Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (2011) sanitasi adalah upaya pengendalian semua

faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat

menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik,

kesehatan, dan daya tahan hidup manusia (Herwati dkk, 2018).

Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi

negara-negara berkebang karena penyakit diare membunuh satu anak di

dunia ini setiap 15 detik, karena akses pada sanitasi masih terlalu rendah.

Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta

merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada

sekala nasiomal (Azwae, 2009).

Diare adalah penyakit yang terjadi ketika perubahan

konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang

dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya,

atau bila buang air besar tiga kali atau lebih dalam waktu 24 jam.

Diare selalu masuk dalam 10 besar masalah kesehatan dan penyakit

yang terjadi pada seluruh puskesmas di Indonesia. Masalah ini disebabkan

oleh ketidak tahuan dan ketidak mampuan masyarakat dalam memelihara

kesehatan lingkungan (Langit, 2016).


2

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diare adalah

penyebab nomor satu kematian anak di bawah lima tahun (balita) di seluruh

dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA

(Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Hasil Survei Kesehatan Rumah

menunjukkan angka kematian akibat diare adalah 23 per 100 ribu penduduk

dan pada balita adalah 75 per 100 ribu balita (Depkes RI, 2005). Di

indonesia, diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama, hal ini

di karenakan masih tingginya angka prevensi diare yang menyebabkan

banyak mortalitas terutama pada balita. Angka morbiditas diare di indonesia

sekitar 200-400 kejadian per 1000 penduduk setiap tahunnya. Sebagai besar

70%-80% anak balita (surdayat, 2009).

Penyakit Diare merupakan penyakit endemis potensial Kejadian

Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian di Indonesia. Target

cakupan pelayanan penderita diare balita yang datang ke sarana kesehatan

adalah 20% dari perkiraan jumlah penderita diare balita (Insidens diare balita

dikali jumlah balita di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun).

Tahun 2018 jumlah penderita diare balita yang dilayani di sarana

kesehatan sebanyak 1.637.708 atau 40,90% dari perkiraan diare di sarana

kesehatan. Target cakupan pelayanan penderita diare semua umur (SU) yang

datang ke sarana kesehatan adalah 10% dari perkiraan jumlah penderita diare

SU (Insidens diare SU dikali jumlah penduduk di satu wilayah kerja dalam

waktu satu tahun). Tahun 2017 jumlah penderita diare SU yang dilayani di

sarana kesehatan sebanyak 4.274.790 penderita dan terjadi peningkatan pada


3

tahun 2018 ya itu menjadi 4.504.524 penderita atau 62,93% dari perkiraan

diare di sarana kesehatan. Insiden diare semua umur secara nasional adalah

270/1.000 penduduk (Rapid Survey Diare tahun 2015).

Pelayanan penderita diare Balita secara nasional pada tahun 2018,

dengan cakupan tertinggi yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat (75,88%), DKI

Jakarta (68,54%) dan Kalimantan Utara (55,00%), sedangkan provinsi

cakupan terendah yaitu Maluku (9,77%), Sumatera Utara (16,70%) dan

Kepulauan Riau (18,68%). Terjadi 10 kali KLB Diare pada tahun 2018 yang

tersebar di 8 provinsi, 8 kabupaten/kota. Kabupaten Tabanan dan Kabupaten

Buru masing-masing terjadi 2 kali KLB. Jumlah penderita 756 orang dan

kematian 36 orang (CFR 4,76%).

Menurut Depkes RI (2009), seluruh insiden diare di Indonesia, 60-

70% di antaranya anak-anak di bawah umur 5 tahun. Setiap anak mengalami

diare rata-rata 1 sampai 2 kali setahun dan secara keseluruhan,rata-rata

mengalami 3 kali episode diare per tahun. Penyakit diare merupakan

penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial KLB

yang sering disertai dengan kematian (Bela, 2009). Di indonesia kejadian

diare sejak tahun 2011-2014, pada tahun 2011 kejadian diare tertinggi berada

di kepulauan Riau dengan jumlah penderita 1.426 dengan jumlah kematian 2

(14%), Tahun 2012 tertinggi di Sumatera Selatan dengan jumlah penderita

292 jumlah kematian 8 (2,74%), Tahun 2013 tertinggi di Sulawesi Tengah

jumlah penderita 167 jumlah kematian 4 (2,40%), dan pada tahun 2014 kasus
4

diare tertinggi di NTT dengan jumlah penderita 2.089 jumlah kematian 23

(1,10%) (Kemenkes RI, 2014)

Prevalensi kasus penyakit diare di Kota Bengkulu pada tahun 2016

mencapai 3.956 penderita, pada tahun 2017 kembali bertambah menjadi

6.202 penderita dan pada tahun 2018 kembali penderita diare sedikit

berkurang menjadi 4.815. Penyakit tersebut biasanya terjadi di wilayah

dengan dengan faktor resiko kesehatan lingkungan yang buruk sebagai tempat

berkembangnya penyakit , dan masih rendahnya pengetahuan masyarakat

tentang (PHBS) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (Dinkes Kota Bengkulu,

2019).

Hubungan sanitasi dengan kasusu diare, berupa sarana air bersih,

sarana jamban, sarana pembuangan sampah dan SPAL sangat memegang

peranan penting untuk dapat mencegah kejadian diare. Selain sarana Sanitasi

Dasar, Prilaku Hidup Bersih dan Sehan (PHBS) memiliki hubungan yang erat

dengan kejadian diare. Perilaku mencuci tangan sebelum makan, setelah

buang air besar menjadi cara yang baik dalam memtuskan rantai penularan

penyakit diare. Perilaku membuang kotoran (jamban) juga sangat berperan

dalam mencegah penularan penyakit diare. Oleh karena itu dalam usaha

mencegah timbulnya diare yaitu dengan melalui penyediaan sarana jamban

yang sehat, disertai dengan sarana air bersih yang cukup, sarana pembuangan

sampah dan SPAL.

Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor yaitu,

sarana air bersih (SAB), jamban keluraga, saluran pembuangan air limbah
5

(SPAL) dan tempat pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat

kesehatan. Diantara keempat faktor tersebut yang memiliki peranan

terpenting mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah lingkungan.

Masalah kesehatan yang timbul terutama disebabkan oleh sanitasi dasar yang

kurang memenuhi syarat kesehatan yang mencakup tentang penyediaan air

bersih dan jamban keluarga. Dengan kurangnya penyediaan air bersih dan

jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menimbulkan

berbagai penyakit salah satu diantaranya adalah kejadian diare. (Ibrahim,

2007).

Faktor risiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yang

meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban, saluran pembuangan air

limbah (SPAL), tempat pembuangan sampah dan kualitas bakteriologis air.

Data terakhir menunjukan bahwa kualitas air minum yang buruk yang

disebabkan sanitasi yang buruk yang menyebabkan kontaminasi bakteri

E.coli dalm air bersih yang dikonsusmsi masyarakat. Bakteri E.coli

mengindikasikan adanya pencemaran tinja manusia. Kontaminasi bakteri

E.coli terjadi pada air tanah yang banyak disedot penduduk diperkotaan, dan

sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun tercemar bakteri

(Setiawan 2007).

Diare dapat disebebkan dari berbagai macam faktor yaitu nutrisi,

faktor perilaku orang tua dan faktor lingkungan yang kotor. Cara penularan

penyakit diare dapat melalui lingkungan dengan cara penyebaran dari


6

makanan dan minuman yang tercemar atau terkontak dengan tangan penderita

yang kotor pada saat menyentuh makanan atau melalui lalat pada makanan

yang tidap di simpai baik. Makanan basi dan makanan sisi setelah beberapa

hari juga sebagai bagian penularan diare. Dampak dari diare mengakibatkan

terjadinya kekurangan cairan tubuh yang dikenal dengan dehidrasi, tanda dan

gejala yang muncul yaitu berrupa penafasan kusumal, penurunan berat badan

yang derastis, denyut nadi cepat, tekanan darah menurun.

Gejala yang bisa di timbulkan dalam penyakit diare adalah perut

terasa sakit dan terasa nules. Peningkatan frekuensi volume cairan dalam

kotoran semakin tinggi. Kotoran itu ada yang berupa darah atau lendir saja.

Di sekitar anus terasa panas dan seolah-olah ingin buang air saja. Rasa

demam, perut berasa kembung dan mual juga menjadi gejala dari diare stelh

itu berat badan akan menurun secara drastis (Soegijanto, 2012).

Lingkungan yang kurang sehat dan bersih merupakan faktor utama

penyebab penyakit diare. Sanitasi yang kurang bagus seperti air yang kotor,

sampah yang berserakan dan lain sebagainya. Semua itu merupakan penyebab

awal timbulnya penyakit diare, karena lingkungan dan sanitasi yang kurang

bersih dan sehat terdapat berbagai macam bakteri dan virus penyebab

penyakit yang kapan saja dapat menyebar dan menyerang seseorang,

sehingga menyebabkan suatu penyakit. Khususnya anak- anak yang masih

rentan terhadap bakteri dan virus penyebab penyakit (Soegijanto, 2012).

Data Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu pada tahun 2019

mengenai sarana Sanitasi Dasar pada kelurahan


7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah

bagaimana kondisi Sarana Sanitasi Dasar dan Kejadian Penyakit Diare di

Kecamatan Tengah Padang, Kota Bengkulu.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Sarana Sanitasi Dasar dan Kejadian Penyakit Diare

di Kecamatan Tengah Padang Kota Bengkulu.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui sarana air bersih di Kecamatan Tengah Padang,

Kota Bengkulu.

b. Untuk mengetahui Kondisi Sarana jamban di Kecamatan Tengah

Padang, Kota Bengkulu.

c. Untuk mengetahui sarana pembuangan sampah di Kecamatan Tengah

Padang, Kota Bengkulu.

d. Untuk mengetahui sarana pembuangan air limbah di Kecamatan

Tengah Padang, Kota Bengkulu.

e. Untuk mengetahui kejadian penyakit diare di Kecamatan Tengah

Padang, Kota Bengkulu.


8

D. Manfaat Penelitian

1. Akademik

Untuk dapat memberikan pengetahuan dan informasi yang

bermanfaat untuk memperdalam tentang sanitasi dasar dan kejadian

penyakit diare bagi mahasiswa Poltekkes Kemenkes Bengkulu

terutama pada Program studi Sanitasi.

2. Manfaat bagi akademik

Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang

pentingnya memperhatikan sarana sanitasi dasar yang dapat

mempengaruhi terjadinya penyakit diare sehingga diharapkan dapat

menurunkan angka kejadian penyakit diare.

3. Manfaat bagi peneliti lain

Untuk dapat digunakan sebagai data awal dan gambaran bagi

peneliti lain yang ingin menganalisis tentang variabel lain yang

mempengaruhi kejadian penyakit diare.


9

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

Nama Metode Hasil Perbedaan dengan


NO Judul Peneliti
Peneliti Penenlitian Penelitian Penenlitian
1

Anda mungkin juga menyukai