Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH TEKNOLOGI TERHADAP PEMBENTUKAN AKHLAK

SISWA KELAS X DI MA ATTAQWA MADINATUNNAJAH


AL – AMIN SUKABUMI

Skripsi

Disusun Oleh
Agung Maulana Saputra
201821060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH
STAI AL HIDAYAH BOGOR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH TEKNOLOGI TERHADAP PEMBENTUKAN AKHLAK


SISWA KELAS X DI MA ATTAQWA MADINATUNNAJAH
AL – AMIN SUKABUMI

Oleh :

AGUNG MAULANA SAPUTRA


NIM. 20181060
Tugas akhir ini telah diterima dan disahkan oleh dosen penguji dan dosen
pembimbing,dan menjadi syarat mutlak untuk kelulusan dari program Strata Satu
Di STAI Al – Hidayah Bogor

Bogor, 23 Februari 2022

Disahkan Oleh :
Dosen Penguji, Dosen Pembimbing,

NAMA DOSEN NAMA DOSEN


NIP : 123456789 NIP : 123456789

Mengetahui,
Rektor,

NAMA REKTOR
NIP : 123456789

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... iii
A. LATAR BELAKANG ....................................................................................... iii
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 1
A. Konsep rezeki dalam perspektif Al Qur’an ..................................................... 1
B. Etos kerja dalam ajaran Islam.......................................................................... 2
C. Anjuran berwirausaha dalam Islam ................................................................ 3
D. Karakteristik kewirausahaan muslim (enterpreneur).................................... 4
E. Pengertian Riba .................................................................................................. 5
F. Hukum Riba ....................................................................................................... 6
G. Macam-macam Riba .......................................................................................... 6
H. Macam-macam Riba menurut Para Ulama..................................................... 7
I. Jenis-jenis Riba .................................................................................................. 7
J. Konsep Riba dan Dasar Keharamannya ......................................................... 8
K. Illat Pengharaman.............................................................................................. 8
L. Syarat Menghindari Riba .................................................................................. 9
M. Hikmah diharamkannya Riba .......................................................................... 9
N. Dampak Negatif Riba ........................................................................................ 9
O. Ancaman Bagi Pelaku Riba ............................................................................ 10
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 11
A. KESIMPULAN................................................................................................. 11
B. SARAN .............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia sebagaimana firman
Allah Swt (artinya) : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagimu. (QS.
Al-Maidah 5 : 3). Oleh karenanya Islam adalah sebuah aturan, norma, pola hidup yang
melingkupi kehidupan manusia dan menjadi pedoman dalam mengarungi kehidupannya
yang selanjutnya pedoman itu dijabarkan dalam fiqih Islam. Sedang fiqih itu sendiri
adalah suatu pola hidup yang ditawarkan Islam dalam bentuk pemahaman secara
mendalam terhadap hukum dan ketentuan Allah untuk diaplikasikan dalam kehidupan
manusia.
Adapun kewirausahaan dalam disiplin ilmu fiqh merupakan bagian pembahasan
mu'amalah. Sedangkan perdagangan adalah bahagian dari kegiatan kewirausahaan. Bila
kita berbicara tentang kewirausahaan menurut pandangan Islam, maka rambu-rambu yang
harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah teori-teori yang telah di gambarkan dalam
Al-Quran dan As-Sunnah sebagai norma dan etika dalam berwirausaha khususnya dalam
perdagangan.
Islam juga mengajarkan bagaimana manusia itu giat dalam menjalani aktifitas dan
semangat bekerja keras untuk mencari nafkah dan menjawab kebutuhan sehari-hari. Allah
SWT, menyeru manusia untuk bertebaran di muka bumi untuk menuntut karunia Allah,
dalam hal ini maksudnya adalah rezki Allah. Bahkan Rasulullah pun sangat menganjurkan
kepada ummatnya untuk giat dalam bekerja. Tidak sedikit hadits Rasulullah yang
menegaskan tentang hal itu.
Untuk selengkapnya, mari kita cermati paparan isi makalah ini. Bagaimana etika
dalam berdagang, motif perdagangan, sifat-sifat yang harus dimiliki oleh para pedagang,
etios kerja seorang muslim (tentang perintah kerja keras).
Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia untuk
dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas dalam syariat Islam.
Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk dimanfaatkan oleh manusia dengan cara
yang telah dihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala perbuatan yang mengandung riba.
Diskursus mengenai riba dapat dikatakan telah "klasik" baik dalam perkembangan
pemikiran Islam maupun dalam peradaban Islam karena riba merupakan permasalahan
yang pelik dan sering terjadi pada masyarakat, hal ini disebabkan perbuatan riba sangat
erat kaitannya dengan transaksi-transaksi di bidang perekonomian (dalam Islam disebut
kegiatan muamalah) yang sering dilakukan oleh manusia dalam aktivitasnya sehari-hari.
Pada dasarnya, transaksi riba dapat terjadi dari transaksi hutang piutang, namun bentuk
dari sumber tersebut bisa berupa qardh, buyu' dan lain sebagainya.

