Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

VITAMIN D

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Astra Yudha Tagamawan
18710143

Pembimbing :
dr. Arif. Sp. PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA


SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2020
1
2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 2
1. PENDAHULUAN.................................................................................. 3
A. DEFINISI VITAMIN D ................................................................. 3
B. SEJARAH ...................................................................................... 4
C. SUMBER VITAMIN D .................................................................. 5
D. DEFISIENSI VITAMIN D ............................................................ 8
E. PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN VIT D.......... 8
F. VITAMIN D 25-OH ................................................................... 10
G. DOSIS PEMAKAIAN VITAMI D ............................................... 11
2. KESIMPULAN ..................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA
3

TINJAUAN PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
A. Definisi Vitamin D

Vitamin D adalah grup vitamin yang larut dalam lemak, berdasarkan


Union of pure and Applied Chmist ( IUPAC) vitamin D dikenal juga dengan nama
kalsiferol, vitamin D berperan dalam pembentukan struktur tulang dan gigi yang
baik, Sumber vitamin D bisa di peroleh daru jeruk, strawberi, tomat, brokoli dan
sayuran hijau lain nya.
Terdapat dua bentuk vitamin D, yaitu Vitamin D2 dan D3 secara biologis
bersifat inert, yaitu tidak melakukan sesuatu sama sekali atau melakukan sesuatu
yang sangat kecil efeknya atau pasif. Setelah diserap dari usus, mereka
dimetabolisme dalam hati untuk 25-hydroxyvitaminD [25 (OH) D], terdiri dari 25
(OH) D2 dan 25 (OH) D3.Vitamin 25 (OH) D (juga disebut calcidiol) selanjutnya
dikonversi untuk 1,25-dihydroxyvitamin D [1,25 (OH) 2D], juga dikenal sebagai
calcitriol, di ginjal dan jaringan lain oleh aktivitas dari enzim 1α-hidroksilase.
Efek yang dominan dari vitamin D adalah dikeluarkan melalui endokrin dan
tindakan autokrin dari calcitriol melalui aktivasi reseptor vitamin D dalam sel
(Kennel, Kurt A., Drake, Matthew T., Hurley, Daniel L., 2010).
4

1. Sejarah

Sejarah penemuan vitamin D tidaklah singkat. Sebuah tradisi lama


diyakini bahwa udara segar dan sinar matahari adalah hal yang baik untuk
pencegahan rakhitis. Hess dan Unger, pada tahun 1921, mengajukan penjelasan
dari pengamatan klinis mereka bahwa kejadian musiman rakhitis disebabkan
variasi musiman sinar matahari. Satu tahun kemudian, dalam penelitiannya
terhadap anak-anak, Chick dan timnya mengamati bahwa sinar matahari akan
menyembuhkan rakhitis sebaik minyak ikan Cod.
Rakhitis adalah penyakit tulang yang disebabkan oleh kekurangan vitamin
D. Percobaan kunci dilakukan oleh McCollum dan rekan kerja pada tahun 1922,
ketika mereka mengamati saat dipanaskan, minyak ikan yang teroksidasi tidak
bisa mencegah xerophthalmia tapi bisa menyembuhkan rakhitis pada tikus. Ini
menunjukkan bahwa oksidasi menghancurkan lemak A terlarut tanpa merusak zat
lain yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan tulang. Disimpulkan
bahwa faktor yang larut dalam lemak A terdiri dari 2 entitas, salah satu dari 2
entitas tersebut kemudian disebut vitamin A, yang lain menjadi factor antirickets
yang baru ditemukan. Faktor lain yang ditemukan larut dalam air kemudian
disebut vitamin B, dan faktor antiscurvy disebutvitamin C, maka mereka
memberikan nama kepada faktor vitamin baru tersebut, yaitu vitamin D.
Hadiah Nobel untuk kimia untuk 1928 diberikan kepada Adolf Windaus
untuk studinya pada konstitusi sterol dan hubungan mereka dengan
vitamin.Windaus memiliki kontribusi besar terhadap ilmu pengetahuan sehingga
layak mendapatkan penghargaan tertinggi, adalah orang pertama yang menerima
penghargaan tentang vitamin yang disebut vitamin D.

