LP Cor

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN NY. S DENGAN CEDERA OTAK SEDANG DI


RUANGAN JENGGALA B RSUD GAMBIRAN
KOTA KEDIRI

Disusun Oleh :

MURNININGTYAS PUTRI RATNASIWI

10216023

PRODI S1-KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

TAHUN 2019
Lembar Pengesahan

Nama Mahasiswa : Murniningtyas Putri Ratnasiwi

NIM :10216023

Judul Laporan :LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. S DENGAN CEDERA OTAK
SEDANG DI RUANGAN JENGGALA B RSUD GAMBIRAN KOTA
KEDIRI

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

(...................................) (.............................................)
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1.Definisi
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.(Syahrir H.2012)
Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 yang dapat
terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit
tidak terdapat kelainan berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan
operasi, lama dirawat di rumah sakit < 48 jam. (George, 2009)
Cedera otak ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda
tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurologi sementara atau
menurunya kesadadaran sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa
adanya kerusakan lainya (Sastrodiningrat, 2013).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cedera otak ringan (COR)
adalah gangguan fungsi otak normal karena trauma yang disertai dengan
keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan tidak disertai
kerusakan jaringan otak akibat trauma kepala.

1.2.Klasifikasi
1. Menurut Brunner dan Suddarth, (2013) cedera kepala ada 2 macam
yaitu:
a. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini
ditentukan oleh velositas, masa dan bentuk dari benturan. Kerusakan
otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk ke
dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel
otak akibat benda tajam atau tembakan. Cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.
b. Cedera kepala tertutup
Benturan cranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang
bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan dalam
otak cairan akan tumpah. Cedar kepala tertutup meliputi: komusio
(gegar otak), kontusio (memar) dan laserasi.
2. Berdasarkan Advenced Trauma Life Support (ATLS) tahun 2004,
klasifikasi berdasarkan mekanismenya, cedera kepala dibagi
menjadi:
a. Cedera kepala tumpul, biasanya disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh ataupun terkena pukulan benda tumpul.
b. Cedera kepala tembus, biasanya disebabkan oleh luka tusukan, atau
luka tembak.(American College Of Surgeon Commite on Trauma,
2014)
3. Cedera kepala berdasarkan nilai GCS (Menurut Heller, 2012):
a. Cedera kepala ringan
Nilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit.
Ditandai dengan: nyeri kepala, muntah, vertigo dan tidak ada
penyerta seperti pada fraktur tengkorak, kontusio/hematoma.
b. Cedera kepala sedang
Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30 menit – 24 jam,
dapat mengalami fraktur tengkorak dan disorientasi ringan (bingung).
c. Cedera kepala berat
Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi:
kontusio serebral, laserasi, hematoma dan edema serebral.

1.3.Etiologi
Penyebab dari Cedera otak atau kepala, sebagai berikut (Heller, 2012):
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak.
5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

1.4.Patofisiologi
Mekanisme cedera otak merupakan hal yang bersifat kompleks, bervariasi,
dan belum sepenuhya dipahami. Trauma mekanik, iskemia, kerusakan energi
seluler, cedera reperfusi eksitotoksin, edema, cedera vaskuler, dan cedera yang
menginduksi apoptosis, merupakan factor-faktor yang berpengaruh pada
hampir semua cedera otak akut. Ada dua fase utama dari cedera kepala yang
diakibatkan oleh trauma kepala.
Fase pertama adalah kerusakan otak awal yang terjadi segera pada saat
benturan, yang meliputi cedera neural, cedera glial primer, dan respon
vaskuler, dimana hal ini dapat meliputi laserasi kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, kontusi, perdarahan pungtat, perdarahan subarachnoid dan cedera
aksonal difus. Ada dua jenis cedera primer yang dapat terjadi yaitu cedera otak
fokal dan difus. Tipe yang paling sering dari cedera otak traumatik (75-90%)
adalah konkusi ringan dan konkusi cerebral klasik. Cedera otak fokal terhitung
sebanyak lebih dari dua per tiga dari kematian akibat cedera otak, sedangkan
cedera aksonal difus terhitung sebanyak kurang dari sepertiganya.
Sedangkan fase kedua dari cedera merupakan perkembangan kerusakan
neurologi yang terjadi setelah cedera primer, dimana hal ini dapat berkembang
dalam waktu beberapa hari sampai minggu. Cedera sekunder dapat
diakibatkan oleh adanya edema cerebral, hipoksia, dan perdarahan yang
tertunda. (George D, 2009)
1.5.Manifestasi
Menurut Tom (2011), manifestasi klinis cedera kepala berdasarkan COR
(GCS 13-15), yaitu:
1 Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi
2 Tidak ada kehilangan kesadaran
3 Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4 Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5 Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
6 Tidak adanya criteria cedera kepala sedang sampai berat
7 Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
8 Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
9 Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
10 Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu
atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

