Sejarah Pendidikan Di Indonesia
Sejarah Pendidikan Di Indonesia
Disusun Oleh :
RIZKI
F1261151006
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karuia-Nya makalah
yang berjudul “Sejarah Pendidikan di Indonesia” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan. Atas dukungan
moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat diharapkan untuk penyempurnaan
makalah ini.
i
Daftar Isi
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia pernah mengalami masa penjajahan baik oleh bangsa barat maupun
pada masa penjajahan Jepang. Sehingga tidak mengherankan apabila pengaruhnya sangat
kuat dalam segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, maupun militer.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1
D. Manfaat
Makalah ini ditulis dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran umum
kepada masyarakat luas tentang sejarah pendidikan di Indonesia, sehingga pendidikan
dapat terlaksana dengan baik dan tepat sasaran. Selain itu juga diharapkan dapat
menambah kepustakaan tentang pendidikan.
2
BAB II PEMBAHASAN
3
sangat terkenal dan mempunyai reputasi internasional, seperti Sakyakirti dan
Dharmapala. Sementara dari pulau Jawa muncul nama Djnanabhadra. Pada masa itu,
para peziarah Budha asal China yang hendak ke tanah suci India, dalam perjalanannya
kerap singgah dulu di nusantara ini untuk melakukan studi pendahuluan dan persiapan
lainnya.
Sejarah agama Hindu-Budha di Indonesia berbeda dengan sejarahnya di India.
Disini, kedua agama tersebut dapat tumbuh berdampingan dan harmonis. Bahkan ada
kecenderungan syncretism antara keduanya dengan upaya memadukan figur Syiwa
dan Budha sebagai satu sumber yang Maha Tinggi. Sebagaimana tercermin dari satu
bait syair Sotasoma karya Mpu Tantular pada zaman Majapahit “Bhinneka Tunggal
Ika”, yakni dewa-dewa yang ada dapat dibedakan (bhinna), tetapi itu (ika) sejatinya
adalah satu (tunggal). Sekalipun demikian, patut diketahui sempat adanya sejarah
konflik politik antar kerajaan yang berbeda agama pada masa-masa permulaannya.
Pada masa Hindu-Budha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta
tidaklah diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India. Adapun
materi-materi pelajaran yang diberikan ketika itu antara lain: teologi, bahasa dan
sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu
pasti, perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan lain-lain. Pola pendidikannya
mengambil model asrama khusus, dengan fasilitas belajar seperti ruang diskusi dan
seminar. Dalam perkembangannya, kebudayaan Hindu-Budha membaur dengan
unsur-unsur asli Indonesia dan memberi ciri-ciri serta coraknya yang khas. Sekalipun
nanti Majapahit sebagai kerajaan Hindu terakhir runtuh pada abad ke-15, tetapi ilmu
pengetahuannya tetap berkembang khususnya di bidang bahasa dan sastra, ilmu
pemerintahan, tata negara dan hukum. Beberapa karya intelektual yang sempat lahir
pada zaman ini antara lain: Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa (Kediri, 1019), Bharata
Yudha karya Mpu Sedah (Kediri, 1157), Hariwangsa karya Mpu Panuluh (Kediri,
1125), Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh, Smaradhahana karya Mpu Dharmaja
(Kediri, 1125), Negara Kertagama karya Mpu Prapanca (Majapahit, 1331-1389),
Arjunawijaya karya Mpu Tantular (Majapahit, ibid), Sotasoma karya Mpu Tantular,
dan Pararaton (Epik sejak berdirinya Kediri hingga Majapahit).
Menjelang periode akhir tersebut, pola pendidikan tidak lagi dilakukan dalam
kompleks yang bersifat kolosal, tetapi oleh para guru di padepokan-padepokan dengan
jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius.
4
Para murid disini sembari belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka sehari-hari.
5
penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama
pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap
mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-
rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat
ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
6
Jakarta. Lulusan dari sekolah tersebut dijanjikan bekerja di berbagai kantor administratif
milik Belanda.
