Anda di halaman 1dari 10

Laporan Kasus Terbuka

Histoplasmosis Paru Kronis dan Pentingannya Histoplasmosis Secara


Klinis: Penyakit Jamur Sistemik Yang Jarang Dilaporkan

Venkataramana Kandi , Ritu Vaish , Padmavali Palange , Mohan Rao Bhoomagiri

1. Departemen Mikrobiologi, Institut Ilmu Kedokteran Prathima, Karimnagar, INDIA 2. Asosiasi


Profesor, Departemen Mikrobiologi Institut Ilmu Kedokteran Prathima , Karimnagar, Telangana,
INDIA 3. Departemen Mikrobiologi Institut Ilmu Kedokteran Prathima Nagunur, INDIA

Korespondensi penulis: Venkataramana Kandi, ramana20021@gmail.

Abstrak
Histoplasmosis adalah mikosis jamur sistemik yang disebabkan oleh Histoplasma capsulatum.
Histoplasmosis adalah jamur dimorfik yang hidup sebagai saprofit di lingkungan dan kadang-
kadang menginfeksi orang dengan imunosupresi. H. capsulatum adalah jamur yang terdapat di
seluruh dunia dan umumnya di belahan dunia dengan iklim sedang. Infeksi H. capsulatum pada
manusia terjadi melalui rute pernapasan dengan menghirup spora yang terdapat di udara
sebagai droplet. Histoplasmosis paru sulit didiagnosis, terlebih di daerah di mana tuberculosis
merupakan endemik dan banyak pasien yang terinfeksi namun tanpa gejala. Dalam kasus
imunosupresi, gejala klinis infeksi paru dapat dilihat bersamaan dengan kemungkinan
diseminasi. Kami melaporkan kasus histoplasmosis paru kronis pada individu yang
imunokompeten.

Kategori: Penyakit Infeksius, Patologi

Kata kunci: histoplasma capsulatum, histoplasmosis, histoplasmosis paru, histoplasmosis paru


kronis.

1
Pendahuluan

Histoplasma capsulatum (H. capsulatum) adalah jamur dimorfik yang menunjukkan bentuk ragi
(37 ° C) dan bentuk hifa (22 ° C hingga 30 ° C). Jamur ini merupakan jamur oportunistik yang
biasanya menyebabkan infeksi pada individu yang sangat lemah dan imunokompromis. Infeksi
H. capsulatum pada manusia sering dilaporkan pada pasien kanker dan orang yang menjalani
transplantasi organ solid. Pada dekade terakhir, terdapat peningkatan laporan infeksi H.
capsulatum pada human immunodeficiency virus (HIV), pasien seropositif. Kasus-kasus pada
kelompok usia anak-anak dan orang tua juga meningkat. H. capsulatum terdapat di lingkungan
sekitar sebagai saprofit, dan hubungannya dengan infeksi pada manusia pertama kali
dilaporkan pada tahun 1906, oleh seorang dokter berasal dari Amerika, Samuel Taylor Darling.
Spesies Histoplasma yang menyebabkan infeksi pada manusia termasuk H. capsulatum, dan H.
duboisii. H. farciminosum adalah satu-satunya spesies lain yang berhubungan dengan infeksi
pada kuda. H. capsulatum terdapat di seluruh dunia dan dianggap endemik di wilayah tertentu
termasuk Amerika Utara dan Amerika Latin, Afrika, dan beberapa bagian Asia dan Eropa.
Sumber yang dapat menyebabkan infeksi H. capsulatum pada manusia adalah spora yang ada
di tanah, debu yang disebabkan pembongkaran bangunan tua, dan gua. Cara penularan utama
adalah dengan rute pernapasan (inhalasi) [1-3, 4].