iii
BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep rezeki dalam perspektif Al Qur’an


Berwirausaha memberi peluang kepada orang lain untuk berbuat baik dengan cara
memberikan pelayanan yang cepat, membantu kemudahan bagi orang yang berbelanja,
memberi potongan, dll. Perbuatan baik akan selalu menenangkan pikiran yang kemudian
akan turut membantu kesehatan jasmani. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam buku
The Healing Brain yang menyatakan bahwa fungsi utama otak bukanlah untuk berfikir,
tetapi untuk mengembalikan kesehatan tubuh. Vitalitas otak dalam menjaga kesehatan
banyak dipengaruhi oleh frekuensi perbuatan baik. Dan aspek kerja otak yang paling
utama adalah bergaul, bermuamalah, bekerja sama, tolong menolong, dan kegiatan
komunikasi dengan orang lain.
Islam memang tidak memberikan penjelasan secara eksplisit terkait konsep tentang
kewirausahaan ini, namun di antara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat,
memiliki ruh atau jiwa yang sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan
berbeda.
Di dalam Al Qur’an Surah An Nisa’ ayat 100, Allah SWT. berfirman :
ُ‫ّللاِ َو َرسُو ِل ِه ث ُ َّم يُد ِْر ْكهُ ْال َم ْوت‬ ِ ‫سعَةً َو َمن يَ ْخ ُرجْ مِ ن بَ ْيتِ ِه ُم َه‬
‫اجرا ً إِلَى ه‬ َ ‫ض ُم َراغَما ً َكثِيرا ً َو‬ ِ ‫ّللاِ يَ ِج ْد فِي األ َ ْر‬
‫سبِي ِل ه‬
َ ‫اج ْر فِي‬ ِ ‫يُ َه‬
ً ‫غفُورا ً َّرحِ يما‬ ‫ّللاِ َو َكانَ ه‬
َ ُ‫ّللا‬ ‫على ه‬ َ ُ‫فَقَ ْد َوقَ َع أ َجْ ُره‬
Artinya :
Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di
bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari
rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah
ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Berdasarkan ayat tersebut, Allah SWT. menghimabu hamba-hambaNya yang
mukmin agar berhijrah dan meninggalkan kampung halaman untuk menemukan tempat
berlindung dan memperoleh rezeki yang banyak. dengan demikian, mereka akan
memperoleh kehidupan yang layak.
Dan di dalam surah Hud ayat 6, Allah SWT. berfirman :
‫ين‬ َ َ‫ّللاِ ِر ْزقُ َها َويَ ْعلَ ُم ُم ْستَقَ َّرهَا َو ُم ْست َْود‬
ٍ ‫ع َها ُك ٌّل فِي ِكت َا‬
ٍ ِ‫ب ُّمب‬ ‫علَى ه‬ ِ ‫َو َما مِ ن دَآبَّ ٍة فِي األ َ ْر‬
َ َّ‫ض إِال‬
Artinya : Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya
Dijamin Allah rezekinya. Dia Mengetahui tempat kediamannya dan tempat
penyimpanannya.** Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Allah SWT. memberitahu bahwa Dia menjamin memberi rezeki bagi semua
makhlukNya, baik ia binatang melata, besar maupun kecil, di darat maupun di laut. Dia
mengetahui dimana tempat binatang itu berdiam dan dimana ia menyimpan makanannya.
semua itu tercatat di dalam sebuah Kitab yang terang dan nyata (yakni Lauh Mahfudz).

1
2

Allah SWT. telah menentukan rezeki tiap-tiap umatNya, namun umat itu sendiri
harus berusaha dengan segenap daya dan upayanya untuk meraih dan mendapatkan rezeki
tersebut. Dengan berwirausaha, menjadi salah satu jalan untuk mendapatkan rezeki
tersebut sebagai mana dicontohkan oleh baginda Rasulullah dalam hal perdagangan.
Apa yang tergambar di atas, setidaknya dapat menjadi bukti nyata bahwa etos bisnis
yang dimiliki oleh umat Islam sangatlah tinggi, atau dengan kata lain Islam dan berdagang
ibarat dua sisi dari satu keping mata uang. Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi,
“Hendaklah kamu berdagang karena di dalamnya terdapat 90 persen pintu rizki” (HR.
Ahmad).

