Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KIMIA BAHAN MAKANAN

PENENTUAN KADAR ABU

Oleh :
Kelompok 5
Iis Nurjanah
Kiki Amelia Martha
Utiani Khoerunisa

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2014
A.TUJUAN

Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang

digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.

B.DASAR TEORI

Abu adalah zat organic sisa hasil pembakaran suatu bahan organic. Kandungan abu dan

komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara pengabuanya. Beberapa contoh kadar air

abu dalam beberapa contoh kadar abu dalam beberapa bahan dapat di lihat pada table brikut ini:

Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu

bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan

garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam-garam asam mallat,

oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat,

karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk

sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya

dalambentuk aslinya sangatlah sulit,oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-

sisa pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal dengan pengabuan.(sudarmadji.2003).

Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang

tinggi,yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan zat yang tinggal setelah proses

pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda–beda dan berkisar antara 2-8 jam.

Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan

diangap selesai apa bila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu dan

beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam

keadan dingin,untuk itu krus yang berisi abu diambil dari dalam tanur harus lebih dahulu
dimasukan ke dalam oven bersuhu 105°C agar suhunya turun menyesuaikan degan suhu didalam

oven,barulah dimasukkan kedalam desikator sampai dingin,barulah abunya dapat ditimbang

hingga hasil timbangannya konstan.( Anonim.2010 ).

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air.

Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. (Winarno, 1992)

Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-

komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung

pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam bahan

pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa

mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja.

Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak larut.

(Puspitasari, et.al,1991)

Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat

berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan

diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010)

Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu

merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang

diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di

dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650C akan menjadi abu

berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari

K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti

Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya

berkisar antara 1 hingga 1,5 %. (Yunizal, et.al, 1998)


Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat

keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil

oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.

Mineral yang terdapat dalam pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu

1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat, pektat dan lain-lain

2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam

alkali. (Anonim, 2011)

Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa

yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk

aslinya adalah sangat sulit.

Menurut Winarno (1991), kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan

anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik

terbakar.

Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus

dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry

ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut

tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan,

mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono, et.al,1989).

Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada

suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang

tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. (Sudarmadji, 1996)


Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu :

 Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi

kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam

hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.

 Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun

porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada

perubahan suhu yang tiba-tiba.

Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali mercuri

dan arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe akan

tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Penggunaan suhu

yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut.

Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara

lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :

a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian,

serta digunakan untuk sample yang relatif banyak,

b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak

larut dalam asam, dan

c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko

akibat penggunaan reagen yang berbahaya.

Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :

a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,


b. Tanpa penambahan regensia,

c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan

d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono, 1989)

Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu

kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol

alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi.

Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya

porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan

untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas

dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996)

Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung.

Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :

a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,

b. Suhu yang digunakan relatif rendah,

c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah,

d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan

e. Penetuan kadar abu lebih baik.

Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi :

a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,

b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan


c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan. (Apriantono, 1989)

Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu:

 Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan

Dalam penggilingan gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau lembaga yang

terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi.

 Mengetahui jenis bahan yang digunakan

Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang

digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk

menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.

Rumusan dari penentuan kadar abu sebagai berikut:

Keterangan:

A adalah berat cawan kosong dinyatakan dalam g

B adalah berat cawan + contoh awal, dinyatakan dalam g

C adalah berat cawan + abu, dinyatakan dalam g.

C. BAHAN DAN ALAT

Alat : krus

Tang Krus

Loyang

Oven

Tanur
D. PROSEDUR

siapkan alat dan bahan

oven krus pada suhu 1050 C selama 60 menit,


kemudian dikonstankan beratnya.

timbang 2 gram sampel, masukan dalam krus yang


telah konstan. terus ditimbang.

pijarkan krus pada suhu 550 0 C sampai terbentuk


menjadi abu, suhu diturunkan menjadi 1000 C.
Dinginkan

tambahkan HCL encer 10%, kemudian dicuci.


disaring, masukkan kembali dalam krus, pada suhu
550 0 C sampai terbentuk menjadi abumasukkan
dalam oven, kemudian pijarkan krus pada suhu
550 0 C sampai terbentuk menjadi abu . Timbang
E. DATA HASIL PENGAMATAN

1. Berat krus kosong = 16,370 gram

2. Berat krus + sampel = 19,370 gram

3. Berat krus + abu = 16,420 gram

4. Berat krus + abu tidak larut asam =16.377 gram

PERHITUNGAN

1. Kadar abu total

 Berat abu total = berat total penimbangan – berat krus kosong

= 16,420 -16,370

= 0,05 gram

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢
 Kadar abu total = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 x 100%

0,05 𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 100%
3 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 1,66 %

2. Kadar abu tidak larut asam

 Berat abu tidak larut asam = berat total penimbangan –berat krus kosong

= 16,377 gram -16,370 gram

= 0,007 gram

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢
 Kadar abu tidak larut asam = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 x 100%

0,007 𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 100%
3 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 0,23 %
F. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini,proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan tanur yang

memijarkan sampel pada suhu mencapai 550°C penggunaan tanur karena suhunya dapat diatur

sesuai dengan suhu yang telah ditentukan untuk proses pengabuan. Kadar abu dari bahan pangan

menunjukan : kadar mineral, kemurnian, dan kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Abu

berkaitan dengan mineral yang berfungsi sebagai komponen bahan pangan, dibutuhkan dalam

jumlah kecil, serta berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Pengujian kadar abu

dilakukan untuk mengetahui kualitas gizi (indikator mutu pangan), tinkat kemurnian tepung atau

gula, mengetahui pemalsuan selai buah dan sari buah, kontaminasi mineral yang bersifat toksik,

dan tingkat kebersihan pengolahan suatu bahan. Metode yang digunakan adalah metode langsung

yaitu pengabuan kering (suhu tinggi dan O2 ). Prinsip dari pengabuan kering yaitu Destruksi

komponen organik sampel dengan suhu tinggi dalam tanur pengabuan (furnace) tanpa terjadi

nyala api sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai.

Kelebihan dari pengabuan kering yaitu paling banyak dipakai, mudah, murah, sederhana,

abu larut air, tidak larut air dan asam. Untuk kekurangannya yaitu wakru relatif lama, interaksi

mineral, kehilangan mineral.

Sampel yang telah halus ditimbang 3 gram, sebelum dimasukkan kedalam tanur terlebih

dahulu sampel dipanaskan didalam oven tujuannya agar dapat meminimalkan asap atau jelaga

yang muncul pada saat pengabuan. Untuk kali ini analisis kadar abu total menggunakan bahan

atau sampel adalah kentang. Setelah tercapai pengabuan yang dapat ditunjukkan pada warna

yang dihasilkan sampel setelah diarangkan, pada pengabuan sampel telah menjadi abu berwarna

putih abu-abu. Berat abu yang didapat pada sampel cengkeh yakni seberat 0,05 gram, dengan

kadar abu total 1,66%. Sementara untuk kadar abu tidak larut asan diperoleh berat abu 0,007
gram dengan kadar 0,23%. Proses pengabuan telah terjadi penguapan air dan zat-zat yang

terdapat pada sampel,sehingga yang tersisa hanyalah sisa dari hasil pembakaran yang sempurna

yakni abu.

Besarnya kadar abu yang didapat dalam praktikum kali ini, mungkin disebabkan oleh

suhu ruang ataupun adanya pasir dan kotoran yang terdapat dalam sampel. Untuk itu dilakukan

pengujian kadar abu totol yang memiliki berbagai macam tujuan yakni menentukan baik

tidaknya suatu proses pengolahan,mengetahui jenis bahan yang digunakan juga sebagai

parameter nilai bahan makanan dan mengetahui adanya abu yang tidak larut dalam asam yang

cukup tinggii menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain yang terdapat dalam suatu bahan.

G.KESIMPULAN

Dari data hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan Abu adalah zat orgganik dari

sisa hhasil pembakaran suatu bahan organic,Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa

pembakaran disebut pengabuan. Berat abu tidak larut asam 0,007 gram dengan persen kadar

0,23%.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Kementrian Kesahatan Republik Indonesia.

Rohman, Dr. Abdul. 2011. Analisis Bahan Pangan.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai