Anda di halaman 1dari 12

Tinjauan Teori

1. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya selaput janin
sebelum proses persalinan dimulai. KPD saat preterm (KPDP) adalah KPD
pada usia kurang dari 37 minggu. KPD memanjang merupakan KPD selama
lebih dari 24 jam yang berhubungan dengan peningkatan resiko infeksi intra
amnion (Norwitz, 2013).
Ketuban pecah dini atau spontaneous/ early/ premature rupture of
the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum in partu yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm
(Mochtar, 2011).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu
(Manuaba, 2001).

2. Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya
masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Menurut
Manuaba (2018), sebab terjadinya KPD, antara lain :
1) Serviks inkompeten
Menjelang usia kehamilan cukup bulan, kelemahan terjadi pada selaput
janin di atas os servikal internal yang memicu robekan di lokasi ini.
2) Overdistensi uterus (hidramnion, hamil ganda)
3) Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban, diantaranya infeksi
genetalia, meningkatnya enzim proteolitik

3. Faktor Predisposisi
Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:
a. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh
beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya
KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena
biasanya disertai infeksi.

1
d. Kelainan letak, misalnya sungsang dan letak lintang, sehingga tidak ada
bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
e. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
f. Multipara, grandemultipara
g. Sefalopelvik disproporsi (CPD)

4. Patofisiologi

5. Diagnosis
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena
diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan
ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya.

2
a) Anamnesa
Pasien mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir .
Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna cairan tersebut.
Tidak ada His dan pengeluaran lendir darah.
b) Pemeriksaan
Tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah
air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
1) Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di
vagina. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar
cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Jika tidak ada, dapat
dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau
meminta pasien batuk atau mengedan maka akan tampak keluar cairan
dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior. Penentuan cairan
ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) dimana
merah menjadi biru.
2) Tentukan usia kehamilan
3) Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu
ibu lebih dari 38⁰C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah
> 15.000/mm³ . Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami
infeksi intrauterin.
4) Tentukan tanda-tanda persalinan dan scoring pelvic.
Scoring pelvic adalah suatu cara untuk menilai kematangan servik dan
responnya terhadap suatu persalinan.
Merupakan suatu klasifikasi objektif untuk memilih pasien yang
memenuhi syarat untuk persalinan pervaginam atau perabdominam.

5 kondisi yang dinilai dari serviks:


a. Pembukaan(Dilatation)
b. Pendataran (Effacement)
c. Penurunan Kepala Janin(Station)
d. Konsistensi (Consistency)
e. Posisi Ostium Uteri (Position)

Keberhasilan Induksi Persalinan menurut skor bishop:


a. Skor Bishop 0-4: Angka keberhasilan induksi persalinan 50-60%
b. Skor Bishop 5-9: Angka keberhasilan induksi persalinan 80-90%
c. Skor Bishop >9: Angka keberhasilan induksi persalinan
mendekati 100%

3
SKOR 0 1 2 3
Pembukaan 0 1-2 3-4 5-6
serviks (cm)
Pendataran 0-30% 40-50% 60-70% 80%
serviks %
Station -3 -2 -1 atau 0 +1 atau
+2
Konsistensi kaku sedang lunak amat
serviks lunak
Posisi Ostium posterior tengah anterior anterior
Serviks
Tabel perhitungan pelvic score

5) Tentukan adanya kontraksi yang teratur.


6) Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif
(terminasi kehamilan). Mengenai pemeriksaan dalam, perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum
dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi
segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen.
Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan jika KPD yang sudah
dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi
sedikit mungkin.
7) Diagnosis ketuban pecah dini premature dengan inspekulo dilihat
adanya cairan ketuban keluar dari cavum uteri.
c) Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan pH vagina wanita hamil sekitar 4,5. Bila ada cairan
ketuban pHnya sekitar 7,1-7,3. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban
(alkalis) karena pH air ketuban 7 – 7,5.
2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
3) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,
namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sedehana.

4
6. Mekanisme
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstra seluler
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase
(MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ektraseluler dan membrane
janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Berikut adalah lapisan dari selaput ketuban yang ada MMP dan TIMP.

5
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester
ketiga, selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban
ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan
janin. Pada trimester terakhir, terjadi perubahan biokimia pada selaput
ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.