B. Etos kerja dalam ajaran Islam


Dalam Islam etos kerja kerja lebih dikenal dengan kerja keras, kemandirian (‫)بيده‬,
dan tidak cengeng. Setidaknya terdapat beberapa ayat al-Qur’an maupun Hadits yang
dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian ini, seperti:
1. Firman Allah SWT :
‫األيات‬...‫وقل اعملوا فسيرى هللا عملكم‬
Artinya : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan orang-orang yang beriman akan melihat
pekerjaan kamu”(Q.S. At-Taubah : 105)
2. Sabda Rasulullah SAW :
‫عمل الرجال بيده‬
Artinya :“Amal yang paling baik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan cucuran
keringatnya sendiri” (HR. Abu Dawud)
3. Sabda Rasulullah SAW :
‫اليد العليا خير من يد السفلى‬
Artinya : “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan bahasa yang sangat simbolik ini Nabi mendorong umatnya untuk kerja
keras supaya memiliki kekayaan, sehingga dapat memberikan sesuatu pada orang lain.
“Manusia harus membayar zakat (Allah mewajibkan manusia untuk bekerja keras agar
kaya dan dapat menjalankan kewajiban membayar zakat)”. Oleh karena itu, apabila shalat
telah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia (rizki) Allah.
(Q.S. al-Jumu’ah : 10)
4. Sabda Rasulullah SAW :
‫إن طلب الرزق الحالل فريضة بعد فراغ الفرض‬
Artinya : “Sesungguhnya bekerja mencari rizki yang halal itu merupakan kewajiban
setelah ibadah fardlu” (HR.Tabrani dan Baihaqi).
Nash-Nahs tersebut di atas jelas memberikan isyarat agar manusia bekerja keras
dan hidup mandiri. Bekerja keras merupakan esensi dari kewirausahaan. Prinsip kerja
keras, menurut Wafiduddin, adalah suatu langkah nyata yang dapat menghasilkan
kesuksesan (rezeki), tetapi harus melalui proses yang penuh dengan tantangan (reziko).
3

Dengan kata lain, orang yang berani melewati resiko akan memperoleh peluang rizki yang
besar. Kata rizki memiliki makna bersayap, rezeki sekaligus resiko.
Kemauan yang keras dapat menggerakkan motivasi untuk bekerja dengan sungguh-
sungguh. Orang akan berhasil apabila mau bekerja keras, tahan menderita, dan mampu
berjuang untuk memperbaiki nasibnya. Menurut Murphy dan Peck, untuk mencapai
sukses dalam karir seseorang, maka harus dimulai dengan kerja keras. Kemudian diikuti
dengan mencapai tujuan dengan orang lain, penampilan yang baik, keyakinan diri,
membuat keputusan, pendidikan, dorongan ambisi, dan pintar berkomunikasi. Allah
memerintahkan kita untuk tawakkal dan bekerja keras untuk dapat mengubah nasib. Jadi
intinya adalah inisiatif, motivasi, kreatif yang akan menumbuhkan kreativitas untuk
perbaikan hidup. Selain itu kita juga dianjurkan untuk tetap berdoa dan memohon
perlindungan kepada Allah swt sesibuk apapun kita berusaha karena Dialah yang
menentukan akhir dari setiap usaha.

C. Anjuran berwirausaha dalam Islam


Pekerjaan berdagang atau berwirausaha mendapat tempat terhormat dalam ajaran
Islam, seperti disabdakan Rasullullah SAW. yang artinya :
“Mata pencarian apakah yang paling baik, Ya Rasulullah?”Jawab beliau: Ialah
seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih.” (HR.
Al-Bazzar).
Dalam QS.Al-Baqarah:275 dijelaskan bahwa Allah swt telah menghalalkan
kegiatan jual beli dan mengharamkan riba. Kegiatan riba ini sangat merugikan karena
membuat kegiatan perdagangan tidak berkembang. Hal ini disebabkan karena uang dan
modal hanya berputar pada satu pihak saja yang akhirnya dapat mengeksploitasi
masyarakat yang terdesak kebutuhan hidup.
Pekerjaan berdagang adalah sebagian dari pekerjaan bisnis yang sebagian besar
bertujuan untuk mencari laba sehingga seringkali untuk mencapainya dilakukan hal-hal
yang tidak baik. Padahal ini sangat dilarang dalam agama Islam. Seperti diungkapkan
dalam hadis : “ Allah mengasihi orang yang bermurah hati waktu menjual, waktu
membeli, dan waktu menagih piutang.”
Pekerjaan berdagang masih dianggap sebagai suatu pekerjaan yang rendahan
karena biasanya berdagang dilakukan dengan penuh trik, penipuan, ketidakjujuran.
Penyelewengan seperti ini berdampak buruk kepada perdangan, padahal perdangan
adalah salah satu usaha dan pekerjaaan Rasulullah SAW.
Bagi umat Islam berdagang lebih kepada bentuk Ibadah kepada Allah swt. Karena
apapun yang kita lakukan harus memiliki niat untuk beribadah agar mendapat berkah.
Berdagang dengan niat ini akan mempermudah jalan kita mendapatkan rezeki. Para
pedagang dapat mengambil barang dari tempat grosir dan menjual ditempatnya. Dengan
demikian masyarakat yang ada disekitarnya tidak perlu jauh untuk membeli barang yang
sama. Sehingga nantinya akan terbentuk patronage buying motive yaitu suatu motif
berbelanja ketoko tertentu saja.
4

D. Karakteristik kewirausahaan muslim (enterpreneur)


Sebagai wirausahawan muslim harus memperhatikan beberapa etika dan perilaku
terpuji dalam perdagangan. Menurut Imam Ghazali, ada 8 sifat dan perilaku yang terpuji
dalam perdagangan, yaitu :
1. Sifat Takwa, Tawakkal, Zikir, dan Syukur
Sifat ini harus dimiliki oleh wirausahawan karena dengan sifat-sifat itu kita akan
diberi kemudahan dalam menjalankan setiap usaha yang kita lakukan. Dengan adanya
sifat takwa maka kita akan diberi jalan keluar penyelesaian dari suatu masalah dan
mendapat rizki yang tidak disangka. Dengan sikap tawakkal, kita akan mengalami
kemudahan dalam menjalankan usaha walaupun usaha yang kita jalani memiliki banyak
saingan. Dengan bertakwa dan bertawakkal maka kita akan senantiasa berzikir untuk
mengingat Allah dan bersyukur sebagai ungkapan terima kasih atas segala kemudahan
yang kita terima. Dengan begitu, maka kita akan merasakan tenang dan melaksanakan
segala usaha dengan kepala dingin dan tidak stress.
2. Tidak mengambil laba lebih banyak.
Membayar harga yang sedikit lebih mahal kepada pedagang yang miskin.
Memurahkan harga dan memberi potongan kepada pembeli yang miskin sehingga akan
melipatgandakan pahala. Bila membayar hutang, maka bayarlah lebih cepat dari waktu
yang telah ditetapkan. Membatalkan jual beli bila pihak pembeli menginginkannya. Bila
menjual bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka jangan ditagih apabila
orang tersebut tidak mampu membayarnya dan membebaskan ia dari hutang apabila
meninggal dunia.
3. Jujur
Dalam suatu hadist diriwayatkan bahwa :”Kejujuran akan membawa ketenangan
dan ketidakjujuran akan menimbulkan keragu-raguan.”(HR. Tirmidzi).
Jujur dalam segala kegiatan yang berhubungan dengan orang lain maka akan
membuat tenang lahir dan batin.
4. Niat Suci dan Ibadah
Bagi seorang muslim kegiatan bisnis senantiasa diniatkan untuk beribadah kepada
Allah sehingga hasil yang didapat nanti juga akan digunakan untuk kepentingan dijalan
Allah.
5. Azzam dan bangun Lebih Pagi
Rasul saw mengajarkan agar kita berusaha mencari rezeki mulai pagi hari setelah
shalat subuh. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa :
”Hai anakku, bangunlah!sambutlah rizki dari Rabb-mu dan janganlah kamu
tergolong orang yang lalai, karena sesungguhnya Allah membagikan rizki manusia antara
terbitnya fajar sampai menjelang terbitnya matahari.”(HR. Baihaqi).
6. Toleransi
Sikap toleransi diperlukan dalam bisnis sehingga kita dapat menjadi pribadi bisnis
yang mudah bergaul, supel, fleksibel, toleransi terhadap langganan dan tidak kaku.
5

7. Berzakat dan Berinfak


Hadits Rasulullhah :
Artinya :“Tidaklah harta itu akan berkurang karena disedekahkan dan Allah tidak
akan akan menambahkan orang yang suka memberi maaf kecuali kemuliaan. Dan tidaklah
seorang yang suka merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan meninggikan
derajatnya.”(HR. Muslim).
Dalam hadist tersebut telah diungkapkan bahwa dengan berzakat dan berinfak
maka kita tidak akan miskin, melainkan Allah akan melipat gandakan rizki kita. Dengan
berzakat, hal itu juga akan membersihkan harta kita sehingga harta yang kita peroleh
memang benar-benar harta yang halal.
8. Silaturahmi
Dalam usaha, adanya seorang partner sangat dibutuhkan demi lancarnya usaha
yang kita lakukan. Silaturrahmi ini dapat mempererat ikatan kekeluargaan dan
memberikan peluang-peluang bisnis baru. Pentingnya silaturahmi ini juga dapat dilihat
dari hadist berikut :
Artinya :”Siapa yang ingin murah rizkinya dan panjang umurnya, maka hendaklah
ia mempererat hubungan silaturahmi.”(HR. Bukhari).