Membicarakan manfaat vitamin D tentu tidak lepas dari manfaat vitamin D


untukkesehatan tulang. Vitamin D memang dapat membantu penyerapan kalsium
yang pentingagar tulang tetap kuat. Namun sebenarnya, manfaat vitamin D jauh
melebihi itu.Selain untuk kesehatan tulang, vitamin D juga terbukti dapat
membantu menjaga sistemkekebalan tubuh dan menurunkan risiko penyakit darah
tinggi. Hasil penelitian yangtercantum pada American Journal of Hypertension
menunjukkan bahwa mereka yangmemiliki kadar vitamin D di dalam tubuh yang
lebih tinggi ternyata memiliki tekanan darahyang lebih rendah. Selain itu,
5

American Journal of Clinical Nutrition menyatakan bahwamereka yang memiliki


kadar vitamin D di dalam tubuh yang lebih tinggi ternyata memilikitingkat risiko
penyakit kanker payudara, rahim, prostat, dan usus besar yang lebih rendah.Selain
itu dengan vitamin D. Banyak fungsi vitamin D yang telah ditemukan diluar
yangkita ketahui selama ini yaitu :
1.Mencegah kanker usus dan payudara.
2. Memperkecil resiko jantung.
3. Mencegah diabetes type 1 dan 2.
4. Meningkatkan kekebalan terhadap Tuberkolosis (TB).
5. Mengurangi resiko asma dan alergi.
6. Mencegah pre-eklamsia (kelahiran prematur dan keterbelakangan mental
pada janin).
7. Mempertajam daya ingat.

2. Sumber Vitamin D
6

1. Sinar Matahari
Sinar matahari adalah sumber vitamin D yang bisa ditemukan secara alami
dan gratis. Sinar matahari mengandung vitamin D hingga 80%. Vitamin D dari
matahari dapat didapatkan dengan cara berjemur saat pagi hari. Intensitas
pemajanan tertinggi berlangsung agak sekitar pukul 11.00 pagi sampai dengan
pukul 13.00 dan potensial menimbulkan keengganan untuk berjemur, maka
kegiatan tersebut dapat dilakukan lebih pagi tetapi dengan waktu yang lebih lama
dan atau frekuensi lebih sering dan teratur (Setiati, 2008).

2. Susu
Susu dikenal sebagai minuman yang mengandung vitamin D dan kaya
akan kalsium yang baik untuk tulang. Susu sapi maupun kambing, keduanya
sama-sama memiliki kandungan vitamin D dan kalsium yang baik, hanya saja
kandungan nutrisi kedua jenis susu tersebut berbeda. Susu sapi memiliki
kandungan kalsium dan vitamin D sebanyak 50%, sedangkan pada susu kambing
hanya mengandung 31% saja dalam satu gelas.

3. Telur
Telur juga mengandung vitamin D meskipun jumlahnya tidak banyak.
Vitamin D pada telur hanya ditemukan pada bagian kuning telur saja. Kandungan
vitamin D pada telur bisa mencapai 25 IU. Mengkonsumsi telur setiap hari
terutama saat sarapan dapat membantu memenuhi kebutuhan vitamin D pada
tubuh hingga 10%.

4. Ikan Salmon
Salmon mengandung omega 3 dan vitamin B12 yang tinggi. Vitamin D
pada ikan ini lebih besar jika dibandingkan dengan sumber vitamin D lainnya.
Vitamin D yang terkandung pada ikan Salmon sangat baik untuk perkembangan
otak anak dan untuk janin yang ada pada ibu hamil.

5. Udang
Vitamin D yang terkandung dalam udang sekitar 129 IU tiap ukuran 85

gram. Dengan ukuran tersebut, udang sudah bisa memenuhi kebutuhan tubuh akan
vitamin D kurang lebih 32%.
7

6. Tahu
Tahu adalah olahan yang terbuat dari kedelai yang difermentasi.
Kandungan vitamin D dalam tahu dapat membentu memenuhi kebutuhan tubuh
akan vitamin D.

7. Keju
Keju Ricotta memiliki kadar vitamin D paling tinggi dibandingkan dengan
jenis keju yang lain, tetapi karena keju ini sulit ditemui, keju jenis lain dapat
dikonsumsi karena juga mengandung vitamin D.

8. Sereal
Sereal biasanya terbuat dari gandum pilihan sehingga mengandung gizi
yang tinggi.Sereal mengandung vitamin D yang baik untuk kesehatan tulang.

9. Jamur
Jamur memiliki kandungan vitamin D meskipun tidak banyak.Jamur
hanya mampu memenuhi kebutuhan vitamin D harian sebanyak 4% saja. Jika
menginginkan kadar vitamin D pada jamur meningkat, maka dapat dilakukan
dengan menjemur jamur di bawah sinar matahari pagi selama 30 menit hingga 1
jam. Menjemur jamur di bawah sinar matahari dapat meningkatkan kandungan
vitamin D pada jamur hingga 400% dari semula.

10. Minyak Hati Ikan


Kandungan vitamin D dan asam lemak omega-3 di dalam minyak hati ikan

Cod sangat banyak dan bagus untuk kesehatan tubuh. Minyak hati ikan cod telah
banyak dikemas dalam bentuk kapsul sehingga lebih mudah dikonsumsi.

11. Kedelai
Kacang kedelai merupakan sumber vitamin D yang sangat baik, begitu
juga dengan olahannya seperti tahu atau tempe. Konsumen yang tidak menyukai
susu sapi atau alergi, dapat menggantinya dengan susu kedelai.
(Bunga, D., 2015)
8

3. Defisiensi Vitamin D
Kadar vitamin D ditentukan dengan mengukur 25(OH)D serum.
Konsentrasi serum minimum untuk 25(OH)D sebesar 30 ng/ml (75 nmol/l)
diperlukan untuk mendapatkan efek vitamin D yang menguntungkan dan beragam.
Meskipun tidak ada kesepakatan mengenai kadar optimal 25(OH)D yang diukur di
serum, tetapi sebagian ahli menetapkan kadar 25(OH)D sebagai berikut
(Zittermann, 2003):
Tabel 3. Status Vitamin D

Serum 25-Hydroxyvitamin D (ng/ml) Status Vitamin D


≤ 10 Severe deficiency
10-20 Deficiency
21-29 Insufficiency
≥ 30 Sufficiency
> 150 Toxicity

Secara epidemiologi defisiensi vitamin D banyak melanda daerah dengan


empat musim terutama Amerika Utara dan Eropa. Hal ini disebabkan oleh defisit
dari makanan ditambah lagi dengan kurangnya pajanan sinar matahari. Dampak
defisiensi vitamin D sebagai berikut (Rosen, 2011):
1. Osteoporosis & Fragility fracture
2. Peningkatan resiko schizofrenia dan depresi
3. Peningkatan resiko penyakit autoimun
4. Pengingkatan resiko multiple sklerosis
5. Pengingkatan resiko diabetes mellitus
6. Peningkatan resiko obesitas dan infeksi
7. Peningkatan resiko penyakit jantung dan hipertensi
8. Peningkatan resiko kanker payudara, colorectal, GI, Pancreas, leukemia
9. Peningkatan resiko gangguan otot
10. Riketsia, retardasi mental, dan osteomalasi pada orang dewasa.
4. Penyakit Yang Berhubungan Dengan Vitamin D
Vitamin D memiliki banyak peranan dalam kesehatan tubuh manusia.
Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan beberapa penyakit, atau memicu
perkembangan penyakit.
9

1. Vitamin D dan Muskuloskeletal


Konsekuensi akibat insufisiensi dan defisiensi vitamin D terhadap penyakit
musculoskeletal antara lain hiperparatiroid sekunder, bone turnover dan bone loss
meningkat, serta meningkatkan risiko fraktur trauma. Pada kadar > 20 ng/ml,
vitamin D diperlukan untuk menormalkan level PTH. Hal ini dapat
meminimalkan risiko osteomalcia serta mengoptimalkan fungsi tulang dan otot.
Kadar vitamin D 20 ng/ml adalah kadar minimum untuk menjamin kesehatan
tulang optimum pada populasi umum maupun penderita osteoporosis.

2. Vitamin D dan Kanker


Konversi lokal bentuk 25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D pada sel-sel kolon,
payudara, dan prostat dalam sel yang sehat membantu mencegah malignansi.
Suplementasi vitamin D menyebabkan setiap kenaikan kadar vitamin D sebesar 4
ng/ml berhubungan dengan turunnya resiko kanker kolorektal sebesar 6%.

3. Vitamin D dan Diabetes Serta Penyakit Kardiovaskular


Vitamin D memiliki efek antiinflamatori terhadap sistem vascular
sehingga bertindak sebagai kardioprotektif. Kadar vitamin D 25-OH rendah
menyebabkan peningkatan PTH, yang berhubungan dengan resistensi insulin dan
meningkatkan beberapa protein fase akut. Kadar vitamin D 25-OH < 30 ng/ml
sangat berkorelasi dengan hipertensi dan meningkatnya gula darah pada manusia.

4. Vitamin D dan Penyakit Autoimun


Vitamin D merupakan natural immune modulator. Studi epidemiologis,
genetik, dan basic science menunjukkan peran potensial vitamin D dalam
patogenesis beberapa penyakit sistemik dan autoimun spesifik organ seperti DM
tipe-1, rheumatoid arthritis (RA), dan Crohn disease (CD). Level vitamin D 25-
OH total yang sangat rendah, yaitu < 6 ng/ml menjadi cirri khas pasien positif
rheumatoid factor pada penderita rheumatoid arthritis. Studi populasi di Amerika
menunjukkan bahwa wanita yang mengkonsumsi minimal 400 IU vitamin D per
hari menurunkan resiko penyakit multiple sclerosis sebanyak 41%.
10

5. Vitamin D dan Gangguan Neurologis


Korelasi evidensi (minimal) antara status vitamin D rendah dengan risiko
autis ditemukan oleh peneliti. Diet yang difortifikasi vitamin D3 dapat
menurunkan risiko penyakit Alzheimer, depresi serta gangguan neurokognitif.
Defisiensi vitamin D berhubungan dengan perubahan perilaku dan neurokimia
otak pada uji coba tikus. Resiko depresi lebih kecil pada individu dengan level
serum vitamin D 25-OH antara 20-34 ng/ml.

B. Vitamin D 25-OH

1. Definisi
Vitamin D 25-OH atau 25(OH)D adalah hasil konversi vitamin D pada
liver. 25(OH)D dikonversi dalam ginjal dan beberapa sel lainnya menjadi
1,25(OH)2D, yang merupakan bentuk aktif vitamin D. Paradigma yang lama
menganggap bahwa 1,25(OH)2D secara eksklusif diproduksi di ginjal. Tetapi
seiring perkembangan ilmu pengetahuan, muncul paradigma yang baru yaitu
1,25(OH)2D diproduksi juga di beberapa jenis sel (makrofag, sel dendritik,
limfosit, dll) yang memiliki VDRE (Vitamin D Responsive Elements), sehingga
karenanya meregulasi >2000 gen yang berbeda (Harefa, E., 2015).

