Kelompok : B-4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JL. LETJEND SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH
JAKARTA 10510
TELP. 62.21.4244574 FAX. 62.21.4244574
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 2
SKENARIO 4 ................................................................................................................................ 3
JAWABAN .................................................................................................................................... 6
HIPOTESIS ................................................................................................................................... 7
PELARI MARATHON
Agustus lalu, ada kejuaraan marathon di Qatar. Jauh hari sebelum perlombaan panitia
sudah menyiapkan beberapa hal :
1. Perlaksanaan perlombaan dijadwalkan malam hari
2. Jumlah tim medis dan stasiun hidrasi diperbanyak sepanjang lintasan lomba
Hal ini diperkirakan untuk mengantisipasi suhu ekstrim lingkungan, kelembaban udara dan
kecepatan angin yang dapat mempengaruhi jalannya perlombaan. Saat perlaksanaan lomba,
sebanyak 40 % peserta tidak sanggup mencapai garis finish. Pemenang lomba adalah seorang
atlet yang berasal dari negeri Kenya. Para atlet yang mencapai garis finish menggambarkan
kondisi lingkungan yang sulit dan tidak menyenangkan.
KATA SULIT
1. arena disetiap perlombaan ada stasiun hidrasi yang bertujuan memberikan air mineral
serta cairan elektrolit pada para atlit yang bisa sedikit mengantisipasi suhu ekstrim pada
lingkungan
2. Karena atlit tersebut dapat mengalami hiponatremia, hipokalemia dan dehidrasi
3. Karena di Qatar pada pagi atau sore suhu bisa mencapai lima puluh derajat celcius dan
saat malam hari suhunya lebih rendah
4. Karena suhu ekstrim dapat mempercepat evaporasi sehingga mengeluarkan keringat lebih
banyak
5. Karena suhu iklim serta kelembaban udara Kenya dan Qatar hampir sama
6. Terhidrasi dengan minum yang cukup
7. Dengan cara minum cairan yang mengandung elektrolit
8. Karena jika pelari marathon minum terus-menerus maka akan menyebabkan
hipervolume, karena cairan pada ekstrasel menumpuk maka menyebabkan cairan tersebut
pindah ke intrasel dan menyebabkan sel itu lisis
9. Air, garam, kalium dan natrium
HIPOTESIS
Pelari marathon dapat mengalami hiponatremia, hipokalemia dan dehidrasi. Hal ini
terjadi karena kelembaban udara, suhu ekstrim serta kecepatan angin. Cara untuk
mencegahnya adalah dengan minum cairan yang mengandung elektrolit dan minum secara
berkala.
SASARAN BELAJAR
LO.1.1. Definisi
LO.1.2. Penyebab
LO.1.3. Klasifikasi
LO.1.4. Gejala
LO.1.5. Mekanisme
LO.1.6. Pemeriksaan
LO.1.7. Cara Mendiagnosis
LO.1.8. Tatalaksana
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Tubuh Pada Pelari Marathon
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Regulasi Keseimbangan Suhu Tubuh dan Cairan
Tubuh Saat Berolahraga
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Gangguan Keseimbangan Elektrolit ( Hiponatremia )
LO.1.1. Definisi
HIPONATREMIA
Hiponatremia adalah kondisi gangguan elektrolit ketika kadar natrium (sodium) dalam
darah lebih rendah dari batas normal. Dalam tubuh kita, natrium memiliki sejumlah fungsi,
antara lain untuk mengendalikan kadar air dalam tubuh, menjaga tekanan darah, serta mengatur
sistem saraf dan kinerja otot.
Etiologi hiponatremia dapat dibagi atas:
Hiponatremia dengan ADH meningkat
Hiponatremia dengan ADH tertekan fisiologik
Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi
Sekresi ADH meningkat akibat deplesi volume sirkulasi efektif seperti pada muntah, diare,,
pendarahan, jumlah urin meningkat, gagal jantung, sirosis hati, SIADH, influensi adrenal, dan
hipotiroid. Pada polydipsia primer dan gagal ginjal terjadi eksresi cairan lebih rendah yang
menekan sekresi ADH. Respons fisiologik dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran
ADH dari hipotalamus sehingga eksresi urin meningkat karena saluran-air (AQP2A) di bagian
apical ductus koligentes berkurang (osmolaritas urin rendah).
Dalam keadaan normal, 93% dari volume plasma terdiri dari air dan elektrolit sedang 7% sisanya
terdiri dari lipid dan protein. Pada hiperlidemia atau hiperotroteinemia berat akan terjadi
penurunan volume air plasma menjadi 80% sedang jumlah natrium plasma tetap dan osmolalitas
plasma normal; akan tetapi karena kadar air plasma berkurang (pseudohyponatremia) kadar
natrium dalam cairan plasma total yang terdeteksi pada pemeriksaan laboratorium lebih rendah
dari normal.
LO.1.2. Penyebab
Hiponatremia Akut
Hiponatremia akut adalah kejadian hiponatremia yang berlangsung cepat (kurang dari 48
jam). Pada keadaan ini akan terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran dan kejang. Hal
ini terjadi akibat edema del otak, karena air dari ekstrasel masuk ke intrasel yang osmolalitasnya
lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga sebagai hiponatremia simptomatik atau hiponatremia berat.
Hiponatremia Kronik
Hiponatremia kronik adalah kejadian hiponatremia yang berlangsung lambat (lebih dari 48
jam). Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran atau kejang (ada
proses adaptasi), gejala yang timbul hanya ringan seperti lemas atau mengantuk. Pada keadaan ini
tidak ada urgensi melakukan koreksi konsentrasi natrium, terapi dilakukan dalam beberapa hari
dengan memberikan larutan garam isotonic. Kelompok ini disebut juga sebagai hyponatremia
asimptomatik.
Kadar natrium pada kondisi normal adalah 135 hingga 145 mEq/liter (miliequivalen per
liter). Seseorang dengan kadar natrium kurang dari 135 mEq/liter, bisa dianggap mengalami
hiponatremia. Beberapa kondisi yang diketahui dapat menyebabkan hiponatremia adalah:
Perubahan hormon.
LO.1.3. Klasifikasi
Gejala hiponatremia dapat bervariasi pada setiap individu. Jika kadar natrium turun
secara perlahan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun. Namun, jika natrium turun sangat
cepat (drastis), gejala yang muncul mungkin lebih parah karena kehilangan natrium dengan
sangat cepat merupakan keadaan darurat medis. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya
kesadaran, kejang, dan koma.
Sakit kepala
Kebingungan
Cepat lelah
Mual
Muntah
Kram otot atau kejang.
Gejala Hiponatremia ringan ( Na 105-118) : Haus, ditandai dengan mukosa yang kering
Gejala Hiponatremia sedang (Na 90-104) : Sakit kepala, mual, vertigo, ditandai dengan
takikardi dan hipotensi
Gejala Hiponatremia berat (Na < 90 ) : Apatis, koma, ditandai dengan hipotermi
LO.1.5. Mekanisme
Osmolalitas tubuh diatur oleh sekresi arginin vasopresin (AVP) dan rangsangan haus.