1.6.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk trauma kepala menurut Pierce A. Grace &
Neil R. Borley, 2010 antara lain:
1. CT Scan (dengan / tanpa kontras) : Mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ventrikuler, dan pergeseran jaringan otak.
2. MRI (dengan / tanpa kontras) : Menggunakan medan magnet kuat dan
frekuensi radio, dapat mendiagnosis tumor, infark, dan kelainan pada
pembuluh darah.
3. Angiografi serebral : Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema dan trauma perdarahan. Digunakan
untuk mengidentifikasi dan menentukan kelainan vaskuler serebral.
4. Angiografi substraksi digital : Suatu jenis angiografi yang
menggabungkan radiografi dengan teknik komputerisasi untuk
memperlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang dan jaringan
lunak di sekitarnya.
5. EEG (Electro Ensephalogram) : Untuk memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya gelombang patologis. EEG mengukur aktifitas listrik
lapisan superficial korteks serebri melalui elektroda yang dipasang di luar
tengkorak pasien.
6. ENG (Electro Nistagmogram) : Merupakan pemeriksaan elektro
fisiologis vestibularis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
gangguan sistem saraf pusat.
7. X-ray : Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur).Pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema) adanya fragmen
tulang.
8. GDA (Gas Darah Arteri) : Mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan meningkatkan tekanan intakranial.
9. Kimia (elektrolit darah) : Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam peningkatan TIK / perubahan mental.

1.7.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera
dan dilakukan menurut prioritas, yang ideal penatalaksanaan tersebut
dilakukan oleh tim yang terdiri dari perawat yang terlatih dan dokter spesialis
saraf dan bedah saraf, radiologi, anastesi, dan rehabilitasi medik. Klien dengan
cedera kepala harus dipantau terus dari tempat kecelakaan, selama
transportasi: di ruang gawat darurat, unit radiology, ruang perawatan dan unit
ICU sebab sewaktu-waktu dapat berubah akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan
sebagainya. Menurut prioritas tindakan pada cedera kepala ditentukan
berdasarkan beratnya cedera yang didasarkan atas kesadaran pada saat
diperiksa (Tom, 2011).
1. Klien dalam keadaan sadar ( GCS : 15 )
1) Cedera kepala simpleks ( simple head injury )
Klien mengalami cedera kepala tanpa diikuti dengan gangguan
kesadaran, amnesia maupun gangguan kesadaran lainya. Pada klien
demikian dilakukan perawatan luka, periksa radiologi hanya atas
indikasi dan kepada kelurga diminta untuk mengobservasi kesadaran.
2) Kesadaran terganggu sesaat
Klien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala
dan saat diperiksa sudah sadar kembali, maka dilakukan pemeriksaan
foto kepala dan penatalaksanaan selanjutnya seperti cedera kepala
simpleks.
2. Klien dengan kesadaran menurun
1) Cedera kepala ringan atau minor head injury ( GCS : 13-15)
Kesadaran disorientasi atau not abay comand tanpa disertai defisit
fokal serebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan perawatan luka,
dilakukan foto kepala, CT Scan Kepala dilakukan jika dicurigai adanya
hematoma intrakranial, misalnya ada interval lusid, pada follow up
kesadaran semakin menurun atau timbul lateralisasi, oservasi
kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital.
Klien cedera kepala biasanya disertai dengan cedera multipel fraktur,
oleh karena itu selain disamping kelainan serebral juga bisa disertai
dengan kelainan sistemik ( Corwin, 2000).
3. Penatalaksanaan trauma kepala menurut Smeltzer (2001) dan Long (1996)
antara lain:
1) Dexamethason / Kalmetason : sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2) Terapi hiperventilasi (pada trauma kepala berat) : untuk mengurangi
vasodilatasi.
3) Analgetik : sebagai pereda nyeri.
4) Gliserol (manitol 20% glukosa 40%) : larutan hipertonis sebagai anti
edema.
5) Metronidazole : untuk pengobatan infeksi anaerob, atau antibiotik
yang mengandung penicillin sebagai barier darah otak.
6) Cairan infuse dextrose 5%, aminousin, aminofel, diberikan 18 jam
pertama sejak terjadinya kecelakaan, selama 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
7) Tindakan pembedahan

1.8.Komplikasi
Komplikasi akibat cedera kepala ringan anatara lain:
1. Gegar Otak
Gegar otak bisa memengaruhi fungsi otak seseorang, namun jarang
menyebabkan kerusakan permanen. Tapi sayangnya, gegar otak seringkali
tidak disadari karena sebagian besar orang yang mengalami cedera kepala
masih tetap sadar. Seiring berjalannya waktu, orang yang mengalami
gegar otak akan mulai merasakan gejala-gejala berupa kehilangan
keseimbangan, perubahan emosi, migren, sampai amnesia. Sebaiknya,
segera periksakan diri ke dokter bila kamu mengalami gejala gegar otak
tersebut.
2. Epilepsi
Trauma kepala ringan yang tidak segera ditangani bisa berkembang
menjadi semakin parah dan berpotensi tinggi menyebabkan epilepsi.
Gangguan pada sistem saraf pusat (neurologis) ini ditandai dengan gejala
berupa kejang sampai hilang kesadaran.
3. Sindrom Cedera Otak Kedua
Komplikasi pembengkakan otak yang berkembang sangat cepat dan
bersifat fatal, biasanya terjadi pada cedera otak kedua. Cedera ini terjadi
tidak lama setelah gegar otak pertama, di mana pengidap gegar otak
belum sepenuhnya pulih.
4. Penumpukan Efek Akibat Cedera Otak
Cedera otak yang terjadi berulang kali dapat menyebabkan penumpukan
gangguan fungsi otak yang dapat bersifat permanen pada pengidapnya.
5. Vertigo dan Sakit Kepala
Komplikasi ini bisa dialami oleh pengidap selama satu minggu hingga
beberapa bulan setelah mengalami cedera otak. Vertigo dapat terjadi
akibat cedera vestibular (konkusi labirintin).
1.9.WOC
1.10. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam lima
tahap kegiatan yang meliputi:
1) Identitas Klien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa,
agama, status perkawinan, alamat, nomor MR, tanggal masuk dan
penanggung jawab.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan tergantung seberapa jauh dampak dari trauma
kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala yang akibat
dari kecelakaan lalu lintas jatuh dari ketinggian, trauma
langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat, meliputi tingkat
kesadaran menurun, konfulse, muntah, sakit kepala, lemah,
liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, riwayat cidera sebelumnya, DM, dan penggunaan
obat-obatan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi
dan DM.
3) Pengkajian Pola Aktifitas Sehari-hari
a. Pola makan atau cairan
Kaji pola nutrisi sebelum MRS dan saat MRS biasanya pada
klien CKR timbul mual dan muntah serta mengalami selera
makan.
b. Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur sebelum dan saat sakit. Biasanya
klien mengalami perubahan pada pola istirahat tidur karena
nyeri dan ansietas
c. Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi sebelum dan saat sakit
d. Pola katifitas dan latihan
Klien dengan CKR biasanya mengalami kelemahan,
letih, dan terkadang terjadi perubahan kesadaran.
e. Pola presepsi dan konsep diri
Kaji bagaimana klien mamandang dirinya serta penyakit yang
dideritanya.
f. Pola peran hubungan
kaji bagaimana peran dan fungsi serta hubungan dengan
masyarakat.
g. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap penyakit yang
dialami klien
h. Pola kebersihan diri
Kaji bagaimana tidankan klien dalam menjaga kebersihan
dirinya.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum penurunan kesadaran pada CKR umumnya
GCS 13-15.
b. BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne
Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
c. BLOOD
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan padapusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia)
d. BRAIN
Cidera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis
terutama akibat pengaruh peningkatan TIK yang disebakan
adanya perdarahan .
 Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat keterjagaan klien
dan respon terhadap lingkungan.
 Pengkajian fungsi cerebral : status mental,fungsi
intelektual,lobus frontalis, hemisfer.
 Pengkajian saraf kranial :
Saraf I : kelainam pada penciuman
Saraf II : kelainan pada lapang pandang
Saraf III,IV,VI: gangguan mengangkat kelopak mata
Saraf V : gangguan penurunan kemampuan kordinasi
gerakan mengunyah
Saraf VII : presepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII : perubahan fungsi pendengaran
Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut
Saraf XI : mobilitas leher tidak ada gangguan
Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan.
e. BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia urin, ketidakmampuan menahan miksi.
f. BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah,
mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami
perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
g. BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur
karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi
karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot
2. Diagnosa
1) Gangguan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma
kepala)
3) Resiko Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
4) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
ketidakmampuan mencerna makanan
5) Ketidakefektifan perfusi jaringan sereberal berhubungan dengan
adanya edema serebral akibat trauma kepala
6) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot

3. Intervensi
Dx I : Gangguan pola nafas berhubungan dengan gangguan
neurologis
Tujuan : Pola nafas pasien tidak terganggu
Intervensi:
1) Monitor TTV meliputi Suhu, Nadi, RR, Tensi
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Pasang mayo bila perlu
4) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
5) Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
6) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
7) Monitor respirasi dan status O2
8) Pertahankan jalan nafas yang paten
9) Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
10) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
11) Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas.
12) Monitor pola nafas

Dx II: Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik


(trauma kepala)
Tujuan : Klien tidak mengeluh nyeri
P=1
Q=1
R=1
S=1
T=1
Grimace (-)
Intervensi :
1) Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: skala nyeri,
lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
Rasional: untuk mengetahui jenis nyeri yang dirasakan
2) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan
Rasional: untuk mengetahui jenis nyeri yang dirasakan
3) Berikan analgetik sesuai dengan anjuran sebelum memulai
aktivitas
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
4) Gunakan komunkiasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan
nyeri
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
5) Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang
telah digunakan
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
6) Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
7) Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama
terjadi, dan tindakan pencegahan
8) Motivasi klien untuk memonitor sendiri nyeri
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
9) Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
10) Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
11) Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
12) Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan.

Dx III: Resiko Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas


kulit
Tujuan:
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi:
1) Pertahankan teknik aseptif
2) Batasi pengunjung bila perlu
3) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4) Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
5) Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
6) Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
7) Tingkatkan intake nutrisi
8) Berikan terapi antibiotik
9) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
10) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
11) Monitor adanya luka
12) Dorong istirahat
13) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

Dx IV: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


ketidakmampuan mencerna makanan
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien tercukupi
Intervensi:
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
3) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
4) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
5) Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
6) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7) Monitor turgor kulit
8) Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht
9) Monitor mual dan muntah
10) Monitor intake nuntris
11) Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
12) Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
13) Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
14) Kelola pemberan anti emetik
15) Anjurkan banyak minum
16) Pertahankan terapi IV line

Dx V: Ketidakefektifan perfusi jaringan sereberal berhubungan


dengan adanya edema serebral akibat trauma kepala
Tujuan :
 Fungsi motorik dan sensorik membaik
 Pasien tidak pusing
Intervensi :
1) Monitor TTV
2) Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi
3) Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala
4) Monitor level kebingungan dan orientasi
5) Monitor tonus otot pergerakan
6) Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis
7) Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
8) Monitor status cairan
9) Pertahankan parameter hemodinamik
10) Tinggikan kepala 0-45o tergantung pada konsisi pasien dan order
medis
Dx VI : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot
Tujuan:
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
 Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
 Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
Intervensi:
1) Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
4) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7) Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8) Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan

Anda mungkin juga menyukai