Memasuki abad ke 19, saat Van den Bosch menjabat Gubernur Jenderal, Belanda
menerapkan sistem tanam paksa yang membutuhkan banyak tenaga ahli. Keadaan ini
membuat Belanda mendirikan 20 sekolah untuk penduduk Indonesia di setiap ibukota
karesidenan dimana pelajar hanya boleh berasal dari kalangan bangsawan. Ketika era
tanam paksa berakhir dan memasuki masa politik etis, beberapa sekolah Belanda mulai
menerima pelajar dari berbagai kalangan yang kemudian berkembang menjadi bernama
Sekolah Rakjat.
Pada akhir era abad ke 19 dan awal abad ke 20, Belanda memperkenalkan sistem
pendidikan formal bagi masyarakat Indonesia dengan struktur sebagai berikut.
ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar bagi orang eropa.
HIS (Hollandsch-Inlandsche School) – Sekolah dasar bagi pribumi.
MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah menengah.
AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) – Sekolah atas.
HBS (Hogere Burger School) – Pra-Universitas.
Memasuki abad ke 20, Belanda memperdalam pendidikan di Indonesia dengan
mendirikan sejumlah perguruan tinggi bagi penduduk Indonesia di pulau Jawa. Beberapa
perguruan tinggi tersebut adalah:
School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) – Sekolah kedokteran di
Batavia.
Nederland-Indische Artsen School (NIAS) – Sekolah kedokteran di Surabaya.
Rechts Hoge School – Sekolah hukum di Batavia.
De Technische Hoges School (THS) – Sekolah teknik di Bandung.
Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan cita-cita pendidikan dan pengajarannya yang
berdasarkan ajaran agama Islam dan Sunnah, sehingga dapat membentuk
manusia Muslim yang bermoral dari ajaran Al-Quran dan Sunnah, dengan
pemahaman secara luas, memiliki individualitas yang bulat dalam arti adanya
keseimbangan antara segi-segi rohani dan jasmaninya dan bersikap positif terhadap
persoalan masyarakatnya.
8
c. Perguruan Nasional Taman Siswa
Bapak dan pencipta Perguruan Nasional Taman Siswa ini dilahirkan di
Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889, sebagai putra dari Pangeran Ario
Suryaningrat, atau sebagai cucu dari Pakualam III. Jadi Ki Hajar Dewantoro yang
nama kecilnya Raden Mas Suwardi Suryaningrat adalah bangsawan dari Yogyakarta
(Paku Alam). Meskipun putra seorang bangsawan, tetapi selalu bergaul dengan-anak-
anak rakyat jelata.
Dasar pendidikan didirikannya Taman Siswa pada tahun 1922,
mempunyai senjata ampuh yang terkenal dengan istilah “Non-Cooperation” dan “self-
help” atau Zelf- bedruipings Systeem”. Non-Cooperation ialah sikap menolak kerja
sama dengan pemerintah kolonial Belanda. Self-help atau Zelf-bedruipings Systeem
ialah sistem bersandar kepada kemampuan diri sendiri, atau sistem membiayai diri
sendiri dalam mengemudikan Pendidikan Taman Siswa, yang menuju kepada
pembangunan perekonomian rakyat yang berdasarkan kooperasi serta pendidikan
rakyat yang berdasarkan kebangsaan.
C. Pendidikan Indonesia Pada Masa Jepang
Pada masa pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia, Jepang mengadakan
perubahan-perubahan yang besar dengan menghapus berbagai jenis pendidikan rendah
berdasarkan golongan-golongan penduduk itu, yang ada hanya satu jenis sekolah rendah
untuk sekolah lapisan masyarakat yang disebut “Syoo-gekkoo” (sekolah rendah) lama
belajarnya 6 tahun. Selanjutnya, ada “TYUU Gakkoo” (sekolah menengah pertama)
3 tahun “Kootoo gakkoo”. Sedang sekolah pendidikan gurunya ialah Kyoin Yoogoi sho
(sekolah guru B) lamanya
4 tahun dan si han Gakkoo (sekolah guru atas). Pendidikan ala Jepang mempunyai
prograsivitas dan lebih dinamis,tetapi dinamika dan progresivitas itu lebih ditekankan
pada physical training, bukan mental disiplin. Demokratisasi pendidikan pada masa
penjajahan Jepang juga mempunyai tujuan politis, dan tidak bersifat dinamis.
Pendidikan pada zaman Jepang, tujuan pendidikan bukan untuk memajukan
bangsa Indonesia, tetapi mendidik anak-anak untuk dapat menunjang kepentingan perang
Jepang melawan sekutu.
Kelemahan pendidikan zaman Jepang
- Kerja bakti; kinrohosi, cari iles-iles : nama jarak cari besi tua
- Bahasa Inggris dilarang : pengetahuan sempit
- Latihan kemiliteran/ baris-berbaris : kyoren
9
Keuntungan pendidikan zaman Jepang
- Sekolah rakyat 6 tahun
- Bahasa Indonesia : bahasa pengantar
- Senam pagi : taiso
D. Pendidikan Indonesia Pada Masa Kemerdekaan
Pendidikan dan pengajaran sampai tahun 1945 di selenggarakan oleh kentor
pengajaran yang terkenal dengan nama Jepang Bunkyio Kyoku dan merupakan bagian
dari kantor penyelenggara urusan pamong praja yang disebut dengan Naimubu. Setelah
di proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yang baru dibentuk menunjuk
Ki Hajar Dewantara, pendiri taman siswa, sebagai menteri pendidikan dan pengajaran
mulai 19 Agustus sampai 14 November 1945, kemudian diganti oleh Mr. Dr. T.G.S.G
Mulia dari tanggal 14 November 1945 sampai dengan 12 Maret 1946. Tidak lama
kemudian Mr. Dr. T.G.S.G Mulia diganti oleh Mohamad Syafei dari 12 Maret 1946
sampai dengan 2 Oktober 1946. Karena masa jabatan yang umumnya amat singkat, pada
dasarnya tidak banyak yang dapat diperbuat oleh para menteri tersebut.
a. Tujuan dan Kurikulum Pendidikan
Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia
mengalami lima kali perubahan. Sebagaimana tertuang dalam surat keputusan Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi, tanggal 1 Maret
1946, tujuan pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan amat menekankan
penanaman jiwa patriotisme. Hal ini dapat dipahami, karena pada saat itu bangsa
Indonesia baru saja lepas dari penjajah yang berlangsung ratusan tahun, dan masih
ada gelagat bahwa Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Oleh karena itu
penanaman jiwa patriotisme melalui pendidikan dianggap merupakan jawaban guna
mempertahankan negara yang baru diproklamasikan.
Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan
nasional Indonesia pun mengalami perluasan; tidak lagi semata menekan jiwa
patriotisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan
pengajaran di sekolah. “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia
yang cukup dan warga negara yang demokratis secara bertanggung jawab tentang
kesejahteraan masyarakat dan tanah air”.
Kurikulum sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an
ditujukan untuk:
• meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat,
10
• meningkatkan pendidikan jasmani,
• meningkatkan pendidikan watak,
• memberikan perhatian terhadap kesenian,
• menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, dan
• mengurangi pendidikan pikiran.
Menyusul meletusnya G-30 S/PKI yang gagal, maka melalui TAP MPRS No.
XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan diadakan
perubahan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk manusia
pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikenhendaki oleh
pembukaan UUD 1945”.
b. Sistem Persekolahan
Sistem pendidikan di Indonesia pada awal kemerdekaan pada dasarnya
melanjutkan apa yang dikembangkan pada zaman pendudukan Jepang. Sistem
dimaksud meliputi tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Pendidikan rendah adalah Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun.
Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah
tinggi. Sekolah menengah pertama yang berlangsung tiga tahun mempunyai beberapa
jenis, yaitu sekolah menegah pertama (SMP) sebagai sekolah menengah pertama
umum; kemudian sekolah teknik pertama (STP), kursus kerajinan negeri (KKN),
sekolah dagang, sekolah kepandayan putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama
kejuruan; serta sekolah guru B (SGB) dan sekolah guru C (SGC) sebagai sekolah
menengah pertama keguruan.
Sekolah menegah tinggi berlangsung tiga tahun, meliputi sekolah menengah
tinggi (SMT) sebagai sekolah menengah umum, dan sekolah kejuruan berupa sekolah
teknik menengah (STM), sekolah teknik (ST), sekolah guru kepandayan putrid
(SGKP), sekolah guru A (SGA) dan kursus guru.
Pada masa kemerdekaan, tujuan pendidikan adalah mendidik menjadi warga
Negara yang sejati, bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk Negara dan
masyarakat.
1. Periode 1945-1950
- Pendidikan rendah (SR) selama enam tahun
- Pendidikan menengah umum terdiri atas Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) lamanya masing-masing 3 tahun
- Pendidikan kejuruan.
11
Kejuruan Tingkat Pertama terdiri atas; Sekolah Menengah Ekonomi
Pertama (SMEP), Sekolah Teknik (ST), Sekolah Teknik Pertama (STP),
Sekolah Kepandaian Pertama (SKP), Sekolah Guru B (SGB), Sekolah Guru
Darurat untuk kewajiban Belajar (KPKPKB). Sementara Kejuruan
Tingkat Menengah terdiri atas; Sekolah Teknik Menengah (STM), Sekolah
Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah Pendidikan Masyarakat (SPM),
Sekolah Menengah Kehakiman Atas (SMKA), Sekolah Guru A (SGA),
Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGTK), Sekolah Guru Kepandaian
Puteri (SGKP), Sekolah Guru Pendidikan Jasmani (SGPD)
- Perguruan Tinggi.
Perguruan Tinggi terdiri atas Universitas konservatori/Karawitan, Kursus B-
1, dan ASRI.
2. Periode 1950-1975
- Pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar. Taman Kanak-Kanak
(TK) dan Sekolah Dasar (SD)
3. Periode 1978-sekarang
- Pendidikan pra sekolah (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
- Pendidikan dasar
12
E. Pendidikan Indonesia pada tahun 1994-2015
Pada tanggal 2 Mei 1994 wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun untuk tingkat
SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun sebelumnya, tepatnya pada tanggal 2 mei 1984,
Indonesia juga memulai wajib belajar 6 tahun untuk tingkat SD, bersamaan dengan
peresmian berdirinya Universitas Terbuka. Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
mempunyai 2 tujuan utama yang berkaitan satu sama lain. Pertama, meningkatkan
pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap kelompok umur 7-15
tahun. Kedua untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia hingga
mencapai SLTP. Dengan wajib belajar, maka pendidikan minimal bangsa Indonesia
semula 6 tahun ditingkatkan menjadi 9 tahun.
13
untuk diperbaharui karena menurut hasil-hasil pengkajian, ditemukan adanya materi
kurikulum yang tumpang tindih dan memerlukan penambahan. Misalnya tumpang tindih
antara materi PMP, Sejarah Nasional, dan PSPB yang dalam kurikulum 1994 strukturnya
lebih disederhanakan. Disahkannya UU No.2/1989 tentang sistem Pendididkan Nasional
yang diikuti oleh berbagai peraturan pemerintah mempunyai implikasi pada perlunya
kurikulum pendidikan mengalami penyesuaian. Menyusul terjadinya informasi,
dilakukan kembali revisi atas kurikulum 1994 dengan menata kembali struktur
programnya yang kemudian dikenal dengan kurikulum 1994 yang disempurnakan.
Memasuki tahun 1995, pendidikan Indonesia menekankan pada pengembangan
SDM yang mampu menjawab tantangan masa depan. Terdapat empat prioritas utama
pelaksanaan pendidikan yaitu:
1. Penuntasan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun.
2. Peningkatan mutu semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.
3. Menghubungkan kebutuhan antara pendidikan dan industri.
4. Peningkatan kemampuan penguasaan iptek.
Pemerintah juga berusaha meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan
jumlah dan mutu pengajar, peningkatan mutu proses belajar mengajar, dan peningkatan
kualitas lulusan. Pemerintah juga berusaha menciptakan sekolah unggul dan
mengembangkan kurikulum yang menekankan perbaikan metode mengajar dan perbaikan
guru.
Pada tahun 1998, suasana politik di Indonesia mengalami gejolak yang
menyebabkan lahirnya era reformasi. Sistem pemerintahan berubah dari model
sentralisasi menjadi desentralisasi. Penerapan otonomi daerah membuat penyelenggaraan
pendidikan berubah menjadi otonomi pendidikan, terutama di jenjang pendidikan tinggi.
Pada masa peralihan kekuasaan, pendidikan di Indonesia masih menerapkan kurikulum
yang berlaku pada zaman orde baru. Kurikulum ini masih digunakan pada masa
pemerintahan presiden Abdurrachman Wahid dengan beberapa perbaikan.
Sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan pada masa kepresidenan
Megawati melalui kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini berbasis pada 3 aspek
utama yaitu aspek afektif, aspek kognitif, dan aspek psikomotorik. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) memperbarui kurikulum tersebut menjadi kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) yang mencakup tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, serta
silabus.
14
Pada masa pemerintahan presiden SBY berupaya meningkatkan kualitas dan
kuantitas pendidikan di Indonesia. Upaya tersebut diawali penerbitan Instruksi Presiden
No. 5 pada 09 Juni 2006 yang bertujuan mempercepat penyelesaian wajib belajar 9 tahun.
Upaya ini membuat pemerintah melibatkan program pendidikan penyetaraan seperti paket
A, B, dan C agar dapat mengadopsi kurikulum sesuai dengan standar yang berlaku.
Jenjang pendidikan di Indonesia secara umum tidak banyak berubah. Akan tetapi,
terdapat lebih banyak lembaga penyedia pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan
dimana melibatkan partisipasi pendidikan non-formal.
Seiring dengan meningkatnya mutu dan partisipasi pendidikan dasar di Indonesia,
dan berkembangnya minat terhadap pendidikan menengah, isu pendidikan di Indonesia
kini beralih pada jenjang pendidikan tinggi. Pada tahun 2011, angka partisipasi kasar
(GER) untuk pendidikan tinggi di Indonesia hanya mencapai 25 persen. Angka ini lebih
rendah dibanding rata-rata global yang mencapai 31 persen dan kebanyakan negara
anggota ASEAN. Meskipun demikian, angka ini sebenarnya meningkat signifikan
dibanding sepuluh tahun yang lalu dimana angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di
Indonesia hanya mencapai 12 persen.
Masuknya era pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menunjukkan
indikasi munculnya upaya radikal dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Secara
fundamental, kebijakan pendidikan masih sejalan namun dengan beberapa perbaikan dan
penyesuaian. Perubahan banyak terjadi pada tataran teknis dan masyarakat masih
menanti upaya pemerintah dalam mengatasi masalah dan kekurangan dalam sistem
pendidikan di Indonesia.
15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan digolongkan dalam tiga
periode, yaitu pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan, pendidikan yang
berlandaskan kepentingan penjajah dan pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan.
Setelah kemerdekaan, telah muncul system kurikulum, system persekolahan, dan juga
sudah banyak penduduk Indonesia yang mengenyam bangku sekolah. Hal ini disebabkan oleh
adanya pendidikan yang telah ada pada zaman-zaman dahulu yang memberikan dasar-dasar
tentang pentingnya pendidikan.
16
Daftar Pustaka
17