E. Pengertian Riba
Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu :
1. Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari
sesuatu yang dihutangkan.
2. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan
harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
3. Berlebihan atau menggelembung.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali yang
artinya adalah “akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui
perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan
tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”.
Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad yang
terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’
atau terlambat salah satunya. Syaik Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang
memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran
janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam
perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran
barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadhl), dan riba karena pertukaran
barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah).
6

F. Hukum Riba
Riba itu haram. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan riba, demikian
pula hadis-hadis yang menerangkan larangan riba dan yang menerangkan siksa bagi
pelaku riba.
Hukum riba haram sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “bahwasanya
jual-beli itu seperti riba, tetapi Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”.
(Q.S Al Baqarah, ayat 275).
Dalam hadis, tentang larangan riba dinyatakan :
Nabi Muhammad SAW. bersabda yang artinya :
Dari Jabir R.A ia berkata : Rasulullah SAW telah melaknati orang-orang yang suka
makan riba, orang yang jadi wakilnya, juru tulisnya, orang yang menyaksikan riba.
Rasulullah selanjut bersabda : “mereka semuanya sama”. (dalam berlaku maksiat dan
dosa).

G. Macam-macam Riba
Riba itu ada empat macam, yaitu :
1. Riba fuduli
Fuduli artinya lebih, misalnya menjual salah satu dari dua barang yang sejenis yang
saling dipertukarkan lebih banyak daripada yang lainnya, misalnya :
Menjual uang Rp. 100.000,- dengan uang Rp. 110.000,-
Menjual 10 kg beras dengan 11 kg beras.
Yang dimaksud lebih ialah dalam timbangannya pada barang yang ditimbang ;
takaran pada barang yang ditakar ; ukuran pada barang yang diukur, dan jumlah banyak
pada uang yang dipertukarkan dan sebagainya.
2. Riba qardi
Riba qardi, yaitu meminjam dengan syarat keuntungan bagi yang menghutangi
(qardi=pinjam), seperti orang berhutang Rp. 100.000,-dengan perjanjian akan membayar
kembali kelak Rp. 110.000,-
3. Riba yad
Riba yad, yaitu berpisah sebelum timbang terima. Misalnya orang yang membeli
sepeda motor, sebelum ia menerima barang yang dibeli dari si penjual, si penjual tidak
boleh menjual sepeda motor itu kepada siapapun, sebab barang yang dibeli dann belum
diterima masih dalam ikatan jual-beli yang pertama.
4. Riba nasa’
Riba nasa’, misalnya dipersyaratkan salah satu dari kedua barang yang
dipertukarkan ditangguhkan pembayarannya. Umpama, membeli barang kalau tunai Rp.
100.000,- tetapi kalau tidak tunai harganya Rp.125.000,-. Kelebihan membayar Rp.
25.000,- inilah yang dinamakan riba nasa’.
7

H. Macam-macam Riba menurut Para Ulama


Menurut Jumhur Ulama
Jumhur Ulama membagi riba dalam dua bagian, yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah.
1. Riba Fadhl
Menurut ulama Hanafiyah, riba fadhl adalah tambahan zat harta pada akad jual-beli
yang diukur dan sejenis. Dengan kata lain, riba fadhl adalah jual-beli yang mengandung
unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut.
Oleh karena itu, jika melaksanakan akad jual-beli antarbarang yang sejenis, tidak boleh
dilebihkan salah satunya agar terhindar dari unsur riba.
2. Riba Nasi’ah
Menjual barang dengan sejenisnya, tetapi satu lebih banyak, dengan pembayaran
diakhirkan, seperti menjual satu kilogram gandum dengan satu tengah kilogram gandum,
yang dibayarkan setelah dua bulan. Contoh jual-beli yang tidak ditimbang, seperti
membeli satu buah semangka dengan dua buah semangka yang akan dibayar setelah
sebulan. Ibn Abbas,Usamah Ibn jaid Ibn Arqam, Jubair, Ibn Jabir, dan lain-lain
berpendapat bahwa riba yang diharamkan hanyalah riba nasi’ah.
Menurut Ulama Syafi’iyah
Ulama Syafi’iyah membagi riba menjadi tigas jenis :
1. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah jual-beli yang disertai adanya tambahan salah satu pengganti
(penukar) dari yang lainnya. Dengan kata lain, tambahan berasal dari penukar paling
akhir. Riba ini terjadi pada barang yang sejenis, seperti menjual satu kilogram kentang
dengan satu setengah kilogram kentang.
2. Riba Yad
Jual-beli dengan mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai-cerai antara
dua orang yang akad sebelum timbang terima, seperti menganggap sempurna jual-beli
antara gandum dengan sya’ir tanpa harus saling menyerahkan dan menerima di tempat
akad. Menurut ulama Hanafiyah, riba ini termasuk riba nasi’ah, yakni menambah yang
tampak dari utang.
3. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah, yakni jual beli yang pembayarannya diakhirkan, tetapi ditambahkan
harganya. Menurut ulama Syafi’iyah, riba yad dan riba nasi’ah sama-sama terjadi pada
pertukaran barang yang tidak sejenis. Perbedaannya, riba yad mengakhirkan pemegangan
barang, sedangkan riba nasi’ah mengakhirkan hak dan ketika akad dinyatakan bahwa
waktu pembayaran diakhirkan meskipun sebentar. Al-Mutawalli menambahkan, jenis riba
dengan riba qurdi (mensyaratkan adanya manfaat). Akan tetapi, Zarkasyi
menempatkannya pada ribs fadhl.