AVP merupakan hormon antidiuretik yang dihasilkan oleh hipotalamus dan di transportasikan
melalui axon ke hipofisis posterior. AVP berperan dalam mengatur homeostasis. Aktivasi
reseptor AVP menyebabkan ekskresi cairan berkurang, regulasi AVP juga diatur oleh
baroresptor di sistem saraf pusat dan sistem kardiopulmonal. Natrium serum merupakan hasil
bagi dari jumlah natrium dengan volume plasma. Osmolalitas plasma normal yaitu 280-285
mOsm/Kg/H20
Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal pemberian cairan iso-osmotik yang tidak
mengandung natrium ke cairan ekstra sel dapat menimbulkan hiponatremia dengan osmolalitas
plasma normal. Termasuk dalam hal ini, keadaan hiperproteinemia dan
hiperlipidemia. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma tinggi Pada keadaan osmolalitas plasma
yang tinggi, seperti pada keadaan hiperglikemia berat atau pemberian manitol intravena. Cairan
intrasel akan keluar ke ekstrasel menyebabkan dilusi cairan ekstrasel, dan menyebabkan
hiponatremia. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma rendah Terjadi pada keadaan seperti gagal
jantung, sirosis, insufisiensi renal, sindroma nefrotik. Keadaan-keadaan ini terjadi dengan volume
CES yang meningkat. Pada SIADH, volume CES normal dan pada keadaan muntah atau
pada pemakaian diuretik, volume CES menurun. Hiponatremia akut diartikan sebagai kejadian
hiponatremia dalam jangka waktu kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini tertjadi perpindahan cairan
dari ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema otak
yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang dapat menyebabkan kejang dan penurunan
kesadaran. Edema otak yang terjadi, dibatasi oleh kranium disekitarnya, yang mengakibatkan
terjadinya hipertensi intrakranial dengan resiko brain injury.
Hiponatremia kronik diartikan sebagai keadaan hiponatremia dalam jangka waktu yang
lebih dari 48 jam. Gejala yang timbul tidak berat karena ada proses adaptasi. Pada keadaan ini,
cairan akan keluar dari jaringan otak dalam beberapa jam. Gejala yang timbul hanya berupa lemas
dan mengantuk, bahkan dapat tanpa gejala. Keadaan ini dikenal juga dengan hiponatremia
asimtomatik. Namun perlu diperhatikan pada proses adaptasi ini dapat menjadi proses yang
berlebihan yang berisiko terjadinya demyelinisasi osmotik.
LO.1.6. Pemeriksaan
- Pasien diusahakan dalam Keadaan tenang dengan posisi berbaring (pasien dalam keadaan
takut/gelisah akan menyebabkan hiperventilasi).
- Pengambilan darah pada pasien yang sedang mendapat terapi oksigen dilakukan minimal 20
menit setelah pemberian oksigen dan perlu dicantumkan kadar oksigen yang diberikan.
- Perlu diwaspadai adanya perdarahan dan hematoma akibat pengambilan darah terutama pada
pasien yang sedang mendapat terapi antikoagulan.
- Suhu tubuh pasien dan waktu pengambilan darah harus dicantumkan dalam formulir
permohonan pemeriksaan
Bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan keseimbangan asam basa adalah darah
arteri.Dalam pengambilan darah untuk pemeriksaan gangguan keseimbangan air, elektrolit dan
asam-basa, beberapa hal perlu diperhatikan
- Pengambilan Darah
Tusukkan jarum dengan sudut 45 derajat dan lubang jarum menghadap ke atas, 5-10 mm
distal dan jari pemeriksa yang menekan pembuluh darah. Setelah pengambilan, tekan daerah
tusukan selama 5 menit atau lebih hingga pendarahan berhenti
Tusukan harus dalam sehingga darah keluar dengan sendirinya. Setelah penusukan,
daerah tusukan tidak dipijat lagi dan darah ditampung dalam dua tabung kapiler berisi heparin
tanpa gelembung udara. Lalu ditutup dengan plester
o Anamnesis yang teliti (antara lain riwayat muntah, penggunaan diuretik, penggunaan
mannitol)
o Pemeriksaan fisik yang teliti (antara lain apakah ada tanda—tanda hipovolemia atau tidak)
o Pemeriksaan gula darah, lipid darah
o Pemeriksaan osmolalitas darah (antara lain osmolalitas rendah atau tinggi)
o Pemeriksaan osmolalitas urin atau dapat juga dengan memeriksa berat jenis urin
(interpretasi apakah ADH meningkat atau tidak, gangguan pemekatan)
o Pemeriksaan natrium, kalium, dan klorida urin untuk mengetahui jumlah ekskresi elektrolit
di dalam urin.
LO.1.8. Tatalaksana
Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika < 120 mg/L
maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti
pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Antara
penyebab terjadinya Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik),
hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia
(sirosis, nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama
dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.
melakukan pengobatan yang tepat sasaran:
o Perlu dibedakan apakah kejadian hiponatremia akut atau kronik
o Tanda atau penyakit lain yang menyertai hiponatremia perlu dikenali (deplesi volume,
dehidrasi, gagal jantung, gagal ginjal)
Koreksi natrium:
o Pada hiponatremia akut, koreksi Na dilakukan secara cepat dengan pemberian larutan
natrium hipertonik intravena.
o Kadar natrium plasma dinaikkan sebanyak 5 mEq/L dari kadar natrium awal dalam waktu
1 jam. Setelah itu, kadar natrum plasma dinaikkan sebesar 1 mEq/L setiap 1 jam sampai
kadar natrium darah mencapai 130 mEqL. Rumus yang dipakai untuk mengetahui jumlah
natrium dalam larutan natrium hipertonik yang diberikan adalah 0,5 x BB (kg) x delta
natrium.
o Delta natrium merupakan selisih antara kadar natrium yang diinginkan dengan kadar
natrium awal.
o Pada hiponatremia kronik, koreksi Na dilakukan secara perlahan yaitu sebesar 0,5 mEq/L
setiap 1 jam, maksimal 10 mEq/L dalam 24 jam. Bila delta Na besarnya 8 mEq/L,
dibutuhkan waktu pemberian selama 16 jam. Rumus yang dipakai sama seperti di atas.
Natrium yang diberikan dapat dalam bentuk natrium hipertonik intravena atau natrium per
oral.
Hiponatremia sering merupakan manifestasi dari gangguan yang medasari sebuah penyakit,
justeru memerlukan evaluasi pra operatif yang amat teliti. Konsentrasi natrium plasma lebih besar
dari 130 mEq / L biasanya dianggap aman untuk pasien yang menjalani anestesi umum. Dalam
sebagian besar keadaan, plasma [Na +] harus diperbaiki untuk lebih dari 130 mEq / L untuk
prosedur elektif, tanpa adanya gejala neurologis. Konsentrasi yang lebih rendah dapat
menyebabkan edema serebral signifikan yang dapat dimanifestasikan secara intraoperatif sebagai
penurunan konsentrasi alveolar minimum atau pasca operasi sebagai agitasi, kebingungan, atau
mengantuk. Pasien yang menjalani reseksi transurethral dari prostat dapat menyerap jumlah air
yang banyak dari cairan irigasi (sebanyak 20 mL / menit) dan berada pada risiko tinggi untuk
pengembangan cepat yang mendalam keracunan air akut.
Pasien hiponatremia amat sensitif terhadap vasodilatasi dan efek inotropik negatif dari
anestesi uap, propofol, dan agen terkait dengan pelepasan histamin (morfin, meperidine).
Persyaratan dosis untuk obat lain juga harus dikurangi untuk mengimbangi penurunan volume
distribusi. Pasien hiponatremia sangat sensitif terhadap blokade simpatik dari anestesi spinal atau
epidural. Jika anestesi harus diberikan sebelum koreksi yang memadai hipovolemia, etomidate
atau ketamin mungkin agen induksi pilihan untuk anestesi umum.
Perubahan biokimiawi yang paling menonjol: pengeluaran keringat yang banyak, perubahan
kadar natrium,perubahan kadar kalium, perubahan kadar magnesium, perubahan kadar urea dan
kreatinin.
1. Keringat
– Pengeluaran keringat adalah usaha tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh yang meningkat
pada saat latihan.
– Keringat sebagian besar terdiri dari air, sebagian kecil elektrolit.
– Komposisi: Keringat merupakan cairan hipotonik yang terdiri dari 20-40 meq/L natrium, 3-15
meq/l kalium dan magnesium 0.8-3 meq/L, kalsium 0.2-1.5 meq/L dan sedikit mineral yang lain.
2. Sodium/Natrium
– Perubahan kadar sodium selama latihan bisa berupa hipernatremia, bisa berupa hiponatremia.
3. Potassium/Kalium
– Potassium merupakan elektrolit mayoritas intrasel, akan keluar selama latihan berbanding lurus
dengan intensitas latihan: makin tinggi intensitas latihan makin banyak potassium yang keluar
dari dalam sel
• Olahraga intensitas ringan-sedang dapat menyebabkan pengeluaran keringat 0.8-1.4
L/jam
• Selama event olahraga durasi lama dan intensitas tinggi, sweat rate berkisar 1-3 L/jam
– Kehilangan sodium 40-160 mEq
– Kehilangan air 1-8% berat badan
Bergantung intensitas olahraga
• Evaporasi 1 L air dari kulit akan melepaskan panas dari tubuh sebesar 573 kcal
• Pelepasan panas melalui evaporasi keringat terutama dipengaruhi kelembaban udara,
kemudian juga suhu udara
• Hot, humid weather: suhu udara >32-34 C, kelembaban >80-85%
1. Pre event
Sebelum berlari, kita harus minum air mineral biasa dengan kemasan yang kecil. Antara
240-300 ml.
2. During event
Selama berlari, disarankan untuk tetap minum setiap 15 menit. Minumnya tidak harus
menunggu rasa haus karena kalau rasa haus sudah terjadi, maka tubuh sudah dehidrasi.
Minumnya pun sedikit-sedikit, seteguk dua teguk bukan langsung agar tidak kembung.
3. Pasca event
Untuk pasca event, biasanya kita akan diberikan botol air minum 600 ml. Nah, air tersebut
harus dihabiskan agar dapat mengembalikan cairan setelah berlari.
Menurut (Manz, Friderich.MD, 2005) selain berfungsi sebagai pencegahan awal terhadap
terjadinya dehidrasi, mengkonsumsi cairan dengan jumlah yang cukup sebelum
latihan/pertandingan olahraga akan memberikan manfaat saat tubuh melakukan aktivitas fisik
yaitu diantaranya untuk: (1) menjaga kelancaran keluarnya keringat, (2) menjaga pengaturan
panas tubuh (thermoregulasi) berjalan secara normal, (3) menjaga proses metabolisme energi, (4)
mengurangi resiko terjadinya heat stroke. Pada interval 3 jam -15 menit sebelum olahraga, air
putih dapat menjadi pilihan, namun jika latihan/pertandingan olahraga akan berjalan dengan
intensitas tinggi atau dengan waktu yang panjang seperti tenis, bulutangkis, sepakbola,
bolabasket, maraton, bersepeda dll, melengkapi air putih dengan penambahan karbohidrat
(glukosa, sukrosa, maltodextrins), mengkonsumsi jus buah yang tidak terlalu kental dapat
menjadi pilihan yang ideal karena dapat tidak hanya akan membantu untuk menjaga level hidrasi
namun juga bermanfaat untuk menambah simpanan energi, mencegah terjadinya hipoglikemia
(penurunan glukosa darah) serta menjaga performa tubuh saat olahraga (Djoko Pekik Irianto.
2006: 56).
Studi dan hasil riset menunjukan bawah atlet/individu yang memulai
latihan/pertandingan-nya dengan level hidrasi tubuh yang baik akan mempunyai performa daya
tahan (endurance), kecepatan respon atau reaksi dan juga performa olahraga yang lebih prima.
Hal ini membuat strategi hidrasi yang baik menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi atlet
profesional dunia tidak hanya untuk menjaga performa olahraganya namun juga bermanfaat
untuk menjaga kesehatan tubuh. Menurut (Murray, B. 2007) berikut ini adalah anjuran untuk
memenuhi kebutuhan cairan (hidrasi) saat latihan/pertandingan, yaitu:
a. Minum dengan jumlah yang cukup secara rutin untuk terhindar dari penurunan performa tubuh
akibat dehidrasi.
b. 2 % dehidrasi menurunkan 10-20 % performa tubuh. 5 % dehidrasi menurunkan 30 %
kemampuan aerobik tubuh.
c. Agar tidak terasa berat di perut, 1-2 teguk secara rutin tiap 10-15 menit lebih baik
dibandingkan dengan minum langsung dengan jumlah yang besar.
d. Jangan menunggu rasa haus. Secara ideal minum 100-150 ml tiap 10-15 menit atau tentukan
pola konsumsi yang dianggap cocok untuk masing-masing atlet.
e. Hindari minuman yang bersifat diuretik seperti kopi dan teh dan juga minuman bersoda.
f. Pilih minuman ideal untuk olahraga :
1) Olahraga intensitas rendah durasi < 45 menit mengkonsumsi Air Putih
2) Olahraga intensitas sedang-tinggi durasi >45 menit mengkonsumsi minuman olahraga
atau jus buah (encer)
3) Olahraga endurans, durasi >45 menit mengkonsumsi minuman olahraga atau jus buah
(encer).
4) Karbohidrat dalam minuman olahraga dapat mempercepat penyerapan cairan,
menambah tenaga dan mencegah hipoglikemia (penurunan glukosa darah). Selain itu mineral
elektrolit dalam kandungannya juga dapat mengoptimasi rehidrasi saat olahraga dan mencegah
kram otot.
5) Konsumsi minuman olahraga(sportdrink) secara ilmiah juga terbukti dapat membantu
mempertahankan performa serta meningkatkan ketahanan tubuh (endurance) dan kecepatan
(speed) sehingga menjadi pilihan atlet-atlet profesional baik saat latihan atau pertandingan.
6) Alternatif lain sumber karbohidrat saat olahraga untuk menambah tenaga adalah buah segar
seperti jeruk, apel, pisang atau semangka seperti yang dilakukan oleh petenis- petenis profesional
dunia, atlet atlet marathon dan juga atlet sepeda.
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Regulasi Keseimbangan Suhu Tubuh dan Cairan
Tubuh Saat Berolahraga
o Suhu tubuh manusia sehat, normalnya menurut beberapa penelitian sejak tahun 1972 yang
dilakukan oleh Louis Eisman dalam Biology and Human Progress, Neil A Campbell,
1987:790, Louise Simmers, 1988, Mc Govern Celeste,1994 menyebutkan yaitu 37o
Celcius. Penelitian terbaru oleh Ziad Obermeyer, Jasmeet K Samra, Sendhil Mullainathan,
2017 menyebutkan bahwa suhu tubuh manusia dalam keadaan sehat yaitu 36.6 o Celcius.
o Suhu lingkungan berpengaruh terhadap kondisi tubuh manusia. Menurut Mi Hyun No,
Hyo-Bum Kwak, 2016, menyebutkan bahwa oksigen yang dihirup tubuh pada saat latihan
dalam intensitas sub-maximal dan maximal dan denyut nadi berada pada level yang lebih
rendah jika melakukan latihan pada suhu lingkungan 22 o
o +1 o Celcius dari pada pada suhu 10 o +1o Celcius dan 35 o+ 1 o Celcius. Selain itu
kandungan asam laktat dalam darah juga lebih rendah dalam suhu tersebut baik pada saat
jeda istirahat atau pada saat latihan. Hal tersbut berarti bahwa pada level suhu yang lebih
rendah dari 22 o Celcius dan atau lebih tinggi, proses pengambilan oksigen kurang optimal,
dan jumlah asam laktat yang dilepaskan akibat proses metabolisme lebih tinggi. Sehingga
dengan kondisi tersebut, performa tubuh akan mengalami penurunan performa lebih cepat.
o Kelembaban udara yang tinggi akibat dari tingginya suhu lingkungan juga mempengaruhi
tingkat dehidrasi yang merupakan efek samping tingginya suhu tubuh sebagai bentuk
penyesuai suhu tubuh terhadap lingkungan. Semakin tinggi kelembaban udara, tubuh
menyesuaikan dengan cara memperbesar pori-pori kulit, dan juga mengeluarkan keringan
lebih banyak sebagai bentuk penyesuaian suhu permukaan kulitdan juga suhu sekitar.
Semakin tinggi suhu lingkungan, semakin banyak keringat yang dibutuhkan, maka
semakin banyak pula air yang dibutuhkan untuk mengantikan sekresi keringat dari dalam
tubuh. Apabila kondisi tersebut berlangsung cukup lama tanpa adanya tambahan cairan
tubuh, kemungkinan besar yang terjadi ialah heat exhaustion, heat stroke, heat aesthenia
dan bahkan terburuk serangan jantung.
o Kelembaban udara yang tinggi juga memiliki efek yang buruk bagi tubuh pada saat
berolahraga. Selain dampak yang tersebut di atas, suhu dan kelembaban tinggi juga
meningkatkan resiko cedera lebih tinggi. Hal tersebut juga sebagai akibat dari dehidrasi
yang tinggi, proses sekresi keringat yang banyak dan proses metabolisme dan distribusi
aliran darah yang lebih cepat. Semakin tinggi metabolisme terjadi, perubahan fisiologi
tubuh juga terjadi, sebagai efeknya, proses metabolisme (perubahan sistem energi) yang
meningkat juga akan meningkatkan asam laktat pada otot, sehingga, semakin cepat pula
kelelahan pada otot dan tubuh. Apabila hal tersebut berlangsung dalam waktu yang lama
tanpa disadari oleh manusia, yang terjadi yaitu kram otot (kejang) dan penurunan performa.
o Kenaikan suhu tubuh yang terlalu cepat juga berpengaruh terhadap kadar air dalam tubuh
manusia, semakin tinggi suhu tubuh sebagai akibat proses metabolisme pada saat latihan,
maka semakin banyak pula residu air berupa keringat yang dibuang melalui kulit kita.
Julien D Periard, Gavin J.S. Travers, Sebastien Racinais, Michael N Sawka, 2016,
menyebutkan bahwa selama aktifitas latihan darah terpompa lebih cepat sebagai akibat
suhu permukaan kulit meningkat yang diiringi pula peningkatan suhu pada otot-otot tubuh,
darah dialirkan lebih cepat sebagai bentuk penanggulangan akibat meningkatnya suhu,
selain suhu tersebut meningkat akibat proses metabolisme dan proses perubahan energi.
Untuk mengatasi hal tersebut tubuh melakukan Cardiovasculer adaptations dengan cara
membutuhkan kadar air dalam tubuh yang lebih banyak, salah satunya stimulasi rasa haus
yang terjadi. Selain itu ukuran plasma sel dalam tubuh mengalami perkembangan,
penurunan jumlah nadi per menit, peningkatan efisiensi otot, dan peningkatan kecepatan
aliran darah dan respon kulit untuk berkeringat lebih cepat.
o Penelitian lain menyebutkan, Romeu P. et al.(2018), dalam suhu yang berbeda, 40o Celcius
dan 22o Celcius, setelah melakukan exercise, kandungan amilase pada cairan ludah tidak
terdapat peningkatan, namun, pada denyut nadi terdapat kenaikan serta peningkatan
kandungan kortisol pada cairan ludah, kandugan konsentrasi protein serta peningkatan
asam laktat. Chicarro JL et. Al. (1998), menyebutkan juga bahwa kandungan cairan ludah,
amilase, dan elekrolit (NA+), mengalami peningkatan setelah dilakukan olahraga
o Prabhjot Saini, Sandeep kaur, Bindu K, Jasbir Kaur, 2014 menyebutkan pada penelitiannya
o terhadap sampel yang dipilih tanpa melakukan aktifitas berat menyebutkan bahwa
perubahan suhu tubuh terendah terjadi pada suhu lingkungan 20 o Celcius dan pada suhu
normal ruangan (27 o C) serta 30 o Celcius peningkatan suhu tubuh pada mulut dan bagian
lipatan tubuh lebih tinggi.
