Bels Palsy PB
Bels Palsy PB
Abstrak: Bell’s palsy merupakan suatu sindrom kelemahan wajah dengan tipe lower motor
neuron yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar sistem saraf pusat,
tanpa adanya penyakit neurologik lain. Insidensi sindrom ini sekitar 23 kasus per 100 000
orang setiap tahun. Berbagai teori mencoba menerangkan abnormalitas yang terjadi, salah
satunya adalah keterlibatan virus Herpes Simplex tipe 1. Kontroversi dalam tata laksana masih
diperdebatkan, walaupun hampir sebagian besar kasus (85%) sembuh sempurna dalam 1-2
bulan dan rekurensi terjadi pada 8% kasus. Dokter di pelayanan primer diharapkan dapat
menegakkan diagnosis Bell’s palsy serta mengobati dengan tepat. J Indon Med Assoc.
2012:62;32-7
Kata kunci: Bell’s palsy, kelemahan wajah, paralisis, layanan primer, HSV tipe 1
Abstract: Bell’s palsy is a syndrome of facial weakness with lower motor neuron sign caused by
idiopathic facial nerve involvement outside the central nervous system, without any other neuro-
logical diseases. The incidence of this syndrome is around 23 cases in 100.000 people each year.
Various theories try to explain the existing abnormality, one of which involves Herpes Simplex
Virus type I. Controversies in the management are still on debate, although most of the cases
(85%) completely resolve in 1-2 months and recurrence was found in 8% of cases. Doctors in
primary health care are expected to be able to make a prompt diagnosis and treatment for Bell’s
palsy. J Indon Med Assoc. 2012:62;32-7
Keywords: Bell’s palsy, facial weakness, paralysis, primary care, HSV type 1
Manifestasi Klinis suatu gambaran infeksi; herpes zoster otikus bila ditemukan
Berdasarkan letak lesi, manifestasi klinis Bell’s palsy adanya tuli perseptif, tampak vesikel yang terasa amat nyeri
dapat berbeda.4 Bila lesi di foramen stylomastoid, dapat terjadi di pinna dan/atau pemeriksaan darah menunjukkan kenaikan
gangguan komplit yang menyebabkan paralisis semua otot titer antibodi virus varicella-zoster; sindroma Guillain-Barre
ekspresi wajah. Saat menutup kelopak mata, kedua mata saat ditemukan adanya paresis bilateral dan akut; kelainan
melakukan rotasi ke atas (Bell’s phenomenon). Selain itu, miastenia gravis jika terdapat tanda patognomonik berupa
mata dapat terasa berair karena aliran air mata ke sakus gangguan gerak mata kompleks dan kelemahan otot
lakrimalis yang dibantu muskulus orbikularis okuli terganggu. orbikularis okuli bilateral; tumor serebello-pontin (tersering)
Manifestasi komplit lainnya ditunjukkan dengan makanan apabila disertai kelainan nervus kranialis V dan VIII; tumor
yang tersimpan antara gigi dan pipi akibat gangguan gerakan kelenjar parotis bila ditemukan massa di wajah (angulus
wajah dan air liur keluar dari sudut mulut. mandibula); dan sarcoidosis saat ditemukan tanda-tanda
Lesi di kanalis fasialis (di atas persimpangan dengan febris, perembesan kelenjar limfe hilus, uveitis, parotitis,
korda timpani tetapi di bawah ganglion genikulatum) akan eritema nodosa, dan kadang hiperkalsemia.1,3,4,9
menunjuk semua gejala seperti lesi di foramen stylomastoid
Pemeriksaan Penunjang
ditambah pengecapan menghilang pada dua per tiga ante-
rior lidah pada sisi yang sama. Bell’s palsy merupakan diagnosis klinis sehingga
Bila lesi terdapat di saraf yang menuju ke muskulus pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk menyingkirkan
stapedius dapat terjadi hiperakusis (sensitivitas nyeri ter- etiologi sekunder dari paralisis saraf kranialis. Pemeriksaan
hadap suara keras). Selain itu, lesi pada ganglion genikulatum radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos dapat
akan menimbulkan lakrimasi dan berkurangnya salivasi serta dilakukan untuk menyingkirkan fraktur, metastasis tulang,
dapat melibatkan saraf kedelapan. dan keterlibatan sistem saraf pusat (SSP).2,4,5 Pemeriksaan
MRI dilakukan pada pasien yang dicurigai neoplasma di
Pemeriksaan Fisik tulang temporal, otak, glandula parotis, atau untuk
Paralisis fasialis mudah didiagnosis dengan peme- mengevaluasi sklerosis multipel. Selain itu, MRI dapat
riksaan fisik yang lengkap untuk menyingkirkan kelainan memvisualisasi perjalanan dan penyengatan kontras saraf
sepanjang perjalanan saraf dan kemungkinan penyebab lain. fasialis.
Adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan Pemeriksaan neurofisiologi pada Bells palsy sudah
gerakan dan ekspresi wajah.2 Pemeriksaan ini akan mene- dikenal sejak tahun 1970- sebagai prediktor kesembuhan,
mukan kelemahan pada seluruh wajah sisi yang terkena. bahkan dahulu sebagai acuan pada penentuan kandidat
Kemudian, pasien diminta menutup mata dan mata pasien tindakan dekompresi intrakanikular.10,11 Grosheva et al10
pada sisi yang terkena memutar ke atas. melaporkan pemeriksaan elektromiografi (EMG) mempunyai
Bila terdapat hiperakusis, saat stetoskop diletakkan pada nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan elektro-
telinga pasien maka suara akan terdengar lebih jelas pada neurografi (ENG). Pemeriksaan serial EMG pada penelitian
sisi cabang muskulus stapedius yang paralisis. Tanda klinis tersebut setelah hari ke-15 mempunyai positive-predictive-
yang membedakan Bell’s palsy dengan stroke atau kelainan value (PPV) 100% dan negative-predictive-value (NPV) 96%.
yang bersifat sentral lainnya adalah tidak terdapatnya Spektrum abnormalitas yang didapatkan berupa penurunan
kelainan pemeriksaan saraf kranialis lain, motorik dan sensorik amplitudo Compound Motor Action Potential (CMAP),
ekstremitas dalam batas normal, dan pasien tidak mampu pemanjangan latensi saraf fasialis, serta pada pemeriksaan
mengangkat alis dan dahi pada sisi yang lumpuh. blink reflex didapatkan pemanjangan gelombang R1 ipsilat-
eral.11 Pemeriksaan blink reflex ini sangat bermanfaat karena
Diagnosis Banding 96% kasus didapatkan abnormalitas hingga minggu kelima,
Diagnosis banding paralisis fasialis dapat dibagi meski demikian sensitivitas pemeriksaan ini rendah. Abnor-
menurut lokasi lesi sentral dan perifer. Kelainan sentral dapat malitas gelombang R2 hanya ditemukan pada 15,6% kasus.
merupakan stroke bila disertai kelemahan anggota gerak sisi
yang sama dan ditemukan proses patologis di hemisfer Tata Laksana
serebri kontralateral; kelainan tumor apabila onset gradual Peran dokter umum sebagai lini terdepan pelayanan
dan disertai perubahan mental status atau riwayat kanker di primer berupa identifikasi dini dan merujuk ke spesialis saraf
bagian tubuh lainnya; sklerosis multipel bila disertai kelainan (jika tersedia) apabila terdapat kelainan lain pada pemeriksaan
neurologis lain seperti hemiparesis atau neuritis optika; dan neurologis yang mengarah pada penyakit yang menjadi di-
trauma bila terdapat fraktur os temporalis pars petrosus, ba- agnosis banding Bell’s palsy. Jika tidak tersedia, dokter umum
sis kranii, atau terdapat riwayat trauma sebelumnya.1,3,4,9 dapat menentukan terapi selanjutnya setelah menyingkirkan
Kelainan perifer yang ditemukan dapat merupakan suatu diagnosis banding lain. Terapi yang diberikan dokter umum
otitis media supuratif dan mastoiditis apabila terjadi reaksi dapat berupa kombinasi non-farmakologis dan farmakologis
radang dalam kavum timpani dan foto mastoid menunjukkan seperti dijelaskan di bawah ini.
palsy. Can J Neurol Sci. 2001;28:130-3. 19. Chrousos GP. Adrenocorticosteroids & adrenocortical antago-
13. Hato N, Yamada H, Kohno H, Matsumoto S, Honda N, Gyo K, et nists. In: Katzung BG, editor. Basic and Clinical Pharmacology.
al. Valacyclovir and prednisolone treatment for Bell’s palsy: a 9th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2004. p. 641-60.
multicenter, randomized, placebo-controlled study. Otol Neurotol. 20. Axelsson S, Lindberg S, Stjernquist-Desatnik A. Outcome of treat-
2007;28:408-13. ment with valacyclovir and prednisone in patients with Bell’s
14. Lindsay RW, Robinson M, Hadlock TA. Comprehensive facial palsy. Ann Otol Rhinol Laryngol. 2003;112:197.
rehabilitation improves function in people with facial paralysis: 21. de Almeida JR, Al Khabori M, Guyatt GH, Witterick IJ, Lin VY,
a 5-year experience at the Massachussets Eye and Ear Infirmary. Nedzelski JM, et al. Combined corticosteroid and antiviral treat-
Phys Ther. 2010;90:391-7. ment for Bell’s palsy: a systematic review and meta-
15. Van Swearingen J. Facial rehabilitation: a neuromuscular reeduca- analysis. JAMA. 2009;302:985-93.
tion, patient-centered approach. Facial Plast Surg. 2008;24:250- 22. Quant EC, Jeste SS, Muni RH, Cape AV, Bhussar MK, Peleg
9. AY. The benefits of steroids versus steroids plus antivirals for
16. Hadlock TA, Greenfield LJ, Wernick-Robinson M, Cheney ML. treatment of Bell’s palsy: a meta-analysis. BMJ. 2009;339:3354.
Multimodality approach to management of the paralyzed face. 23. Sullivan FM, Swan IRC, Donnan PT, Morrison JM, Smith BH,
Laryngoscope. 2006;116:1385-9. McKinstry B, et al. Early Treatment with Prednisolone or
17. Gilden DH. Clinical practice Bell’s palsy. N Engl J Med. 2004; Acyclovir in Bell’s Palsy. N Eng J Med. 2007;357:1598-607.
351:1323-31. 24. House JW, Brackman DE. Facial nerve grading system.
18. Tiemstra JD, Khatkhate N. Bell’s palsy: diagnosis and manage- Otolaryngol Head Neck Surg. 1985;93:146-7.
ment. Am Fam Physician. 2007;76(7):997-1002.
KN/FS