Anak (umur < 6 tahun) menderita anemia jika kadar Hb < 9,3 g/dl (kira-kira sama dengan
nilai Ht < 27%). Jika timbul anemia, atasi - kecuali jika anak menderita gizi buruk, untuk hal
ini lihat bagian 7.4.6.
Beri pengobatan (di rumah) dengan zat besi (tablet besi/folat atau sirup setiap hari)
selama 14 hari.
Minta orang tua anak untuk datang lagi setelah 14 hari. Jika mungkin, pengobatan
harus diberikan selama 2 bulan. Dibutuhkan waktu 2 - 4 minggu Untuk
menyembuhkan anemia dan 1-3 bulan setelah kadar Hb kembali normal untuk
mengembalikan persediaan besi tubuh.
Jika anak berumur ≥ 2 tahun dan belum mendapatkan mebendazol dalam kurun
waktu 6 bulan, berikan satu dosis mebendazol (500 mg) untuk kemungkinan adanya
infeksi cacing cambuk atau cacing pita.
Ajari ibu mengenai praktik pemberian makan yang baik.
Anemia Berat
Beri transfusi darah sesegera mungkin (lihat di bawah) untuk:
Transfusi darah adalah proses penyaluran darah kedalam tubuh. Darah yang didonorkan
selayaknya harus sesuai dan terhindar dari penyakit yang malah akan menjadi penyebab penyakit
baru si penerima darah. Di Indonesia, kegiatan transfusi darah ini dikelola oleh Palang Merah
Indonesia (PMI). Melalui pendonor, kantong-kantong darah terkumpul dan mendistribusikannya
kepada yang membutuhkan suplai darah, seperti Rumah Sakit.
Transfusi darah merupakan kegiatan yang memiliki niat baik untuk membantu penyelamatan nyawa
dan pengobatan. Namun, tanpa proses pemeriksaan darah yang benar malah akan memberikan
dampak yang tidak baik bagi penerima. Dampak buruk tersebut dapat berupa penyakit, antara lain:
1. Demam
Reaksi demam dapat terjadi secara cepat baik itu selama atau sesudah proses transfusi darah
dilakukan. Memang ini tidak berbahaya atau efek yang mengancam jiwa tapi demam dapat menjadi
gejala dari sejumlah reaksi serius. Jadi supaya berjaga-jaga, transfusi akan dihentikan dan dokter
akan menyarankan pemeriksaan lebih lanjut.
2. Infeksi.
Sebelumnya pendonor selalu akan diperiksa lebih dulu untuk mengetahui apakah ia memiliki infeksi
yang kiranya berpotensi ditularkan lewat darah ke orang lain. Meski begitu, tetap saja ada beberapa
kasus lolosnya infeks dari pemeriksaan sehingga penyakit seperti di bawah ini mampu terjadi,
antara lain:
HIV. Meski potensi besar penularan terjadi lewat suntikan penyalahgunaan obat-obatan, namun tak
menutup kemungkinan HIV menular dengan mudah melalui suntikan medis, transfusi darah atau
limbah medis. Karena salah satu cara penularan virus HIV AIDS merupakan kontak langsung antara
darah dan darah yang sudah terkena infeksi HIV.
Hepatitis B dan C – Tidak hanya virus HIV, hepatitis pun merupakan penyakit paling umum yang
bisa ditularkan secara mudah lewat transfusi darah.
Malaria
4. Graft-versus-host Disease.
Dampak lain yang patut diwaspadai dari transfusi darah adalah GVHD atau Graft-versus-host
Diseas. Kondisi ini dialami seseorang yang sistem daya tahan tubuhnya sangat rendah dan
memperoleh sel darah putih dari darah yang ditransfusikan. Dari transfusi tersebut, sel-sel darah
putih bisa menyerang jaringan tubuh si penerima darah. Hal seperti ini berpotensi lebih besar
apabila darah berasal dari seseorang dengan jenis jaringan sama atau justru dari keluarga.
5. Alergi.
Alergi terjadi karena sistem daya tahan tubuh yang mengeluarkan reaksi terhadap protein maupun
zat lain yang ada di dalam darah penerima transfusi darah. Reaksi alergi terjadi selama atau
sesudah melakukan proses transfusi. Gejala-gejala umum pun kemungkinan akan langsung
dirasakan, seperti misalnya kulit yang gatal-gatal dan disertai kemerahan maupun ruam yang
memang menjadi tanda umum dari kondisi alergi. Cobalah untuk ke dokter dan memeriksakannya
supaya cepat tertangani dengan benar.
6. Cedera Paru.
Transfusi darah pun dapat mengancam kesehatan paru-paru. Paru-paru dapat terancam mengalami
kekurangan oksigen apabila peradangan yang terjadi tergolong serius sehingga penderita pun akan
menjadi lebih sulit untuk bernapas.
7. Kelebihan Cairan.
Transfusi darah pun menjadi tindakan medis yang mampu memicu kelebihan cairan di dalam tubuh
penerima darah. Kondisi seperti ini bakal menjadi penyebab jantung tak lagi mampu secara
maksimal memompa darah ke seluruh tubuh. Paru-paru yang dipenuhi cairan akan menyebabkan
penderitanya sesak napas. Resiko seperti ini lebih banyak terjadi pada lansia yang mempunyai
riwayat penyakit jantung.
8. Kontaminasi Bakteri.
Kasus terkontaminasi bakteri ketika transfusi darah memang jarang terjadi. Namun trombosit adalah
komponen darah yang berisiko paling besar terkontaminasi bakteri. Itulah mengapa, penyimpanan
trombosit harus sangat ekstra, yaitu di suhu kamar mengingat pertumbuhan bakteri terjadi begitu
pesat.
Itulah sejumlah dampak buruk transfusi darah untuk diwaspadai. Jika setelah melakukan transfusi
darah Anda merasa tubuh mengalami perubahan kondisi, segera hubungi dokter. Transfusi darah
juga paling baik dilakukan di rumah sakit, jadi hati-hati dengan darah yang tidak sesuai prosedur.