7. Tanda Gejala
a) Ketuban pecah tiba – tiba, pancaran involunter atau kebocoran cairan
jernih dari vagina merupakan gejala khas.
b) Cairan tampak di introitus
c) Tidak ada inpartu dalam 1 jam
d) Gejala klinis lainnya adalah gejala dari infeksi atau korioamnionitis seperti
adanya demam yang menyertai.

8. Komplikasi
a) Persalinan prematur pada neonatus
Sindrom gawat nafas (respiratory distress syndrome, RDS), perdarahan
intraventrikel, sepsis, hipoplasia paru (terutama pada kasus KPDP di usia
<22 minggu), serta deformitas skeletal (berhubungan dengan tingkat
keparahan dan lamanya KPDP). Secara keseluruhan KPDP terkait dengan
peningkatan mortalitas perinatal sebanyak empat kali lipat.
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 – 34
minggu 50 % persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
b) Infeksi
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion,
amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat
berlanjut menjadi sepsis. Penyebab korioamnionitis adalah infeksi bakteri
yang terutama berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik
permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum dan menjalar ke
uterus. Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu dapat terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia,
pneumonia dan omfalitis. Umumnya korioamnionitis terjadi sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering
daripada aterm.
c) Hipoksia dan asfiksia akibat oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 300 cc. Oligohidramnion juga menyebabkan
terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga

6
pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan
pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.
d) Komplikasi pada ibu mencakup peningkatan kejadian persalinan melalui
bedah sesar, infeksi intra amnion, dan endometritis pascapersalinan

9. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan
dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka
morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Dalam menghadapi ketuban pecah dini harus dipertimbangkan beberapa hal
sebagai berikut:
a) Fase laten:
1) Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan.
2) Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya
infeksi.
3) Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain:
Korioamnionitis: abdomen terasa tegang, pemeriksaan laboratorium
terjadi leukositosis, kultur cairan amnion positif.

b) Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang


mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin kecil BB janin,
semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan
terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.
c) Presentasi janin intrauterin
Presentasi janin merupakan penunjuk untuk melakukan terminasi
kehamilan. Pada letak lintang atau bokong, harus dilakukan dengan jalan
seksio sesarea.
1) Pertimbangan komplikasi dan risiko yang akan dihadapi janin dan
maternal terhadap tindakan terminasi yang akan dilakukan.
2) Usia kehamilan. Makin muda kehamilan, antarterminasi kehamilan
banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan sehingga janin lebih
matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar
dan membahayakan janin serta situasi maternal.

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi


KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan
kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban

7
dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L. P = “lag” period.
Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada sejumlah faktor, antara lain :
(1) Usia kehamilan
(2) Ada atau tidak adanya chorioamnionitis

A. Konservatif
a. Rawat di rumah sakit.
b. Berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).
c. Jika umur kehamilan < 32 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,
tes busa negative, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi
dan kesejahteraan janin.
e. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intrauterin).
g. Pada usia kehamilan 32-37 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4
kali. Kematangan paru ini dilakukan karena pada usia 3

B. Aktif
1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal, lakukan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg – 50 µg intravaginal
tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotic
dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
2) Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
3) Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan.

8
9
KESIMPULAN
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah
kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat
terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan
aterm.
Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan
KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: Infeksi, Servik yang
inkompetensia, Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus), misalnya (trauma, hidramnion, gemelli),
Kelainan letak, Keadaan sosial ekonomi, dan faktor lain.
Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesa
2. Inspeksi
3. Pemeriksaan dengan spekulum.
4. Pemeriksaan dalam
5. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboraturium, Tes Lakmus (tes
Nitrazin), Mikroskopik (tes pakis),Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,
namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sedehana.
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi : Prematuritas, persalinan preterm,
jika terjadi pada usia kehamilan preterm, Oligohidramnion, bahkan sering partus
kering (dry labor) karena air ketuban habis, infeksi maternal : (infeksi intra partum
(korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterine, korioamnionitis (demam
>380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau
bernanah, DJJ meningkat), endometritis), penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat
janin kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau
letak lintang), trauma pada waktu lahir dan komplikasi infeksi intrapartum.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann

10
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko
yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan
dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-
hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur
kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang,
chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama
meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan,
infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau
lamanya perode laten.

11
Daftar Pustaka

Norwitz, E dan Schorge, J. 2013. At a Glance Obstetry dan Ginekologi. Jakarta:


Erlangga.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetry. Jakarta: EGC.
Raybun, W.F dan Carey, J.C. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya
Medika.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai