaman
masjid terdapat kolam air guna mencuci kaki menjaga kebersihan
masjid bagi mereka yang hendak masuk ke dalamnya. Kebera-
daan kolam yang airnya jernih dan bening juga menambah keas-
rian dan keindahan masjid.
Pada serambi masjid tradisional di Jawa terdapat bedug
lengkap dengan kentongannya. Seperti halnya di Masjid Sendang
Duwur terdapat bedug di serambi masjid yang dibunyikan
sebagai penanda waktu masuk shalat atau adanya pemberitaan.
Sedangkan pada Masjid Sunan Giri terdapat dua bedug yang
terbuat dari kayu jati dan kelapa dengan membran kulit sapi
sebagai pertanda masuknya waktu sholat yang wajib sebelum
dikumandangkan adzan. Bedug pada masa Walisongo dianggap
sebagai sarana yang sangat efektif untuk komunikasi. Pada masa
peresmian Masjid Agung Demak, Sunan Giri menabuh bedug
berulang-ulang untuk mengundang orang-orang hadir pada acara
sekatenan. Dengan memukul bedug Sunan Kudus mengumum-
kan kapan persisnya hari pertama puasa.30
Bedug adalah alat tabuh yang dibunyikan dengan kentongan
sebagai penanda atau isyarat telah dimulainya sesuatu. Bedug
sebagai salah satu wujud akulturasi budaya yang sudah difungsikan
oleh Masyarakat Jawa maupun umat Hindu-Budha. Bagi masya-
rakat Jawa bedhug adalah sesuatu yang dikeramatkan. Dalam seni
Karawitan Jawa bedug merupakan salah satu alat bunyi-bunyian
dalam seperangkat gamelan. Bagi umat Hindu- Budha bedug

29
Aboebakar, op.cit., h.195
30
Umar Hasyim, 1979, Sunan Giri, Kudus: Menara Kudus, h. 37

322
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

digunakan sebagai seni tabuhan dan seni tambur pada ritual


keagamaan.31 Pada tradisi Jawa bedug sebagai alat komunikasi
atau alat penghubung tradisional. Bedug digunakan untuk me-
nyampaikan berita penting tanda bahaya atau mengajak masya-
rakat untuk segera berkumpul pada suatu tempat yang sudah
ditentukan.32
Pada masjid bentuk Jawa yang asli, Gerbang adalah suatu
yang penting untuk memisahkan antara ‘kawasan suci’ dan
‘kawasan kotor’. Gerbang dibangun bermacam bentuk dan gaya.
Ada gerbang tembok bata pagar keliling untuk mencegah ber-
bagai gangguan keamanan seperti gerbang Masjid Demak atau
Masjid Sunan Gresik. Ada gerbang yang tidak berbumbung
biasanya disebut Gerbang Bentar sedangkan gerbang yang
berbumbung biasanya disebut Gapura (Bahasa Jawa) atau dalam
Bahasa Sanskrit disebut Gopura. Gapura juga ada keterikatan
simbolisasi dengan Majapahit sebagaimanana halnya di trowulan
ada Gapura Paduraksa yang disebut Waringin Lawang Candi
Bentar.33
Gapura Masjid Sunan Giri menyerupai gapura candi padu-
raksa bercorak bangunan Hindu. Gapura bertingkat tujuh makin
ke atas makin kecil dan pada puncaknya terdapat hiasan mustaka
berbentuk bangunan kori agung pada kedaton di komplek
Kerajaaan Hindu. Gapura masjid sebagai gerbang masuk ke
dalam pekarangan komplek Masjid Sunan Giri. Pintu gerbang
diberi nama gapuro dari kata ghoffur yaitu salah satu asma Allah
yang berarti yang Maha Pengampun. Sebelum masuk ke masjid
di pintu gapura ini kaum muslim beristighfar memohon ampun
atas kesalahannya kemudian bersuci mengambil air wudhu
untuk memasuki masjid.
Bangunan-bangunan pada Masjid Sunan Giri menarik dan
indah dipenuhi dengan ornamen ragam hias yang unik dan bagus
terpahat pada dinding-dinding kayu, plafon, mimbar, kusen, atau
tiang. Ornamen tersebut berbentuk floral (arabesque) maupun

31
Koenjaraningrat, 1997, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, h.
389
32
Sagimun, Op.Cit., h.76
33
Uka Tjandrasasmita, Op.Cit., h.65

323
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

kaligrafi. Kaligrafi berfungsi sebagai ornamen bermotif geomet-


rik vagetarian atau arabesque dan pseudo makhluk hidup baik
yang anthropomorphic dan faunalmorphic.34 Arabesque seni ukir
Islam pola tumbuh-tumbuhan dan geometris dipahat secara
berulang ulang tidak terbatas, tidak berukuran dan tidak ketidak-
terhinggaan. Corak floral menampilkan corak tumbuh tumbuhan,
sulur-sulur batang, dedaunan, bebungaan ataupun buah-buahan
sebagai representasi taman surgawi.35
Dekorasi floral dipahat dan diukir dalam relief pahatan
timbul-tenggelam, menjulur-melengkung secara abstrak pada
pintu, kusen, tiang atau mimbar Masjid Sunan Giri. Bangunan
tersebut distilasi dalam berbagai ornamen yang indah seperti
wajikan, banyu tetes, praba atau pageran dengan warna kuning
keemasan mencirikan ragam hias tradisional khas Jawa. Tulisan
kaligrafi huruf Arab bertuliskan kalimat Allah bergaya kufi tidak
bertitik, dan tidak bersyakal serta dibiarkan asli tanpa hiasan.
Pada bagian ujungnya yang tegak dibentuk ikal menyerupai kail
terpahat di kusen pintu masjid atau plafon masjid menciptakan
suasana sakral dan agung mengingatkan Kebesaran Allah.
Kaligrafi Arab sebagai penanda simbol dekoratif keindahan dan
spirit religius Islam.36
Bangunan pada Masjid Sunan Giri juga sarat dengan
ornamen dan ragam hias yang bermotif Jawa maupun Hindu.
Hiasan-hiasan yang melambangkan gambaran betapa kuatnya
unsur-unsur seni tradisional masa Pra Islam masa Indonesia
Hindu yang bercampur dengan Islam yang datang ke Majapahit.
Pada gapura masjid terdapat ornamen motif tlacapan atau tumpal
yang biasa ditemukan pada pagar-pagar bangunan Jawa. Hiasan
daun daunan dalam segi tiga tumpal yang melambangkan
gunungan atau meru. Ornamen dekoratif yang berkembang pada
arsitektur Islam sejalan dengan doktrin keagamaan yang mela-

34
Hasan Muarif Ambary, 1982, Beberapa Ciri Kreatifitasnya Dimani-
festasikan Melalui Seni Hias dan Seni Bangun Masa Indonesia Islam Abad
XIV –XIX, Majalah Kreatifitas, Jakarta: Dian Rakyat, h. 192
35
Fanani, Op.Cit., h. 112-114
36
Ismail R. Al Faruqi dan Lois Lamya Al Faruqi, 2004, Atlas Budaya
Islam; Menelajah Khazanah Peradaban Gemilang, judul Asli :The Cultural
Atlas of Islam, Bandung : Mizan, h. 171

324
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

rang duplikasi benda berjiwa yang mampu berjalan. Untuk itu


pada tiang sunduk di serambi masjid terdapat relief kalamakara
bermotifkan sulur dedaunan bermakna penolak bala sebagai
unsur keyakinan agama Hindu yang berarti juga menolak unsur
jahat dari luar.

Kesimpulan
Masjid Sunan Giri yang terletak di Bukit Giri Gresik adalah
bangunan masjid bersejarah yang arsitekturnya vernacular
berakulturasi dengan budaya lokal tradisional Jawa dan Hindu.
Masjid Sunan Giri salah satu masjid wali yang didirikan oleh
Sunan Giri penghulu para wali yang dikenal humanis dan toleran
dalam berdakwah. Ia membiarkan dan memakai bagian-bagian
atau kebiasaan-kebiasaan yang merupakan budaya Hindu dan
Jawa yang bisa ditoleransi dan tidak merusak akidah. Sunan Giri
mendirikan bangunan masjid yang arsitektur bangunannya
mencirikan akulturasi budaya yang bercorak Hindu dan tradisional
Jawa yang khas. Denah masjid berbentuk bujursangkar dengan
pondasi yang tinggi serta pejal, atapnya bertumpang tiga, dike-
lilingi kolam air pada bagian depan, berserambi dan bergapura
menyerupai candi paduraksa .
Wujud akulturasi budaya pada Masjid Sunan Giri tampak
pada arsitektur bangunannya bentuk Joglo khas bangunan Jawa
yang disanggah dengan empat sokoguru, mustaka beratap tum-
pang mirip meru pada bangunan Hindu,mihrab masjid berbentuk
lengkungan kalamakara seperti candi, mimbar masjid berbentuk
padmasana singgasana dilengkapi dengan ornamen surya maja-
pahit, florish dan nanas,gapura masjid berbentuk paduraksa
mengingatkan pada bentuk bangunan kori agung pada kedathon
di komplek Kerajaan Hindu.
Ucapan Terima Kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan informasi dan data terkait Masjid Sunan Giri, yaitu
Mohammad Ma’arif, Oemar Zainudin, Mukhtar Djamil, Sukan,
Mustakim, Amir Syarifudin dan mereka yang tidak disebutkan
namanya dalam artikel ini.