o Kadar air dalam tubuh manusia juga berpengaruh terhadap performa tubuh pada saat
melakukan kegiatan. Persentase air dalam tubuh manusia sehat menurut H.H. Mitchell
dalam Journal of Biological Chemistry, 158, menyebutkan bahwa otak dan jantung 73%
dari volumenya merupakan air, paru-paru 83%, Kulit 64%, otot dan ginjal 78% dan tulang
pun terdiri atas 31% air dalam keseluruhan komposisinya masing-masing. Selain itu,
menurut Dr. Jeffrey Utz, dalam artikel “USGS, The USGS Water Science School”
menyebutkan bahwa setiap tubuh manusia terdiri datas air dengan jumlah yang berbeda.
Laki-laki dewasa terdiri atas 65% air dan wanita dewasa 55% air.
Keseluruhan proses peningkatan suhu lingkungan, kelembaban udara dan suhu tubuh, sangat
berpengaruh terhadap tingkat dehirasi tubuh. Jika hal tersebut dibiarkan dalam jangka waktu
yang lama, tubuh bisa mengalami beberapa kondisi seperti yang tersebut di atas, yaitu heat
exhaustion, heat stroke, heat aesthenia dan bahkan terburuk serangan jantung. Heat exhaustion
memberikan dampak kelelahan yang tinggi, dapat disertai rasa mual dan pusing, hal ini sebagai
bentuk awal dari dehidrasi cairan tubuh. Tingkatan yang lebih tinggi, yaitu heat stroke berlaku
kondisi yaitu hilangnya kesadaran disertai mengigau, koma dan bahkan meninggal dunia sebagai
akibat terlalu tingginya suhu yang memapar otak secara berlebih. Heat aesthenia memberikan
dampak jenuh, pusing, mudah tersinggung atau marah, kurangnya nafsu makan, hingga
insomnia.
Penaikan dan penurunan suhu tubuh bisa jadi sebagai akibat dari terpaan suhu lingkungan
baik dingin maupun panas, dan bisa juga terjadi pada tubuhkaarena berbagai infeksi maupun
serangan kumanpenyakit dan bisa juga sebagai akibat dari melakukan aktivitas, dan tubuh selalu
menjaga suhu agar tidak terlalu tinggi dan terlalu panas. Hal ini dilakukan olch sistem pengatur
suhu tubuh yang terdapat di otak (Hipotalamus). Sistem pengaturan suhu ini dikenal dengan istilah
"Thermal RegulatoryCentre" (Pusat pengaturan suhu tubuh). Hipotalamus anterior bertugas untuk
penanganan peningkatan panas tubuh, sedangkan Hipotalamus posterior bertugas untuk masalah
penanganan penuerunan suhu tubuh. Pada intinya tugas Hipotalamus seperti kerja termostat
dirumah tangga (AC) adalah ia konsisten mempertahankan suhu tubuh 37° C. Masukan
(rangsangan) ke pusat-pusat pengatur temperatur di hipotalamus berasal dari baik di kulit maupun
di inti. Perubahan suhu pertaama yang dideteksi oleh reseptor (Panas atau dingin) yang terletak di
kulit. Reseptor suhu kulit ini mengirimkan inpuls saraf ke hipotalamus, yang kemudian memulai
respons yang tepat dalam upaya untuk mempertahankan suhu tubuh.
DAFTAR PUSTAKA