Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

URETEROLITHIASIS (BATU URETER)

Disusun Oleh :
MUTIA FATIKHA
17D10080
KELOMPOK 14
PRAKTIK KLINIS 1

FAKULTAS KESEHATAN
PRODI D-IV KEPERAWATAN ANASTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN URETEROLITHIASIS (BATU URETER)

A. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu
ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam
saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal
yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai
pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai
beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa
sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna
keruh seperti teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2002: 1460).
Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter
mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu
ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung
kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan
obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi
hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
Urolithiasis adalah kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali disebut batu
ginjal. Batu dapat berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black, Joyce, 1997, hal. 1595).
Urolithiasis adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam
urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium oksalat (60%), fosfat sebagai
campuran kalsium, amonium, dan magnesium fosfat (batu tripel fosfat akibat infeksi) (30%),
asam urat (5%), dan sistin (1%).( Pierce A. Grace & Neil R. Borley 2006, ILMU BEDAH,
hal. 171). Urolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air kemih,
yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior.(DR. Nursalam, M. Nurs & Fransica
B.B, Sistem Perkemihan, hal. 76).

2. Etiologi
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :
a. Ginjal : Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu.
b. Immobilisasi : Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan
kalsium. Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
c. Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi
inti pembentukan batu.
d. Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
e. Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu
dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.
f. Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan pemasukan
cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di ruang mesin
menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi urin.
g. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi
terbentuknya batu saluran kemih.
h. Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang
polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi
oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.
3. Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya
obstruksi, infeksi dan edema.
a. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
1) Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat
terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala
namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
2) Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
b. Batu di piala ginjal
1) Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
2) Hematuri dan piuria dapat dijumpai.
3) Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke bawah
mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
4) Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area kostoveterbal, dan
muncul mual dan muntah.
5) Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat
dari reflex renoinstistinal dan proksimitas anatomic ginjal ke lambung pancreas dan
usus besar.
c. Batu yang terjebak di ureter
1) Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke
paha dan genitalia.
2) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
3) Hematuri akibat aksi abrasi batu.
4) Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm.
d. Batu yang terjebak di kandung kemih
1) Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius
dan hematuri.
2) Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.
4. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan penunjang terkait
a. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya sel
darah merah, sel darah putih dan kristal(sistin,asam urat, kalsium oksalat), serta serpihan,
mineral, bakteri, pus, pH urine asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin
meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
b. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
c. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus,
proteus,klebsiela,pseudomonas).
d. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan
elektrolit.
e. BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
f. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar
bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan
infeksi/septicemia.
h. Sel darah merah : biasanya normal.
i. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi ( mendorong
presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi ginjal).
j. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).
k. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang ureter.
l. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik ( distensi ureter) dan garis bentuk
kalkuli.
m. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu
dan efek obstruksi.
n. CT Scan: mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih.
o. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Terapi nutrisi dan Medikasi.
Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu ginjal. Masukan cairan
yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan
utama pembentuk batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah pembentukan batu atau
lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum paling sedikit 8 gelas
sehari untuk mengencerkan urine, kecuali dikontraindikasikan.
a) Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat
membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut.
b) Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki batu
fosfat, untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida dapat
diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan
mengeksikannyamelalui saluran intensial bukan ke system urinarius.
c) Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin, untuk
mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.
d) Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan pemasukan oksalat.
Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak,
kacang,seledri, coklat,the, kopi.
e) Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi, modaritas
penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal, pengankatan batu
perkutan, atau uteroroskopi.
2) Pengurangan nyeri
Mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan, morfin diberikan
untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar biasa. Mandi air hangat di area panggul dapat
bermanfaat. Cairan yang diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita
gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini
meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang belakang batu sehingga mendorong
passase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi kosentrasi
kristaloid urine, mengencerkan urine dan menjamin haluaran urine yang besar.
b. Penatalaksanaan Operatif
1) Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal
Adalah prosedur noninvasive yang digunakan untuk menghancurkan batu
kaliks ginjal. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-
batu tersebut dikeluarkan secara spontan
2) Metode Endourologi Pengangkatan batu, bidang endourologi menggabungkan
keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengankat batu renal tanpa pembedahan
mayor.
3) Uteroskopi, mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan suatu alat
ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan menggunakan laser,
lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
4) Pelarutan batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat dilakukan
sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain, dan
menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit).
5) Pengangkatan Bedah,sebelum adanya lithotripsy, pengankatan batu ginjal secara
bedah merupakan terapi utama. Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan
dilakukan dengan nefrolitotomi (Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu atau
nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu di piala
ginjal diangat dengan pielolitotomi, sedangkan batu yang diangkat dengan
ureterolitotomi, dan sistostomi jika batu berada di kandung kemih., batu kemudian
dihancur dengan penjepit alat ini. Prosedur ini disebut sistolitolapaksi.
6) DJ Sten
Dj stent merupakan singkatan dari double J stent. Alat ini sering digunakan
urolog dengan bentuk seperti 2 buah huruf J. Alat ini dipasang di ureter, satu ekornya
berada di sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung kemih. Fungsi dari
benda ini adalah untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal ke kandung kencing,
juga memudahkan terbawanya serpihan batu saluran kencing. Ketika ujung DJ stent
berada di sistema pelvikokaliks maka peristaltik ureter terhenti sehingga seluruh
ureter dilatasi.
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi adalah istilah yang berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu “an” dan
“esthesia”, dan jika digabungkan akan mempunyai arti “hilangnya rasa atau hilangnya
sensasi”. Para ahli saraf memberi makna pada istilah tersebut sebagai hilangnya rasa secara
patologis pada bagian- bagian tubuh tertentu. Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh
Oliver Wendell Holmes (1809-1894) untuk proses “eterisasi” Morton (1846), untuk
menggambarkan keadaan pengurangan nyeri pada waktu tindakan pembedahan (Soenarjo dan
Jatmiko, 2010).
Anestesi merupakan suatu peristiwa hilangnya sensasi, perasaan nyeri bahkan
hilangnya kesadaran sehingga memungkinkan dilakukan pembedahan. Tujuan anestesi yaitu
hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot. Anestesi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anestesi lokal
dan anestesi umum. Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible).
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
b. Regional Anestesi
3. Teknik Anestesi
a. GA TIVA
b. Regional SAB
4. Maintenace/Rumatan anestesi
a. GA TIVA
1) Premedikasi
a. Ketorolac 30 mg/IV
b. Ondansentron 0,05-0,2 mg/kgBB/IV
c. Fentanyl 1-2 mcg/kgBB/IV
2) Induksi
a. Propofol 1-2 mg/kgBB/IV
b. RA SAB
1) Lidokain (durasi sedang spinal anestesia) dengan dosis 20 – 100 mg seringkali dipilih
untuk kasus-kasus yang diperkirakan memakan waktu sekitar 90 – 200 menit.
2) Bupivakain (durasi panjang spinal anestesia) dengan dosis 5 – 15 mg adalah sesuai
untuk pembedahan selama 180 – 600 menit.
5. Resiko
a. Nyeri Akut
b. Ketidakseimbangan hemodinamik
c. Pola napas tidak efektif
d. Resiko Perdarahan
e. Mual muntah
C. WOC

URETEROLITHIASIS (BATU URETER)

Etiologi

 Ginjal : Tubular rusak pada nefron


 Immobilisasi : Penimbunan kalsium
 Infeksi : Nekrosis jaringan ginjal dan menjadi inti pembentukan batu.
 Kurang minum : Pembentukan batu.
 Pekerjaan : Banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu
 Iklim
 Diuretik : Potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi
terbentuknya batu saluran kemih.
 Makanan : Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium

Manifestasi Klinis
 Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
 Hematuri dan pyuria
 Diare dan ketidaknyamanan abdominal
 Gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi
 Retensi urin

Jenis Anestesi Teknik Anestesi Rumatan Anestesi


 General Anestesi  GA TIVA GA
 Regional Anestesi  RA SAB  Ketorolac
 Ondansentron
 Fentanyl
 Propofol
Resiko
RA SAB
 Nyeri Akut
 Lidokain
 Resiko ketidakseimbangan hemodinamik
 Bupivakain
 Pola napas tidak efektif
 Resiko Perdarahan
 Mual muntah

D. Tinjauan Teori Askan Pre Intra Pasca Anestesi dan Pembedahan Umum
1. Pengkajian
a. DS : Pasien mengatakan nyeri pada perut dan pinggang
Pasien mengatakan sakit ketika berkemih
Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
Pasien mengatakan baru pertama kali operasi
b. DO : Pasien tampak meringis
Skala nyeri 3-6
TD : >120/80 mmHg
N : >100 x/menit
2. Masalah Kesehatan Anestesi
PRE ANESTESI
a. Nyeri Akut
b. Ansietas
INTRA ANESTESI
a. Resiko Perdarahan
b. Pola Nafas Tidak Efektif
c. Resiko ketidakseimbangan hemodinamik
POST ANESTESI
a. Hipotermia
b. Mual muntah
3. Rencana Intervensi
PRE ANESTESI
a. Nyeri Akut
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan anestesi selama 30 menit diharapkan
nyeri yang dirasakan pasien berkurang.
2) Kriteria Hasil :
a) Tanda – tanda vital dalam batas normal
TD : 100 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 37°C
RR : 16 – 20 x/menit
b) Nyeri yang dirasakan pasien berkurang ( 1 – 3 nyeri ringan )
c) Pasien dapat beristirahat dengan nyaman
d) Ekspresi wajah pasien nyaman atau tenang
3) Rencana Intervensi
Mandiri :
a) Kaji tanda – tanda vital pasien
b) Kaji derajat, lokasi, durasi, frekuensi dan karakteristik nyeri pasien (PQRST)
c) Ajarkan pasien tekhnik distraksi dan relaksasi
Kolaborasi :
a) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesic ketorolac
b. Ansietas
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan anestesi selama 30 menit diharapkan
cemas yang dirasakan pasien berkurang.
2) Kriteria Hasil
a) Tanda – tanda vital pasien normal
TD : 110 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
RR : 16 – 20 x/menit
b) Pasien mengatakan tahu tentang prosedur anestesi dan pembedahan
c) Pasien menyatakan siap dilakukan operasi
d) Pasien tampak tenang dan kooperatif
3) Rencana Intervensi
Mandiri :
a) Kaji tanda – tanda vital pasien
b) Kaji tingkat kecemasan dan sebab cemas
c) Jelaskan jenis prosedur yang akan dilakukan
d) Minta persetujuan tentang tindakan pembedahan dan anestesi
e) Beri dorongan pasien untuk mengurangi rasa cemas
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat penenang : midazolam
c. Resiko Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan anestesi selama 30 menit diharapkan
kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
2) Kriteria Hasil
a) Tanda – tanda vital dalam batas normal
TD : 110 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
RR : 16 – 20 x/menit
b) Meningkatkan asupan cairan hingga jumlah tertentu sesuai usia dan kebutuhan
metabolic
c) Adanya peningkatan dalam kebutuhan cairan sesuai indikasi
d) Tidak adanya tanda tanda dehidrasi
3) Rencana Intervensi
Mandiri
a) Kaji tanda – tanda vital pasien
b) Pantau asupan minum pasien (pastikan pasien minum sedikitnya 1500ml /24 jam
kecuali dikontraindikasikan)
c) Beri asupan cairan setiap 8 jam
d) Pantau input dan output cairan pasien
Kolaborasi :
a) Beri infus kristaloid ( Nacl 0,9 % )

INTRA ANESTESI
a. Resiko Perdarahan
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan anestesi selama 30 menit diharapkan
kondisi pasien sesuai dengan kriteria hasil.
2) Kriteria Hasil
a) Tanda – tanda vital dalam batas normal
TD : 110 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
RR : 16 – 20 x/menit
b) Saturasi oksigen >95%
c) Akral teraba hangat
d) Tidak terjadi pendarahan
e) Pasien tidak mengeluh pusing
3) Rencana Intervensi
Mandiri :
a) Kaji tanda – tanda vital pasien
b) Pantau tanda dan gejala syok ( denyut jantung meningkat, gelisah, akral teraba
dingin, pucat)
Kolaborasi :
a) Kolaborasi dalam peberian transfuse darah dan cairan Ringers laktat
b) Delegasi pemberian obat untuk mengurangi terjadinya pendarahn : asam
traneksamat
b. Pola Nafas Tidak Efektif
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan anestesi selama 30 menit diharapkan
kondisi pasien sesuai dengan kriteria hasil
2) Kriteria Hasil
a) Tanda – tanda vital dalam batas normal ( frekuensi nafas )
TD : 110 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
RR : 16 – 20 x/menit
b) Irama nafas teratur
c) Ekspansi dada simetris
d) Tidak sianosis
3) Rencana Intervensi
a) Kaji tanda – tanda vital
b) Pasang peralatan oksigen : nasal kanul 2 – 6 lpm
c) Monitor ritme, irama, kedalaman dan usaha respirasi
d) Monitor tanda hipoventilasi
c. Resiko ketidakseimbangan hemodinamik
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan anestesi selama 30 menit diharapkan
pasien dalam kondisi aman dan sesuai dengan kriteria hasil
2) Kriteria Hasil
a) Tanda – tanda vital dalam batas normal
TD : 110 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
RR : 16 – 20 x/menit
b) Pasien tidak nampak pucat
c) Akral hangat
d) SaO2 : >95%
3) Rencana Intervensi
Mandiri
a) Kaji tanda – tanda vital pasien
b) Resusitasi cairan dengan kristaloid
c) Awasi individu secara ketat selama di kamar operasi
Kolaborasi
a) Pemberian delegasi terapi obat vasopressor : epinephrine/ephedrine
POST ANESTESI
a. Hipotermi
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan anestesi selama 30 menit diharapkan
kondisi pasien sesuai dengan kriteria hasil
2) Kriteria Hasil
a) Tanda – tanda vital dalam batas normal
TD : 110 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36- 37°C
RR : 16 – 20 x/menit
Saturasi oksigen : 95-100%
b) Pasien tidak mengeluh kedinginan
c) Pasien merasa nyaman
3) Rencana Intervensi
Mandiri
a) Kaji tanda – tanda vital
b) Kaji keadaan umum pasien
c) Beri selimut hangat
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian medikasi terapi : Tramadol
b. Mual muntah
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan anestesi selama 30 menit diharapkan
rasa mual yang dirasakan pasien berkurang.
2) Kriteria Hasil
a) Tanda – tanda vital dalam batas normal
TD : 110 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
RR : 16 – 20 x/menit
b) Pasien dapat beristirahat dengan nyaman
c) Ekspresi wajah pasien nyaman atau tenang
3) Rencana Intervensi
Mandiri :
a) Kaji Tanda – tanda vital pasien
b) Observasi keadaan umum pasien
c) Berikan posisi fowler/semifowler
Kolaborasi:
e) Pemberian delegasi terapi obat antiemetic: Ondansetron
b. Hambatan mobilitas fisik
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan anestesi selama 30 menit diharapkan
kondisi pasien aman dan tenang.
2) Kriteria Hasil :
a) Tanda – tanda vital dalam batas normal
TD : 110 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
RR : 16 – 20 x/menit
b) Pasien dapat beristirahat dengan nyaman
c) Pasien tidak terjatuh
d) Pasien dapet menggerakan kaki
e) Ekspresi wajah pasien nyaman atau tenang
3) Rencana Intervensi
a) Kaji Tanda – tanda vital pasien
b) Kaji bromage score dan aldrette score
c) Pasang pengaman pada pasien : bantal atau penyangga pada bed
d) Awasi individu secara ketat selama di kamar pulih sadar
4. Evaluasi
PRE ANESTESI
a. Nyeri Akut
S : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang
O : Tanda – tanda vital dalam batas normal
Tekanan Darah : 110-120/70-80mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
Respirasi : 16 – 20 x/menit
Skala nyeri 3
Ekspresi wajah pasien nyaman atau tenang
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
b. Ansietas
S : pasien mengatakan cemas yang dirasakan berkurang, dan tahu tentang prosedur
anestesi dan pembedahan
O : Tanda – tanda vital pasien normal
Tekanan Darah : 110-120/70-80mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
Respirasi : 16 – 20 x/menit
Pasien menyatakan siap dilakukan operasi
Pasien tampak tenang dan kooperatif
A : Masalah Teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
c. Resiko Ketidakseimbangan Cairan Dan Elektrolit
S:-
O:
a. Tanda – tanda vital dalam batas normal
Tekanan Darah : 110-120/70-80mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
Respirasi : 16 – 20 x/menit
b. Meningkatkan asupan cairan hingga jumlah tertentu sesuai usia dan kebutuhan
metabolic
c. Adanya peningkatan dalam kebutuhan cairan sesuai indikasi
d. Tidak adanya tanda tanda dehidrasi
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien

INTRA ANESTESI
a. Resiko Perdarahan
S:-
O:
a) Tanda – tanda vital dalam batas normal
Tekanan Darah : 110-120/70-80mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
Respirasi : 16 – 20 x/menit
b) Saturasi oksigen 98%
c) Akral teraba hangat
d) Tidak terjadi perdarahan
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
b. Pola Nafas Tidak Efektif
S:-
O:
a) Tanda – tanda vital dalam batas normal ( frekuensi nafas )
Tekanan Darah : 110-120/70-80mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
Respirasi : 16 – 20 x/menit
b) Irama nafas teratur
c) Ekspansi dada simetris
d) Tidak sianosis
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
c. Resiko ketidakseimbangan hemodinamik
S:-
O:
a. Tanda – tanda vital dalam batas normal
Tekanan Darah : 110-120/70-80mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
Respirasi : 16 – 20 x/menit
Pasien terpasang infus
Pasien dipantau secara terus menerus oleh petugas
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
POST ANESTESI
a. Hipotermi
S : Pasien mengatakan tidak kedinginan
O:
a. Tanda – tanda vital dalam batas normal
Tekanan Darah : 110-120/70-80mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
Respirasi : 16 – 20 x/menit
b. Pasien tidak menggigil
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
b. Mual muntah
S : Pasien mengatakan tidak terasa mual
O:
a. Tanda – tanda vital dalam batas normal
Tekanan Darah : 110-120/70-80mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
Respirasi : 16 – 20 x/menit
b. Pasien tidak muntah
c. Ekspresi wajah pasien nyaman atau tenang
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien

c. Hambatan mobilitas fisik


S : Pasien mengatakan kepala tidak terasa pusing
Pasien mengatakan tangan bisa digerakan
O : Tanda – tanda vital dalam batas normal
Tekanan Darah : 110-120/70-80mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 36-37°C
Respirasi : 16 – 20 x/menit
Ekspresi wajah pasien nyaman atau tenang
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13. Jakarta : EGC

Mangku, G. dan T. G. A. Senapathi. 2018. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta Barat :
PT Indeks.

R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC.

Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.

Soerasdi, E. 2010. Obat - Obat Anesthesia Sehari - hari. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai