Proposal Lksa
Proposal Lksa
LATAR BELAKANG
Berdiri pada tanggal 17 Agustus 1952, dengan nama Rumah Perawatan Anak
Yatim, Yatim Piatu, Terlantar oleh Gubernur Sunda Kecil Bapak Sarimin
Reksodihardjo dan Kepala Kantor Sosial Sunda Kecil diwakili oleh D.A. Welvaat dan
mendapat pengakuan dari Kementrian Kesejahteraan Sosial RI namanya berubah
menjadi Panti Asuhan Harapan Mataram. Tanggal, 17 Agustus 1979, mengalami
perubahan nama menjadi Sasana Penyantunan Anak Harapan Mataram dengan (SK
MENSOS RI No. 14/HUK/1994). Tanggal, 23 April 1999, mengalami perubahan
nama menjadi Panti Sosial Asuhan Anak “Harapan” Mataram. Tahun 2001, menjadi
UPTD Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayanan Perempuan Provinsi Nusa
Tenggara Barat (PERDA N0. 13 Tahun 2001 dan SK GUBERNUR NTB No. 203 Tahun
2001).
Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) “Harapan” Mataram merupakan satu-satunya
Panti Sosial Asuhan Anak yang berstatus pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara
Barat, yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Provinsi Nusa
Tenggara Barat, yang berdiri sejak tahun 1952 diatas tanah seluas 8.581 M 2
tersebut melaksanakan usaha kesejahteraan sosial bagi anak terlantar yang
mengalami masalah penelantaran disebabkan adanya hambatan fungsi sosial yang
berakar dari masalah sosial ekonomi, sosial psikologis dan sosial budaya keluarga.
Realita permasalahan kesejahteraan sosial terus berkembang seiring dengan
perubahan perkembangan masyarakat, konsekwensinya pembangunan dan
pelayanan kesejahteraan sosial menuntut peningkatan kualitas dan kwantitas
pelayanannya. Tentunya Panti sosial Asuhan Anak “Harapan” Mataram dalam hal
ini adalah sebagai lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan
fungsi meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan
penyandang masalah kesejahteraan sosial anak terlantar kearah kehidupan
normatif, fisik, mental dan sosial dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi
penyandang masalah.
II.
PERMASALAHAN ANAK
Panti Sosial Asuhan Anak “Harapan” Mataram sejak tahun 2010 sampai saat ini
dijadikan sebagai Panti Rujukan bagi anak yang berkebutuhan khusus untuk
memenuhi kebutuhan dasar akan pendidikan formal baik yang dirujuk oleh panti-
panti pemerintah yang menangani anak secara khusus maupun melalui rujukan
lansung oleh masyarakat. Hal ini untuk menjawab meningkatnya kasus kekerasan
terhadap anak, penelantaran, trafficking dan KDRT di Provinsi NTB.
Selain sebagai panti yang memberikan pembinaan sumber daya manusia yang
berkualitas bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial anak terlantar dan
sebagai panti rujukan, PSAA “Harapan” Mataram juga diharapakan mampu menjadi
Panti percontohan bagi Panti Asuhan Swasta di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Secara kuantitatif jumlah Panti Asuhan Swasta di Provinsi Nusa Tenggara Barat
cukup besar yaitu berjumlah 245 panti. Tumbuh dan berkembangnya Panti Asuhan
di Provinsi Nusa Tenggara Barat didorong oleh rasa kesadaran dan tanggung
jawab sosial masyarakat terhadap begitu besarnya jumlah anak terlantar di Nusa
Tenggara Barat yang memerlukan pelayanan sosial.
populasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) khususnya anak
terlantar di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebanyak 200.630 anak (50 %)
(data estimate Dinsospencapil Provinsi NTB tahun 2010). Anak yang mengikuti
program pelayanan pengasuhan di PSAA “Harapan” Mataram dari tahun 2008 s.d
2014 adalah sebanyak 113 anak sudah diterminasi atau pemutusan kontrak
pelayanan, kemudian yang tertangani di Panti Swasta adalah sebanyak 5.368 jiwa
(1 %) dan sisanya sebanyak 195.149 jiwa (49 %) belum menerima pelayanan.
Dari data tersebut menunjukkan bahwa anak terlantar yang di tangani oleh
PSAA Harapan Mataram dan Panti-Panti asuhan swasta di NTB Disadari belum
mampu menjawab persoalan PMKS anak terlantar demikian juga bahwa Panti
Asuhan Swasta tersebut secara kualitatif belum memadai. Oleh karena itu PSAA
“Harapan” Mataram diharapkan mampu menjadi contoh bagi Panti Asuhan Swasta
di Provinsi Nusa Tenggara Barat baik profesionalitas maupun kualitas pelayanan,
hal ini dengan mencoba pengembangan sistem pengasuhan alternatif berbasiskan
keluarga melalui penyusunan kerangka kerja hukum dan kebijakan untuk
penyediaan pengasuhan alternatif berbasis keluarga, bantuan khusus dan
perlindungan sosial untuk keluarga anak sehingga anak terlantar tidak akan berada
dan berpisah dengan keluarga dalam jangka waktu yang begitu lama. Target selama
2 tahun anaknya berada di panti, keluarganya di berikan penguatan sesuai dengan
permasalahannya.
Kalaupun program tersebut dapat dijadikan sebagai alternative penanganan
anak terlantar melalui PSAA Harapan Mataram, maka 49 % anak terlantar yang
belum di tangani akan bisa tuntas tertangani, tentunya hal ini untuk mendukung
programstrategis pemerintah Prov. NTB (ASANO, ADONO DAN ABSANO) sebagai
program percepatan inovasi daerah demi terciptanya kesejahteraan masyarakat
NTB yang beriman dan berdaya saing.
III
DASAR HUKUM
TUJUAN
Proposal ini disusun sebagai permohonan dari PSAA Harapan Mataram untuk
meminta penambahan dana dalam melaksanakan program Standar Nasional
Pengasuhan Anak (SNPA) yang mengacu pada pengasuhan anak dalam keluarga
sehingga membutuhkan dana tambahan untuk menjalankannya. Kegiatan-
kegiatan tersebut antara lain:
a. Peningkatan kemampuan teknis operasional dalam mendukung proses
pengasuhan dalam mendukung pross pengasuhan anak dalam keluarga.
b. Meningkatkan kemampuan teknis manajemen dalam melaksanakan
pelayanan sosial anak baik anak yang ada dalam pengasuhan keluarga
maupun keluarga pengganti atau dalam Panti/LKSA.
c. Membentuk pola pikir penyelenggaraan pengasuhan anak.
V
SASARAN
1. Pengasuhan Berbasiskan Lembaga
Anak :
a. Laki-laki maupun perempuan
b. Usia < 18 tahun
c. Bersekolah maupun tidak bersekolah
d. Terdaftar sebagai anak asuh di dalam PSAA dengan kriteria sebagai
berikut
1) Keluarga tidak memberikan pengasuhan yang memadai sekalipun
dengan dukungan yang sesuai atau mengabaikan dan melepaskan
tanggung jawab terhadap anaknya.
2) Anak yang tidak memiliki keluarga atau yatim piatu atau keberadaan
orang tua, anggota keluarga lainnya atau kerabat tidak diketahui.
3) Anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran,
atau eksploitasi sehingga demi keselamatan dan kesejahteraan diri
mereka, pengasuhan dalam keluarga justru bertentangan dengan
kepentingan terbaik anak.
4) Anak yang terpisah dari keluarga karena bencana, baik konflik
maupun bencana alam.
Keluarga inti/pengganti yang memilki hambatan pengasuhan karena :
a. Keterbatasan pengetahuan dalam pengasuhan
b. Disharmoni, sehingga membahayakan kehidupan anak
c. Keterbatasan ekonomi
d. Keterbatasan akses pendidikan bagi anak-anak.
2. Pengasuhan Berbasiskan Keluarga
Anak :
a. Laki-laki maupun perempuan
b. Usia < 18 tahun
c. Bersekolah maupun tidak bersekolah
d. Terdaftar sebagai anak asuh di luar PSAA dengan kriteria sebagai
berikut :
1) Masih dalam asuhan keluarganya bersama orangtuanya, orang tua
tunggal, kakek nenek, paman dan bibi, maupun anggota keluarga
besar lainnya, tetapi mengalami hambatan dalam memberikan
pengasuhan karena alasan kemiskinan, pendidikan, kecacatan,
pengangguran serta mengalami hambatan atau ketidak mampuan
lain sehingga tidak dapat menjalankan peran pengasuhan pada anak.
2) Anak dalam keluarga asuh (foster parent)
3) Anak terlantar yang hidup dan bekerja di jalan
4) Anak tanpa orang tua dan anggota keluarga besar lainnya yang asuh
oleh anggota masyarakat
5) Anak yang hidup bersama saudara kandungnya
6) Anak berada dalam komunitas masyarakat yang rawan untuk
dipisahkan dari keluarganya sebagai upaya pencegahan anak
dikirim ke PSAA atau diperkerjakan.
Keluarga inti/pengganti yang memilki hambatan pengasuhan karena :
a. Keterbatasan pengetahuan dalam pengasuhan
b. Disharmoni, sehingga membahayakan kehidupan anak
c. Keterbatasan ekonomi Keterbatasan akses pendidikan bagi anak-anak
VI
KOMPONEN KEGIATAN
PENGOORGANISASIAN KEGIATAN
Golongan II, 13
Golongan III, 10
16
14 14
12
10 10
8
6
4
2 1 1
0 0 0
TABEL
Tenaga Kontrak, 4
PTT, 1
Pegawai Negeri
Sipil, 26
INDIKATOR KEBERHASILAN