Infeksi pada manusia yang disebabkan oleh H. capsulatum dapat disebut histoplasmosis paru
akut, histoplasmosis paru kronis, histoplasmosis kulit, histoplasmosis reumatologis,
histoplasmosis okular, histoplasmosis mediastinum, bronkolitiasis, dan histoplasmosis progresif
yang dapat meluas ke otak. Diagnosis klinis histoplasmosis paru tampaknya terlalu sulit di
daerah non-endemik. Diagnosis banding diantaranya infeksi mikroba lain seperti TBC, infeksi
paru yang disebabkan oleh Mycobacteria atipikal, legionellosis, infeksi yang disebabkan oleh
Mycoplasma spp, Chlamydia spp, blastomycosis, cryptococcosis, sporotrichosis,
paracoccidioidomycosis, sarkoidosis, leishmaniasis, dan toksoplasma. [2].

Histoplasmosis paru dapat menginfeksi dalam berbagai variasi bentuk pada setiap individu
yang berbeda. Manifestasi klinis tergantung pada status kekebalan orang yang terinfeksi dan
dapat muncul sebagai histoplasmosis paru akut, histoplasmosis paru kavitas kronis,

2
mediastinitis granulomatosa, fibrosis mediastinum, perikarditis, efusi pleura, pneumonia,
bronkiektasis, dan bronkolitiasis [1-3]. Penyebaran ke organ lain termasuk otak, ginjal, hati, dan
saluran pencernaan juga didokumentasikan dengan baik di antara orang yang
imunokompromis. Lesi sekunder pada kulit dan selaput lendir telah dijelaskan sebelumnya [1-3]

Kami menyajikan kasus histoplasmosis paru kronik dengan hasil kultur positif pada pasien usia
lanjut yang tidak memiliki penyakit yang mendasari / imunosupresi untuk menekankan pada
pentingnya laboratorium kultur jamur pada diagnosis histoplasmosis paru kronis.

Presentasi Kasus

Seorang pasien wanita berusia 60 tahun datang ke poli rawat jalan dengan riwayat batuk
selama lebih dari dua bulan, demam intermiten, dan sesak napas saat aktivitas. Pasien
kemudian dirujuk ke ahli paru untuk diagnosis klinis lebih lanjut. Karena prevalensi
Mycobacterium tuberculosis, diagnosis sementara TB paru dibuat. Rontgen dada dilakukan, dan
dilakukan endoskopi. Bilas bronchoalveolar dikirim ke laboratorium untuk evaluasi
mikrobiologis. Pewarnaan Gram dan pewarnaan Ziehl-Neelsen dilakukan. Biakan bakteriologis
rutin dilakukan pada agar darah, dan agar MacConkey dan spesimen kemudian diinokulasi ke
dalam media Lowenstein-Jensen untuk isolasi Mycobacterium spp. Biakan jamur juga dilakukan
pada dua tabung Sabouraud's dextrose agar (SDA), satu diinkubasi pada suhu kamar dan yang
lainnya pada suhu 37 ° C.

Rontgen dada menunjukkan beberapa lesi nodular. Pewarnaan Gram menunjukkan satu hingga
dua sel pus per lapang pandang dan tidak terdapat bakteri. Kultur rutin menunjukkan tidak
terdapat bakteri patogen. Pewarnaan Ziehl-Neelsen negatif untuk basil tahan asam, namun
menunjukkan adanya struktur tahan asam berbentuk bulat seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1.

3
Gambar 1 : Gambaran struktur tahan asam pada pewarnaan Ziehl-Neelsen.

Kultur Mycobacterial negatif setelah inkubasi selama delapan minggu. Kultur jamur dilakukan
pada suhu kamar dan setelah dua minggu didapatkan pertumbuhan berwarna keputihan, koloni
buff yang berkembang menjadi pigmen terang kecoklatan pada inkubasi lebih lanjut seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.

4
Gambar 2 : Agar dekstrosa Sabouraud menunjukkan pertumbuhan koloni Histoplasma
capsulatum yang berwarna keputihan.

Tidak ada pertumbuhan pada suhu 37 ° C. Lacto phenol cotton blue (LPCB) yang tumbuh dari
pertumbuhan mengungkapkan adanya bentuk hifa yang terpisah dan memiliki makrokonidia
berdinding tebal, besar, dan tebal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

5
Gambar 3 : Lacto phenol cotton blue (LPCB) menunjukkan hifa bersepta dan non-tuberkulata,
makrokonidia besar, berdinding tebal.

Konversi miselia ke fase ragi (M-Y) pada Brain Heart Infusion (BHI) agar darah pada 37 ° C,
menunjukkan pertumbuhan koloni seperti ragi yang lembab dan berwarna krem yang
menegaskan dimorfisme. Mempertimbangkan fakta bahwa gejalanya berlangsung selama lebih
dari empat minggu dan pasien tidak memiliki kondisi imunosupresif, maka disarankan untuk
menggunakan itraconazole selama setidaknya enam hingga 12 minggu sebelum kembali untuk
tindak lanjut.

6
Diskusi

Histoplasmosis adalah infeksi jamur sistemik (penyakit granulomatosa kronis) yang disebabkan
oleh jamur dimorfik H. capsulatum. Jamur ini merupakan patogen intraseluler yang
mempengaruhi sel-sel sistem retikuloendotelial termasuk monosit, makrofag, limfosit, dan sel
defensif lain dari sistem kekebalan tubuh. Histoplasmosis umumnya disebut sebagai penyakit
Darling, dinamai menurut penemunya. Pada saat pertama kali jamur ini dianggap parasit
protozoa karena ukurannya yang besar dan intraseluler. Di daerah tropis di mana terdapat
prevalensi tuberkulosis, menjadi sulit bagi dokter untuk mencurigai histoplasmosis paru. Biakan
mikologis mungkin selalu diperlukan untuk diagnosis pasti histoplasmosis. Infeksi mungkin
tetap asimptomatik pada individu imunokompeten, dan perkembangan penyakit berbanding
lurus dengan status kekebalan orang tersebut. Faktor predisposisi untuk infeksi klinis dengan H.
capsulatum termasuk pasien usia rentan (bayi dan orang tua), infeksi saluran pernapasan
berulang, alkoholisme kronis, keganasan hematologis, pasien yang menjalani transplantasi
organ solid, orang yang menggunakan obat imunosupresif, pasien dengan imunodefisiensi sel T
bawaan, dan pasien Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) [5-6].

Kasus ini jelas menunjukkan fakta bahwa histoplasmosis paru mungkin kronis dan biasanya
tanpa gejala atau subklinis, menunjukkan gejala ringan pada orang yang imunokompeten.
Intervensi dan perawatan medis / bedah hanya direkomendasikan pada pasien dengan gejala
yang berkepanjangan dan mereka yang lemah dan immunocompromised. Identifikasi
histoplasmosis paru kronis dan memulai pengobatan dengan asumsi manfaat yang lebih besar
karena fakta bahwa orang tersebut mungkin menderita disfungsi paru progresif dan memiliki
resiko berkembang menjadi histoplasmosis diseminata.

Diagnosis dini kasus histoplasmosis asimptomatik / subklinis mengasumsikan manfaat yang


lebih besar pada daerah non-endemik dan pasien immunocompromised. Penelitian sebelumnya
telah menyoroti pentingnya skrining radiologis dan histopatologis untuk keberadaan infeksi

7
paru sekarang atau sebelumnya dan dalam mengidentifikasi kasus histoplasmosis paru [7].
Baru-baru ini terdapat peningkatan laporan histoplasmosis pada individu imunokompeten [3,
8].

Konfirmasi laboratorium histoplasmosis sangat tergantung pada kultur mikologi positif. Tes
serologis termasuk imunodifusi, uji aglutinasi lateks, Complement Fixation Test (CFT), dan uji
Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) digunakan untuk deteksi antigen di dalam cairan
tubuh dan antibodi di dalam serum pasien. Metode molekuler menggunakan probe gen juga
tersedia untuk mengkonfirmasi diagnosis. Tes kulit Histoplasmin untuk menunjukkan
hipersensitivitas tipe lambat juga tersedia untuk tujuan epidemiologis dan memiliki sedikit
signifikansi dalam diagnosis [9-10].