325
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016: 299-326

Daftar Pustaka

Aboebakar,1955,Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah Dalamnja,


Bandjarmasin Adil Co Jakarta
Ambary, Hasan Muarif, 1982, Beberapa Ciri Kreatifitasnya
Dimanisfestasikan Melalui Seni Hias dan Seni Bangun Masa
Indonesia Islam Abad XIV –XIX, Majalah Kreatifitas, Jakarta:
Dian Rakyat
Amin, Darori, 2000, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama
Media
Anom, IGN. 1999, Masjid Kuno Indonesia, Jakarta: Direktorat
Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Pusat
Djoened Poesponegoro Nugraha Notosussanto, Marwati, 1993,
Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Indonesia
Dukut Imam Widodo Dkk, 2004,Grissee Tempo Doeloe, Gresik :
Pemerintah Kabupaten Gresik
Fanani, Achmad, 2009, Arsitektur Masjid, Yogyakarta: Bentang
Hasyim, Umar 1979, Sunan Giri, Kudus: Menara Kudus
Iswahyudi, Perkembangan Makna Simbolik Motif Hias Medalion pada
Bangunan Sakral di Jawa Abad IX-XVI, Jurusan Pendidikan Seni
Rupa PBS UNY
Ismail R. Al Faruqi dan Lois Lamya Al Faruqi, 2004, Atlas Budaya
Islam; Menelajah Khazanah Peradaban Gemilang, judul Asli The
Cultural Atlas of Islam, Bandung : Mizan
Koenjaraningrat, 1997, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka
Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Malang dan Panitia Penelitian
Dan Pemugaran Sunan Giri, 2014, Sejarah Perjuangan Dan
Dakwah Islamiah Sunan Giri cetakan III, Malang: Pustaka Luhur
Mustakim, 2005, Gresik Sejarah Bandar Dagang dan Jejak Awal
Islam Tinjuan Historis Abad XIII Sampai XVII Masehi, Jakarta
Timur: Cv Mitraunggul Laksana cet 1
Sagimun, 1988, Peninggalan Sejarah Masa Perkembangan Agama-
Agama di Indonesia, Jakarta: CV. Haji Masagung
Sumalyo,Yulianto,2006,Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim,
Yogyakarta: Gajamada Universuty Press

326
Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri — Novita Siswayanti

Tjandrasasmita, Uka, 1984, :Islamic Antiquities of Sendang Duwur,


Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Tjandrasasmita,Uka, 2000, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota
Kota Muslim Di Indonesia Dari Abad XIII Sampai XVIII Masehi,
Jakarta, Menara Kudus.
Tim Penyusun Buku Gresik Dalam Perspektif Sejarah, 2003 Gresik
Dalam Perspektif Sejarah,Gresik:Kepala Dinas Pariwisata Informasi
dan Komunikasi Kabupaten Gresik
Zein, M Wiryoprawiro, 1986, Perkembangan Arsitektur Masjid di
Jawa Timur, Surabaya: Bina Ilmu
Undang-undang No.11 tahun 2010 tentang cagar budaya www.kebudaya-
an.kemdikbud.go.id
Rumah Joglo Rumah Adat Jawa Tengah dan Jawa Timur, www.over-
fans.com
Wawancara dengan Mohamad Ma’arif, 1 April 2016
Wawancara dengan Amir Syarifudin tanggal 2 April 2016
Wawancara dengan Mukhtar Djamil, 3 April 2016

327

Anda mungkin juga menyukai