Anda di halaman 1dari 21

Komunikasi Terapeutik Pada Pasien

Gangguan Fisik Dan Gangguan jiwa

DOSEN PEMBIMBING :
Bu Rita Puspasari S.pd.MPH

NAMA KELOMPOK:
Yoga Bowo Leksono (1910035075)
Fadhilah Putri.S (1910035068)
Charisma Citra Theo.K (1910035067)
Kharunnisa Az-Zahra (1910035051)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019/2020
BAB I
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Keperawatan merupakan kebutuhan pokok manusia sebagaimana halnya


dengan semua usaha untuk memajukan kesejahteraan. Uraian tentang
keperawatanyang baik harus dilakukan oleh seseorang perawat dengan sendirinya
harus dimulai perawat itu sendiri.

Model keperawatan yang dijelaskan oleh Hildegard peplau mencakup


segala sesuatu tentang diri individu itu sendiri yang tepatnya didalam dirinya,
yaitu interpersonal, dan ini mengarah pada kejiwaan seseorang.ini lah model
konsep teori yang dijadikan acuan perawat untuk melakukan tindakan
keperawatan.

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu


mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Mampu menghadapi
kecemasan didalam diri individu.

Jika seseorang tidak sanggup untuk mengatasi permasalahn didalam hidup


mereka, terutama pada dalam diri mereka sendiri, akan timbul permasalahan
permasalahan yang akan berakibat fatal yang tentunya akan mengganggu
kehidupan orang yang mengalami permasalahan interpersonal ini. untuk itu
diperlukan peran perawat dalam mengatasi masalah ini, untuk membantu pasien
mengatasi masalah yang mungkin tidak bisa diselesaikan sendiri oleh seseorang.

Perawat juga harus tau apa saja yang harus dilakukan, untuk inilah kami
kelompok mengangkat model konseputual jiwa interpersonal yang dimana model
konsep ini erat sekali dengan teori Hildegard E. Peplau. sehingga perawat
memiliki gambaran untuk melakukan tindakan keperawatan yang tepat.
1.2 Tujuan

Setelah menyusun makalah ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :

1. Menjelaskan pengertian strategi pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa.

2. Menjelaskan fase orientasi dalam asuhan keperawatan jiwa.

3. Menjelaskan fase kerja dalam asuhan keperawatan jiwa.

4. Menjelaskan fase terminasi dalam asuhan keperawatan jiwa.

5. Menjelaskan pengertian, penyebab dan jenis-jenis halusinasi.

6. Memberi contoh dialog asuhan keperawatan.


BAB II

KONSEP TEORI

2.1 PENGERTIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

A. Menurut American Nurses Associations (ANA)

Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang


menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri
sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan
kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada
(American Nurses Associations).

B. Menurut WHO

Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tindak ganguan jiwa,


melainkan mengandung berbagai karakteristik yang adalah perawatan langsung,
komunikasi dan management, bersifat positif yang menggambarkan keselarasan
dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian yg
bersangkutan.

C. Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966

Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional


secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan orang lain.

Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada


ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan
dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-
psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa
(komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui
pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan
dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok
komunitas).

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan


dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai
manusia.

2.2 STRATEGI KOMUNIKASI

A. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

1. Fase Orientasi

Fase ini, perawat dan klien bertindak sebagai 2 individu yang belum saling
mengenal. Selama fase orientasi, klien merupakan seseorang yang memerlukan
bantuan profesional dan perawat berperan membantu klien mengenali dan
memahami masalahnya serta menentukan apa yang klien perlukan saat itu. Jadi,
fase orientasi ini merupakan fase untuk menentukan adanya masalah,dimana
perawat dan klien melakukan kontrak awal untuk membangun kepercayaan dan
terjadi proses pengumpulan data.

Fase orientasi dipengaruhi langsung oleh sikap perawat dan klien dalam
memberi atau menerima pertolongan. Selain itu fase ini juga dipengaruhi oleh
ras, budaya, agama, pengalaman, latar belakang, dan harapan klien maupun
perawat. Akhir dari fase ini adalah perawat dan klien bersama-sama
mengidentifikasi adanya masalah serta menumbuhkan rasa saling percaya
sehingga keduanya siap untuk melangkah ke fase berikutnya.

Fase orientasi terdiri dari :

a) Salam terapeutik

b) Evaluasi /validasi data

c) Kontrak (topik,waktu,tempat)
2. Fase Kerja

Fase kerja adalah fase dimana seorang ners melakukan inti terapeutik
dalam berkomunikasi dengan topik atau tujuan sesuai dengan strategi pelaksanaan
yang telah ditetapkan berdasarkan diagnosa keperawatan jiwa.

Pada fase ini, perawat memberi layanan keperawatan berdasarkan


kebutuhan klien. Disini, masing-masing pihak mulai merasa menjadi bagian
integral dari proses interpersonal. Selama fase kerja, klien mengambil secara
penuh nilai yang ditawarkan kepadanya melalui sebuah hubungan.

Prinsip tindakan pada fase ini adalah menggali, memahami keadaan klien
dan mencegah meluasnya masalah. Perawat mendorong klien untuk menggali dan
mengungkapkan, perasaan, emosi, pikiran, serta sikapnya tanpa paksaan dan
mempertahankan suasana terapeutik yang mendukung.

Fase kerja dimana perawat telah membantu kalien dalam membereikan


gambaran kondisi klien.

Pada fase ini perawat juga dituntut untuk menguasai keterampilan


berkomunikasi secara terapeutik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fase
kerja merupakan fase pemberian bantuan pada klien sebagai langkah pemecahan
masalah. Jika fase ini berhasil, proses interpersonal akan berlanjut ke fase akhir,
yaitu fase terminasi.

3. Fase Terminasi/Resolusi

Pada fase resolusi, tujuan bersama antara perawat dan klien sudah sampai
pada tahap akhir dan keduanya siap mengakhiri hubungan terapeutik yang selama
ini terjalin. Fase resolusi terkadang menjadi fase yang sulit bagi kedua belah pihak
sebab disini dapat terjadi peningkatan kecemasan dan ketegangan jika ada hal-hal
yang belum terselesaikan pada masing-masing fase. Indikator keberhasilan untuk
fase ini adalah jika klien sudah mampu mandiri dan lepas dari bantuan perawat.
Selanjutnya, baik perawat maupan klien akan menjadi individu yang matang dan
lebih berpengalaman.

Dalam hubungan perawat-klien, ada enam peran perawat yang harus


dilakukan. Peran tersebut berbeda pada setiap fasenya. Keenam peran tersebut
adalah peran sebagai orang asing (role of the stranger), peran sebagai narasumber
(role of resource person), peran sebagai pengajar (teaching role), peran sebagai
kepemimpinan (leadership role), peran sebagai wali (surrogate role), dan peran
sebagai penasihat (counseling role).

Role of the stranger merupakan peran awal dalam hubungan perawat-


klien. Di sini, kedua belah pihak merupakan orang asing bagi pihak lain. Sebagai
orang asing, perawat harus memperlakukan klien secara sopan, tidak boleh
memberi penilaian sepihak, menerima klien apa adanya, serta memperlakukan
klien dengan penuh perasaan. Dalam perannya sebagai narasumber (role of
resource person), perawat memberi jawaban yang spesifik dari setiap pertanyaan
klien, terutama mengenai informasi kesehatan. Selain itu, perawat juga
menginterpretasiakan kepada klien rencana perawatan dan rencana medis untuk
hal tersebut.

Teaching role merupakan kombinasi dari seluruh peran dalam


menggunakan informasi. Teaching role menurut peplau terdiri atas dua kategori
yaitu intruksional, dan eksperimental. Penyuluhan intruksional adalah pemberian
informasi secara luas dan merupakan bentuk yang di pakai dalam literatur
pendidikan. Menyuluhan eksperimental adalah penyeluhan dengan menggunakan
pengalaman dalam pengembangan pengajaran.

Leadership role merupakan peran yang berkaitan dengan kepemimpinan,


terutama mengenai proses demokratis dalam asuahan keperawatan. Perawat
membantu klien dalam mengerjakan tugas-tugasnya melalui hubungan yang
sifatnya kooperatif dan melibatkan partisipasi aktif klien. Dalam surrogate role,
klien menggap perawat sebagai walinya. Oleh sebab itu, sikap perawat dan
perilakunya harus menciptakan perasaan tertentu dalam diri klien yang bersifat
reaktif yang muncul dari hubungan sebelumnya. Funsi perawat disini adalah
membimbing klien mengenali dirinya sendiri dan sosok yang ia bayangkan lalu
membantunya melihat perbedaan antara dirinya dan sosok yang ia bayangkan
tersebut.

Fase resolusi dimana perawat berusaha untuk secara bertahan klien untuk
membebaskan diridari kertegantungan kepada tenaga kesehatan dan menggunakan
kemampuan yang dimliki agar mampu menjalankan secara sendiri.

Peplau mempercayai bahwa counseling role memiliki peranan yang besar


dalam keperawatan psikiatri. Dalam hubungan perawat-klien peran ini sangant
penting sebab tujuan dari teknik hubungan antar-personal adalah membantu klien
mengingat dan memahami sepenuhnya peristiwa yang terjadi pada dirinya saat
ini. Dengan demikian, satu pengalaman dapat diintegrasikan dengan pengalaman
lainnya dalam hidupnya, bukannya justru dipisahkan.

Fase terminasi terdiri dari :

a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah


dilaksanakan

b) Rencana tindak lanjut

c) Kontrak yang akan datang


2.3 MENJELASKAN PENGERTIAN, PENYEBAB DAN JENIS-JENIS
HALUSINASI

A. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah terjadinya gangguan persepsi (proses penyerapan)


dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indera. ada beberapa
pengertian halusinasi menurut para ahli diantaranya :

Stuart & Sundenn (1998)

Halusinasi adalah gangguan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya


rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat individu sadar dengan baik.

Townsend (2002)

Halusinasi, atau salah persepsi indrawi yang tidak berhubungan dengan stimulus
eksternal yang nyata, mungkin melibatkan salah satu dari lima indra.

B. Penyebab Terjadinya Halusinasi

Ada beberapa hal yang dapat menyebabakan halusinasi diantaranya :

1. Sakit dengan panas tinggi sehingga mengganggu keseimbangan tubuh.


2. Gangguan jiwa Skizofrenia ( gangguan mental yang ditandai dengan
gangguan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah)
3. Mengkonsumsi narkoba atau narkotika tertentu, seperti : ganja, morphin,
kokain, dan ltd
4. Mengkonsumsi alkohol berkadar di atas 35%, seperti : vodka, gin di atas
batas kewajaran
5. Trauma yang berlebihan.
C. Jenis-Jenis Halusinasi

Berdasarkan indera yang bereaksi saat terjadi persepsi, halusinasi dibagi menjadi:

 Halusinasi visual (Penglihatan)


 Halusinasi auditori (Pendengaran)
 Halusinasi olfaktori (Penciuman)
 Halusinasi gustatori (Pengecapan)
 Halusinasi taktil (Peraba)

Menurut Maramis (2004), Halusinasi dibagi menjadi 6 yaitu

Halusinasi Penglihatan

Halusinasi penglihatan (visual,optik) adalah perasaan melihat suatu objek


namun pada kenyataannya tidak ada.

Halusinasi Pendengaran

Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) adalah perasaan mendengar suara-


suara berupa suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan
musik.

Halusinasi Penciuman

Halusinasi penciuman (olfaktorik) adalah perasaan mencium sesuatu bau atau


aroma tapi tidak ada.

Halusinasi Pengecapan

Halusinasi pengecapan (gustatorik) adalah kondisi merasakan sesuatu rasa


tetapi tidak ada dalam mulutnya, seperti rasa logam.

Halusinasi Peraba

Halusinasi peraba (taktil) adalah kondisi merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari
atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulitnya.
Halusinasi Kinestetik

Halusinasi kinestetik adalah kondisi merasa badan bergerak dalam sebuah ruang
atau anggota badannya bergerak.

Tahapan Halusinasi

Ada beberapa tahapan halusinasi (Dalami, et all (2009)), yakni: Sleep


Disorder > Comforthing > Condemning > Controling > Conquering

Sleep Disorder

Sleep Disorder adalah tahap awal halusinasi seseorang sebelum muncul


halusinasi.

Karakteristik:
Klien merasa banyak masalah, berusaha menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain jika dirinya memiliki banyak masalah. Masalah semakin
terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi dan support system kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk.

Perilaku:
Klien mengalami susah tidur dan berlangsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal dan menganggap menghayal awal sebagai pemecah masalah.

Comforthing

Comforthing adalah tahap halusinasi menyenangkan (Cemas Sedang)

Karakteristik:
Klien mengalami perasaan mendalam seperti cemas, kesepian, rasa bersalah,
takut, dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan kecemasan. Klien cenderung mengenali bahwa pikiran-pikiran dan
pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika cemas dapat ditangani.
Perilaku :
Klien terkadang tersenyum, tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara,
pergerakkan mata cepat, respon verbal lambat, diam dan berkonsentrasi.

Condemning

Condemning adalah tahap halusinasi menjadi menjijikan (Cemas Berat)

Karakteristik:
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak diri
dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin merasa dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Perilaku:
Tahap ini ditandai dengan meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat
ansietas otonom seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan
darah. Rentang perhatian dengan lingkungan berkurang dan terkadang asyik
dengan pengalaman sensori serta kehilangan kemampuan membedakan halusinasi
dan realita.

Controling

Controling adalah tahap pengalaman halusinasi yang berkuasa (Cemas Berat).

Karakteristik:
Klien menghentikan perlawanan dan menyerah pada halusinasi. Isi halusinasi
menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori
halusinasi berhenti.

Perilaku:
Klien menjadi taat pada perintah halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain,
respon perhatian pada lingkungan berkurang (biasanya hanya beberapa detik saja),
serta tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat.

Conquering
Conquering adalah tahap halusinasi panik dan umumnya melebur dalam
halusinasi.

Karakteristik:
Pengalaman sensori menjadi mengancam bila klien mengikuti perintah halusinasi.
Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari bila tidak ada intervensi
terapeutik.
Perilaku:
Klien panik, berisiko tinggi mencederai, bunuh diri atau membunuh. Tindak
kekerasan agitasi, menarik atau katatonik, serta ketidakmampuan memberi respon
pada lingkungan.

Cara Mencegah dan Mengatasi Halusinasi

Berikut ini hal-hal untuk mencegah dan mengatasi halusinasi terjasdi pada diri
kita, diantaranya:

 Hindari melakukan aktivitas yang melampaui ambang ketahanan diri


 Jangan menyimpan dendam atau sakit hati karena akan menyebabkan
kerusakan pada jiwa.
 Hindari ketergantungan pada alkohol
 Carilah kesibukan atau kegiatan yang bersifat positif
 Jangan biarkan diri kita terbawa oleh lamunan yang tidak menentu
 Bergaul atau berkomunikasi dengan lingkungan sekitar
 Mendengarkan musik yang lembut
 Membaca atau menulis
2.5 STATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

Pada suatu hari tepatnya hari minggu jam 9 pagi dirumah sakit jiwa
Lawang terlihat seorang bapak dan ibu sedang menunngui anaknya yang
mengalami gannguan halusinasi di ruang kamar pasien.

1. Orientasi

a) Salam Terapeutik

Perawat : “Assalamu’alaikum bapak/ibu.”

Bapak & ibu : “Wa’alaikum salam sus…”

Perawat : “Saya perawat dila,saya yang merawat anak bapak dan Ibu.”

Bapak : “Iya sus…”

b) Evaluasi

Perawat : “Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini ?”

Ibu : “Saya merasa sedih sus, melihat anak saya seperti ini.”

Perawat : “Ibu yang sabar ya, saya akan berusaha membantu untuk
kesembuhan anak ibu.”

Ibu : “Iya sus, terima kasih.”

Perawat : “Apa pendapat ibu tentang anak Ibu ?”

Ibu : “Anak saya masih masih sering menyendiri dan berbicara sendiri
tiba-tiba berteriak teriak…”

Perawat : “Jadi anak ibu halusinasinya belum terkontrol ya bu ?”

Ibu : “Iya sus saya takut dengan kondisi anak kami yang seperti ini.”
c) Kontrak

Perawat : “Hari ini kita akan berdiskusi tentang masalah apa yang anak
bapak dan ibu alami dan bantuan apa yang bapak dan ibu bisa
berikan.’’

Ibu : “Iya sus…”

Perawat : “Kita mau berdiskusi dimana bu? Bagaimamana kalau diruang


wawancara ?”

Ibu : “Iya sus…”

Perawat : “Berapa lama waktu bapak dan ibu untuk berdiskusi ?”

Ibu : “Bagaimana kalau 15 menit saja sus.”

Perawat : “Baiklah ibu, mari kita menuju ruang wawancara.”

Perawat, bapak dan ibu meninggalkan pasien diruangannya dan menuju


ruang wawancara untuk mendiskusikan tentang halusinasi dan cara cara merawat
pasien halusinasi.

2. Kerja

Perawat : “Silahkan duduk bapak dan ibu.”

Ibu & Bapak : “Iya sus…”

Perawat : “Apa yang bapak/ibu rasakan dan yang menjadi masalah dalam
merawat ’’Theo”?

Bapak : “Kami masih belum bisa menghadapi anak kami saat berbicara
sendiri dan berteriak-teriak sendiri.”
Perawat : “Apa yang ibu/bapak lakukan ?”

Ibu : “Kami hanya bisa menyuruhnya diam dan mencoba


menenangkan, tetapi anak kami tetap saja berteriak-teriak dan
marah-marah sendiri.”

Perawat : “Ya, gejala yang dialami oleh anak bapak/ibu itu itu dinamakan
halusinsi pendengaran yaitu mendengar sesuatu yang sebetulnya
tidak ada yang berbicara.”tanda tandanya bicara dan tertawa sendiri
atau marah marah tanpa sebab.jadi kalau anak bapak /ibu
mendengar suara-suara,sebenarnya suara itu tidak ada.”

Ibu : “Ooo…. Jadi anak kami mengalami mengalami halusinasi


pendengaran. Penyebabnya apa ya sus ?”

Perawat : “Penyebabnya harga diri rendah bu. Anak ibu merasa harga
dirinya rendah sehingga anak ibu menarik diri kemudian timbul
halusinasi.”

Ibu : “Terus bagaimana cara mengatasinya sus ?”

Perawat : “Ada beberapa cara untuk membantu anak Bapak/ibu agar bisa
mengendalikan halusinasi.”

Bapak : “Apa cara-caranya sus ?”

Perawat : Cara-caranya tersebut antara lain :

 Pertama, dihadapan anak bapak/ibu, jangan membantah halusinasi atau


mendukungnya. Katakan saja bapak/ibu percaya bahwa anak tersebut
memang mendengar suara, tetapi bapak/ibu sendiri tidak mendengar suara
apa-apa.
 Kedua, jangan biarkan anak bapak/ibu melamun dan sendiri, karena kalau
melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-
cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat
bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih anak bapak/ibu untuk
membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong bapak/ibu pantau
pelaksanaannya. Yaa……dan berikan pujian jika dia lakukan! Apakah ibu
mengerti ?”

Ibu : “Iya sus saya mengerti, saya akan melakukan sesuai saran suster
dan memantaunya.”

Perawat : “Cara yang ketiga yaitu bantu anak bapak/ibu minum obat secara
teratur. Jadi bapak/ibu dapat mengingatkan kembali, ya
bapak/ibu...”

Bapak : “Iya sus, kami akan selalu mengingatkan anak kami agar selalu
minum obat. Karena kami sangat mengharapkan anak kami cepat
sembuh. Kami sangat sedih sekali dengan kondisi anak kami yang
seperti ini. Oh ya sus, obatnya apa saja ?”

Perawat : “Obatnya ada 3 macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya
untuk menghilangkaan suara-suara. Diminum 3x sehari pada jam 7
pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP
gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi.
Yang biru namanya HP gunanya menenangkan cara berfikir, jam
minumnya sama dengan CPZ. Obatnya perlu selalu diminum untuk
mencegah kekambuhannya pak/bu, apakah ibu dan bapak sudah
mengerti ?”

Ibu : “Iya sus, kami mengerti.”

Perawat : “Yang terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul,


putus halusinasi anak bapak/ibu dengan cara menepuk punggung
anak bapak/ibu. Suruhlah anak bapak/ibu menghardik suara
tersebut. Anak bapak/ibu sudah saya ajarkan cara halusinasi.”
3. Terminasi

a) Evaluasi Subyektif

Perawat : “Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berdiskusi memutus


halusinasi anak bapak/ibu.”

Ibu : “Perasaan saya lebih baik dari sebelumnya, dan kekhawatiran


saya menjadi berkurang karena sudah mengetahui cara-cara untuk
memutus halusinasi ketika halusinasi anak kami muncul.”

b) Evaluasi Obyektif

Perawat : “Sekarang coba bapak/ibu sebutkan kembali tiga cara merawat


anak bapak/ibu untuk memutus halusinasi.”

Bapak : “Yang pertama, tidak boleh membantah halusinasi atau


mendukungnya. Mengatakan percaya memang anak mendengar
suara, tetapi saya sendiri tidak mendengarnya. Kedua, tidak boleh
mendengarkan anak melamun dan sendiri, mengupayakan ada
orang mau bercakap-cakap dengannya, dan membuatkan jadwal
kegiatan sehari-hari. Ketiga, membantu anak minum obat secara
teratur.”

Perawat : “Bagus sekali, bapak/ibu telah memahaminya. Rencana tindak


lanjut.”

Perawat : “Nah...bagaimana kalu bapak/ibu lakukan terus selama di RS agar


nanti dirumah sudah lancar.”

Ibu : “Iya sus, akan kami lakukan terus selama di RS.”

c) Kontrak

 Topik
Perawat : “Baiklah, waktu kita sudah habis, bagaimana kalau dua hari lagi
kita bertemu untuk mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan anak bapak/ibu ?”

Bapak : “Iya sus, kami bersedia.”

 Tempat

Perawat : “Tempatnya mau dimana pak/bu?”

Ibu : “Disini saja sus.”

 Waktu

Perawat : “Mau jam berapa ?”

Bapak : “Jam 09.00 wita saja, seperti hari ini.”

Perawat : “Baiklah bapak/ibu sampai jumpa hari selasa.”

Ibu : “Iya sus, kalau begitu saya permisi dahulu. Assalamu’alaikum....”

Perawat : “Wa’alaikumsalam….”

Setelah mengucapkan salam kepada perawat, bapak/ibu dari anak “Theo”


meninggalkan ruang wawancara. Mereka terlihat lebih tenang. Dan kemudian
mereka menuju ruang anak “Theo”. Untuk melakukan cara-cara yang telah
diajarkan perawat.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori Hildegard Peplau (1952) berfokus pada individu, perawat, dan


proses interaktif (Peplau, 1952) yang menghasilkan hubungan antara perawat dan
klien (Torres, 1986). Berdasarkan teori ini klien adalah individu dengan
kebutuhan perasaan, dan keperawatan adalah proses interpersonal dan terapeutik.

Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat
adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas
timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang
lain (interpersonal).

Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adanya ketakutan


ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya. Dalam permasalahan
interpersonal, seorang individu akan menampakan perilaku, diantaranya individu
merasa terasingi, merasakan kecemasan yang berlebihan, senang menyendiri dan
enggan untuk membicarakan permasalahan yang dialaminya.

Tujuan keperawatan adalah untuk mendidik klien dan keluarga dan untuk
membantu klien mencapai kemantapan pengembangan kepribadian (Chinn dan
Jacobs, 1995). Teori dan gagasan Peplau dikembangkan untuk memberikan
bentuk praktik keperawatan jiwa. Oleh sebab itu perawat berupaya
mengembangkan hubungan antara perawat dan klien dimana perawat bertugas
sebagai narasumber, konselor, dan wali.
3.2 Saran

A. Perawat

Perawat harus menjaga sosialisasi antara perawat dan klien, dalam


melakukan tindakan keperawatan jiwa yang menyangkut tentang permasalahan
interpersonal, sebaiknya perawat menggunakan konsep teori yang ada.

B. Mahasiswa perawat

Makalah ini sangat bagus untuk dibaca sebagai pedoman kita dalam
memahami teori peplau mengenai konseptual model keperawatan jiwa
interpersonal, Sehingga kedepan nanti kita bisa berkerja dengan baik,dan
hubungan interpersonal yang kita lakukan baik. Sehingga kita bisa memberikan
keperawatan yang baik kepada pasien.

Anda mungkin juga menyukai