I. Jenis-jenis Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba
utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi qardh dan riba
8

jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba
nasi’ah. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1. Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang (muqtaridh).
2. Riba Jahiliyyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar
utangnya pada waktu yang ditetapkan.
3. Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan
barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
4. Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan
dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah karena adanya perbedaan,
perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan
kemudian.

J. Konsep Riba dan Dasar Keharamannya


Secara bahasa riba berarti al-ziyadah (tumbuh subur, tambahan). Seluruh fuquha
sepakat bahwasanya hukum riba adalah haram berdasarkan keterangan yang sangat jelas
dalam Al-Quran dan al-Hadis.
Pernyataan Al-Qur’an tentang larangan riba dan perintah meninggalkan seluruh
sisa-sisa riba yang terdapat pada surat al-Baqarah ayat 276 yang artinya “ jika kamu tidak
meninggalkan sisa-sisa riba maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangi kamu. Jika kamu bertaubat maka bagimu adalah pokok hartamu. Tidak ada
diantara kamu orang yang menganiaya dan tidak ada yang teraniaya.
Jika illat riba adalah dzulm (penindasan dan pemerasan) dan hikmah pengharaman
riba adalah untuk menumbuh suburkan shadaqah, maka dengan sendirinya tradisi riba
yang diharamkan oleh Al-Qur’an adalah praktek riba yang bertentangan dengan seruan
shadaqah.

K. Illat Pengharaman
Emas, perak, gandum, jelai, kurma dan garam adalah barang-barang pokok yang
sangat dibutuhkan oleh manusia dan tidak dapat disingkirkan dari kehidupan. Emas dan
perak adalah dua unsur pokok bagi uang yang dengannya transaksi dan pertukaran
menjadi teratur. Keduanya adalah standar harga-harga yang kepadanya penentuan nilai
barang-barang dikembalikan. Sementara keempat benda lainnya adalah unsur-unsur
makanan pokok yang menjadi tulang punggung kehidupan.
Apabila riba terjadi pada barang-barang ini makan akan membahayakan manusia
dan menimbulkan kerusakan dalam muamalah. Oleh karena itu, syariat melarangnya,
sebagai bentuk kasih sayang terhadap manusia dan perlindungan terhadap maslahat-
maslahat. Dari sini tampak jelas bahwa ilat pengharaman emas dan perak adalah
9

keberadaan keduanya sebagai alat pembayaran. Sementara ilat pengharaman benda-benda


lainnya adalah keberadaanya sebagai makanan pokok.
Apabila ilat pertama ditemukan pada alat-alat pembayaran lainnya selain emas dan
perak maka hukumnya sama dengan hukum emas dan perak sehingga tidak boleh
diperjualbelikan kecuali dengan berat yang sama dan diserahterimakan secara langsung.
Demikian juga, apabila ilat kedua ditemukan pada makanan pokok selain gandum, jelai,
kurma, dan garam maka tidak boleh dijualbelikan kecuali dengan berat yang sama dan
diserahterimakan secara langsung. Ma’mar bin Abdullah meriwayatkan bahwa Nabi
SAW melarang untuk menjualbelikan makanan kecuali dengan berat yang sama.

L. Syarat Menghindari Riba


Syarat menjual sesuatu barang supaya tidak menjadi riba, yaitu :
1. Menjual emas dengan emas, perak dengan perak, makanan dengan makanan yang
sejenis, misalnya beras dengan beras, hanya boleh dilakukan dengan tiga syarat, yaitu
a) Serupa timbangan dan banyaknya
b) Tunai
c) Timbang terima dalam akad (Ijab qabul) sebelum meninggalkan majlis akad
2. Menjual emas dengan perak dan makanan dengan makanan yang berlainan jenis,
misalnya beras dengan jagung, hanya dibolehkan dengan dua syarat, yaitu :
a) Tunai
b) Timbang terima dalam akad sebelum meninggalkan majlis akad (taqaabul
qablat-tafaaruq)
Keterangan :
Yang dikenai hukum riba hanya pada tiga macam, yaitu emas, perak dan makanan
manusia (termasuk makanan yang bukan obat).

M. Hikmah diharamkannya Riba


Islam mengharamkan riba, karena riba mengandung hal-hal yang sangat negatif
bagi perseorangan maupun masyarakat, yakni :
1. Melenyapkan faedah hutang-piutang yang menjadi tulang punggung gotong-
royong atas kebajikan dan takwa.
2. Sangat menghalangi kepentingan orang yang menderita dan miskin.
3. Melenyapkan manfaat yang wajib disampaikan kepada orang yang
membutuhkan.
4. Menjadikan pelakunya malas bekerja keras.
5. Menimbulkan sifat menjajah darikaum hartawan terhadap orang miskin.
Keterangan :
Yang dikenal hukum riba hanya ada empat macam, yaitu emas, perak, makanan
manusia dan uang.

N. Dampak Negatif Riba

1. Dampak Ekonomi
Diantara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh
bunga sebagai biaya utang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari
10

penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga
harga yang akan ditetapkan pada suatu barang.
Dampak lainnya adalah bahwa utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan
peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari
ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas utang tersebut dibungakan.
2. Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba
menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan
mengembalika, misalnya, 25% lebih tinggi dari jumlah yang dipinjamkannya. Siapa pun
tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan : berhasil atau gagal. Dengan
menetapkan riba, orang sudah memastikan bahwa usaha yang dikelola pasti untung.
Islam menganggap riba sebagai kejahatan ekonomi yang menimbulkan penderitaan
bagi masyarakat, baik itu secara ekonomi, moral, maupun sosial. Oleh karena itu, Al-
Qur’an melarang kaum muslimin untuk memberi ataupun menerima riba. Dalam
mengungkap rahasia makna riba dalam Al-Qur,an, ar-Razi (tt:88) menggali sebab
dilarangnya riba dari sudut pandang ekonomi, dengan beberapa indikasi sebagai berikut :
a) Riba tak lain adalah mengambil harta orang lain tanpa ada nilai imbangan apapun.
Padahal, menurut sabda Nabi harta seseorang adalah seharam darahnya bagi orang
lain.
b) Riba dilarang karena menghalangi pemodal untuk terlibat dalam usaha mencari
rezeki. Orang kaya, jika ia mendapatkan penghasilan dari riba, akan bergantung
pada cara yang gampang dan membuang pikiran untuk giat berusaha.
c) Dengan riba, biasanya pemodal semakin kaya dan bagi peminjam semakin miskin,
sekiranya dibenarkan maka yang ada orang kaya menindas orang miskin.
d) Riba secara tegas dilarang oleh Al-Qur’an, dan kita tidak perlu tahu alasan
pelarangannya.

