Kasus Fanatisme Agama

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

Artikel Fanatisme Agama (1)

Pemicu Rusuh Sampang: Penyalahgunaan


Fanatisme Agama
SELASA, 28 AGUSTUS 2012 | 12:42 WIB

TEMPO.CO, Surabaya - Cendekiawan yang juga dikenal sebagai pakar antropolog


Madura, Latief Wiyata, memaparkan, masyarakat Madura sangat sensitif terhadap isu yang
berkaitan dengan agama. Bahkan bisa disebut fanatik.

Menurut Latief, kehidupan sosial dan budaya masyarakat Madura sangat diwarnai dimensi
agama serta dominasi pesantren dan para kiainya.

Sifat sensitif atau fanatik tersebut bisa berdampak konstruktif atau sebaliknya, destruktif,
seperti yang menimpa komunitas penganut Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karang
Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang.

"Sensitivitas tersebut amat mudah disulut untuk kepentingan kelompok di luar urusan
agama, termasuk kepentingan politik dan ekonomi," kata Latief ketika
dihubungi Tempo, Selasa, 28 Agustus 2012.

Latief tidak terlalu setuju bahwa kerusuhan di Nangkernang semata-mata karena konflik
antara komunitas anti-Syiah dan penganut Syiah. Sebab, penganut Syiah terdapat di
berbagai daerah di Indonesia. Lagi pula Majelis Ulama Indonesia sebagai institusi agama
Islam tertinggi di Indonesia belum pernah menyatakan Syiah sebagai aliran sesat. "Kalau
pemicunya masalah Syiah, mengapa hanya di Sampang terus berulang kerusuhan?"
ujarnya.

Pemicu kerusuhan--seperti banyak diberitakan media--juga dinilai Latief aneh, yakni


sekelompok pemuda anti-Syiah menghadang rombongan keluarga Syiah yang
mengantarkan anaknya untuk kembali melanjutkan pendidikan di pesantren di luar
Sampang setelah mengakhiri libur Lebaran. "Secara logika tidak nyambung," ujarnya.

Karena itu, Latief mengemukakan ada kepentingan kelompok yang menyalahgunakan


sensitivitas masyarakat Madura, khususnya di Sampang. Apalagi isu yang berkaitan agama
sangat mudah disulut.

Dari sisi kepentingan politik, Latief mengingatkan bahwa sejarah pelaksanaan pemilihan
umum, termasuk pemilihan kepala daerah di Sampang, selalu diwarnai sentimen agama
yang berujung destruktif. Di antaranya pada era kepemimpinan Soeharto. Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) merasa dizalimi oleh Golkar sehingga terjadi kerusuhan besar yang
ditandai dengan pembakaran kantor Golkar dan kantor-kantor pemerintah.

Pada era reformasi pun, sentimen agama masih mewarnai pertarungan antara partai-partai
yang kerap membawa agama, seperti PPP dan Partai Kebangkitan Bangsa. "Nah,
Desember 2012 akan berlangsung pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sampang. Politik
aliran pasti dimainkan," ucap Latief pula.

Latief mengakui perlu dilakukan kajian yang mendalam untuk mengetahui akar
permasalahan di balik kerusuhan di Nangkernang. Namun Latief mengingatkan lagi bahwa
selama sensitivitas terhadap agama terus dipelihara untuk kepentingan politik atau
ekonomi, maka kerusuhan akan terus terulang. "Massa bergerak karena ada yang
menggerakkannya," tuturnya.

Karena itu pula, menurut Latief, pola penyelesaiannya tidak cukup dengan norma hukum
semata. Sebab, kenyataannya, meskipun Tajul Muluk yang disebut sebagai pemimpin
Syiah divonis penjara oleh pengadilan, penyerangan terhadap penganut Syiah masih
terjadi.
Artikel Fanatisme Agama (2)

Tolak Ahok, FPI Diajak Belajar Toleransi ke NTT


SENIN, 17 NOVEMBER 2014 | 08:40 WIB

TEMPO.CO, Kupang - Front Pembela Islam (FPI) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Jakarta diundang melakukan studi banding ke Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk
melihat suasana toleransi antar-umat agama. Undangan ini terkait dengan penolakan FPI
dan DPRD Jakarta terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI
Jakarta.

"Saya mengundang Rizieq dan FPI untuk studi banding ke NTT untuk melihat suasana
kebersamaan dalam kehidupan yang harmonis," kata anggota DPRD NTT, Jefri
Unbanunaek, kepada Tempo, Senin, 17 November 2014.

Jefri menerangkan, walau mayoritas warga NTT beragama Kristen, Ketua DPRD NTT
adalah seorang muslim. NTT, kata dia, dikenal sebagai provinsi tertinggal, tapi tidak miskin
moral. Sebagai organisasi yang selalu vokal, dia menambahkan, setiap kali beraksi, FPI
seharusnya menggambarkan hal yang mereka wakili. Jefri mengatakan NTT semakin
terbuka. Rasa saling menghargai di provinsi ini pun semakin terpupuk.

Penolakan terhadap Ahok, menurut Jefry, adalah bentuk perlawanan FPI terhadap
konstitusi. Karena itu, Jefri meminta FPI segera meminta maaf kepada seluruh rakyat
Indonesia, jika masih ingin menjadi pembela yang benar.

Jika bicara soal keekstreman, kata dia, orang-orang NTT dikenal sangat ekstrem karena
besar di alam yang ekstrem. "Namun bukan moralnya yang ekstrem. Saya yakin FPI adalah
organisasi yang lahir untuk membela yang benar," katanya.

Selain mengundang FPI, dia juga mengajak DPRD Jakarta melakukan studi banding ke
NTT, sehingga bisa mengetahui kehidupan penuh toleransi warga NTT. Dengan begitu,
mereka akan paham dan tak menolak Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. "Kalau bisa,
FPI dan DPRD Jakarta sekalian, studi banding ke sini," ucapnya.
Artikel Fundamentalisme (1)

Terorisme, Fundamentalisme, dan


Ketidakpastian Hidup
Sumber: http://aquariuslearning.co.id/terorisme-fundamentalisme-dan-ketidakpastian-hidup/

Beberapa tahun belakangan ini, dunia dipenuhi dengan isu-isu terorisme dan
fundamentalisme yang sangat mengerikan. Bermula dari tragedi 9/11 di Amerika Serikat,
disusul aksi pemboman di berbagai belahan dunia, hingga yang terakhir ini sedang santer
dibicarakan, yakni tumbuhnya gerakan yang bernama ISIS di Iraq.
Sejauh yang kita ketahui, anggota kelompok fundamentalisme berasal dari berbagai latar
belakang. Terdakwa pengeboman di Indonesia, misalnya, terdiri dari orang yang terpelajar
seperti Dokter Azhari dan Noordin M. Top, serta kalangan yang kurang terpelajar seperti
Amrozi dan Imam Samudra. Di samping itu, ada pula anggota yang berasal dari kalangan
muda yang masih duduk di bangku kuliah.
Perbedaan latar belakang seperti di atas membuat kita bingung mengidentifikasi apa yang
mendasari keputusan mereka untuk bergabung dengan kelompok-kelompok
fundamentalisme. Apa yang nampak di hadapan kita hanyalah bahwa mereka tersatukan
dalam wadah tertentu, yakni wadah yang mengatas-namakan agama tertentu.
Akan tetapi, apakah benar agama menjadi alasan untuk bergabung dengan kelompok
fundamentalisme dan melakukan aksi-aksi yang membahayakan diri sendiri dan orang lain?
Nah, artikel ini mencoba untuk mengungkapnya.
Didasarkan pada sudut pandang psikologi, penulisan artikel ini tidak dimaksudkan untuk
menyudutkan salah satu kelompok tertentu.
Semoga, hadirnya artikel ini dapat memberikan manfaat bagi Anda.
Cemas akan Ketidakpastian Hidup
Dari judul di atas, kita dapat memprediksi apa yang akan dibahas dalam artikel ini. Yup!
Artikel ini membahas hubungan antara fundamentalisme dan ketidakpastian hidup.
Dilihat dari sudut pandang psikologi, salah satu motif yang mendorong seseorang untuk
bergabung dengan kelompok terorisme dan fundamentalisme yaitu rasa cemas terhadap
ketidakpastian.
Kita semua paham bahwa dunia sekarang ini penuh dengan ketidakpastian hidup.
Semenjak krisis ekonomi global yang imbasnya sampai di Indonesia pada tahun 1997-
1998, kondisi ekonomi dunia tidak bisa pulih kembali seperti kondisi sebelum krisis.
Semakin hari, kesejahteraan hidup masyarakat semakin merosot. Mereka yang tadinya
kalangan berada, sekarang menjadi kalangan bawah. Hingga saat ini, subsidi untuk rakyat
terus dipangkas. Harga-harga melambung tinggi, tarif listrik dan pendidikan pun ikut-ikutan
melonjak.
Kemerosotan juga terjadi di dalam pencaharian: Perusahaan alih daya menjamur, yang
artinya yaitu semakin banyak perusahaan yang memilih menggunakan tenaga alih daya
daripada karyawan tetap. Dan, alih daya berarti ketidakpastian kerja. Yup! lagi-lagi
ketidakpastian!
Melihat kenyataan hidup yang penuh ketidakpastian ini, terdapat dua persepsi yang bisa
muncul di dalam benak kita. Yang pertama yaitu, bisa jadi kita memandang ketidakpastian
sebagai ancaman. Atau, bisa juga, kita memandang ketidakpastian sebagai tantangan.
Pandangan ini melahirkan optimisme dan antusiasme dalam diri kita. Sementara itu,
pandangan yang pertama melahirkan pesimisme dan kecemasan di dalam diri kita.
Ketidakpastian Hidup dan Agama
Sebagaimana dijelaskan di atas, ketidakpastian melahirkan pesimisme, keresahan, dan
kecemasan di dalam diri kita. Kecemasan dan keresahan ini mendorong kita untuk mencari-
cari jalan keluar dari ketidakpastian hidup. Dan, agama menjadi salah satu alternatif untuk
keluar dari ketidakpastian itu.
Mengapa agama? Karena agama menawarkan keamanan dan kepastian. Ini sebagaimana
yang dijelaskan oleh para filosof abad 19: Menghadapi antagonisme alam dan
ketidakpastian hidup, kita butuh kabar yang dapat menenangkan hati kita. Dan, kabar itu
datang dari kitab suci, yang mengabarkan bahwa Tuhan akan menjamin hidup kita.
Mempercayai kabar itu jauh lebih menenangkan ketimbang mempercayai bahwa hidup ini
sama sekali penuh ketidakpastian; Bahwa tidak seorang pun yang dapat menjamin
keamanan hidup kita.
Selain itu, agama juga menawarkan kepercayaan diri dan makna hidup.
Agama merupakan ajaran yang memuat kewajiban dan larangan. Dan, salah satu
kewajiban dalam beragama yaitu misi untuk menyebarkan ajaran agama kepada orang lain;
misi untuk menyelamatkan dan menyadarkan orang lain tentang kebenaran ajaran tersebut.
Dan, siapa pun yang mengemban misi mulia itu niscaya merasa menjadi manusia-manusia
yang terpilih, yang dipercaya untuk mengemban misi itu. Hal ini pada ujungnya
meningkatkan kepercayaan dirinya. Selain itu, mengemban misi ini membantunya
menemukan makna kehidupan. Agama memberikan kita arah/makna hidup yang jelas,
yakni arah hidup yang sesuai dengan ajaran agama.
Nah, oleh karena itulah, kembali pada agama, seorang pelarian (yang lari dari ancaman
ketidakpastian) senantiasa mendapatkan kepercayaan dirinya kembali, setelah
kepercayaan diri itu direnggut oleh kenyataan hidup yang pahit (menjadi pengangguran,
sulitnya mencari pekerjaan, perlakuan tidak adil, dst). Ia juga menemukan makna/tujuan
hidupnya kembali, setelah makna/tujuan hidupnya dihancurkan oleh kenyataan hidup.
Agama dan Terorisme
Sampai di sini, masih ada pertanyaan yang belum terjawab, yakni mengapa tindakan teror
dan fundamentalisme berdasarkan agama muncul. Apa hubungan antara agama,
kecemasan, dan fundamentalisme?
Di depan, telah dijelaskan bahwa kecemasan terhadap ketidakpastian hidup mendorong
seseorang kembali kepada agama karena agama menawarkan kepastian dan keamanan.
Selain itu, telah dijelaskan pula bahwa agama (ayat-ayat kitab suci) mewajibkan seseorang
untuk mengemban misi keagamaan, yang bisa berupa misi untuk menyebarkan ajaran,
menyampaikan kebenaran, melawan ketidakadilan, melawan kekuasaan yang zalim, dan
sebagainya.
Dan, salah satu misi agama, yakni melawan kekuasaan yang zalim dan ketidakadilan
tampak sesuai dengan kondisi mereka sekarang.
Kondisi apa yang sedang mereka hadapi sekarang? Tentu saja kondisi di mana hidup
mereka terombang-ambing, tidak tentu arah lantaran ketidakpastian hidup. Ketidakpastian
hidup, menurut mereka disebabkan oleh penguasa yang zalim, kesewenang-wenangan,
dan tindakan berfoya-foya di atas penderitaan orang lain.
Agama menjadi pembenaran bagi mereka untuk memerangi siapa pun yang mereka
anggap sewenang-wenang, zalim, dan berfoya-foya di atas penderitaan orang lain.
Jadi, pada dasarnya, manakala kita tidak menemukan jalan keluar dari ketidakpastian
hidup, kecemasan terhadap ketidakpastian hidup dapat mengambil dua bentuk. Pertama,
pelarian/kembali kepada agama. Kedua, memerangi semua hal yang dianggap sebagai
akar ketidakpastian hidup. Dan, kebetulan sekali, ayat-ayat kitab suci dapat dijadikan
sebagai pembenaran untuk memerangi hal-hal yang dianggap sebagai akar ketidakpastian
hidup itu.
Jika yang diperangi adalah kelompok-kelompok yang zalim dan sewenang-wenang, lantas
mengapa tindakan teror seringkali memakan korban yang acak? Pengeboman di Bali, hotel,
atau pun pusat perdagangan membuktikan bahwa kaum fundamentalis tidaklah menyasar
pada para penguasa yang zalim. Sasaran mereka justru pada individu/orang awam yang
tidak memiliki power dan pengaruh terhadap kebijakan politik dan ekonomi.
Salah satu jawaban yang mungkin yaitu, menurut mereka, mereka telah menyasar sasaran
yang tepat. Menurut mereka, orang yang sedang bersenang-senang di Bali, orang-orang
yang sedang melakukan aktivitas perdagangan di WTC adalah biang ketidakpastian hidup
mereka.
Artikel Fundamentalisme (2)

Paus Minta Pemimpin Muslim Kecam


Fundamentalisme
Reuters, CNN Indonesia
Senin, 12/01/2015 21:42 WIB
Vatikan, CNN Indonesia -- Paus Fransiskus menghimbau para pemimpin Muslim di
seluruh dunia untuk mengecam interpretasi kelompok fundamentalis yang
mempergunakan nama Tuhan untuk membenarkan kekerasan.

“Kekerasan selalu hasil dari pemalsuan agama, penggunaan dalih agama untuk skema
ideologi hanya memiliki satu tujuan yaitu kekuasaan atas pihak lain,” ujar Paus dalam
pertemuan tahunan dengan para diplomat asing yang ditempatkan di Vatikan pada
Senin (12/1).

“Saya berharap para pemimpin agama, politik dan cendekiawan, terutama dari
komunitas Muslim, akan mengecam seluruh interpretasi kaum fundamentalis dan
ekstrimis terhadap agama yang mencoba membenarkan aksi kekerasan seperti itu,”
kata Paus.

“Fundamentalis keagamaan, bahkan sebelum mereka membunuh manusia dengan aksi


kekerasan yang keji, adalah sikap menghilangkan Tuhan, mengubahnya hanya sebagai
dalih ideologi,” ujarnya di depan 180 diplomat asing.

Paus Fransiskus mengatakan pembunuhan di Paris memperlihatkan bagaimana


penolakan atas kepercayaan orang lain bisa menyebabkan kekacauan dalam
masyarakat dan menyebabkan kekerasan dan kematian.

Paus asal Argentina ini beberapa kali mengecam para pejuang ISIS yang telah
membunuh atau menyebabkan umat Muslim Syiah, Kristen dan agama lain di Suriah
dan Irak kehilangan tempat tinggal.

Dalam pidatonya Paus juga mengecam perilaku penjualan manusia dan menyebutnya
sebagai “satu praktek perdagangan yang keji” dan mengecam “kebrutalan yang luar
biasa” dalam aksi serangan militan Taliban yang menewaskan lebih dari 130 anak
sekolah Pakistan.

Anda mungkin juga menyukai