Anda di halaman 1dari 4

Anemia (yang tidak berat)

Anak (umur < 6 tahun) menderita anemia jika kadar Hb < 9,3 g/dl (kira-kira sama dengan
nilai Ht < 27%). Jika timbul anemia, atasi - kecuali jika anak menderita gizi buruk, untuk hal
ini lihat bagian 7.4.6.

 Beri pengobatan (di rumah) dengan zat besi (tablet besi/folat atau sirup setiap hari)
selama 14 hari.

Catatan: jika anak sedang mendapatkan pengobatan sulfadoksin-pirimetamin, jangan diberi


zat besi yang mengandung folat sampai anak datang untuk kunjungan ulang 2 minggu
berikutnya. Folat dapat mengganggu kerja obat anti malaria. Lihat bagian 7.4.6 untuk
pemberian zat besi pada anak dengan gizi buruk.

 Minta orang tua anak untuk datang lagi setelah 14 hari. Jika mungkin, pengobatan
harus diberikan selama 2 bulan. Dibutuhkan waktu 2 - 4 minggu Untuk
menyembuhkan anemia dan 1-3 bulan setelah kadar Hb kembali normal untuk
mengembalikan persediaan besi tubuh.
 Jika anak berumur ≥ 2 tahun dan belum mendapatkan mebendazol dalam kurun
waktu 6 bulan, berikan satu dosis mebendazol (500 mg) untuk kemungkinan adanya
infeksi cacing cambuk atau cacing pita.
 Ajari ibu mengenai praktik pemberian makan yang baik.

Anemia Berat
Beri transfusi darah sesegera mungkin (lihat di bawah) untuk:

 semua anak dengan kadar Ht ≤ 12% atau Hb ≤ 4 g/dl


 anak dengan anemi tidak berat (haematokrit 13–18%; Hb 4–6 g/dl) dengan
beberapa tampilan klinis berikut:
o Dehidrasi yang terlihat secara klinis
o Syok
o Gangguan kesadaran
o Gagal jantung
o Pernapasan yang dalam dan berat
o Parasitemia malaria yang sangat tinggi (>10% sel merah berparasit).
 Jika komponen sel darah merah (PRC) tersedia, pemberian 10 ml/kgBB selama 3–4
jam lebih baik daripada pemberian darah utuh. Jika tidak tersedia, beri darah utuh
segar (20 ml/kgBB) dalam 3–4 jam.
 Periksa frekuensi napas dan denyut nadi anak setiap 15 menit. Jika salah satu di
antaranya mengalami peningkatan, lambatkan transfusi. Jika anak tampak
mengalami kelebihan cairan karena transfusi darah, berikan furosemid 1–2 mg/kgBB
IV, hingga jumlah total maksimal 20 mg.
 Bila setelah transfusi, kadar Hb masih tetap sama dengan sebelumnya, ulangi
transfusi.
 Pada anak dengan gizi buruk, kelebihan cairan merupakan komplikasi yang umum
terjadi dan serius. Berikan komponen sel darah merah atau darah utuh, 10 ml/kgBB
(bukan 20 ml/kgBB) hanya sekali dan jangan ulangi transfusi.
6. Pengobatan anemia Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada setiap kasus anemia perlu
diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini: 18 a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah
diagnosis ditegakkan. b. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien. Jenis-jenis terapi
yang dapat diberikan adalah: a. Terapi gawat darurat Pada kasus anemia dengan payah jantung atau
ancaman payah jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah
yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut. b. Terapi khas untuk
masing-masing anemia Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat besi
untuk anemia defisiensi besi. c. Terapi kausal Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit
dasar yang menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang harus diberikan obat anti-cacing tambang. d. Terapi ex-juvantivus (empiris) Terapi yang
terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat
dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada
pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respons 19 yang baik,
terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respons, maka harus dilakukan evaluasi kembali. Menurut
Yayan Ahyar Israr (2008) Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi
terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa a. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya,
pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. b. Pemberian preparat besi untuk mengganti
kekurangan besi dalam tubuh 1) Besi per oral merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah,
dan aman. preparat yang tersedia, yaitu: a) Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama
(murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg. b) Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan
ferrous succinate, harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama. 2) Besi
parenteral Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu : a) Intoleransi oral
berat b) Kepatuhan berobat kurang 20 c) Kolitis ulserativa d) Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal
preoperasi, hamil trimester akhir). c. Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan 1) Mengatasi penyebab
perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai. 2) Pemberian
preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi
elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan
sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal. 3) Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan
intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel. 4) Suportif : Makanan gizi seimbang
terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati
(bayam, kacang-kacangan). Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) screening diperlukan untuk
mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati dalam mengurangi mordibitas anemia. CDC
menyarankan agar remaja putri dan wanita dewasa yang tidak hamil harus di-screening tiap 5- 10 tahun
melalui uji kesehatan, meskipun tidak ada faktor risiko anemia seperti perdarahan, rendahnya intake Fe,
dan sebagainya. 21 Namun, jika disertai adanya faktor risiko anemia,

Transfusi darah adalah proses penyaluran darah kedalam tubuh. Darah yang didonorkan
selayaknya harus sesuai dan terhindar dari penyakit yang malah akan menjadi penyebab penyakit
baru si penerima darah. Di Indonesia, kegiatan transfusi darah ini dikelola oleh Palang Merah
Indonesia (PMI). Melalui pendonor, kantong-kantong darah terkumpul dan mendistribusikannya
kepada yang membutuhkan suplai darah, seperti Rumah Sakit.
Transfusi darah merupakan kegiatan yang memiliki niat baik untuk membantu penyelamatan nyawa
dan pengobatan. Namun, tanpa proses pemeriksaan darah yang benar malah akan memberikan
dampak yang tidak baik bagi penerima. Dampak buruk tersebut dapat berupa penyakit, antara lain:
1. Demam
Reaksi demam dapat terjadi secara cepat baik itu selama atau sesudah proses transfusi darah
dilakukan. Memang ini tidak berbahaya atau efek yang mengancam jiwa tapi demam dapat menjadi
gejala dari sejumlah reaksi serius. Jadi supaya berjaga-jaga, transfusi akan dihentikan dan dokter
akan menyarankan pemeriksaan lebih lanjut.

2. Infeksi.
Sebelumnya pendonor selalu akan diperiksa lebih dulu untuk mengetahui apakah ia memiliki infeksi
yang kiranya berpotensi ditularkan lewat darah ke orang lain. Meski begitu, tetap saja ada beberapa
kasus lolosnya infeks dari pemeriksaan sehingga penyakit seperti di bawah ini mampu terjadi,
antara lain:

 HIV. Meski potensi besar penularan terjadi lewat suntikan penyalahgunaan obat-obatan, namun tak
menutup kemungkinan HIV menular dengan mudah melalui suntikan medis, transfusi darah atau
limbah medis. Karena salah satu cara penularan virus HIV AIDS merupakan kontak langsung antara
darah dan darah yang sudah terkena infeksi HIV.
 Hepatitis B dan C – Tidak hanya virus HIV, hepatitis pun merupakan penyakit paling umum yang
bisa ditularkan secara mudah lewat transfusi darah.
 Malaria

3. Kelebihan Zat Besi.


Dari beberapa kasus ditemukan bahwa salah satu bahaya dari transfusi darah adalah kelebihan zat
besi. Tentu sebelum melakukan transfusi darah, harus benar-benar dicek kondisi darah di dalam
tubuh karena kelebihan zat besi berpengaruh buruk terhadap organ jantung maupun hati.

4. Graft-versus-host Disease.
Dampak lain yang patut diwaspadai dari transfusi darah adalah GVHD atau Graft-versus-host
Diseas. Kondisi ini dialami seseorang yang sistem daya tahan tubuhnya sangat rendah dan
memperoleh sel darah putih dari darah yang ditransfusikan. Dari transfusi tersebut, sel-sel darah
putih bisa menyerang jaringan tubuh si penerima darah. Hal seperti ini berpotensi lebih besar
apabila darah berasal dari seseorang dengan jenis jaringan sama atau justru dari keluarga.

5. Alergi.
Alergi terjadi karena sistem daya tahan tubuh yang mengeluarkan reaksi terhadap protein maupun
zat lain yang ada di dalam darah penerima transfusi darah. Reaksi alergi terjadi selama atau
sesudah melakukan proses transfusi. Gejala-gejala umum pun kemungkinan akan langsung
dirasakan, seperti misalnya kulit yang gatal-gatal dan disertai kemerahan maupun ruam yang
memang menjadi tanda umum dari kondisi alergi. Cobalah untuk ke dokter dan memeriksakannya
supaya cepat tertangani dengan benar.
6. Cedera Paru.
Transfusi darah pun dapat mengancam kesehatan paru-paru. Paru-paru dapat terancam mengalami
kekurangan oksigen apabila peradangan yang terjadi tergolong serius sehingga penderita pun akan
menjadi lebih sulit untuk bernapas.

7. Kelebihan Cairan.
Transfusi darah pun menjadi tindakan medis yang mampu memicu kelebihan cairan di dalam tubuh
penerima darah. Kondisi seperti ini bakal menjadi penyebab jantung tak lagi mampu secara
maksimal memompa darah ke seluruh tubuh. Paru-paru yang dipenuhi cairan akan menyebabkan
penderitanya sesak napas. Resiko seperti ini lebih banyak terjadi pada lansia yang mempunyai
riwayat penyakit jantung.

8. Kontaminasi Bakteri.
Kasus terkontaminasi bakteri ketika transfusi darah memang jarang terjadi. Namun trombosit adalah
komponen darah yang berisiko paling besar terkontaminasi bakteri. Itulah mengapa, penyimpanan
trombosit harus sangat ekstra, yaitu di suhu kamar mengingat pertumbuhan bakteri terjadi begitu
pesat.

Itulah sejumlah dampak buruk transfusi darah untuk diwaspadai. Jika setelah melakukan transfusi
darah Anda merasa tubuh mengalami perubahan kondisi, segera hubungi dokter. Transfusi darah
juga paling baik dilakukan di rumah sakit, jadi hati-hati dengan darah yang tidak sesuai prosedur.

Anda mungkin juga menyukai