Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (masalah utama)


Isolasi Sosial

II. Proses terjadinya masalah


A. Definisi
- Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain (Rawlins,1993).Seseorang dengan perilaku
menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
(DEPKES RI,1998).
- Isolasi sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh
individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang
lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam.
Dengan karakteristik: tinggal sendiri dalam ruangan, ketidak
mampuan untuk berkomunikasi,menarik diri,kurangnya kontak
mata.
- Isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari
interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa
kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam
berfikir,berperasaan,berprestasi,atau selalu dalam kegagalan.
(Rawlins,R.P & HEACOCK,P.E 1988)

B. Rentang Respon Sosial


Manusia sebagai makhluk sosial adalah memenuhi kebutuhan sehari-
hari,tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada hubungan
dengan lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang lain dan
lingkungan sosialnya menimbulkan respon-respon sosial pada individu.
Rentang respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai
dengan maladaptif.
Adaptif Maladaptif
- Solitude - Aloness - Loneliness
(menyendiri) (kesepian) (kesepian)
- Autonomy - Manipulation - Exploitation
(kebebasan) (manipulasi) (pemerasan)
- Mutuality - Dependence - Withdrawl
- Interdependence (ketergantungan) (menarik diri)
(saling - Paranoid
ketergantungan) (curiga)
Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri
adalah regresi,represi dan isolasi.

C. Penyebab terjadinya menarik diri


Isoalasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya
rasa percaya pada orang lain. Perasaan panik, regresi ke tahap
perkembangan sebelumnya,waham,sukar berinteraksi dimasa
lampau,perkembangan ego yang lemah serta rasa takut
(Townsend,M.C,1988:152). Menurut stuart,GW&Sundeen,S,J
(1998:345). Isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep dari
harga diri rendah.

D. Faktor prediposisi dan faktor presipitasi


Faktor prediposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan
perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri,
tidak percaya orang lain,ragu takut salah, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan dan merasa tertekan.
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena
menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dari
faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam
keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan
menarik diri dari lingkungan (stuart and sundeen,1995).
1. Faktor prediposisi
a. Teori biologikal dan hubungannya dengan menarik diri
1) Genetik. Transmisi gangguan alam perasaan yang membuat
perasaan sedih dan individu merasa tak pantas berada di
tengah lingkungan sosialnya. Keadaan ini diteruskan malalui
gari keturunan. Frekuensi gangguan dalam perasaan
meningkat pada kembar monozigot dibanding dizigot
walaupun diasuh secara terpisah.
2) Neurotransmitter. Katekolamin : penurunan relatif dari
katekolamin otak atau aktifitas sistem katekolamin
menyebabkan timbulnya depresi dan berusaha menghindari
lingkungan social. Asetilkolin ; suatu peningkatan aktivitas
kolinergik dapat menjadi faktor penyebab dan berusaha
menghindari lingkungan sosial.Serotonin : suatu defisit pada
sistem serotoninergik dapat merupakan faktor penyebab dari
depresi dan berusaha menghindari lingkungan sosial.
3) Endokrin. Keadaan sedih berkaitan dengan gangguan
hormon seperti pada hipotiroidisme dan hipertiroidisme,
terapi estrogen eksogen,dan post partum.
4) Kronobiologi. Gangguan dari ritme sirkadian.

b. Teori psikologikal dan hubungannya dengan menarik diri yang


dipaparkan disini lebih spesifik berdasarkan teori
perkembangan Erik H.Erikson. menurut Erikson ,dalam menuju
maturasi psikososial, manusia perlu menjankan 8 tugas
perkembangan (development task) sesuai dengan proses
perkembangan usia. Faktor stimulasi menjadi sangat penting
melalui proses belajar menuju maturasi. Untuk
mengembangkan hubungan sosial yang positif, setiap tugas
perkembangan sepanjang daur kehidupan diharapkan dilalui
dengan sukses sehingga kemampuan membina hubungan
sosial dapat menghasilkan kepuasan bagi individu. Sebaliknya
tugas perkembangan yang tidak dijalankan dengan baik
memberikan implikasi masalah psikososial di kemudian hari.
c. Teori sosiokultural dan hubungannya dengan menarik
diri.Menurut kartini kartono (1999, dikutip oleh sunaryo, 2004)
menyebutkan bahwa timbulnya gangguan mental/gangguan
jiwa ditinjau dari factor sosial-budaya/sosiokultural sebagai
berikut:Konflik dengan standar social dan norma etis,
Overproteksi orang tua, Anak yang ditolak/tidak diterima dalam
kelahirannya (rejected child), Kondisi broken home, Konflik
budaya, Lingkungan sekolah yang tidak kondusif, Cacatjasmani

2. Stresor Presipitasi
a. Faktor Nature (alamiah). Secara alamiah, manusia merupakan
makhluk holistic yang terdri dari dimensi biopsiko-sosial dan
spiritual (Dadang Hawari,2002). Oleh karena itu meskipun
stressor presipitasi yang sama tetapi apakah berdampak pada
gangguan jiwa atau kondisi psikososial tertentu yang
maladaptive dari individu, sangat bergantung pada ketahanan
holistic individu tersebut (W,F. Maramis,1998).
b. Faktor Origin (sumber presipitasi). Demikian juga dengan factor
sumber presipitasi, baik internal maupun eksternal yang
berdampak pada psikososial seseorang. Hal ini karena manusia
bersifat unik.
c. Faktor Timing. Setiap stressor yang berdampak pada trauma
psikologis seseorang yang berimplikasi pada gangguan jiwa
sangatv ditentukan oleh kapan terjadinya stressor, berapa lama
dan frekuensi stressor (PPDGJ-III,2000).
d. Faktor Number (Banyaknya stressor). Demikian juga dengan
stressor yang berimplikasi pada kondisi gangguan jiwa sangat
ditentukan oleh banyak stressor pada kurun waktu tertentu.
Misalnya , baru saja suami meninggal, seminggu kemudian anak
mengalami cacat permanen karena kecelakaan lalu lintas, lalu
sebulan kemudian ibu kena PHK dari tempat kerjanya (Luh
Ketut Suryani,2005).

E. Tanda dan Gejala


 Bicara, senyum dan tertawa sendiri
 Menarik diri dan menghindar dari orang lain
 Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata
 Tidak dapat memusatkan perhatian
 Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri. Orang lain dan
lingkungannya), takut.

F. Efek dari Menarik Diri/Isolasi Sosial.


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya gangguan
sensori persepsi halusinasi. Ganguaan sensori persepsi halusinasi
adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus
eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/
kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara
yang sebenarnya tidak ada. Menurut Mramis (1998:119) halusinasi
adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun dari panca
indera , dimana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun
yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan funsional, organik atau
histerik.

G. Pohon Masalah
Resiko Perubahan Sensori –persepsi :
Halusinasi (Efek)

Isolasi sosial : menarik diri (CP)

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah (Causa)

III. Masalah Keperawatan dan Data Yang Dikaji


Data subjektif :
- Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan.
- Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang memiliki
Data Objektif :
- Tampak menyendiri dalam ruangan.
- Tidak berkomunikasi, menarik diri.
- Tidak melakukan kontak mata
- Tampak sedih, afek datar
- Posisi meringkuk di tempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu
- Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan
perkembangan usianya
- Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain di dekatnya
- Kurang aktivitas fisik dan verbal
- Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
- Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya.

IV. Diagnosa Keperawatan


Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik Diri

V. Rencana Tindakan Keperawatan


TUM :Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
Halusinasi.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Hasil
Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang, ada kontak mata,
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam,
klien mau duduk berdampingan dengan Perawat, mau mengutarakan
masalah yang dihadapi.
Tindakan
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
Klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap simpati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

TUK 2 :Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.


Kriteria Hasil
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari :
 Diri sendiri
 Orang lain
 Lingkungan

Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.

TUK 3
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Kriteria Hasil
1. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
2. Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain.

Tindakan
a. Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan bila berhubungan dengan
orang lain
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain
d. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
e. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain.

TUK 4
Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap

Kriteria Hasil
Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara :
K – P, K – P – K, K – P – Kel, K – P – Klp
Tindakan
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
- K–P
- K – P – P Lain
- K – P – P lain – K lain
- K – kel/ Klp / Masy
c. Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.

TUK 5
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain.
Kriteria Hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain untuk :
 Diri sendiri
 Orang lain
Tindakan :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan, manfaat berhubungan dengan orang lain.

TUK 6
Klien dapat memberdayakan system pendukung atau keluarga mampu
mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang
lain.
Kriteria Hasil :Keluarga dapat :
 Menjelaskan prasaannya
 Menjelaskan cara merawat klien menarik diri
 Mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik diri.
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
 Salam, perkenalan diri
 Sampaikan tujuan
 Buat kontak
 Eksplorasi perasaan keluarga.
TUK 7
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.
Kriteria Hasil
Klien dapat minum obat sesuai program pengobatan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu
b. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek
yang tidak menyenangkan
c. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

STRATEGI PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

1. Kondisi Klien
Klien dengan isolasi sosial menarik diri jarang bahkan tidak mampu
melakukan interaksi dengan orang lain. Klien sering menunjukkan tanda
dan gejala seperti kurang spontan, appatis, ekspresi wajah kurang
berseri, afek datar, kontak mata kurang, komunikasi verbal menurun,
mengisolasi diri (menyendiri), posisi (ceritakan kondisi klien, gambaran
pasiennya seperti apa).

2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial : Menarik Diri

3. Tujuan
 Mampu membina hubungan saling percaya dengan klien
 Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial menarik diri
 Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
 Klien mampu berkenalan dengan orang lain.

4. Tindakan
1. Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan adalah :
 Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
 Berkenalan dengan pasien : perkenalkan nama dan nama
panggilan yang saudara sukai, serta tanyakan nam dan nama
panggilan pasien
 Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
 Buat kontrak asuhan : apa yang saudar akan lakukan bersama
pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana
 Jelaskan bahwa saudara akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
 Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
 Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
2. Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial : menarik diri
Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai
berikut :
 Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain
 Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
3. Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang
lain
Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien
memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka.
4. Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
Dilakukan dengan cara :
 Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan
tidak bergaul dengan orang lain.
 Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik
pasien.
5. Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap
Kita tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien
dalam berinteraksi dengan orang lain, karena kebiasaan tersebut
telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu kita dapat
melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pasien hanya
akan akrab dengan kita pada awalnya, tetaapi setelah itu kita harus
membiasakan pasien untuk bisa berinteraksi secara bertahap
dengan orang-orang di sekitarnya.

5. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SPI Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien
mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien
mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien
berkenalan.

Orientasi (Perkenalan):
“selamat pagi”
“saya Dwi Yulianti, saya biasa dipanggil yuli, saya mahasiswa perawat yang
akan merawat ibu dari sekarang sampai dua minggu kedepan.
“siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“apa keluhan Ibu S... hari ini?” bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman-teman Ibu S? Mau dimana kita bercakap-
cakap?Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama ibu S...?
Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja:
(jika pasien baru)
“siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan Ibu
S?Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan ibu S?Apa yang membuat
Ibu S jarang bercakap-cakap dengannya?
(jika pasien sudah lama dirawat)
“apa yang Ibu S rasakan selama ibu S dirawat disini? Apakah Ibu S merasa
sendirian?Siapa saja yang Ibu S kenal di ruangan ini?
“apa saja kegiatan yang biasa ibu S lakukan dengan teman yang Ibu S
kenal?”
“apa yang menghambat Ibu S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
pasien yang lain?”
“menurut Ibu S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman? Wah
benar, ada teman bercakap-cakap.Apa lagi? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) nah kalau kerugiannya tidak mempunyai teman
apa ya Ibu S? Ya, apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa).
Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah Ibu S
belajar bergaul dengan orang lain?
“bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang
lain?”
“begini Ibu S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama
mita dan nama panggilan yang kita suka, asal kita dan hobi kita. Contoh;
nama saya S, senang dipanggil S. Asal saya dari Bierun, hobi memasak.”
“selanjutnya Ibu S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya begini: nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari
mana/ hobinya apa?”
“ayo Ibu S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Ibu S. Coba
berkenalan dengan saya!”
“ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah Ibu S berkenalan dengan orang tersebut Ibu S bisa melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan Ibu S bicarakan.Misalnya
tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

Terminasi
“bagaimana perasaan ibu S setelah kita latihan berkenalan?”
“Ibu S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
“selanjutnya Ibu S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada. Sehingga Ibu S lebih siap untuk berkenalan denga orang
lain. Ibu S mau mempraktekkan ke pasien lain? Mau jam berapa
mencobanya? Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
“besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak Ibu S
berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, Ibu S mau kan?”
“baiklah, sampai jumpa.”

SP2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap


(berkenalan dengan orang pertama- seorang perawat)
Orietasi
“Assalamualaikum Ibu S!”
“bagaimana perasaan Ibu S hari ini?”
Sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan, coba sebutkan
lagi sambil bersalaman dengan suster!”
“bagus sekali Ibu S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak
ibu S mencoba berkenalan dengan teman saya perawat N, tidak lama kok,
sekitar 10 menit”
“ayo kita temui perawat N disana.”
Kerja
(bersama pasien mendekati perawat N)
“selamat pagi perawat N, ini ada yang berkenalan dengan perawat N.”
“ibu S, silahkan berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan
kemarin ya..”
(pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dengan perawat N, coba
tanyakan tentang keluarga perawat N”
“kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, Ibu S bisa sudahi perkenalan
ini, lalu Ibu S bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1
siang nanti.”
“baiklah perawat N, karena Ibu S sudah selesai berkenalan, saya dan Ibu S
akan kembali ke ruangan Ibu S, selamat pagi.”
(bersama sama pasien meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi
dengan Ibu S di tempat lain)
Terminasi
“bagaimana perasaan ibu S setelah berkenalan dengan perawat N?”
“ibu S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi.”
“pertahankan terus apa yang Ibu S lakukan tadi, jangan lupa untuk
menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya
menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana mau coba
dengan perawat lain? Mari kita masukkan pada jadwalnya.Mau berapa kali
sehari?Bagaimana kalau 2 kali.Baik nanti Ibu S coba sendiri. Besok kita
latihan lagi ya...mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”

SP3 Pasien: melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan


dengan kedua-seorang pasien)
Orientasi
“assalamualaikum Ibu S. Bagaimana perasaan ibu hari ini?”
“apakah Ibu S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang?”
(jika jawaban pasien iya, kita bisa lanjutkan komunikasi berikutya orang lain)
“bagaimana perasaan Ibu S setelah bercakap-cakap dengan perawat N
kemarin siang?”
“bagus sekali Ibu S menjadi senang karena punya teman lagi”
“kalau begitu Ibu S ingin punya banyak teman lagi?”
“bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu
pasien O”
“mari kita temui dia di ruang makan”

Kerja
(bersama-sama Ibu S mendekati pasien)
“selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan”
“baiklah Ibu S, Ibu S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah
Ibu S lakukan sebelumnya”
(pasien mendemonstrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan
nama, nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama)
“ada lagi yang ingin Ibu S tanyakan pada O”
“kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, Ibu S bisa sudahi perkenalan ini,
lalu ibu S bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan O”
‘baiklah O, karena Ibu S sudah selesai berkenalan, saya dan Ibu S akan
kembali ke ruangan Ibu S, selamat pagi.”
(bersama-sama pasien meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)

Terminasi
“bagaimana perasaan Ibu S setelah berkenalan dengan O?”
“dibandingkan kemarin pagi, Ibu S tampak lebih baik saat berkenalan dengan
O”
“pertahankan apa yang sudah Ibu S lakukan tadi, jangan lupa untuk bertemu
kembali dengan O jam 4 sore nanti”
“Selanjutnya bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap
dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari ibu S
dapat bercakap-cakap dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi,
jam 1 siang, dan jam 8 malam, Ibu S bisa bertemu dengan perawat N, dan
tambah dengan pasien yang baru dikenal, selanjutnya Ibu S bisa
berkenalan dengan orang lain secara bertahap. Bagaimana Ibu S setuju
kan?”
“baiklah besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman Ibu S.
Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya...” sampai besok,
Assalamualaikum..”

Anda mungkin juga menyukai