2. Pemeriksaan Vitamin D 25-OH Total


Metode yang digunakan untuk pemeriksaan vitamin D25-OH total pada
laboratorium klinik Prodia adalah CLIA. Pemeriksaan ini dikerjakan pada alat
DiaSorin Liaison, yang merupakan instrumen otomatis sepenuhnya yang
dirancang khusus untuk segmen immunoassay. Sistem DiaSorin Liaison®
mengadopsi teknologi "Flash" chemiluminescence (CLIA). (Diasorin, 2016)
a. Metode : CLIA
b. Prinsip : Liaison® 25-OH Vitamin D total adalah pemeriksaan kuantitatif
konsentrasi total Vitamin D 25-OH. Pada inkubasi pertama, vitamin D 25-OH
akan dipisahkan dari protein pengikatnya dan terikat pada antibodi spesifik di
fase padat selama 10 menit, kemudian ditambahkan tracer (vitamin D yang
terikat pada derivate isoluminol) dan diinkubasi 10 menit. Material yang tidak
terikat akan dibuang dengan siklus pencucian. Ditambahkan starter reagent
untuk menginisiasi reaksi chemiluminescent. Sinyal cahayaakan diukur oleh
11

photomultiplier sebagai relative light units (RLU) dan berbanding terbalik


dengan konsentrasi Vitamin D 25-OH pada sampel.
c. Interpretasi Hasil :
1. Nilai normal / sufisiensi : >30 – 100 ng/ml
2. Defisiensi : < 10 ng/ml
3. Insufisiensi : 10 – 30 ng/ml

4. Toksisitas : > 100 ng/ml

3. Toksisitas dari Vitamin D

Akibat asupan yang berlebihan dapat menimbulkan dapat menimbulkan


toksisitas melalui hiperkalsemia.

Gejala :

1. Kelainan gastrointestinal seperti anoreksia, diare konstipasi, mual dan


muntah.

2. Sakit pada tulang, pusing, sakit kepala berkelanjutan, denyut jantung tidak
teratur, hilang nafsu makan, sakit otot dan persendian.

3. Sering buang air kecil terutama malam hari, haus berlebihan, lemas, cemas,
gatal, dan batu ginjal.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan :
1. Sampel yang beku ulang dan terkontaminasi tidak dapat digunakan
untuk pemeriksaan, sedangkan sampel yang keruh, mengandung
partikulat, lipemik, dan eritrosit harus dilakukan sentrifugasi pada 10.000
g selama 10 menit, tetapi sampel yang sangat lipemik atau sangat
hemolisis tidak dapat digunakan.
C. Dosis pemakaian vitamin D
Dewasa sampai berusia 50 tahun membutuhkan 200 IU/hari, dewasa
berusia 50-70 tahun dan bayi membutuhkan 400 IU/hari, Dewasa berusia diatas 70
tahun membutuhkan 600 IU/hari, untuk pencegahan osteoforosis membutuhkan
800 IU/hari, Pengobatan defisiensi membutuhkan vitamin D sebagai loading dose
sebanyak 50.000 IU/minggu, diikuti maitenance sebanyak 400-1000 IU/hari. Dosis
maksimal pemberian vitamin D adalah 2000 IU/hari (Kusworini et al., 2011).
12

Kesimpulan

Vitamin D sebagai sistem endokrin adalah komponen penting dalam interaksi


antara ginjal, tulang, hormon paratiroid, dan usus yang hasilnya menjaga kadar kalsium
ekstraseluler selalu dalam batas normal sehingga dapat berguna dalam proses vital
fisiologi dan integritas skeletal.Vitamin D juga berkaitan dengan hipertensi, fungsi otot,
imunitas dan kemampuan menahan infeksi, penyakit autoimun dan kanker.
Kemampuan 1,25(OH)2D dalam imunitas merupakan reaksi umpan balik dari
parakrin untuk mengurangi inflamasi atau mempengaruhi diferensiasi sel T CD4 dan atau
meningkatkan fungsi sel T supressor atau kombinasi antara keduanya. 1,25(OH)2D dalam
menghasilkan dan memelihara toleransi imunologik diri, beberapa penelitian menunjukan
bahwa 1,25(OH)2D menghambat induksi penyakit pada ensefalomyelitis autoimun,
thyoriditis, diabetes melitus tipe 1, inflammatory bowel disease (IBD), lupus eritematosus
sistemik, dan artritis yang diinduksi kolagen danLyme arthritis
1,25(OH)2D menghambat proliferasi sel T dan menurunkan produksi Th1
sehingga terjadi keseimbangan antara produksi Th1 dan Th2. Selain itu 1,25(OH)2D
menghambat Th1 yang mengkontrol respon hipersensitifitas. Kontrol 1,25(OH)2D
terhadap sel T dan keseimbangan inilah yang saat ini dipercaya sebagai mekanisme yang
mendasari aksi protektif vitamin D terhadap penyakit autoimun. Peran vitamin D dalam
tubuh kita baik klasik maupun non klasik, secara khusus peranannya dalam imunitas dan
penyakit autoimun masih belum jelas betul, maka membutuhkan penelitian yang lebih
lanjut.
13

DAFTAR PUSTAKA

Adams, J.S., and M. Hewison. 2008. Unexpected actions of vitamin D: new


perspectives on the regulation of innate and adaptive immunity. Nat. Clin.
Pract. Endocrinol. Metab. 4(2): 80-90.
Adorini, L., and G. Penna. 2009. Dendritic cell tolerogenicity: a key mechanism in
immunomodulation by vitamin d receptor agonist. Human Immunol. 70(5):
345-52.
Akizawa T, Kazuhiro S, HAtamura I, Kamimura M, Mizobuchi M, Narukawa N, et
al. New strategies for treatment of secondary hyperparathyroidism. Am J
Kidney Dis 2003; 41(3) : p100-3
Cantorna, M.T., et al. 2000. 1,25-dihydroxycholecalciferol prevents and ameliorates
symptoms of experimental murine inflammatory bowel disease. Journal of
Nutrition 130(November):2648-2652.
Costenbader, K.H., Feskanich, D., Garcia, E.B., Holmes, M., Karison, E.W. 2008.
Vitamin D intake and risk of systemic lupus erythematosus and rheumatoid
arthritis in women. Ann. Rheum. Dis. 67(4): 530-535.
Cutolo, M. 2009. Vitamin D and autoimmune rheumatic diseases. Rheumatology. 48:
210-212.
Dusso, A.D., Brown, A.J., Slatopolsky, E. 2005. Vitamin D. Am. J. Physiol. Renal.
Physiol. 289: 8-28.
Ginanjar, E., Sumariyono, Setiati, S., Setiyohadi, B. 2007. Vitamin D and
autoimmune disease. Acta Med Ind. J. Intern. Med. 39(3): 133-141
Holick, M.F. High prevalence of vitamin D inadequacy and implications for
health.Mayo. Clin Proc. 81(3):353-373.
Janssen HCJP, Samson MM, Verhaar HJJ. Vitamin D deficiency, muscle function,
falls in ederly people. Am J Clin Nutr.2002; 75 : p611-5
Kamen DL, Cooper GS, Bouali H, et al, 2006. Vitamin D deficiency in systemic
lupus erythematosus. Autoimmune Rev, 5; 114-7
Kim YS, Stumpff WE, Clark SA, Sar M, deLuca HF. 1983. Target Cells for 1,25-
Dihydroxyvitamin D3 in Developing Rat Incisor Teeth. J Dent Res 62(1):58-
59.
Kusworini et al., 2011. Role of Vitamin D in Healthy and Rheumatic Autoimmune.
Faculty of Medicine - Brawijaya University.
14

Anda mungkin juga menyukai