Kesimpulan

Histoplasmosis paru, meskipun merupakan penyakit umum di seluruh dunia, sebagian besar
masih kurang terdiagnosis. Prevalensi agen infeksi lain yang menunjukkan gejala klinis yang
sama membuat sulit bagi dokter untuk mencurigai histoplasmosis. Diagnosis serologis tidak
tersedia di sebagian besar laboratorium yang ada di negara-negara berkembang dan juga
adanya positif palsu. Metode molekuler, meskipun tersedia tetapi hanya terbatas pada pusat
kesehatan yang lebih maju dan tetap terbatas secara finansial. Yang perlu diperhatikan dalam
penelitian ini, pengumpulan spesimen yang tepat, dan kultur mikologi tampaknya sangat
sensitif dan spesifik untuk diagnosis laboratorium dan konfirmasi histoplasmosis paru kronis.
Identifikasi karier yang asimptomatik pada orang yang lemah dan memulai terapi antimikroba
yang efektif memiliki kontribusi terhadap berkurangnya morbiditas dan mortalitas yang
ditimbulkan dari infeksi klinis pada masa depan.

8
Informasi Tambahan
Pernyataan
Subjek manusia: Persetujuan diperoleh oleh semua peserta dalam penelitian ini. Komite Etik
Institusional mengeluarkan persetujuan IEC / PIMS / DMIC-001. Konflik kepentingan: Sesuai
dengan formulir pengungkapan seragam ICMJE, semua penulis menyatakan hal berikut: Info
pembayaran / layanan: Semua penulis telah menyatakan bahwa tidak ada dukungan keuangan
yang diterima dari organisasi mana pun untuk pekerjaan yang diajukan. Hubungan keuangan:
Semua penulis telah menyatakan bahwa mereka tidak memiliki hubungan keuangan saat ini
atau dalam tiga tahun sebelumnya dengan organisasi apa pun yang mungkin tertarik pada karya
yang diajukan. Hubungan lainnya: Semua penulis telah menyatakan bahwa tidak ada hubungan
atau kegiatan lain yang dapat memengaruhi.

Referensi

1. Kauffman CA: Histoplasmosis: a clinical and laboratory Update . Clinical Microbiology


Reviews. 2007, 20:115–132. 10.1128/CMR.00027-06
2. Goodwin RA Jr, Owens FT, Snell JD, et al.: Chronic pulmonary histoplasmosis. Medicine
(Baltimore). 1976, 55:413-52.
3. Knox KS, Hage CA: Histoplasmosis. Proc Am Thorac Soc. 2010, 7:169–72.
10.1513/pats.200907-069AL
4. Bregani ER, Van Tien T, Ceraldi T, et al.: Histoplasmosis: not only a tropical disease
(Article in Italian). Recenti Prog Med. 2000, 91:396-401.
5. Capone D, Wanke B, Monteiro PC, et al.: Chronic pulmonary histoplasmosis in the State
of Rio de Janeiro, Brazil. Mycopathologia. 1999, 145:75–79. 10.1023/A:1007016414833
6. García-Marrón M, García-García JM, et al.: Chronic pulmonary histoplasmosis diagnosed
in a nonimmunosuppressed patient 10 years after returning from an endemic area
(Article in Spanish). Arch Bronconeumol. 2008 , 44:567-70. 10.1157/13126837

9
7. Kauffman CA: Diagnosis of histoplasmosis in immunosuppressed patients. Curr Opin
Infect Dis. 2008, 21:421-25. 10.1097/QCO.0b013e328306eb8d
8. Cormier H, Perez N, Blanchet D, et al.: Fatal histoplasmosis in a non-HIV patient in
French Guiana. J Mycol Med. 2012, 22:189-91. 10.1016/j.mycmed.2012.01.005
9. Iriart X, Blanchet D, Menard S, et al.: A complementary tool for management of
disseminated Histoplasma capsulatum var. capsulatum infections in AIDS patients. Int J
Med Microbiol. 2014, 304:1062-5. 10.1016/j.ijmm.2014.07.016
10. Therby A, Polotzanu O, Khau D, et al.: Aspergillus galactomannan assay for the
management of histoplasmosis due to Histoplasma capsulatum var. duboisii in HIV-
infected patients: education from a clinical case (Article in French). J Mycol Med. 2014,
24:166-70. 10.1016/j.mycmed.2014.01.002

10

Anda mungkin juga menyukai