Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan jiwa adalah kondisi dimana proses fisiologis atau mental seseorang
kurang berfungsi dengan baik sehingga mengganggu dalam fungsi sehari-hari.
Gangguan ini juga sering disebut gangguan psikiatri atau gangguan mental dan dalam
masyarakat umum kadang disebut sebagai gangguan saraf. Gangguan jiwa yang
dimiliki oleh seseorang bisa memiliki bermacam-macam gejala, baik yang tampak jelas
maupun yang hanya terdapat dalam pikirannya. Mulai dari perilaku menghindar dari
lingkungan, tidak mau berhubungan atau berbicara dengan orang lain dan tidak mau
makan hingga yang mengamuk dengan tanpa sebab yang jelas. Mulai dari diam saja
hingga yang berbicara dengan tidak jelas. Ada pula yang dapat diajak bicara hingga
yang tidak perhatian sama sekali dengan lingkungannya. Dampak gangguan jiwa antara
lain gangguan dalam aktifitas sehari-hari, gangguan hubungan interpersonal dan
gangguan fungsi dan peran sosial (Lestari, Choirriyah, & Mathafi, 2014).
Ganguan jiwa bukan suatu keadaan yang mudah untuk ditentukan penyebabnya.
Banyak faktor yang saling berkaitan yang dapat menimbulkan ganguan jiwa pada
seseorang. Faktor kejiwaan (kepribadian), pola pikir dan kemampuan untuk mengatasi
masalah, adanya gangguan otak adanya gangguan bicara, adanya kondisi salah asuh,
tidak diterima di masyarakat, serta adanya 2 masalah dan kegagalan dalam kehidupan
mungkin menjadi faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya gangguan jiwa.
Faktor-faktor diatas tidak dapat berdiri sendiri, tetapi dapat menjadi satu kesatuan yang
secara bersama-sama menimbulkan gangguan jiwa. Karena banyak sekali faktor yang
dapat mencetus gangguan jiwa (Lestari, Choirriyah, & Mathafi, 2014).
Menurut data dari Word Health Organisation (WHO) 2011, masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius,
bahkan berdasarkan data dari study word Bank di beberapa negara menunjukkan 8,1%
dari kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease) disebabkan oleh masalah
gangguan jiwa yang menunjukan dampak lebih besar dari TBC (7,2%), kanker (5,8%),
jantung (4,4%), dan malaria (2,6%) (Arini, 2013).
Berdasarkan UU No.18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa menerangkan bahwa
pemerintah memberikan perlindungan dan menjamin pelayanan kesehatan jiwa bagi
orang dengan kejiwaan dan oreng dengan gangguan jiwa berdasarkan hak asasi
manusia. Penanggulangan pasung adalah upaya yang terdiri dari aspek pencegahan,
peningkatan pelayanan kesehatan, rehabilitasi dan pengobatan rutin. Orang-orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah istilah resmi bagi penyandang gangguan jiwa
berdasarkan undang-undang kesehatan jiwa nomor 18 tahun 2014, ODGJ khususnya
para penderita gangguan jiwa berat skizofrenia dan posikosis belum sepenuhnya
mendapat perlakuan baik serta memenuhi hak asasi manusia. Hasil survei kesehatan di
Indonesia tahun 2013 menyebutkan terdapat 1,7 per 1000 penduduk Indonesia yang
menderita skizofrenia atau psikosis . Diantara 3 para penderita tersebut, kurang lebig
14,8% pernah di pasung dalam masa hidupnya (Laporan Riskesdas, 2013).
Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam bidang kesehatan jiwa di Indonesia
oleh karena sesungguhnya pemasungan tidak di perkenankan dengan alasan apapun.
Beberapa daerah di Indonesia, pasung digunakan sebagai alat untuk menangani klien
gangguan jiwa di rumah. Saat ini, masih banyak klien gangguan jiwa yang
didiskriminasi haknya oleh keluarga maupun masyarakat sekitar melalui pemasungan.
Sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan larangan “tradisi” memasung klien
gangguan jiwa berat yang kerap dilakukan penduduk yang berdomisili di pedesaan dan
pedalaman terus berupaya dilakukan antara lain dengan memberdayakan petugas
kesehatan ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Kata pasung mengacu kepada
pengekangan fisik atau pengurungan terhadap pelaku kejahatan, orang-orang dengan
gangguan jiwa yang melakukan tindak kekerasan yang dianggap berbahaya (Minas &
Diatri, 2008).
Pemasungan penderita gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung,
dirantai kakinya dimasukan kedalam balok kayu dan lain-lain sehingga kebebasan
menjadi hilang. Pasung merupakan salah satu perlakuan yang merampas kebebasan dan
kesempatan mereka untuk mendapat perawatan yang memadai dan sekaligus juga
mengabaikan martabat mereka sebagai manusia. Berdasarkan data yang di peroleh
(Word Health Organisation dalam Widiyanto, 2015) bahwa 41 juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa. Diantaranya penyalahgunaan obat (44,0%), keterbelakangan
mental (34,9%), 4 disfungsi mental (16,2%), dan disintegrasi mental (5,8%). The
Indonesian Psychiatric Epidemiologic Network menyatakan bahwa 11 kota di
Indonesia ditemukan 18,5% dari penduduk dewasa menderita gagguan jiwa Jawa
Tengah menepati urutan ke-6 daerah yang mengalami gangguan jiwa berat,
diperkirakan 20.000 hingga 30.000 jiwa dan terdapat perlakuan secara tidak
berprikemanusiaan salah satunya dengan cara di pasung. Menurut tim pengara pengarah
kesehatan jiwa masyarakan provinsi Jawa Tengah, menyatakan penderita gangguan
jiwa masih tergolong cukup tinggi 2,3% dari jumlah penduduk. Dinas kesehatan
provinsi Jawa Tengah mendapatkan temuan sebanyak1.091 kasus pemasungan mulai
bulan januari sampai November (Widiyanto, 2015).
Dari uraian latar belakang diatas penulis berkeinginan untuk membuat dan
menuliskan asuhan keperawatan komunitas tentang kesehatan jiwa / kesehatan mental
dengan tujuan agar masyarakat lebih peduli dan tidak memandang sebelah mata
kesehatan mental orang dengan gangguan jiwa, karena orang dengan gangguan jiwa itu
juga harus diperlakukan sama dengan orang normal semakin kita memperlakukannya
dengan baik maka kesehatan jiwa orang tersebut juga akan berangsur angsur membaik
dan mungkin akan normal kembali.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian gangguan jiwa?
2. Apa sajakah klasifikasi gangguan jiwa?
3. Apa sajakah jenis gangguan jiwa?
4. Apa sajakah penyebab gangguan jiwa?
5. Apa sajakah tanda gangguan jiwa?
6. Bagaimanakah cara penanganan gangguan jiwa?

1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar masyarakat lebih peduli dan tidak memandang sebelah mata kesehatan
mental orang dengan gangguan jiwa, karena orang dengan gangguan jiwa itu juga
harus diperlakukan sama dengan orang normal semakin kita memperlakukannya
dengan baik maka kesehatan jiwa orang tersebut juga akan berangsur angsur
membaik dan mungkin akan normal kembali.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui pengertian gangguan jiwa
2) Untuk mengetahui klasifikasi dan jenis gangguan jiwa
3) Untuk mengetahui penyebab dan tanda gejala gangguan jiwa
4) Untuk mengetahui cara penanganan gangguan jiwa

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa adalah bentuk dari manifestasi penyimpangan perilaku akibat
distorsi emosi sehingga ditemukan tingkah laku dalam ketidak wajaran. Hal tersebut
dapat terjadi karena semua fungsi kejiwaan menurun (Nasir, Abdul & Muhith, 2011).
Gangguan jiwa merupakan pola perilaku, sindrom yang secara klinis bermakna
berhubungan dengan penderitaan, distress dan menimbulkan hendaya pada lebih atau
satu fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011).
Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang ditunjukkan pada
individu yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas kehidupan dan disfungsi.
Hal tersebut mencerminkan disfungsi psikologis, bukan sebagai akibat dari
penyimpangan sosial maupun konflik dengan masyarakat (Stuart, 2013).

2.2. Klasifikasi Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal.
Keabnormalan tersebut dapat dibedakan menjadi :
1. Neurosis atau gangguan jiwa.
Neurosis atau gangguan jiwa merupakan gangguan jiwa ditandai dengan
kecemasan, biasanya gejala tidak tenang dan menekan lainnya. Sementara
pemeriksaan realitasnya tetap utuh (O’Brien, 2013). Orang yang terkena neurosis
masih merasakan kesukaran, mengetahui serta kepribadiannya tidak jauh dari
realitas dan masih hidup dalam kenyataan pada umumnya (Yosep, H. Iyus &
Sutini, 2014). Neurosis memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Uji realitas lengkap.
2) Gejala kelompok yang menganggu dan dikenal sebagai sesuatu yang asing dan
tidak dapat diterima oleh individu.
3) Gangguan cukup lama atau kambuh kembali jika tanpa pengobatan, bukan
merupakan reaksi terhadap stressor, perilaku tidak menganggu normal sosial
dan tidak terlihat adanya penyebab dan faktor organik (Stuart, 2013).
2. Psikosis atau sakit jiwa.
Psikosis atau sakit jiwa merupakan gangguan jiwa yang dapat memnyebabkan
individu mengalami gangguan nyata pada disintegrasi kepribadian berat,
pemeriksaan realitas dan hambatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
(O’Brien, 2013). Orang yang terkena psikosis tidak memahami kejadiannya dan
perasaan, segi tanggapan, dorongan, motivasi terganggu, kesukaran-kesukarannya
dan tidak ada integritas mereka hidup jauh dari alam kenyataan (Yosep, H. Iyus &
Sutini, 2014). Psikosis memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Disentegrasi kepribadian.
2) Penurunan bermakna pada tingkat kesadaran.
3) Perilaku agresif.
4) Kesulitan yang besar dalam berfungsi secara adekuat, kerusakan yang nyata
atau berat pada realitas (Stuart, 2013).

2.3. Jenis Gangguan Jiwa


Adanya gangguan jiwa dalam diri seseorang bisa juga ditunjukan dari
kebiasaan melakukan hal yang bisa merugikan orang lain, yang sering kali tidak
disadari tingkah laku yang menyimpang (Sipayung, A, 2010).
Menurut Kamal, (2010) gangguan jiwa dapat berupa:
1. Stress
Stress adalah suatu kondisi atau keadaan tubuh yang terganggu karena
tekanan psikologis. Banyak hal yang bisa memicu stres seperti rasa khawatir,
perasaan kesal, kecapekan, frustasi, perasaan tertekan, kesedihan, pekerjaan
yang berlebihan, terlalu fokus pada suatu hal, perasaan bingung, berduka cita
dan juga rasa takut
2. Psikosis
Psikosis merupakan gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan
ketidakmampuan seseora 10 dengan fantasi dirinya. Psikosis sebenarnya masih
bersifat sempit dan bias yang berarti waham dan halusinasi. Selain itu juga
ditemukan gejala lain termasuk diantaranya pembicaraan dan tingkah laku yang
kacau, dan gangguan daya nilai realitas yang berat. Oleh karena itu psikosis
dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan gejala yang terdapat gangguan
fungsi mental, respon perasaan, daya nilai realitas, komunikasi dan hubungan
antara individu dengan lingkungannya.
3. Psikopat
Psikopat secara harafiah berarti sakit jiwa. Psikopat berasal dari kata
psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Orang yang
mengidap penyakit ini sering disebut sebagai sosiopat karena perilakunya yang
antisosial dan dapat merugikan orang-orang terdekatnya. Psikopat tak sama
dengan gila, karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya.
Gejala psikopat dapat disebut dengan psikopati, seringkali disebut orang gila
tanpa gangguan mental.Orang yang mengalami psikopat sangat sulit untuk
disembuhkan.
4. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak.
Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar
pribadi yang normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah)
dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang panca indra).

2.4. Penyebab Gangguan Jiwa


Penyebab gangguan jiwa yang terdapat pada unsur kejiwaan, akan tetapi ada
penyebab utama mungkin pada badan (Somatogenik), di Psike (Psikologenik),
kultural (tekanan kebudayaan) atau dilingkungan sosial (Sosiogenik) dan tekanan
keagamaan (Spiritual). Dari salah satu unsur tersebut ada satu penyebab menonjol,
biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi ada beberapa penyebab pada
badan, jiwa dan lingkungan kultural-Spiritual sekaligus timbul dan kebetulan terjadi
bersamaan. Lalu timbul gangguan badan atau jiwa (Maramis, 2009).
Menurut Yusuf, (2015) penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang saling mempengaruhi yaitu sebagai berikut:
1. Faktor somatic organobiologis atau somatogenik.
1) Nerofisiologis.
2) Neroanatomi.
3) Nerokimia.
4) Faktor pre dan peri-natal.
5) Tingkat kematangan dan perkembangan organik.
2. Faktor psikologik (Psikogenik).
1) Peran ayah.
2) Interaksi ibu dan anak. Normal rasa aman dan rasa percaya abnormal
berdasarkan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan
kebimbangan), kekurangan.
3) Inteligensi.
4) Saudara kandung yang mengalami persaingan.
5) Hubungan pekerjaan, permainan, masyarakat dan keluarga.
6) Depresi, kecemasan, rasa malu atau rasa salah mengakibatkan kehilangan.
7) Keterampilan, kreativitas dan bakat.
8) Perkembangan dan pola adaptasi sebagai reaksi terhadap bahaya.
3. Faktor sosio-budaya (Sosiogenik) :
1) Pola dalam mengasuh anak.
2) Kestabilan keluarga.
3) Perumahan kota lawan pedesaan.
4) Tingkat ekonomi.
5) Pengaruh keagamaan dan pengaruh sosial.
6) Masalah kelompok minoritas, meliputi fasilitas kesehatan dan prasangka,
kesejahteraan yang tidak memadai dan pendidikan.

Dari faktor-faktor ketiga diatas, terdapat beberapa penyebab lain dari penyebab
gangguan jiwa diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Genetika.
Individu atau angota keluarga yang memiliki atau yang mengalami
gangguan jiwa akan kecenderungan memiliki keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, akan cenderung lebih tinggi dengan orang yang tidak memiliki
faktor genetik (Yosep, 2013).
2. Sebab biologik.
1) Keturunan. Peran penyebab belum jelas yang mengalami gangguan jiwa,
tetapi tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang
tidak sehat.
2) Temperamen. Seseorang terlalu peka atau sensitif biasanya mempunyai
masalah pada ketegangan dan kejiwaan yang memiliki kecenderungan akan
mengalami gangguan jiwa.
3) Jasmaniah. Pendapat beberapa penyidik, bentuk tubuh seorang bisa
berhubungan dengan gangguan jiwa, seperti bertubuh gemuk cenderung
menderita psikosa manik defresif, sedangkan yang kurus cenderung menjadi
skizofrenia.
4) Penyakit atau cedera pada tubuh. Penyakit jantung, kanker dan sebagainya
bisa menyebabkan murung dan sedih. Serta, cedera atau cacat tubuh tertentu
dapat menyebabkan rasa rendah diri (Yosep, 2013).
3. Sebab psikologik. Dari pengalaman frustasi, keberhasilan dan kegagalan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya di kemudian hari (Yosep,
2013).
4. Stress. Stress perkembangan, psikososial terjadi secara terus menerus akan
mendukung timbulnya gejala manifestasi kemiskinan, pegangguran perasaan
kehilangan, kebodohan dan isolasi sosial (Yosep, 2013).
5. Sebab sosio kultural.
1) Cara membesarkan anak yang kaku, hubungan orang tua anak menjadi kaku
dan tidak hangat. Anak setelah dewasa akan sangat bersifat agresif, pendiam
dan tidak akan suka bergaul atau bahkan akan menjadi anak yang penurut.
2) Sistem nilai, perbedaan etika kebudayaan dan perbedaan sistem nilai moral
antara masa lalu dan sekarang akan sering menimbulkan masalah kejiwaan.
3) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi, dalam
masyarakat kebutuhan akan semakin meningkat dan persaingan semakin
meningkat. Memacu orang bekerja lebih keras agar memilikinya, jumlah
orang yang ingin bekerja lebih besar sehingga pegangguran meningkat
(Yosep, 2013).
6. Perkembangan psikologik yang salah. Ketidak matangan individu gagal dalam
berkembang lebih lanjut. Tempat yang lemah dan disorsi ialah bila individu
mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak sesuai, gagal dalam mencapai
integrasi kepribadian yang normal (Yosep, 2013).

2.5. Tanda Gejala Gangguan Jiwa


1. Ketegangan (Tension)
Merupakan murung atau rasa putus asa, cemas, gelisah, rasa lemah, histeris,
perbuatan yang terpaksa (Convulsive), takut dan tidak mampu mencapai tujuan
pikiranpikiran buruk (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).

2. Gangguan kognisi.
Merupakan proses mental dimana seorang menyadari, mempertahankan
hubungan lingkungan baik, lingkungan dalam maupun lingkungan luarnya
(Fungsi mengenal) (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010). Proses kognisi
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi. Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan
yang dimengerti. Sensasi yang didapat dari proses asosiasi dan interaksi
macam-macam rangsangan yang masuk. Yang termasuk pada persepsi
adalah :
a) Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu dan
kenyataan tersebut tidak ada atau tidak berwujud. Halusinasi terbagi
dalam halusinasi penglihatan, halusinasi pendengaran, halusinasi raba,
halusinasi penciuman, halusinasi sinestetik, halusinasi kinetic.
b) Ilusi adalah persepsi salah atau palsu (interprestasi) yang salah dengan
suatu benda.
c) Derealisi yaitu perasaan yang aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai kenyataan.
d) Depersonalisasi merupakan perasaan yang aneh pada diri sendiri,
kepribadiannya terasa sudah tidak seperti biasanya dan tidak sesuai
kenyataan (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).
2) Gangguan sensasi. Seorang mengalami gangguan kesadaran akan
rangsangan yaitu rasa raba, rasa kecap, rasa penglihatan, rasa cium, rasa
pendengaran dan kesehatan (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).
3. Gangguan kepribadian
Kepribadian merupakan pola pikiran keseluruhan, perilaku dan perasaan
yang sering digunakan oleh seseorang sebagai usaha adaptasi terus menerus
dalam hidupnya. Gangguan kepribadian misalnya gangguan kepribadian
paranoid, disosial, emosional Gangguan kepribadian masuk dalam klasifikasi
diagnosa gangguan jiwa (Maramis, 2009).
4. Gangguan pola hidup
Mencakup gangguan dalam hubungan manusia dan sifat dalam keluarga,
rekreasi, pekerjaan dan masyarakat. Gangguan jiwa tersebut bisa masuk dalam
klasifikasi gangguan jiwa kode V, dalam hubungan sosial lain misalnya merasa
dirinya dirugikan atau dialang-alangi secara terus menerus. Misalnya dalam
pekerjaan harapan yang tidak realistik dalam pekerjaan untuk rencana masa
depan, pasien tidak mempunyai rencana apapun (Maramis, 2009).
5. Gangguan perhatian
Perhatian ialah konsentrasi energi dan pemusatan, menilai suatu proses
kognitif yang timbul pada suatu rangsangan dari luar (Direja, 2011).
6. Gangguan kemauan
Kemauan merupakan dimana proses keinginan dipertimbangkan lalu
diputuskan sampai dilaksanakan mencapai tujuan. Bentuk gangguan kemauan
7. Gangguan perasaan atau emosi
(Afek dan mood) Perasaan dan emosi merupakan spontan reaksi manusia
yang bila tidak diikuti perilaku maka tidak menetap mewarnai seorang terhadap
disekelilingnya atau dunianya. Perasaan berupa perasaan emosi normal (adekuat)
berupa perasaan positif (gembira, bangga, cinta, kagum dan senang). Perasaan
emosi negatif berupa cemas, marah, curiga, sedih, takut, depresi, kecewa,
kehilangan rasa senang dan tidak dapat merasakan kesenangan (Maramis, 2009).
8. Gangguan pikiran atau proses pikiran (berfikir).
Pikiran merupakan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan
seseorang. Berfikir ialah proses menghubungkan ide, membentuk ide baru, dan
membentuk pengertian untuk menarik kesimpulan. Proses pikir normal ialah
mengandung ide, simbol dan tujuan asosiasi terarah atau koheren (Kusumawati,
Farida & Hartono, 2010). http://repository.unimus.ac.id 21 Menurut Prabowo,
(2014) gangguan dalam bentuk atau proses berfikir
9. Gangguan psikomotor
Gangguan merupakan gerakan badan dipengaruhi oleh keadaan jiwa
sehinggga afek bersamaan yang megenai badan dan jiwa, juga meliputi perilaku
motorik yang meliputi kondisi atau aspek motorik dari suatu perilaku. Gangguan
psikomotor berupa, aktivitas yang menurun, aktivitas yang meningkat, kemudian
yang tidak dikuasai, berulang-ulang dalam aktivitas. Gerakan salah satu badan
berupa gerakan salah satu badan berulang-ulang atau tidak bertujuan dan
melawan atau menentang terhadap apa yang disuruh (Yosep, H. Iyus & Sutini,
2014).
10. Gangguan ingatan
Ingatan merupakan kesangupan dalam menyimpan, mencatat atau
memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Proses ini terdiri dari pencatatan,
pemangilan data dan penyimpanan data (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).
11. Gangguan asosiasi.
Asosiasi merupakan proses mental dalam perasaan, kesan atau gambaran
ingatan cenderung menimbulkan kesan atau ingatan respon atau konsep lain
yang memang sebelumnya berkaitan dengannya. Kejadian yang terjadi, keadaan
lingkungan pada saat itu, pelangaran atau pengalaman sebelumnya dan
kebutuhan riwayat emosionalnya (Yosep, 2007).
12. Gangguan pertimbangan.
Gangguan pertimbangan merupakan proses mental dalam membandingkan
dan menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja memberikan nilai
dalam memutuskan aktivitas (Yosep, 2007).

2.6. Penanganan Gangguan Jiwa


1. Penanganan Pasca Perawatan Rumah sakit
Penanganan gangguan jiwa dapat dilakukan dengan cara psikoterapi dan
somatoterapi atau bisa disebut dengan terapi biologis. Penanganan psikoterapi
merupakan interaksi antara pasien dengan psikolog bertujuan untuk
mengidentifikasi pikiran disfungsional yang melatarbelakangi awal munculnya
pasien terkena gangguan jiwa, psikoterapi juga untuk membantu dalam perubahan
perilaku, pikiran dan perasaan pasien yang abnormal, memecahkan masalah dalam
kehidupan individu, artinya menangani orang-orang yang mempunyai masalah
seperti gangguan jiwa ringan maupun berat (Nevid et al, 2002). Sedangkan
somatoterapi merupakan penanganan terhadap masalah-masalah tingkah laku
dengan menggunakan teknik biologi yang meliputi: terapi obat-obatan,
psikobedah dan terapi elektrokonvulsif. Asumsi dasar dari penanganan
somatoterapi ini adalah gangguan fisiologis menyebabkan gangguan psikologis,
dan dengan demikian maka ketika seseorang ditangani secara biologis maka
tingkah lakunya akan berubah, penanganan ini biasanya dilakukan oleh psikiater
(Semiun, 2006).
Bentuk-bentuk psikoterapi menurut Semiun, (2006):
1) Terapi psikodinamik
Terapi psikodinamik merupakan terapi yang membantu seseorang
dalam mengatasi konflik bawah sadar yang dipercaya merupakan akar dari
perilaku abnormal. Dengan mengatasi konflik bawah sadar, kebutuhan untuk
mempertahankan tingkah laku defensif seperti fobia, histeria. Tujuan dari
terapi ini hanya mengubah tingkah laku yang maladaftif menjadi tingkah laku
yang adaptif.
2) Terapi humanistik-eksistensial
Terapi ini memusatkan pada pengalamanpengalaman sadar, dimana
lebih memusatkan perhatian yang dialami oleh pasien, yang membantu pasien
untuk lebih menyadari dan menerima dirinya dengan baik. Tujuan terapi ini
menekankan hubungan komunikasi agar lebih terbuka dan jujur ketika
komunikasi terhambat.
3) Terapi kognitif
Terapi ini mengemukakan bahwa perubahan tingkah laku dan emosi-
emosi yang bermasalah disebabkan oleh proses pikiran dan kepercayaan yang
salah, perubahan tingkah laku yang salah adalah pemahaman terhadap hal-hal
yang tidak realistik dimana seseorang menafsirkan dirinya sendiri sebagai
tingkah laku yang maladaftif. Terapi kognitif membantu pasien untuk
memperbaiki keyakinan yang maladaftif.
4) Terapi tingkah laku
Terapi ini berfokus pada perubahan perilaku yang mencoba
mengembangkan hubungan teraupetik yang hangat kepada pasien. Metode
dalam terapi ini adalah suatu progam teraupetik dimana pasien pertama
diperlihatkan dengan menggunakan imajinasi atau gambar, dan selanjutnya
akan masuk tahap yang lebih menakutkan, setelah pasien di intruksikan untuk
membayangkan dan makin menimbulkan kecemasan maka terapis
memfokuskan kembali untuk rileks. Proses ini di ulang sampai pasien tidak
merasa cemas.
5) Terapi kelompok
Terapi kelompok merupakan terapi yang memberi kesempatan kepada
pasien agar dapat bersosialisasi dengan orang lain. Bentuk terapi-terapi
kelompok dapat berupa psikodrama. Psikodrama adalah bentuk yang di
kembangkan oleh J.L Moreno,1892, metode ini sangat penting karena
bertujuan untuk pasien memainkan peran di alam khayal, dengan demikian
dia merasa bebas mengungkapkan sikap yang terpendam dan motivasi yang
kuat sehingga pasien dapat merasa sedikit lega dan dapat mengembangkan
pemahaman (insight) yang memberi kesanggupan untuk mengubah perannya
dalam kehidupan nyata.
6) Terapi keluarga
Dalam terapi keluarga, yang menjadi unit perawatan keluarga
bertujuan untuk membantu pasien mengatasi konflik dan masalah, membantu
anggota keluarganya berfungsi dengan baik sebagai suatu unit, tetapi juga
membantu setiap dalam penanganan secara lebih efektif. Komunikasi-
komunikasi keluarga sangat penting bagi kesembuhan pasien gangguan jiwa.
Peran keluarga sangat penting bagi kesembuhan pasien gangguan jiwa
karena dapat memberikan dukungan kepada pasien gangguan jiwa, membantu
mengurangi angka kejadian relaps (kambuh) untuk itu pasien dapat berperan
di masyarakat. Yang membantu kembalinya fungsi secara maksimal pada
pasien gangguan jiwa (Herdaetha, 2014).
Terapi dapat dilakukan dengan cara biomedis yang merupakan
penanganan pada penggunaan obat psikotropika. Obat psikotropika seperti:
obat-obat antianxitas adalah obat yang dapat mengurangi rasa cemas dan
ketegangan otot, obat antipsikotik, obat antipsikotik merupakan obat yang
biasanya digunakan oleh orang yang mengalami zkisofrenia, obat
antidepresan obat ini untuk mengatasi depresi pada pasien yang mengalami
gangguan jiwa (Nevid et al, 2003).

Anda mungkin juga menyukai