Anda di halaman 1dari 2

Nama : Bekti Hardani

No. : 07

Kelas. : XII MIPA 2

Alasan Pemindahan Ibu Kota Indonesia

Republik Indonesia (RI) atau Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), atau lebih umum
disebut Indonesia, adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara
daratan benua Asia dan Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah
negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau, dengan populasi Hampir 270.054.853
jiwa pada tahun 2018.

Indonesia memiliki ibu kota yang berada di Jakarta sejak diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1964. Namun, baru-baru ini, Presiden Republik Indonesia, Jokowi, mengusulkan
pemindahan ibu kota dari Jakarta ke kota yang lainnya di luar Pulau Jawa. Usulan ini pun sebenarnya
telah didiskusikan sejak kepresidenan Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden Yudhoyono
mendukung ide untuk membuat pusat politik dan administrasi Indonesia yang baru, karena masalah
lingkungan dan overpopulasi Jakarta.

Adapun beberapa alasan mengapa ibu kota harus dipindah ke luar Pulau Jawa. Salah satunya
yaitu penduduk Pulau jawa yang terlalu padat. Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015
menyebutkan, sebesar 56,56 persen masyarakat Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. Sementara di
pulau lainnya, persentasenya kurang dari 10 persen, kecuali pulau Sumatera. Penduduk Sumatera
sebesar 21,78 persen dari keseluruhan masyarakat Indonesia, atau sebanyak 56.932.400 jiwa. Di
Kalimantan, persentase penduduk Indonesia hanya 6,05 persen atau 15.801.800 jiwa. Di Sulawesi,
persentase penduduk Indonesia sebesar 7,33 persen atau 19.149.500 jiwa. Di Bali dan Nusa Tenggara,
penduduknya sebanyak 14.540.600 jiwa atau 5,56 persennya penduduk Indonesia. ASementara di
Maluku dan Papua memiliki persentase paling kecil, yakni 2,72 persen atau 7.103.500 jiwa. Dengan
dipindahkan ibu kota ke luar jawa, diharapkan agar penduduk lebih tersebar Dan tidak terkonsentrasi
Hanya di Jawa.

Alasan kedua yaitu kontribusi ekonomi Pulau Jawa terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia atau Produk Domestik Bruto (PDB), sangat mendominasi. Sementara pulau lainnya jauh
tertinggal. Jokowi ingin menghapuskan istilah "Jawasentris" sehingga kontribusi ekonomi di pulau lain
juga harus digenjot. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, kontribusi ekonomi terhadap
PDB di pulau Jawa sebesar 58,49 persen. Sebanyak 20,85 persen di antaranya disumbang oleh
Jabodetabek. Sementara pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa sebesar 5,61 persen. Di Sumatera,
kontribusi ekonominya sebesar 21,66 persen dengan pertumbuhan 4,3 persen. Adapun di Kalimantan,
kontribusi ekonominya sebesar 8,2 persen dengan pertumbuhan ekonomi 4,33 persen. Di Sulawesi,
kontribusinya hanya 6,11 persen. Namun, perrumbuhan ekonominya paling tinggi, yakni 6,99 persen. Di
Bali dan Nusa Tenggara, kontribusinya 3,11 persen dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,73 persen.
Sementara Pulau Papua dengan kontribusi 2,43 persen dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,89
persen.

Alasan ketiga dari pemindahan ibu kota ke luar Jawa adalah krisis ketersediaan air.
Ketersediaan air bersih menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam menentukan lokasi ibu kota
baru. Pulau Jawa, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun
2016, mengalami krisis air yang cukup parah. Ada daerah yang termasuk indikator berwarna kuning yang
artinya mengalami tekanan ketersediaan air, seperti di wilayah Jawa Tengah. Di wilayah Jawa Timur,
indikatornya berwarna oranye yang artinya ada kelangkaan air. Sementara di wilayah Jabodetabek,
indikatornya merah atau terjadi kelangkaan mutlak.

Alasan terakhir yang akan saya sebutkan dalam rencana pemindahan ibu kota ini yaitu
konversi lahan di Jawa mendominasi. Hasil modelling KLHS Bappenas 2019 menunjukkan, konversi lahan
terbesar terjadi di pulau Jawa. Proporsi konsumsi lahan terbangun di pulau Jawa mendominasi, bahkan
mencapai lima kali lipat dari Kalimantan. Pada 2000, proporsi lahan terbangun di Jawa sebesar 48,41
persen. Kemudian berkurang menjadi 46,49 persen pada 2010. Diprediksi, lahan terbangun di Jawa pada
2020 dan 2030 sebesar 44,64 dan 42,79 persen menyusul rencana pemindahan ibu kota. Di Kalimantan,
keterbangunan lahannya sebesar 9,29 persen pada 2010. Proporsi lahan terbangun di Kalimantan
diprediksi meningkat pada 2020 menjadi 10,18 persen dan 11,08 persen pada 2030. Sementara di
Sumatera, proporsi lahan terbangunnya sebesar 32,54 persen pada 2010. Diprediksi, pembangunannya
terus meningkat pada 2020 sebesar 32,71 persen dan pada 2030 sebesar 32,87 persen. Adapun di
Sulawesi, proporsi lahan terbangunnya sebesar 4,88 persen pada 2010. Kemudian, diprediksi terus
bertumbuh menjadi 5,42 persen pada 2020 dan 5,96 persen pada 2030.

Dengan mempertimbangkan beberapa alasan di atas, bisa dikatakan bahwa memang


seharusnya ibu kota dipindahkan ke luar Pulau Jawa. Hal tersebut dikarenakan penduduk Jawa yang
susah terlalu padat, keinginan President Jokowi untuk menghapuskan "Jawasentris" dengan melakukan
pembangunan besar-besaran di Pulau selain Jawa, krisis ketersediaan air di Pulau Jawa, Dan konversi
lahan d Jawa yang sangat mendominasi. Tentunya, pemerintah sudah menyiapkan pemindahan ibu kota
ini dengan matang-matang, sehingga kita sebagai warga negara Indonesia hanya perlu mendukungnya
agar dapat terealisasi dengan baik. Dengan begitu, tujuan-tujuan dapat diperoleh secara maksimal.

Anda mungkin juga menyukai