O. Ancaman Bagi Pelaku Riba


Hadis Muslim yang artinya :
“Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya, kedua saksinya,
mereka semua sama”. (Matan lain : Ahmad : 13744)
Riba diharamkan baik dalam Al-Qur’an maupun hadis. Berikut hadis yang
melarang dan mengecam praktik riba dengan kata-kata yang tegas dan jelas.
Hadis Akhmad yang artinya :
Nabi Muhammad bersabda : “riba itu sekalipun dapat menyebabkan bertambah
banyak, tetapi akibatnya akan berkurang”. (Matan lain : Ibnu Majah 2270)
Hadis ini merupakan ancaman bagi orang yang melakukan praktik riba, bahwa riba
memang dapat mendatangkan keuntungan besar bagi pelakunya, tetapi suatu saat tidak
akan mendapatkan berkah dari Allah, sehingga pada akhirnya akan berkurang.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Riba dapat timbul dalam
pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’
terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak
seimbang (riba fadhl), dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya
dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah).
Berwirausaha adalah merupakan kegiatan sosial yang dapat membantu sesama
makhluk yang saling ketergantungan antara satu sama lain. Islam sangat menganjurakan
manusia untuk berusaha memperoleh rezki yang telah Allah janjikan dengan jalan usaha.
Diantara sekian banyak cara dalam berwirausaha, perdagangan adalah salah satunya yang
juga merupakan dunia usaha yang pernah ditekuni oleh Rasulullah SAW. Beliau telah
memberikan contoh terhadap ummat bagaimana pedagang itu semestinya. Bahkan dalam
Al-Quran secara tidak langsung telah dituangkan tuntunan dalam bemuamalah khususnya
dalam perdagangan.
Semangat berwirausaha telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau sejak
muda telah berwirausaha dari menggembala kambing hingga berdagang ke negeri Syam.
Semangat dan kerja keras Beliau menjadi panutan dan motivasi bagi kaum muslimin
untuk senantiasa mengais rezeki dengan jalan berwirausaha.
Disamping berdagang adalah untuk menjawab kebutuhan ekonomi, bahkan
berwirausaha sangat dianjurkan dalam Islam sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Mata
pencarian apakah yang paling baik, Ya Rasulullah?”Jawab beliau: Ialah seseorang yang
bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih.” (HR. Al-Bazzar).
Namun demikian, sepantasnyalah seorang pedagang melestarikan sifat-sifat terpuji
seperti yang dikemukan oleh Imam Al-Ghazali, yaitu : sifat taqwa, zikir dan syukur, tidak
mengambil laba secara berlebihan, sifat jujur, niat untuk ibadah, azzam dan bangun lebih
pagi, toleransi, silaturrahim, dan sebagainya.
Hukum riba adalah haram karena bersifat merugikan pihak yang lain. Islam
mengharamkan riba selain telah tercantum secara tegas dalam al-Qur'an surat al-Baqarah
ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir tentang pengharaman riba, juga mengandung
unsur eksploitasi. Dalam surat al-baqarah disebutkan tidak boleh menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya, maksudnya adalah tidak boleh melipatgandakan (ad'afan mudhaafan)
uang yang telah dihutangkan, karena dalam kegiatannya cenderung merugikan orang lain.
Macam-macam riba yaitu riba fudui, riba qardi, riba yad dan riba nasa’. Jenis-jenis
riba ada riba qardh, riba jahiliyyah, riba fadhl, dan riba nasi’ah.
Emas, perak, gandum, jelai, kurma dan garam adalah barang-barang pokok yang
sangat dibutuhkan oleh manusia dan tidak dapat disingkirkan dari kehidupan. Semua itu
tidak boleh diperjualbelikan kecuali dengan berat yang sama dan telah diserahterimakan
secara langsung.
Islam mengharamkan riba, karena riba mengandung hal-hal yang sangat negatif
bagi perseorangan maupun masyarakat, yakni : Melenyapkan faedah hutang-piutang yang
menjadi tulang punggung gotong-royong atas kebajikan dan takwa, sangat menghalangi
kepentingan orang yang menderita dan miskin, melenyapkan manfaat yang wajib

11
12

disampaikan kepada orang yang membutuhkan, menjadikan pelakunya malas bekerja


keras, menimbulkan sifat menjajah darikaum hartawan terhadap orang miskin.

B. SARAN
Tidak dapat kita pungkiri, bahwa tuntutan ekonomi sering membawa kesenjangan
dalam berbagai hal menyangkut perdagangan. Tidak jarang pedagang yang melakukan
kecurangan dalam berdagang, serta melanggar etika-etika perdagangan yang telah di
ajarkan oleh Alla dan RasulNya. Disamping itu, ada pula orang yang pesimis dalam
berusaha dan bekerja. Sementara Allah dan RasulNya sangat mencintai orang-orang yang
giat dalam bekerja dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka. Oleh sebab itu,
melalui makalah ini kami menyarankan kepada para pembaca agar mempedomani Al-
Quran dan Hadits serta berpedoman kepada disiplin ilmu fiqih tentang tata cara
bermuamalah.
Menyarankan kepada para wirausaha untuk meluruskan niat dalam berusaha agar
usaha yang digeluti bernilai ibadah, sehingga tidak hanya mendapat imbalan renzi yang
mulia, tetapi juga mendapat imbalan pahala disisi Allah.
DAFTAR PUSTAKA

 A.Mas’adi Ghufron, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta : PT Raja Grafindo


Persada, 2002.
 Ali Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
 Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : Rajawali Pers, 2013.
 Syafei Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung : CV Pustaka Setia, 2001.
 Rifai Moh, Mutiara Fiqih, Semarang : CV Wicaksana, 1998.
 Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2012.
 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2011.
 Syafi’i Antonio Muhammad, Bank Syariah, Jakarta : Gema Insani, 2001.
 Nur Diana Ilfi, Hadis-hadis Ekonomi, Malang : UIN-Maliki Press, 2012.
 Ismanto Kuat, Manajemen Syari’ah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015.
 Al-Mushlih Abdullah, Ash-Shawi Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta
: Darul Haq, 2004.

13

Anda mungkin juga menyukai